Anda di halaman 1dari 2

Teknologi pangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Teknologi pangan adalah suatu disiplin ilmu yang menerapkan ilmu pengetahuan
tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pascapanen) menggunakan
teknologi yang tepat untuk memperoleh manfaat seoptimal mungkin sekaligus
meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. [1] Dalam teknologi pangan,
dipelajari sifat fisik, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang
mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, di antaranya
pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, dan sebagainya.
Sejarah teknologi pangan dimulai ketika Nicolas Appert mengalengkan bahan
pangan, sebuah proses yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun ketika
itu, Nicolas Appert mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait
pangan. Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai oleh Louis
Pasteur ketika mencoba untuk mencegah kerusakan akibat mikrob pada fasilitas
fermentasi anggur setelah melakukan penelitian terhadap anggur yang terinfeksi.
Selain itu, Pasteur juga menemukan proses yang disebut pasteurisasi, yaitu
pemanasan susu dan produk susu untuk membunuh mikrob yang ada di dalamnya
dengan perubahan sifat dari susu yang minimal.
Sejarah Teknologi pangan di Indonesia menyangkut beberapa aspek, disamping
aspek program pendidikan juga berhubungan erat dengan sejarah perkembangan
institusi, bidang IPTEK, SDM (Staff, lulusan), prasarana dan fasilitas, juga
menyangkut perkembangan lapangan kerja, industri dan perdagangan produk
pangan serta dinamika masyarakat dan trend konsumsi pangan. [2]

Daftar isi

 1Manfaat teknologi pangan


 2Pengembangan di bidang teknologi pangan
 3Program studi teknologi pangan
 4Referensi
 5Pranala luar

Manfaat teknologi pangan[sunting | sunting sumber]


Adanya teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Alam
menghasilkan bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan
pangan adalah rutin. Kita tidak mungkin menunda kebutuhan jasmani hingga masa
panen tiba. Oleh karena itu, terciptalah teknologi pengawetan sehingga makanan
dapat disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga
memungkinkan untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh
penjuru dunia. Dulu, orang-orang di Eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan
dari wilayah Asia. Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat
menikmati makanan khas bangsa lainnya.[3]
Pengembangan di bidang teknologi pangan[sunting | sunting
sumber]
Beberapa proses terkait pemrosesan bahan pangan telah memberikan kontribusinya
di bidang teknologi pangan, terutama pada rantai produksi dan suplai pangan.
Pengembangan tersebut misalnya:

 Pembuatan susu bubuk telah menjadi dasar untuk pembuatan berbagai


produk baru dari benda cair dan semi cair yang dapat diseduh (dapat
direhidrasi kembali) setelah dikeringkan menjadi padatan berbentuk serbuk. Hal
ini juga yang menjadikan proses distribusi susu menjadi lebih efisien dan cikal
bakal berkembangnya industri susu formula.
 Dekafeinasi untuk kopi dan teh, tetapi lebih banyak digunakan pada biji
kopi demi mengurangi kadar kafeina pada kopi. Biji kopi kering diproses
menggunakan uap hingga kadar airnya menjadi sektar 20%. Panas diberikan
untuk memisahkan kafeina dari biji kopi ke permukaan kulitnya.
Lalu pelarut diberikan untuk memindahkan kafeina dari biji kopi. Hingga tahun
1980-an, pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Karbon
dioksida merupakan salah satu pelarut non organik yang digunakan untuk
memisahkan kafeina di bawah kondisi super kritis.

Anda mungkin juga menyukai