Anda di halaman 1dari 13

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan pendahuluan memuat point-point sebagai berikut:

I. DEFINISI
Konstipasi adalah buang air besar kurang dari tiga kali perminggu, dengan tinja
keras, kering dan sulit untuk dieliminasi. Konstipasi adalah sebuah gejala, dan bukan
merupakan penyakit (Huang dkk., 2014). Konstipasi merupakan keadaan yang sering
ditemukan pada anak dan dapat menimbulkan masalah sosial maupun psikologis
(Endyarni & Syarif, 2016).

II. PATOFISIOLOGI (POHON MASALAH)


Proses normal defekasi diawali dengan teregangnya dinding rektum. Regangan
tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus interna yang akan direspons
dengan kontraksi sfingter anus eksterna. Untuk proses defekasi, sfingter anus eksterna
dan muskulus puborektalis mengadakan relaksasi sedemikian rupa sehingga sudut antara
kanal anus dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar melalui
anus. Kemudian dengan mengejan, yaitu meningkatnya tekanan abdomen dan kontraksi
rektum, akan mendorong tinja keluar melalui anus. Penyebab tersering konstipasi pada
anak adalah menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya,
biasanya disertai fisura ani. Kebiasaan menahan tinja (retensi tinja) yang berulang akan
meregangkan rektum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinjanya.
Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan
membentuk skibala. Temuan terbanyak pada pemeriksaan manometri anak dengan
konstipasi kronis adalah meningkatnya ambang rangsang sensasi rektum. Dengan
pengobatan jangka panjang, sensasi rektum dapat menjadi normal kembali. Namun pada
sebagian kasus yang sembuh, sensasi rektum tetap abnormal dan hal ini menjelaskan
mengapa konstipasi mudah kambuh. Kurangnya asupan serat (dietary fiber) sebagai
kerangka tinja (stool bulking), kurang minum dan meningkatnya kehilangan cairan
merupakan faktor penyebab konstipasi.
Pathway
III. GEJALA/TANDA
Gejala yang paling umum adalah riwayat berkurangnya frekuensi defekasi atau
meningkatnya retensi feses, karena anak merasa kesulitan memulai dan menyelesaikan
buang air besar. Selain karena meningkatnya retensi feses, manifestasi konstipasi yang
lain bermunculan seperti nyeri dan distensi abdomen setelah defekasi. Pada pemeriksaan
fisik, terdapat distensi abdomen dengan peristaltik kurang dari normal (3x/menit). Dapat
dijumpai massa yang teraba di regio abdomen kiri dan kanan bawah serta suprapubis.
Pada kasus yang berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium. Tanda
penting lain dari konstipasi adalah fisura ani dan ampula rekti yang besar. Riwayat
konstipasi akan mencakup frekuensi, konsistensi feses, nyeri, perdarahan saat buag air
besar dan gejala lain termasuk mual, muntah, perubahan dalam nafsu makan, dan
penurunan berat badan (Greenwald, 2010).

IV. MASALAH KEPERAWATAN


Adapun masalah keperawatan pada anak dengan konstipasi adalah sebagai berikut:
1. Konstipasi
2. Nyeri akut
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis
konstipasi dan mencari penyebabnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
Pemeriksaan Diagnostik Hasil
1. Pemeriksaan foto polos abdomen 1. Ada/tidaknya retensi feses, batas
retensi feses, dan kelainan pada tulang
belakang
2. Pemeriksaan rectal toucher 2. Tekanan anus yang rendah dan teraba
adanya distensi rektum oleh massa
feses
3. Pemeriksaan fisik abdomen 3. Mengetahui peristaltik usus normal
atau abnormal
4. Manometri anorektal 4. Peningkatan ambang rangsang
terhadap distensi rektal dan
menurunnya kontraktilitas rektal

VI. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
 Terapi disimpaksi
Bila ada impaksi tinja, dilakukan terapi evakuasi tinja (disimpaksi).
Evakuasi tinja ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Dapat dilakukan
dengan obat per oral atau rektal. Program evakuasi tinja biasanya dilakukan
selama 2 sampai 5 hari hingga terjadi evakuasi tinja secara sempurna. Obat
per oral yang dapat digunakan adalah minyak mineral (paraffin liquid) 15 – 30
ml/usia (tahun) dosis maksimum 240ml per hari kecuali pada bayi. Larutan
polietilen glikol (PEG) 20ml/kg/jam maksimum 1000ml/jam diberikan dengan
pipa nasogastrik selama 4 jam per hari. Evakuasi dengan obat per rektal dapat
dilakukan menggunakan enema fosfat hipertonik (3ml/kg 2 kali sehari
maksimal 6 kali enema), enema garam fisiologis (600-1000ml) atau 120 ml
minyak mineral. Pada bayi digunakan supositoria gliserin 2 – 5 ml.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Terapi rumatan
Setelah proses evakuasi tinja berhasil dilakukan, terapi selanjutnya adalah
rumatan yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan ini
meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian laksatif untuk
menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang
sempurna.
Anak dianjurkan untuk banyak minum air putih dan mengkonsumsi serat.
Buah-buahan seperti pepaya, semangka, bengkuang, dan melon banyak
mengandung serat dan air sehingga dapat digunakan untuk melunakkan tinja.
Serat dan sorbitol banyak terkandung dalam buah prune, pear, dan apel dapat
dikonsumsi dalam bentuk jus sehingga dapat meningkatkan frekuensi defekasi
dan melunakkan tinja. Jumlah serat yang dianjurkan dikonsumsi anak adalah
19 sampai 25 gram/hari. Pada kasus konstipasi dianjurkan mengkonsumsi
serat 25 sampai 38 gram/hari (Jurnalis dkk., 2013).
Komponen penting dalam terapi rumatan adalah modifikasi perilaku dan
latihan berhajat atau toilet training. Segera setelah makan pagi dan malam,
anak dianjurkan untuk buang air besar. Tidak perlu terlalu terburuburu, yang
akan membuat anak semakin tertekan, berilah waktu 10 sampai 15 menit bagi
anak untuk buang air besar. Toilet training yang dilakukan secara teratur akan
mengembangkan refleks gastrokolik dan selanjutnya akan membangkitkan
refleks defekasi (Jurnalis dkk., 2013).
Selain toilet training, latihan dan aktifitas fisik secara teratur membantu
melatih otot-otot yang mengatur defekasi. Aktifitas fisik juga berguna untuk
memperbaiki gerakan usus yang teratur, sehingga membantu feses melewati
anus. Monitor terhadap pola defekasi dan penggunaan obat serta efek samping
dapat diperoleh dari catatan harian yang dibuat oleh orangtua. Salah satu cara
untuk menjaga kepatuhan terapi adalah menstimulasi anak yang telah berhasil
dalam kegiatan ini dengan memberikan hadiah (Jurnalis dkk., 2013).
Pemberian asam palmitat, prebiotik oligosakarida dan whey protein yang
terhidrolisa sebagian dapat melunakkan feses tetapi tidak membuat perbedaan
dalam frekuensi buang air besar. Probiotik seperti Bifidobacterium lactis dan
Lactobacillus reuteri telah terbukti dapat meningkatkan frekuensi buang air
besar setelah pemberian selama 3 sampai 4 minggu (Jurnalis dkk., 2013).

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian Fokus
1. Identitas
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan Utama : Kesulitan buang air besar, mengejan saat buang air besar,
rasa tidak nyaman pada perut, tidak lampias saat buang air besar, Feses terasa
keras dan kering, frekuensi buang air besar berkurang, sering kelelahan saat
aktivitas.
b) Riwayat Penyakit sekarang : Tidak suka makan sayuran dan buah, sering
menahan buang air besar, kurang minum, atau sering merasa cemas
c) Riwayat penyakit dahulu : hemoroid, rasa nyeri saat buang air besar
d) Riwayat penyakit keluarga
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum: Tampak lemah
b) Tanda-tanda Vital (Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, Suhu, GCS)
4. Pemeriksaan (fokus abdomen)
a) Warna kulit: Normal
b) Bunyi peristaltik: terjadi penurunan dari normal
c) Keadaan permukaan abdomen : Tenderness
d) Suara perkusi : Dullness
e) Distensi abdomen
f) Nyeri tekan abdomen
5. Kebutuhan fisik dan psikososial
a) Nutrisi
1) Frekuensi makan: cenderung tetap, dan menurun ketika terjadi keluhan
2) Nafsu makan : cenderung tetap, dan menurun ketika terjadi keluhan
3) Jenis makanan dirumah: makanan yang tidak disukai/alergi/pantangan:
rendah serat
b) Eliminasi (BAB/BAK)
1) Frekuensi` : penurunan Frekuensi buang air besar
2) Warna : Cenderung hijau kehitaman
3) Konsistensi : keras dan kering
4) Keluhan : mengejan saat buang air besar
c) Istirahat/tidur
1) Durasi tidur
2) keluhan/masalah : tidak nyaman karena nyeri pada abdomen
d) Psikososial
1) Persepsi pasien terhadap penyakitnya: biasanya anak merasa cemas dan
takut untuk buang air besar
b. Diagnosa yang mungkin muncul
Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
konstipasi adalah sebagai berikut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
1. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat, ketidakcukupan
asupan cairan, dan kelemahan otot abdomen
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dan agen pencedera
fisik
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan
c. Rencana Keperawatan
Adapun intervensi keperawatan yang diambil pada anak dengan konstipasi adalah
sebagai berikut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):

Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1. Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Konstipasi (1.04155)


dengan ketidakcukupan diharapkan eliminasi fekal membaik. Observasi
asupan serat, ketidakcukupan Kriteria hasil : Eliminasi Fekal (L.04033) - Periksa tanda dan gejala
asupan cairan, dan 1. Kontrol pengeluaran feses meningkat konstipasi
kelemahan otot abdomen 2. Keluhan defekasi lama dan sulit
- Periksa pergerakan usus,
menurun
karakteristik feses (konsistensi,
3. Mengejan saat defekasi menurun
bentuk, volume, dan warna)
4. Konsistensi feses membaik
5. Frekuensi defekasi membaik - Identifikasi faktor risiko

6. Peristaltik usus membaik konstipasi (mis. obat-obatan tirah


baring, dan diet rendah serat)
- Monitor tanda dan gejala rupture
usus dan/atau peritonitis
Terapeutik
- Anjurkan diet tinggi serat

- Lakukan masase abdomen, jika


perlu
- Lakukan evakuasi feses secara
manual, jika perlu
- Berikan enema atau irigasi, jika
perlu
Edukasi
- Jelaskan etiologi masalah dan
alasan tindakan
- Anjurkan peningkatan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
- Latih buang air besar secara
teratur
- Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
- Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I. 08238)
dengan agen pencedera diharapkan tingkat nyeri menurun. Kriteria
Observasi
fisiologis dan agen hasil : Eliminasi Nyeri (L.08066)
pencedera fisik - Lokasi, karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun
frekuensi, kualitas, intensitas
2. Meringis menurun nyeri

3. Sikap protektif menurun - Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi respon nyeri non


4. Gelisah menurun
verbal
5. Kesulitan tidur menurun - Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
6. Frekuensi nadi membaik
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

- Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan sumber


nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyri secara


mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Elektrolit (1.03122)
elektrolit berhubungan diharapkan keseimbangan elektrolit Observasi
dengan ketidakseimbangan meningkat. Kriteria hasil : Keseimbangan - Identifkasi kemungkinan
Elektrolit (L.03021)
cairan penyebab ketidakseimbangan
1. Serum natrium meningkat
elektrolit
2. Serum kalium meningkat
3. Serum klorida meningkat - Monitor kadar eletrolit serum

- Monitor mual, muntah dan diare

- Monitor kehilangan cairan, jika


perlu
- Monitor tanda dan gejala
hypokalemia (mis. Kelemahan
otot, interval QT memanjang,
gelombang T datar atau terbalik,
depresi segmen ST, gelombang
U, kelelahan, parestesia,
penurunan refleks, anoreksia,
konstipasi, motilitas usus
menurun, pusing, depresi
pernapasan)
- Monitor tanda dan gejala
hyperkalemia (mis. Peka
rangsang, gelisah, mual, munta,
takikardia mengarah ke
bradikardia, fibrilasi/takikardia
ventrikel, gelombang T tinggi,
gelombang P datar, kompleks
QRS tumpul, blok jantung
mengarah asistol)
- Monitor tanda dan gejala
hipontremia (mis. Disorientasi,
otot berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering,
hipotensi postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
- Monitor tanda dan gejala
hypernatremia (mis. Haus,
demam, mual, muntah, gelisah,
peka rangsang, membrane
mukosa kering, takikardia,
hipotensi, letargi, konfusi,
kejang)
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia (mis. Peka
rangsang, tanda IChvostekI
[spasme otot wajah], tanda
Trousseau [spasme karpal], kram
otot, interval QT memanjang)
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia (mis. Nyeri tulang,
haus, anoreksia, letargi,
kelemahan otot, segmen QT
memendek, gelombang T lebar,
kompleks QRS lebar, interval PR
memanjang)
- Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia (mis. Depresi
pernapasan, apatis, tanda
Chvostek, tanda Trousseau,
konfusi, disritmia)
- Monitor tanda dan gejala
hipomagnesia (mis. Kelemahan
otot, hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi, koma,
depresi)
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
REFERENSI

Endyarni, B., & Syarif, B. H. (2016). Konstipasi Fungsional (Vol. 6). Sari Pediatri.

Greenwald, B. J. (2010). Clinical Practice Guidelines for Pediatric Constipation. Journal of the

American Academy of Nurse Practitioners. https://doi.org/10.1111/j.1745-

7599.2010.00517.x

Huang, R., Ho, S.-Y., Lo, W.-S., & Lam, T.-H. (2014). Physical Activity and Constipation in

Hong Kong Adolescents. PLoS One. https://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0090193

Jurnalis, Y., Sarmen, S., & Sayoeti, Y. (2013). Konstipasi pada Anak. Cermin Dunia

Kedokteran.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1 ed.). DPP

PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Tindakan Keperawatan (1 ed.). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai