Kanula Nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 L/ mnt.
Kemudian observasi humidifier pada tabung dengan adanya gelembung air.
4. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
5. Periksa kanula tiap 6-8 jam
6. Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-
8 jam.
7. Catat kecepatan aliran oksigen rute pemberian dan respon klien.
8. Cuci tangan setelah prosdur yang dilakukan.
Masker Oksigen
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi dengan semu-fowler.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 6- 10L/mnt.
Kemudian observasi humidifier pada tabung air dengan adanya gelembung
5. Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien.
6. Periksa kecepatan tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian , dan
respon klien.
Cara Kerja selanjutnya :
1. Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan.
3. Hubungkan nasal prong atau masker dengan selang oksigen ke botol pelembab.
4. Pasang ke penderita
5. Atur aliran oksigen ssuai dengan kebutuhan.
6. Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi, lepas nasal prong atu masker dari penderita.
7. Tabung oksigen di tutup.
8. Penderita di rapikan kembali.
9. Peralatan dibereskan.
Indikasi :
a. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan .
b. Pada pasien yang mengalami imobilisasi.
Cara kerja :
a. Dudukan pasien.
b. Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur.
c. Untuk posisis semi fowler (30-45)
d. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah hidup.
2. Posisi Semi Fowler
Sikap dalam posisi setengah duduk 15derajat-60derajat.
Tujuan :
a. Mobilisasi
b. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan.
c. Memberikan perasaan lega pada pasien sesak nafas.
Cara Kerja :
a. Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat 45derajat-60derajat.
b. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala pasien jika tubuh bagian atas pasien
lumpuh.
c. Letakkan bantal dibawah kepala pasien sesuai dengan keinginan pasien, menaikkan lutut
dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan dibawah tekanan poptimal ( dibawah
lutut )
3. Posisi SIMS
Posisi miring kekanan atau kekiri, posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan
memberikan obat melalui anus (supositoria).
Tujuan :
a. Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot dan pinggang
b. Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
c. Memasukan obat supositoria
d. Mencegah decubitus
Cara Kerja :
a. Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian memiringkan kekiri dengan posisi badan
setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
b. Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas tempat
tidur.
c. Bila pasien miring kekanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
d. Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas tempat
tidur.
4. Posisi Trandelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Digunakan dalam pembedahan, terutama pada perut dan sistem genitourinari.
Indikasi :
a. Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
b. Pasien shock
c. Pasien hipotensi
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang tanpa bantal di kepala
b. Letakkan bantal diatas kepala diantara kepala dan ujung tempat tidur. Beri bantal atau
guling dibawah lipatan lutut
c. Bila menggunakan tempat tidur khusus, atur posisi tempat tidur kepala rendah daripada
kaki
d. Bila tidak menggunakan tempat tidur khusus, letakkan penopang kali tempat tidur
dibagian kaki tempat tidur
5. Posisi Dorsal Recumbent
Posisi terlentang dengan pasien menyandarkan punggungnya dimana hubungan antar
bagian dasar tubuh sama dengan kesejajaran berdiri yang baik, dengan lutut dinaikkan.
Bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan
punggung belakang.
Indikasi :
a. Pada pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina, dan anus.
b. Pasien dengan ketegangan punggung belakang.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
c. Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Tempatkan papan kaki atau bantal lunak di bawah telapak kaki.
e. Letakkan bantal di bawah lengan bawah yang pronasi, mempertahankan lengan atas
sejajar dengan tubuh pasien.
f. Letakkan gulungan tangan di dalam tangan.
6. Posisi Lithotomi
Sikap pasien terlentang dimana paha diangkat dan ditekuk ke arah perut. Oleh karena itu
posisi ini sukar dipertahankan, maka digunakan penahan untuk kaki tersebut. Bertujuan
untuk memudahkan pelaksamaam proses persalinan, operasi ambeien, pemaangan alat
intra uterine devices (IUD), dan lain-lain.
Indikasi :
a. Pada pemeriksaan genekologis.
b. Untuk menegakkan diagnosa atau memberikan pengobatan terhadap penyakit pada uretra,
rectum, vagina dan kandung kemih.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal.
c. Letakkan pasien berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Mintalah pasien mengangkat paha dan menekuk ke arah perut, lalu pertahankan tungkai
bawah berada sejajar dengan posisi lutut.
e. Pasangkan alat penyangga kaki.
f. Lakukan pemeriksaan sesuai kebutuhan.
7. Posisi genu pectroal
Posisi berlutut dimana dada dan kepala pasien mengenai matras/tempat tidur.
Bertujuan untuk memudahkan pemeriksaan daerah rectum, sigmoid, dan vagina.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Naikkan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja, pindahkan bantal dan
alat bantu yang digunakan pada posisi awal, tidur.
c. Letakkan berbaring dengan bagian kepala tempat tidur rata.
d. Anjurkan untuk berbaring menghadap tempat tidur, dan tempatkan satu bantal di bawah
wajah.
e. Mintakan untuk menungging dan mengangkat bokongnya sampai dinding perut
menggantung dan hanya dada, kedua lutut serta kaki yang menyentuh tempat tidur.
8. Posisi Orthopnric
Posisi duduk dengan menyandarkan kepala pada penopang yang sejajar dada, seperti pada
meja.
Bertujuan untuk memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang
ekstrim dan tidak bisa tidur terlentang atau posisi kepala hanya bisa pada elevasi sedang.
Indikasi :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Persiapkan peralatan dan dekatkan dengan pasien.
Cara kerja :
a. Kaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan selama pasien berbaring.
b. Dudukkan pasien di tepi tempat tidur dengan meja dihadapannya.
c. Alasi meja dengan bantalan dan posisikan dengan ketinggian yang sesuai.
d. Posisikan kepala pasien menyandar dimeja dengan lengan juga dimeja untuk
menyokongnya.
9. Posisi supinasi
Posisi telentang dengan pasien menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama
dengan kesejajaran berdiri yang baik.
Bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan memfalisitasi penyembuhan
terutama pada pasien pembedahan.
Indikasi :
a. Pasien dengan tindakan post anastesi atau pembedahan tertentu
b. Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur.
b. Letakkan bantal dibawah kepala dan bahu pasien.
c. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal.
d. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit
e. Topang telapak kaki pasien dengan menggunakan bantalan kaki
f. Jika pasien tidak sadar atau mengalami paralisis ektremitas atas, elevasikan tangan dan
lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
10. Posisi pronasi
Pasien tidur dalam posisi telungkup berbaring dengan wajah menghadap kebantal.
Bertujuan untuk memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang dan
mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut.
Indikasi :
a. Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan.
b. Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
b. Gulingkan pasien dan posisikan lengan dekat dengan tubuhnya disertai siku lurus dan
tangan diatas paha. Posisikan tengkurap atau telungkup ditengah tempat tidur yang datar.
c. Putar kepala pasien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal, jika banyak drainase dari
mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan
d. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma ( atau payudara pada
wanita) dan krista iliaka
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai lutut sampai tumit
f. Jika pasien atau mengalami paralisis ekstremitas atas, elevasikan tangan dan lengan
bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
11. Posisi lateral l
Posisi pasien berbaring miring atau pada salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala
menoleh kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada pada pinggul dan bahu.
Bertujuan untuk mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat
posisi yang menetap.
Indikasi :
a. Pasien yang ingin beristirahat
b. Pasien yang ingin tidur
c. Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama
d. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
Cara kerja :
a. Baringkan pasien terlentang mendatar ditengah tempat tidur.
b. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke kedepan sehingga tubuh tidak menopang pada
bahu tersebut.
c. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstrimitas bertumpu secara paralel
dengan permukaan tempat tidur.
d. Letakkan bantal guling dibelakang punggung pasien untuk menstabilkan posisi.
2. Rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-otonya secara aktif misalnya saat berbaring pasien menggerak-
gerakan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktivitas yang diperlukan misalnya belajar bangun dari tempat tidur.
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya
penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan
pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang
menunggu. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga
akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006).
B. Manfaat Mobilisasi
1. Mencegah deep vein thrombosis (penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh
darah vena dalam).
2. Memperbaiki toleransi orthostatic. Secara cepat mengembalikan fungsi mental,
motorik dan kemampuan untuk aktifitas sehari-hari.
3. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap proses
pemulihan.
C. Tujuan mobilitas
Menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain:
1. Mempertahankan fungsi tubuh.
2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka.
3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan tonus otot.
5. Memperlancar eliminasi urinuri.
6. Mengembalikan aktivitas tertantu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian.
7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau berkomunikasi
G. Fase terminasi
1. Memeriksa reaksi klien
2. Meminta klien untuk menghubungi petugas jika ada yang ingin dibantu
3. Berpamitan
4. Melakukan pencatatan dalam dokumentasi asuhan
5. Menjaga keamanan dan kenyamanan klien
6. Menjaga keamanan petugas dan melakukan prosedur dengan tenang
7.
H. Fase terminasi
8. Memeriksa reaksi klien
9. Meminta klien untuk menghubungi petugas jika ada yang ingin dibantu
10. Berpamitan
11. Melakukan pencatatan dalam dokumentasi asuhan
12. Menjaga keamanan dan kenyamanan klien
13. Menjaga keamanan petugas dan melakukan prosedur dengan tenang
1. Tahap Pengikaran.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya,
dengan cara :
Mendorong pasien untuk mengungkapkan berdukanya.
Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan
kehilangan apabila sudah siap secara emosional.
Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas.
Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang
dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang
mengalami kehilangan.
Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan, dan kematian.
Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas,
dan tidak berbelit-belit.
Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
2. Tahap Marah.
Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara
verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahan. Hal itu dapat dilakukan
dengan cara :
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien
tidak ditujukan kepada mereka.
Mengizinkan pasien untuk menangis.
Mendorong pasien untuk membicarakan rasa marahnya.
Membantu pasien dalam menguatkan system pendukungnya dan orang lain.
3. Tahap Tawar-menawar.
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut, dengan cara :
Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian.
Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalah.
Bila pasien selalu mengungkapkan kata " kalau...." Atau "seandainya..." ,
beritahu pasien bahwa petugas kesehatan hanya dapat melakukan sesuatu yang
nyata.
Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya.
4. Tahap Depresi
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut, dengan cara:
Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya.
Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri, sesuai denganderajat
risikonya.
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
Menghargai perasaan pasien.
Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkannya
terhadap kenyataan.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
Bersama pasien membahas pikiran yang selalu timbul.
5. Tahap Penerimaan
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan,dengan cara :
Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teraturan.
Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluargatidak berada
pada tahap yang sama di saat yang bersamaan.
Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.Memberi informasi
akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.