Anda di halaman 1dari 23

MATERI KDM

1. MEMBERIKANOKSIGEN PADA PASIEN


Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar. Keberadaan
oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.

ALAT-ALAT PEMBERIAN OKSIGEN


1. Tabung oksigen beserta isinya
2. Regulator dan flow untuk mengatur jumlah oksigen yang diberikan
3. Botol pelembab (Humadifier) yang sudah diisi aquabides steril
4. Maskerg atau nasal prong
5. Selang penghubung
6. Alat tulis

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBERIAN OKSIGEN


1. Amati tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian oksigen
2. Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan, misalnya : api, yang dapat menimbulkan
kebakaran.
3. Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering.
4. Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru kronis karena
pemberian oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan hipoventilasi,hypercarbia
diikuti penurunan kesadaran.
5. Terapi oksigen sebaiknya di awali dengan aliran 1-2 L/mnt, kemudian dinaikkan pelan-
pelan sesuai kebutuhan.
6. Pastikan tabung oksigen dan perlengkapannya dalam kondisi baik.
7. Beri penjelasan tindakan yang akan dilakukan
8. Atur posisi semi fowler atau sesuai kondisi pasien.

CARA PEMBERIAN OKSIGEN


Pemberian oksigen pada klien dapat melalui 3 cara, yaitu melalui kateter nasal, kanula
nasal, dan masker oksigen.
Kateter Nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang ditetapkan, biasanya 1-6 L/mnt.
Kemudian obsevasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
4. Atur posisi dengan semi-fowler. 5. Ukur kateter nasal dimulai dengan lubang telinga
sampai ke hidung dan berikan tanda.
5. Ukur kateter nasal dimulai dengan lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
6. Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7. Berikan minyak pelumas (vaselin/jeli).
8. Masukkan kedalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9. Lakukan pengecekkan kateter apakah sudah masuk apa belum, dengan menekan lidah
pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belkang uvula).
10. Fiksasi pada daerah hidung.
11. Periksa kateter nasal setiap 6-8jam.
12. Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-
8 jam.

Kanula Nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 L/ mnt.
Kemudian observasi humidifier pada tabung dengan adanya gelembung air.
4. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
5. Periksa kanula tiap 6-8 jam
6. Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-
8 jam.
7. Catat kecepatan aliran oksigen rute pemberian dan respon klien.
8. Cuci tangan setelah prosdur yang dilakukan.
Masker Oksigen
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi dengan semu-fowler.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 6- 10L/mnt.
Kemudian observasi humidifier pada tabung air dengan adanya gelembung
5. Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien.
6. Periksa kecepatan tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian , dan
respon klien.
Cara Kerja selanjutnya :
1. Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan.
3. Hubungkan nasal prong atau masker dengan selang oksigen ke botol pelembab.
4. Pasang ke penderita
5. Atur aliran oksigen ssuai dengan kebutuhan.
6. Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi, lepas nasal prong atu masker dari penderita.
7. Tabung oksigen di tutup.
8. Penderita di rapikan kembali.
9. Peralatan dibereskan.

2. MEMANDIKAN PASIEN DI TEMPAT TIDUR


Tujuan memandikan pasien di atas tempat tidur yaitu
1. Menjaga kebersihan kulit.
2. Menghilangkan atau membersihkan bau badan dan keringat.
3. Memberikan rasa nyaman dan relaksasi.
4. Menstimulasi sirkulasi darah pada kulit.
5. Mengurangi infeksi akibat kulit kotor.
A. Indikasi Memandikan Pasien
Indikasi memandikan pasien di atas tempat tidur diantaranya yaitu :
1. Dilakukan pada pasien yang di haruskan bedrest.
2. Dilakukan pada pasien yang menderita sesak napas.
3. Dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan kotor.
4. Kontraindikasi Memandikan Pasien
B. Kontraindikasi memandikan pasien di atas tempat tidur diantaranya yaitu :
1. Pada pasien yang menderita luka bakar.
2. Pada pasien yang sedang koma.
3. Pada pasien yang sedang terpasang alat-alat kesehatan.
4. Pada pasien yang pasca operasi.
A. Prosedur Kerja:
 Bawa peralatan ke dekat pasien.
 Pasang sampiran.
 Matikan kipas untuk pasien menggigil.
 Mencuci tangan.
 Gunakan sarung tangan.
 Atur posisi senyaman mungkin.
 Letakan alat-alat di atas kursi sesuai susunan penggunaan.
 Letakan tempat kain kotor.
 Tawarkan pispot atau urinal.
 Ganti selimut tidur dengan selimut mandi
 Pastikan pasien diselimuti dengan selimut mandi
B. Hal-hal yang harus di perhatikan :
 Hindari tindakan yang dapat menimbulkan kelelahan pada pasien.
 Jaga privasi pasien.
 Hindari tindakan yang menimbulkan rasa malu pasa pasien dan tetap menjaga
kesopanan.
 Sebaiknya minta pasien membersihkan sendiri alat genitalnya.
 Perhatikan keadaan umum pasien, misalnya kondisi kulit, kedinginan dan
lingkungan sekitar.
 Bila air sudah kotor segera diganti.

3. MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR TERBUKA DAN TERTUTUP


Bed making adalah tindakan mengganti alat tenun kotor dengan alat tenun yang bersih pada tempat
tidur klien dengan klien di atas tempat tidur & pada tempat tidur kosong.
• Bed making dapat terdiri dari tempat tidur tertutup dan terbuka.
Bed making bertujuan untuk memberikan lingkungan yang bersih, tenang dan nyaman, mencegah
terjadinya dekubitus dan mengontrol penyebaran mikroorganisme, mencegah/menghindari iritasi kulit
dengan menciptakan alas tempat tidur dan selimut yang bebas dari kotoran/lipatan dan meningkatkan
gambaran diri dan harga diri klien dengan menciptakan tempat tidur yang bersih, rapi dan nyaman.
B. Prosedur Menyiapkan Tempat Tidur Terbuka
Tempat tidur terbuka (open bed) adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memasang perlengkapan
tempat tidur tanpa sprei penutup. Tindakan ini dilakukan jika ada pasien baru dan untuk mengganti alat
tenun dengan pasien diatasnya.
Tujuannya yaitu Agar dapat segera digunakan.merapikan tempat tidur terbuka dilakukan jika ada pasien
baru, pada tempat tidur pasien yang dapat / boleh turun dari tempat tidur.
C. Peralatan yang dibutuhkan
a. Tempat tidur, kasur, dan bantal.
b. Handschoon, masker, face shield, dan scort/ celemek.
c. Desinfektan spray (lisol 2-3 %).
d. Kain lap 2 buah (untuk lap basah dan lap kering).
e. Sprei besar (laken).
f. Sprei kecil (stiek laken).
g. Perlak.
h. Sarung bantal.
i. Selimut.
j. Tempat untuk alat tenun kotor tertutup.
k. Hand sanitizer
l. Trolly.
m. Baki.
n. Buku dokumentasi dan alat tulis.
A. Prosedur Kerja
1. Mencuci tangan.
2. Tempelkan alas kasur dan ikatkan tali-talinya ke arah samping pada rangka tempat tidur pada
setiap sudut.
3. Meletakkan laken dengan lipatan memanjang yang menentukan garis tengahnya ditengah-
tengah tempat tidur.
4. Memasukkan laken pada bagian kepala kurang lebih 25 cm di bawah kasur kemudian dibuat
sudut.
5. Memasukkan laken pada bagian kaki kurang lebih 25 cm di bawah kasur dan dibuat sudut.
6. Jika linen panjangnya tidak sesuai maka masukkanlah bagian kepala lebih dari pada bagian kaki.
7. Masukkan laken bagian sisi ke bawah kasur (sisi tempat perawat berdiri).
8. Meletakkan perlak melintang kurang lebih 50cm dari garis kasur bagian kepala, demikian juga
steak laken, dan masukkan sama-sama ke bawah Kasur.
9. Meletakkan bovenlaken secara terbalik dengan jahitan lebar di bagian kepala mulai garis kasur,
masukkan bagian kaki ke bawah Kasur.
10. . Meletakkan selimut kurang lebih 25 cm dari garis kasur bagian kepala dan masukkan bagian
kaki ke bawah Kasur
11. Melipat bovenlaken bagian atas tepat di atas garis selimut
12. Memasukkan bantal ke dalam sarungnya dan meletakkan bantal dengan bagian tertutup ke
jurusan pintu
E. Prosedur menyiapkan Tempat Tidur Tertutup
Closed bed (tempat tidur tertutup) yaitu Mempersiapkan tempat tidur tertutup (closed bed) adalah
tindakan yang dilakukan untuk memasang perlengkapan tempat tidur dengan memberikan sprei
penutup (overlaken)
A. Tujuan:
1. Dapat Dipakai sewaktu-waktu
2. Selalu Terlihat Rapi
3. Selalu Terlihat Bersih
4. Memberikan Perasaan Senang dan Nyaman kepada Pasien
B. Cara Kerja
1. Persiapanlat yang harus disiapkan sama dengan alat –alat yang harus disediakan untuk
menyiapkan tempat tidur terbuka hanya saja ditambahkan seprai penutup. Hal- Hal yang harus
diperhatikan dalam perawatan tempat tidur klien Hindari kontaminasi pada linen bersih
2. Ketika akan mengganti linen, bawalah linen sesuai kebutuhan, Jangan membawa linen
berlebihan untuk menghindari terjadinya kontaminasi kuman atau mikroorganisme dan infeksi
nosokomial dari satu klien ke klien lainnya.
3. Pada saat memasang linen bersih, bentangkan linen di atas tempat tidurm jangan dikibaskan.
4. angan menempatkan linen kotor pada tempat tidur klien, meja, atau peralatan klien lainnya.
5. Gunakan cara yang efektif dengan memasang alat tenun pada satu sisi dulu setelah itu baru
pindah ke sisi lain.
6. Tempatkan linen atau alat tenun kotor pada tempat tertutup (seperti ember yang memiliki
tutup) bawa dengan hati-hati, jangan menyentuh pakaian perawat dan cuci tangan setelahnya.
7. Tetap perhatikan keadaan umum klien selama melaksanakan tindakan.

4. MENDEMONSTRASIKAN MACAM MACAM POSISI PASIEN


1. Posisi Fowler
Posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi
atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Tujuan :
a. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
b. Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada dan
ventilasi paru
c. Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat yang menetap.
d. Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat yang menetap.

Indikasi :
a. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan .
b. Pada pasien yang mengalami imobilisasi.

Cara kerja :
a. Dudukan pasien.
b. Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur.
c. Untuk posisis semi fowler (30-45)
d. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah hidup.
2. Posisi Semi Fowler
Sikap dalam posisi setengah duduk 15derajat-60derajat.
Tujuan :
a. Mobilisasi
b. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan.
c. Memberikan perasaan lega pada pasien sesak nafas.
Cara Kerja :
a. Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat 45derajat-60derajat.
b. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala pasien jika tubuh bagian atas pasien
lumpuh.
c. Letakkan bantal dibawah kepala pasien sesuai dengan keinginan pasien, menaikkan lutut
dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan dibawah tekanan poptimal ( dibawah
lutut )
3. Posisi SIMS
Posisi miring kekanan atau kekiri, posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan
memberikan obat melalui anus (supositoria).
Tujuan :
a. Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot dan pinggang
b. Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
c. Memasukan obat supositoria
d. Mencegah decubitus
Cara Kerja :
a. Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian memiringkan kekiri dengan posisi badan
setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
b. Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas tempat
tidur.
c. Bila pasien miring kekanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
d. Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas tempat
tidur.

4. Posisi Trandelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Digunakan dalam pembedahan, terutama pada perut dan sistem genitourinari.
Indikasi :
a. Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
b. Pasien shock
c. Pasien hipotensi
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang tanpa bantal di kepala
b. Letakkan bantal diatas kepala diantara kepala dan ujung tempat tidur. Beri bantal atau
guling dibawah lipatan lutut
c. Bila menggunakan tempat tidur khusus, atur posisi tempat tidur kepala rendah daripada
kaki
d. Bila tidak menggunakan tempat tidur khusus, letakkan penopang kali tempat tidur
dibagian kaki tempat tidur
5. Posisi Dorsal Recumbent
Posisi terlentang dengan pasien menyandarkan punggungnya dimana hubungan antar
bagian dasar tubuh sama dengan kesejajaran berdiri yang baik, dengan lutut dinaikkan.
Bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan
punggung belakang.
Indikasi :
a. Pada pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina, dan anus.
b. Pasien dengan ketegangan punggung belakang.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
c. Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Tempatkan papan kaki atau bantal lunak di bawah telapak kaki.
e. Letakkan bantal di bawah lengan bawah yang pronasi, mempertahankan lengan atas
sejajar dengan tubuh pasien.
f. Letakkan gulungan tangan di dalam tangan.

6. Posisi Lithotomi
Sikap pasien terlentang dimana paha diangkat dan ditekuk ke arah perut. Oleh karena itu
posisi ini sukar dipertahankan, maka digunakan penahan untuk kaki tersebut. Bertujuan
untuk memudahkan pelaksamaam proses persalinan, operasi ambeien, pemaangan alat
intra uterine devices (IUD), dan lain-lain.
Indikasi :
a. Pada pemeriksaan genekologis.
b. Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rectum, vagina dan kandung kemih.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
c. Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Mintalah pasien mengangkat paha dan menekuk ke arah perut, lalu pertahankan tungkai
bawah berada sejajar dengan posisi lutut.
e. Pasangkan alat penyangga kaki.
f. Lakukan pemeriksaan sesuai kebutuhan.
7. Posisi genu pectroal
Posisi berlutut dimana dada dan kepala pasien mengenai matras/tempat tidur.
Bertujuan untuk memudahkan pemeriksaan daerah rectum, sigmoid, dan vagina.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal, tidur.
c. Letakkan berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Anjurkan untuk berbaring menghadap tempat tidur, dan tempatkan satu bantal di bawah
wajah.
e. Mintakan untuk menungging dan mengangkat bokongnya sampai dinding perut
menggantung dan hanya dada, kedua lutut serta kaki yang menyentuh tempat tidur.

8. Posisi Orthopnric
Posisi duduk dengan menyandarkan kepala pada penopang yang sejajar dada, seperti pada
meja.
Bertujuan untuk memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang
ekstrim dan tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.
Indikasi :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.

Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Dudukkan pasien di tepi tempat tidur dengan meja dihadapannya.
c. Alasi meja dengan bantalan dan posisikan dengan ketinggian yang sesuai.
d. Posisikan kepala pasien menyandar dimeja dengan lengan juga dimeja untuk
menyokongnya.
9. Posisi supinasi
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama
dengan kesejajaran berdiri yang baik.
Bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan memfalisitasi penyembuhan
terutama pada pasien pembedahan.
Indikasi :
a. Pasien dengan tindakan post anastesi atau pembedahan tertentu
b. Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma

Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur.
b. Letakkan bantal dibawah kepala dan bahu pasien.
c. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal.
d. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit
e. Topang telapak kaki pasien dengan menggunakan bantalan kaki
f. Jika pasien tidak sadar atau mengalami paralisis ektremitas atas, elevasikan tangan dan
lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
10. Posisi pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup berbaring dengan wajah menghadap kebantal.
Bertujuan untuk memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang dan
mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.

Indikasi :
a. Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan.
b. Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
b. Gulingkan pasien dan posisikan lengan dekat dengan tubuhnya disertai siku lurus dan
tangan diatas paha. Posisikan tengkurap atau telungkup ditengah tempat tidur yang datar.
c. Putar kepala pasien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal, jika banyak drainase dari
mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan
d. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma ( atau payudara pada
wanita) dan krista iliaka
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai lutut sampai tumit
f. Jika pasien atau mengalami paralisis ekstremitas atas, elevasikan tangan dan lengan
bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
11. Posisi lateral l
Posisi pasien berbaring miring atau pada salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala
menoleh kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu.
Bertujuan untuk mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat
posisi yang menetap.
Indikasi :
a. Pasien yang ingin beristirahat
b. Pasien yang ingin tidur
c. Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama
d. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi

Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur.
b. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke kedepan sehingga tubuh tidak menopang pada
bahu tersebut.
c. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstrimitas bertumpu secara paralel
dengan permukaan tempat tidur.
d. Letakkan bantal guling dibelakang punggung pasien untuk menstabilkan posisi.

5. MENDEMONSTASIKAN CARA MOBILISASI PADA PASIEN


Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur (Alimul, 2009). Mobilisasi adalah kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh
individu untuk melakukan aktifitas sehari-hari berupa pergerakan sendi, sikap dan gaya
berjalan guna untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan mempertahankan

A. Rentang Gerak Fungsional Dalam Mobilisasi


1. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakan kaki pasien.

2. Rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-otonya secara aktif misalnya saat berbaring pasien menggerak-
gerakan kakinya.

3. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktivitas yang diperlukan misalnya belajar bangun dari tempat tidur.

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan
pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang
menunggu. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga
akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006).

B. Manfaat Mobilisasi
1. Mencegah deep vein thrombosis (penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh
darah vena dalam).
2. Memperbaiki toleransi orthostatic. Secara cepat mengembalikan fungsi mental,
motorik dan kemampuan untuk aktifitas sehari-hari.
3. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap proses
pemulihan.
C. Tujuan mobilitas
Menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain:
1. Mempertahankan fungsi tubuh.
2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka.
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan tonus otot.
5. Memperlancar eliminasi urinuri.
6. Mengembalikan aktivitas tertantu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian.
7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi

D. Tahapan terlaksana mobilitas


1. Pada 6 jam pertama pasien harus bisa menggerakkan anggota tubuhnya di tempat tidur
(seperti belajar untuk menggerakkan jari, tangan dan menekuk lutut).
2. Kemudian setelah 6-10 jam, pasien diharuskan bisa miring kekiri dan kekanan.
3. Jika sudah 24 jam, pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.Setelah
pasien dapat duduk, lalu dianjurkan untul belajar berjalan.

E. Faktor yang mempengaruhi mobilitas


1. Faktor Pendorong Mobilitas
a. Faktor Ekonomi
b. Faktor Pendidikan
c. FaktorTransportasi

F. Prosedur memobilisasikan pasien


Alat dan Bahan :
1. Tempat Tidur
2. Kursi Roda (rolstoel)
3. Tempa Tidur Dorong (brancart)
4. Memindahkan Klien dari Brancart ke Tempat Tidur (sebaliknya)
1. Menempatkan brancart sehingga bagian kepala klien membentuk 90° dengan
bagian kaki tempat tidur kunci bagian kaki brancart
2. Petugas 3 orang berdiri berdiri berjajar di samping brancart, (yang dekat kepala
klien, tinggi badan lebih tinggi dari petugas yang lainnya)
3. Semua kaki kiri petugas maju selangkah kedepan
4. Semua petugas menyusupkan kedua lengannya ke bawah tubuh klien : leher-
punggung, punggung-bokong, bokong-kaki hingga lengan petugas mencapai
bagian kiri tubuh klien
5. Petugas yang memegang leher -punggung klien, memberi aba-aba untuk bersama-
sama mengangkat pilihan dan melangkah bersama menuju ke tempat tidur (posisi
mengangkat klien, menghadap tubuh kalian ke arah petugas)
6. Meletakkan klien secara perlahan di tempat tidur
7. Merapikan klien dan mengembalikan brancart ke tempatnya
5. Cara memindahkan klien dari rostoel ke tempat tidur (sebaliknya)
1. Mengunci rostoel agar tidak bergerak atau stand by
2. Melipat sanggahan telapak kaki pada rostral petugas berdiri di depan klien
3. Memegang pinggang klien dengan kedua tangan, meminta kalian memegang kedua
bahu petugas
4. Membantu mengangkat bobot tubuh klien untuk berdiri dan keluar dari rostoel
5. Petugas pindah posisi ke belakang klien, posisi tangan kanan petugas memegangi
tangan kanan klien tangan kiri bertugas memegangi tangan kiri klien. meminta
klien melangkah, di ikuti langkah petugas hingga kalian duduk di sisi tempat tidur
6. Menahan punggung klien dengan tangan kanan dan membantu mengangkat kedua
tungkai dengan tangan kiri, hingga klien berbaring di tempat tidur. Merapikan klien
7. Mengembalikan rostoel ke tempatnya
6. Membantu klien berdiri dan berjalan (transportasi)
1. Membantu klien duduk perlahan dengan menyangga punggung klien. amati
keadaan dan dengar keluhan klien
2. Menanyakan kesanggupan klien untuk duduk sempurna. Jika kalian sudah
sanggup, bantu menurunkan kedua tungkai client ke sisi tempat tidur. Amati
keadaan dan dengar keluhan klien
3. Menanyakan kesanggupan klien untuk berdiri. Jika klien sudah sanggup, bantu
klien berdiri dengan cara petugas berdiri tepat di depan klien, meminta kedua
tangan kiri menopang pada kedua bahu petugas, kedua tangan petugas memegang
pinggang klien dan menahan nya hingga klien berdiri tegak posisi tempat tidur.
Amati keadaan dan dengar keluhan klien
4. Menanyakan kesanggupan klien untuk berjalan. Jika kalian sudah sanggup, bantu
kalian melangkah dengan cara posisi petugas pindah ke arah samping belakang
klien
5. Tangan kanan petugas memegangi tangan kanan klien, tangan kiri petugas
memegangi tangan kiri klien
6. Meminta klien mulai melangkahkan kaki kanannya, kemudian diikuti kaki kanan
petugas, demikian dengan kaki kiri. Bergantian hingga klien mencapai tujuannya
7. Menempatkan klien pada kursi atau tempat tidur sesuai kebutuhan mobilisasi

a. Membantu klien berdiri dan berjalan (transportasi)


1. Membantu klien duduk perlahan dengan menyangga punggung klien. amati
keadaan dan dengar keluhan klien
2. Menanyakan kesanggupan klien untuk duduk sempurna. Jika kalian sudah
sanggup, bantu menurunkan kedua tungkai client ke sisi tempat tidur. Amati
keadaan dan dengar keluhan klien
3. Menanyakan kesanggupan klien untuk berdiri. Jika klien sudah sanggup, bantu
klien berdiri dengan cara petugas berdiri tepat di depan klien, meminta kedua
tangan kiri menopang pada kedua bahu petugas, kedua tangan petugas memegang
pinggang klien dan menahan nya hingga klien berdiri tegak posisi tempat tidur.
Amati keadaan dan dengar keluhan klien
4. Menanyakan kesanggupan klien untuk berjalan. Jika kalian sudah sanggup, bantu
kalian melangkah dengan cara posisi petugas pindah ke arah samping belakang
klien
5. Tangan kanan petugas memegangi tangan kanan klien, tangan kiri petugas
memegangi tangan kiri klien
6. Meminta klien mulai melangkahkan kaki kanannya, kemudian diikuti kaki kanan
petugas, demikian dengan kaki kiri. Bergantian hingga klien mencapai tujuannya
7. Menempatkan klien pada kursi atau tempat tidur sesuai kebutuhan mobilisasi

G. Fase terminasi
1. Memeriksa reaksi klien
2. Meminta klien untuk menghubungi petugas jika ada yang ingin dibantu
3. Berpamitan
4. Melakukan pencatatan dalam dokumentasi asuhan
5. Menjaga keamanan dan kenyamanan klien
6. Menjaga keamanan petugas dan melakukan prosedur dengan tenang

6. MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KE KURSI RODA


DAN MEMINDAHKAN PASIEN DARI TEMPAT TIDUR KE BRANKAR
DAN SEBALIKNYA
A. Memindahkan Pasien dari Tempat tidur ke Kursi roda
1. Definisi memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda adalah proses merubah posisi
pasien dari tempat tidur klien ke kursi.
2. Tindakan pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
Penggunaan postur tubuh yang baik memudahkan dan memungkinkan tenaga
kesehatan untuk menggerakkan, mengangkat, atau memindahkan pasien dengan aman
dan melindungi tenaga Kesehatan dari cedera muskuloskeletal.
Tenaga Kesehatan yang baru pertama kali melakukan teknik memindahkan hendaknya
menggunakan bantuan untuk mengurangi resiko cedera, baik pada pasien maupun
tenaga Kesehatan itu sendiri. Memindahkan pasien sendiri lebih sulit dan berbahaya
(Perry & Potter,2006).
3. Tujuan memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
Untuk memobilisasi pasien, mendorong dan menstimulasi pasien untuk menambah
kegiatan atau aktivitas sosial kepada orang lain, memberikan pasien perubahan suasana
selain di tempat tidur, melatih otot skelet untuk mencegah kontraktur atau sindrome
disuse, mempertahankan kenyamanan pasien, mempertahankan kontrol diri pasien,
memindahkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik, dan fisik
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan tenaga kesehatan sebelum memindahkan pasien
dari tempat tidur ke kursi roda
Hal-hal yang perlu diperhatikan tenaga kesehatan sebelum memindahkan pasien dari
tempat tidur ke kursi roda yaitu :
 Merencanakan dengan baik apa yang akan dilakukan dan bagaimana
mengerjakannya.
 Perlu mempertimbangkan apakah memerlukan bantuan tenaga kesehatan lainnya
 Memeriksa terlebih dahulu peralatan sebelum dimulai
 Memindahkan barang – barang yang dapat menggangu proses pemindahan pasien
 Menjelaskan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan kepada klien, termasuk apa
yang harus dilakukan oleh tenaga Kesehatan.
5. Prosedur memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda
Petunjuk umum yang dapat diikuti tenaga kesehatan saat memindahkan klien pada
setiap prosedur pemindahan dapat dilihat dalam prosedur ini :
 Mencuci tangan sebelum tindakan dilakukan
 Melakukan persiapan ( dalam pengkajian klien, menyiapkan alat yang diperlukan
untuk memindahkan klien seperti, kursi roda, tempat tidur, selimut)
 Membantu klien ke posisi duduk di tepi tempat tidur, dan menyiapkan kursi dengan
posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi
roda, pastikan kursi ini dalam posisi terkunci.
 Memasang sabu pemindahan jika perlu
 Tenaga kesehatan memastikan klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip
 Tenaga Kesehatan akan merengangkan kakinya
 Memfleksikan panggul dan lututnya dan mensejajarkan lutut dengan klien
 Tenaga Kesehatan memegang sabuk pemindah dari bawah / merangkul aksila klien
dan meletakkan tangan pada skapula klien
 Mengangkat klien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul
dan kaki, dengan tetap mempertahankan lutut agak fleksi
 Mempertahankan stabilitas kaki yang lemah atau mensejajarkan dengan lutut
pasien
 Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi dan memindahkan klien secara
langsung ke depan kursi
 Klien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.
 Tenaga Kesehatan memfleksikan panggul dan lututnya saat menurunkan klien ke
kursi
 Tenaga kesehatan mengkaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
 Tenaga kesehatan membuat klien nyaman dengan menutup paha dengan selimut.

B. Memindahkan Klien Dari Tempat Tidur Ke Brankar


Memindahkan klien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan, tidak boleh
melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari tempat tidur ke brankar yang dilakukan oleh dua
atau tiga orang perawat.
 Tenaga kesehatan mengobservasi pasien untuk menentukan respon terhadap
pemindahan.
 Tenaga kesehatan merapikan alat
 Tenaga kesehatan mencuci tangan setelah prosedur dilakukan
 Tenaga kesehatan mencatat prosedur dalam catatan ketenaga kesehatanan

1. Alat & Bahan


 Brankar
 Bantal bila perlu
2. Prosedur
 Ikuti protokol standar
 Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap tempat tidur
 Dua atau tiga orang perawat menghadap ketempat tidur/klien
 Silangkan tangan klien kedepan dada
 Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh klien
 Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah pinggang,
perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul klien, sedangkan
perawat ketiga meletakkan tangan dibawah pinggul dan kaki.
 Pada hitungan ketiga, angkat klien bersama-sama dan pindahkan ke brankar
 Atur posisi klien, dan pasang pengaman.

7.
H. Fase terminasi
8. Memeriksa reaksi klien
9. Meminta klien untuk menghubungi petugas jika ada yang ingin dibantu
10. Berpamitan
11. Melakukan pencatatan dalam dokumentasi asuhan
12. Menjaga keamanan dan kenyamanan klien
13. Menjaga keamanan petugas dan melakukan prosedur dengan tenang

7, MENDEMONSTRASIKAN BODY MEKANIK BAGI PETUGAS


KESEHATAN
DEFINISI BODY MEKANIK
Mekanika tubuh adalah penggunaan tubuh secara efisien dan efektif sehingga menghasilkan
keseimbangan tubuh dan meningkatkan keamanan bagi sistem muskuloskeletal dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mengangkat, membungkuk dan bergerak.
PRINSIP- PRINSIP BODY MEKANIK
Menurut Craven dan Hirnle (2009) Elemen dasar atau prinsip pada mekanika tubuh ada tiga bagian,
yaitu:
1. Postur Tubuh
Merupakan susunan geometris dari bagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain.
(Hidayat, 2009)
1. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara mempertahankan posisi garis
gravitasi diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuan.
1. Pergerakan Terkordinasi
Gravitasi merupakan prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan mekanika tubuh dengan benar,
yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BODY MEKANIK
 Status Kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal dan sistem saraf berupa
penurunan koordinasi, sehingga dapat mempengaruhi mekanika tubuh.
 Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh akan mendorong seseorang untuk
mempergunakannya secara benar, sehingga akan mengurangi energi yang dikeluarkan.
 Situasi dan kebiasaan ,Misalnya mengangkat benda-benda berat.
 Gaya Hidup
Perubahan pola hidup seseorang akan menyebabkan stres, sehingga akan menimbulkan kecerobohan
dalam beraktifitas.
 Nutrisi
Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot dan memudahkan terjadinya
penyakit.
DEMONSTARSI BODY MEKANIK PADA PETUGAS KESEHATAN
Sikap umum tubuh yang harus diperhatikan meliputi:
 Duduk,
 Bangun dari duduk,
 Berdiri,
 Berjalan
 Posisi tidur
 Bangun dari berbaring,
 Membungkuk dan mengangkat.
Bagi tenaga kesehatan, diantaranya :
 Memindahkan Pasien dari Brankar ke Tempat Tidur atau sebaliknya
 Memindahkan Pasien dari Kursi Roda ke Tempat Tidur, Menolong Pasien Berjalan menuju Kursi.
SIKAP DUDUK
 Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang lurus.
 Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
 Paha sejajar dan berada pada potongan horisontal.
 Kedua kaki di topang di lantai. Pada klien pendek tinggi, alat bantu kaki digunakan dan
pergelangan kaki menjadi fleksi dengan nyaman.
 Jarak 2 – 4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal pada permukaan
lutut bagian posterior. Jarak ini menjamin tidak ada tekanan pada arteri popliteal atau saraf
untuk menurunkan sirkulasi atau mengganggu fungsi saraf
 Lengan bawah klien ditopang pada penganan tangan, di pangkuan, atau di atas meja depan
kursi.
BANGUN DARI DUDUK
 Pijakkan kaki dengan mantap.
 Majukan badan kedepan, bangun dengan pelan.
 kedua lutut jangan bertemu dan doronglah tubuh, jika perlu dengan tangan.
 Pusatkan pikiran ke bagian atas tubuh ditarik keatas.
BERDIRI
 Kepala tegak dan midline
 Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar.
 Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus
 Ketika klien dilihat dari arah lateral, Kepala tegak dan garis tulang belakang digaris dalam pola S
terbaik. Tulang belakang servikal pada arah anterior adalah cembung, tulang belakang lumbal
pada arah anterior adalah cembung.
 Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman dan lutut
pergelangan kaki agak melengkung. Orang tampak nyaman dan tidak sadar akan lutut dan
pergelangan kaki yang fleksi.
 Lengan klien nyaman di samping.
 Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang, dan jari – jari kaki
menghadap ke depan.
 Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengah tubuh, dan garis gravitasi
mulai dari tengah kepala bagian depan sampai titik tengah antara kedua kaki.
 Bagian lateral garis gravitasi dimulai secara vertikal dari tengah tengkorak sampai sepertiga kaki
bagian posterior.
BERJALAN
 Kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
 Tumit menyentuh tanah lebih dahulu daripada jari kaki
 Kaki dorsofleksi pada fase ayunan
 Lengan mengayun ke depan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi yang berlawanan
 Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama; ayunan tubuh dari sisi ke sisi minimal dan
tubuh ke depan, dan gerakan dimulai dan diakhiri dengan santai.
 Kecepatan berjalan (normalnya 70-100 langkah per menit)
POSISI TIDUR IBU HAMIL
Ibu hamil boleh tidur miring, namun tekuklah sebelah kaki dan pakailah guling, supaya ada ruang bagi
bayi. Sebaiknya setelah usia 6 bulan, hindari tidur telentang, karena tekanan rahim pada pembuluh
darah utama dapat menyebabkan pingsan. Tidur dengan kedua kaki lebih tinggi dari badan dapat
mengurangi rasa lelah.
BANGUN DARI BERBARING (IBU HAMIL)
 Untuk bangun dari tempat tidur, geser dulu tubuh ibu ketepi tempat tidur
 kemudian tekuk lutut.
 Angkat tubuh ibu perlahan dengan kedua tangan
 Putar tubuh lalu perlahan turunkan kaki ibu.
 dulu dalam posisi duduk beberapa saat sebelum berdiri.
 Lakukan setiap kali ibu bangun dari berbaring.
MEMBUNGKUK DAN MENGANGKAT
 Terlebih dahulu menekuk lutut dan gunkan otot kaki untuk tegak kembali.
 Hindari membungkuk yang dapat membuat punggung tegang, termasuk untuk mengambil
sesuatu dilantai berjongkoklah.
 Ketika berdiri, pertahankan agar punggung tetap tegak.
 Hati-hati mengangkat barang agak berat.
 Bawa dengan dipeluk, bukan dijinjing dengan sebelah tangan.
 Membawa benda dipunggung (ditas ransel) lebih baik daripada tangan.
BODY MEKANIK TENAGA KESEHATAN UNTUK PASIEN
MEMINDAHKAN PASIEN DARI BRANKAR KETEMPAT TIDUR
 Pasien diangkat oleh sekurang-kurangnya 3 orang perawat (sesuai kebutuhan)
 Ketiga perawat berdiri pada sisi kanan pasien.
 Lengan kiri perawat I di bawah kepala dan pangkal lengan pasien , dan lengan kanan di bawah
punggung pasien (bila pasien gemuk, lengan kanan perawat I melalui badan pasien ke bawah
pinggang pasien sehingga berpegangan dengan pergelangan tangan kiri perawat II).
 Lengan kiri perawat II di bawah pinggang pasien lengan kakan di bawah bokong pasien.
 Kedua lengan perawat II mengankat seluruh tungkai pasien.
 Setelah siap,salah seorang pasien memberi aba-aba untuk bersama- sama mengangkat pasien.
 Dengan langkah bersamaan para perawat mulai berjalan menuju ke tempat tidur atau brangkar
posisinya diatur dan selimut dipasang atau dirapikan.
MEMINDAHKAN PASIEN DARI KURSI RODA KETEMPAT TIDUR
 Kursi roda di dorong ke sisi tempat tidur, dan roda belakangnya harus di tahan atau di rem agar
kursi roda tidak terbalik.
 Kedua tangan perawat menopang ketiak pasien pada titik yang lemah /sakit dan pasien
dianjurkan bertumpu pada sisi yang kuat.
 Perawat memimpin pasien untuk turun dari kursi roda dan berjalan bersama menuju tempat
tidur
 Pasien bersandar pada sisi tempat tidur,kemudian dibantu perawat untuk naik ( kalau perlu
digunakan kursi).
 Setelah pasien di atas tempat tidur, posisinya diatur sesuai kebutuhan, kemudian dirapikan.
MENOLONG PASIEN BERJALAN DARI KURSI RODA
 Kursi diletakan dekat tempat tidur, sepatu / sendal pasien di siapkan
 Pasien di dudukan dan dibantu bergeser ke pinggir tempat tidur, kemudian kedua kakinya
diletakan di atas kursi.
 Kaki pasien diturunkan satu persatu dari kursi, kemudian perawat membantu pasien berdiri dan
melangkah perlahan- lahan menuju kursi yang telah disediakan.
 Pasien didudukan di kursi, jika perlu diberi bantal atau selimut untuk bersandar

8. MELAKUKAN ASUHAN PADA KLIEN YANG MENGHADAPI


KEMATIAN SERTA SETELAH KEMATIAN
KEHILANGAN adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu
ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian ataupun keseluruhan. Respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi
oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya.
DAMPAK KEHILANGAN

1. Pada masa anak-anak


Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, terkadang akan
timbul regresi, serta merasa takut saat ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda
Kehilangan dapat menimbulkan disintegrasi dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua
Kehilangan khususnya karena kematian pasangan hidup, dapat menjadi pukulan
yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup individu yang ditinggalkan.
RESPON INDIVIDU TERHADAP KEHILANGAN
a. Tahap pengingkaran
Reaksi awal individu yang mengalami kehilangan adalah syok; tidak percaya dan
tidak mengerti; atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar telah
terjadi.
(reaksi fisik yang terjadi adalah letih, lemah, pucat,mual, diare, gangguan
pernapasan, detak jantung cepat, menangis,gelisah)
b. Tahap Kemarahan
Pada tahap ini, individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.
(Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur,tangan mengepal,)
c. Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini, terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan.
d. Tahap Depresi
pasien menunjukan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak
mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bias muncul
keinginan bunuh diri.
e. Tahap Penerimaan
berkaitan dengan reorganisasi rasa kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada
objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
TINDAKAN KEPADA PASIEN MENGHADAPI KEHILANGAN/BERDUKA

1. Tahap Pengikaran.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya,
dengan cara :
 Mendorong pasien untuk mengungkapkan berdukanya.
 Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan
kehilangan apabila sudah siap secara emosional.
 Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas.
 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang
dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.
 Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang
mengalami kehilangan.
 Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan, dan kematian.
 Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas,
dan tidak berbelit-belit.
 Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
 Meningkatkan kesadaran secara bertahap.

2. Tahap Marah.
Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara
verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahan. Hal itu dapat dilakukan
dengan cara :
 Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien
tidak ditujukan kepada mereka.
 Mengizinkan pasien untuk menangis.
 Mendorong pasien untuk membicarakan rasa marahnya.
 Membantu pasien dalam menguatkan system pendukungnya dan orang lain.
3. Tahap Tawar-menawar.
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut, dengan cara :
 Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian.
 Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalah.
 Bila pasien selalu mengungkapkan kata " kalau...." Atau "seandainya..." ,
beritahu pasien bahwa petugas kesehatan hanya dapat melakukan sesuatu yang
nyata.
 Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya.
4. Tahap Depresi
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut, dengan cara:
 Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya.
 Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri, sesuai denganderajat
risikonya.
 Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
 Menghargai perasaan pasien.
 Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkannya
terhadap kenyataan.
 Memberikan kesempatan pada pasien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
 Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul.
5. Tahap Penerimaan
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan,dengan cara :
 Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teraturan.
 Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluargatidak berada
pada tahap yang sama di saat yang bersamaan.
 Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.Memberi informasi
akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai