Anda di halaman 1dari 12

 

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Karena atas karunia dan
hidayah-nya Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum dengan judul“
KERAJAAN KALIANGGA dan SRIWIJAYA”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih mengandung berbagai kelemahan
dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi referensi dan berguna bagi semua
pihak.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan Makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi dan merahmati segala usaha kita. Amin….

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tamilouw, 09 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………
1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kerajaan Kalingga …………………………………………………………………
2.1.1. Kehidupan Politik ………………………………………………………..
2.1.2. Kehidupan Ekonomi ……………………………………………………….
2.1.3. Kehidupan Agama ……………………..................................................
2.1.4. Kehidupan Sosial dan Budaya ……………………………………..
2.1.5. Peninggalan Sejarah ……………………………………………….…….
2.1.6. Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga ……………………….…….

2.2. Kerajaan Sriwijaya ………………………………………………………...


2.2.1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya ……………………………………….
2.2.2. Letak Kerajaan ………………………………………………………...
2.2.3. Sistem Pemerintahan ……………………………………………………..
2.2.4. Kehidupan Ekonomi ……………………………………………………..
2.2.5. Kehidupan sosial ……………………………………………………..
2.2.6. Kehidupan masyarakat ……………………………………………..
2.2.7. Budaya ……………………………………………………………..
2.2.8. Agama ……………………………………………………………..
2.2.9. Keruntuhan Sriwijaya ……………………………………………..
2.2.10. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya ……………………..

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………
3.2. Saran …………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..……….


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan
ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan
Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita
Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara
singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada
pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang
siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Yang sangat tampak bagi orang Cina ialah orang Kaling (Jawa), kalau makan tidak
memakai sendok atau garpu, melainkan dengan jarinya saja. Minuman kerasnya yang dibikin
ialah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (tuak).
Diberitakan pula bahwa dalam tahun 640 atau 648 M kerajaan Jawa mengirim utusan
ke Cina. Pada tahun 666 M, dikatakan bahwa tanah Jawa diperintah oleh seorang raja
perempuan yakni dalam tahun 674 – 675 M, orang-orang Holing atau Kaling (Jawa)
menobatkan raja perempuan yang bernama Simo, dan memegang pemerintahannya dengan
tegas dan bijaksana.
Kerajaan Sriwijaya Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Thai: ศรีวช ั atau "Ṣ̄ rī
ิ ย
wichạy" adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara. “Sriwijaya” dalam Bahasa Sanskerta, mengandung
dua suku kata: “sri” berati cahaya; “wijaya” berarti kemenangan. Jadi, Sriwijaya berarti
‘kemenangan yang bercahaya’. Dan memang, Sriwijaya adalah satu dari kerajaan terbesar
dalam sejarah Nusantara. Kerajaan ini muncul pada abad ke-7 M dan dikenal sebagai
kerajaan maritim yang kuat  dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Letak Kerajaan dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand
Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Sumber Kalimantan. Dalam
bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan"
atau "kejayaan",maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti
Kehidupan Politik awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti Keadaan Sosial Ekonomi paling tua mengenai Sriwijaya
juga berada pada abad ke-7, yang yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannyaKebudayaan mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari
Jawa pada tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel,Keruntuhan Sriwijaya selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah
kendali kerajaan Dharmasraya
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan pada masa Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya?
2. Apa hikmah yang dapat kita pelajari dari belajar kehidupan pada masa Kerajaan
Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya?

1.3. Tujuan
1. Untuk membantu mempermudah pembelajaran, serta melengkapi pematerian
2. Kita bisa mengenal dan mengetahui sejarah Kerajaan Kalingga dan Kerajaan
Sriwijaya
3. Dapat mengetahui kehidupan pada masa Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kerajaan Kalingga


2.1.1. Kehidupan Politik
Pada abad VII Masehi Kerajaan Kalingga pernah dipimpin seorang ratu bernama
Sima. Ratu Sima menjalankan pemerintahan dengan tegas, keras, adil, dan bijaksana. Ia
melarang rakyatnya untuk menyentuh dan mengambil barang bukan milik mereka yang
tercecer di jalan. Bagi siapapun yang melanggar akan mendapat hukuman berat. Hukum di
Kalingga dapat ditegakkan dengan baik. Rakyat taat terhadap peraturan yang dibuat ratu
mereka. Oleh karena itu, ketertiban dan ketentraman di Kalingga berjalan baik.
Menurut naskah Carita Parahyangan, Ratu Sima memiliki cucu bernama Sahana yang
menikah dengan Raja Brantasenawa dari Kerajaan Galuh. Sahana memiliki anak bernama
Sanjaya yang kelak menjadi Dinasti Sanjaya. Sepeninggalan Ratu Sima, Kerajaan Kalingga
ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.

2.1.2. Kehidupan Ekonomi


Kerajaan Kalingga mengembangkan perekonomian  perdagangan dan pertanian.
Letaknya yang dekatdengan pesisir utara Jawa Tengah menyebabkan Kalingga mudah
diakses oleh para pedagang dari luar negeri. Kalingga merupakan daerah penghasil kulit
penyu, emas, perak, cula badak, dan gading sebagai barang dagangan. Sementara wilayah
pedalaman yang subur, dimanfaatkan penduduk untuk mengembangkan pertanian. Hasil-hasil
pertanian yang diperdagangkan antara lain beras dan minuman. Penduduk Kalingga dikenal
pandai membuat minuman berasal dari bunga kelapa dan bunga aren. Minuman tesebut
memiliki rasa manis dan dapat memabukkan. Dari hasil perdagangan dan pertanian tersebut,
penduduk Kalingga hidup makmur.

2.1.3. Kehidupan Agama


Kerajaan Kalingga merupakan pusat agama Buddha di Jawa.Agama Buddha yang
berkembang di Kalingga merupakan ajaran Buddha Hinayana. Pada tahun 664 seseorang
pendeta Buddha dari Cina bernama Hwi-ning berkunjung ke Kalingga. Ia datang untuk
menerjemahkan sebuah naskah terkenal agama Buddha Hinayana dari bahasa Sanskerta
dalam bahasa Cina. Usaha Hwing-ning dibantu oleh seorang pendeta Buddha dari Jawa
bernama Jnanabadra.

2.1.4. Kehidupan Sosial dan Budaya


Penduduk Kalingga hidup dengan teratur. Ketertiban dan ketentraman sosial di
Kalingga dapat berjalan dengan baik berkat kepemimpinan Ratu Sima yang tegas dan
bijaksana dalam menjalankan hukum dan pemerintahan. Dalam menegakkan hukum Ratu
Sima tidak membedakan antara rakyat dengan anggota kerabatnya sendiri.
Berita tentang ketegasan hukum Ratu Sima pernah didengar oleh Raja Ta-Shih. Ta-
Shih adalah sebutan Cina untuk kaum muslim Arab dan Persia. Raja Ta-Shih kemudian
menguji kebenaran berita tersebut. Ia memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu
kantong emas di  jalan wilayah Kerajaan Ratu Sima. Selama tiga tahun kantong itu dibiarkan
tergeletak di jalan dan tidak seorangpun berani menyentuh. Setiap orang melewati kantong
emas tersebut berusaha menyingkir.

2.1.5. Peninggalan Sejarah


a. Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah.
b. Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah.
c. Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan
tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air
tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. 
d. Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Raban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi danberbahasa Melayu dan
berasal dari sekitar abad ke-7M. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi
prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya.
e. Prasasti Upit

2.1.6. Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga


Ratu Shima meninggal sekitar tahun 732 (abad ke-7) dan digantikan oleh
keturunannya. Mulai dari sini, telah nampak runtuhnya Kerajaan Kalingga secara perlahan.
Di sisi lain, Kerajaan Sriwijaya mulai muncul dan kuat baik dalam hubungannya
dengan kerajaan luar maupun militer. Kerajaan Sriwijaya menghendaki untuk melakukan
penyerangan terhadap bumi Jawa. Dari serangan tersebut, Kerajaan Kalingga dapat
dikalahkan dan di taklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya

2.2. Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara.
Kerajaan yang dikenal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasi pulau
Sumatra, Jawa, Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya
yang kemudian menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan yang berhasil menguasai
perdagangan di Asia-tenggara pada masa itu. Kata 'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu
'Sri' yang berarti bercahaya atau gemilang dan 'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi
Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang.

2.2.1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan Sriwijaya.
Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta
Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu
di Sriwijaya untuk mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan
Sriwijaya pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan
Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari
prasasti terseubt adalah Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa
20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan
kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja
Balaputradewa, dan pada saat itu pula kegiatan perdagangan di luar negri ditunjang dengan
menaklukkan wilayah sekitar hingga wilayah kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan
menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina
Selatan. Sejarah tentang kepemimpinan Raja Balaputradewa ini dimuat dalam prasasti
Nalanda dan prasasti Ligor. Raja Kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama
Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman,
hubungan kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Chola dari india yang semula sangat erat mulai
renggang, hal ini disebabkan oleh serangan yang dilancarkan Kerajaan Chola dibawah
pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di Semenanjung Malaya. Serangan yang
berlangsung pada tahun 1017, 1025, dan 1068 ini mengakibatkan kemunduran kerajaan
sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh setelah kerajaan Chola berhasil menyandera
Raja Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Setelah itu Kerajaan Chola mengambil alih
pengaruh perdagangan dan politik.

2.2.2. Letak Kerajaan


Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6
bulan.  Dalam hal kerajaan Sriwijaya ini, jarak waktu yang terlalu jauh menjadikan banyak
perdebatan mengenai sejarah kerajaan sriwijaya ini, termasuk diantaranya adalah letak pasti
kerajaan yang berkembang di abad ke-7 masehi ini. Pendapat ini memiliki dukungan bukti
tertentu yang membuat semakin sulit mengetahui letak kerajaan Sriwijaya secara pasti.
Pendapat yang pertama datang dari Pirre-Yves Manguin yang melakukan penelitian pada
tahun 1993, dimana ia berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya terletak di daerah sungai Musi
antara Bukit Siguntang dan Sabokiking yang saat ini masuk dalam wilayah provinsis
Sumatera Selatan.  
Pendapat lain adalah dari ahli sejarah Soekmono yang mengatakan bahwa pusat
kerajaan Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari, yakni antara Muara Sabak hingga Muara
Tembesi yang berada di provinsi Jambi. Ada lagi pendapat lain yang mengatakan bahwa
pusat kerajaan Sriwijaya ada di sekitar candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau
yang dikemukakan oleh Moens. Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute perjalanan I
Tsing dan ide mengenai persembahan untuk kaisar China pada tahun 1003, yakni berupa
candi. Namun hingga kini belum ada kesepakatan dan bukti yang sangat kuat dimana pusat
kerajaan Sriwijaya sebenarnya berada.
Namun, Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan
Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota
Palembang sekarang.

2.2.3. Sistem Pemerintahan


Wilayah Sriwijaya ternyata membutuhkan pengawasan yang ekstra karena luasnya
kekuasaan kerajaan ini. Untuk menjaga eksistensi kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan
beberapa kebijakan, misalnya saja dalam beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi
siapa saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi
ancaman (kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja
terhadap daerah taklukannya. Secara struktural, Raja Sriwijaya memerintah secara langsung
terhadap seluruh wilayah kekuasaan (taklukan). Di beberapa daerah taklukan ditempatkan
pula wakil raja sebagai penguasa daerah. Wakil raja ini biasanya masih keturunan dari raja
yang memimpin. Maka masuk akal jika dijumpai pula prasasti yang berisi kutukan untuk
anggota keluarga kerajaan. Maksud dari kutukan ini adalah untuk menunjukkan sikap keras
dari raja yang berkuasa, sekaligus suatu sikap dari raja yang tidak menghendaki kebebasan
bertindak yang terlalu besar pada penguasa daerah.

2.2.4. Kehidupan Ekonomi


Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam.
Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah
menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan
menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari
Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang
meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan.
Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari
komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik
Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-
buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul
menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut.
a. Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
b. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
c. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan
kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim
menggantikan Funan.
d. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di
perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

2.2.5. Kehidupan sosial


Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh
asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam
dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa
pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung
Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan
yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India,
adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi
pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.

2.2.6. Kehidupan masyarakat


Karena kerajaan sriwijaya dipengaruhi oleh agama budhamaka kehidupan masyarakat
sesuai dengan ajaranya selain itumasyarakat juga menjali hubungan dengan kerajaan lain.
Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu
tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti.

2.2.7. Budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi kebudayaan India, pertama ialah kebudayaan
agam Hindu, kemudian diikuti kebudayaan agama Buddha. berdasarkan berbagai sumber
sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam
pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti
Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha untuk
memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja
Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang
dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru
besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak
banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran
Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.

2.2.8. Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari
Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya
berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di
Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya
diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama
Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi
Nalanda (Benggala).

2.2.9. Keruntuhan Sriwijaya


Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di
Koromande, India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada
perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja
Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
b. Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya
melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru
yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan
Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
c. Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang
melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena
daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke
tangan raja-raja sekitarnya.
d. Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai
Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah
ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.

2.2.10. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Ada dua jenis sumber sejarah yang menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya,
yaitu Sumber berita asing dan prasasti.
1. Sumber Berita Asing
 Berita dari Cina Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di
India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam
bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian,
bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam
bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju
dalam bidang agama Buddha.
 Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh
mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas
yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia
mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini
terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak
menghasilkan emas.
2. Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga tercatat pada
prasasti-prasasti yang pernah ditinggalkan, diantaranya:
 Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang.
 Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang.
 Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
 Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi.
 Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang.
 Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan.
 Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perkembangan kerajaan ho – ling selanjutnya tidak diketahui dengan jelas.
Kemungkinan dipindahkan ke Jawa Timur. Ada satu berita dari China yang mengatakan
bahwa ibukota kerajaan ho-ling dipindahkan ke Jawa Timur oleh Ki-Yen mungkin seorang
rakryan, tapi sebab-sebab kepindahan tidak diketahui. Di Malang, Jawa Timur di desa
Dinoyo ditemukan sebuah prasasti berupa angka tahun 760 M yang isinya mengenai
pembuatan sebuah arca Agastya.
Sedangkan Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan
dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh
Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan
politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari,
pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya di masa lalu.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di
berbagai kota, dan nama ini juga digunakan oleh Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun
1960 di Palembang. Demikian pula Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk
Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di
Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya,
dan Sriwijaya Football Club (Klub sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian untuk
menghormati, memuliakan, dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.
1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan
dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari
sebutan negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan
baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.
4. Faktor penyebab keruntuhan :
a. Berulang kali diserang kerajaan Colomandala
b. Kerajaan taklukan Sriwijaya banyak yang melepaskan diri
c. Terdesak perkembangan kerajaan di Thailand
d. Terdesak pengaruh kerajaan Singosari
e. Mundurnya perekonomian dan perdagangan Sriwijaya
f. Tidak adanya raja yang cakap dan berwibawa
g. Serangan Majapahit dalam upaya penyatuan nusantara

3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari
isi maupun cara penulisan. Untuk itu kami, mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas
dengan hasil yang kami sajikan. Kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah
ini agar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay
Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet
Muljana, Slamet (2006). F.W. Stapel. ed. Sriwijaya. PT. LKiS Pelangi Aksara.
Taylor, Jean Gelman (2003).Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale
University Press. 
Krom, N.J. (1938). "Het Hindoe-tijdperk". di dalam F.W. Stapel.Geschiedenis van
Nederlandsch Indië. Amsterdam: N.V. U.M. Joost van den Vondel. hlm. vol. I p. 149.
Ahmad Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa Situs
dan Temuannya", Museum Negeri Sumatera Selatan, Dinas Pendidikan Provinsi
Sumatera Selatan.
 Soekmono, R. (2002). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2. Kanisius. 
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1992), Sejarah nasional Indonesia:
Jaman kuna, PT Balai Pustaka
Forgotten Kingdoms in Sumatra, Brill Archive
Rasul, Jainal D. (2003). Agonies and Dreams: The Filipino Muslims and Other Minorities".
Quezon City: CARE Minorities. hlm. pages 77.
Sastri K. A. N., (1935). The Cholas. University of Madras.
Kulke, H. (2009). Nagapattinam to Suvarnadwipa: reflections on Chola naval expeditions to
Southeast Asia. Institute of Southeast Asian. 

Anda mungkin juga menyukai