Anda di halaman 1dari 11

TUGAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

“Tanggung Gugat Dokter atas Kesalahan Diagnosis pada Pasien”

Oleh :
Gladys Vania Gracia
2004551168
Reguler Pagi

Jurusan Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Udayana 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Pengantar
Kesehatan penting bagi semua orang. Tanpa kesehatan, kehidupan manusia akan
menjadi tidak sempurna, termasuk dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Ketika
membahas kesehatan, dapat dibahas beberapa aspek yaitu pelayanan kesehatan, fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan. Di Indonesia, negara kita, dasar hukum kesehatan adalah
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Ketika "UU Kesehatan" disahkan, hak atas
perawatan medis telah diberi dasar hukum dalam hukum nasional Indonesia. Dalam praktik
kesehatan, tiga tema terus berperan, yaitu rumah sakit, dokter, dan pasien. Ketiga tema
tersebut masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-undang. Tidak
dapat dipungkiri pula bahwa ketiga subjek hukum ini juga memiliki ketimpangan dalam
pelayanan kesehatan.1
Dokter mempunyai tanggung jawab profesional dan etis, tanggung jawab tersebut
ditanggung oleh hubungan antara pasien dan dokter di departemen kesehatan.Hubungan ini
terbagi menjadi dua jenis, yaitu hubungan pengobatan dan hubungan yang terjalin karena
adanya pengaturan hubungan tersebut. Tanggung jawab dokter berupa tanggung jawab
profesional dan etis. Jika seorang dokter melanggar hukum, dia dapat dituntut di bidang
peradilan sipil, peradilan pidana dan peradilan administrasi.
Pada saat yang sama, jika seorang dokter melanggar kode etik, maka secara hukum
dokter tersebut harus dituntut di pengadilan etika yang diselenggarakan oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia. Oleh karena itu, dokter harus bekerja dalam keadaan sebagai berikut. : Peraturan
perundang-undangan dan standar profesional yang ditentukan sebelumnya, termasuk kode
etik yang harus dipatuhi. Hal ini sangat kritis, karena dalam pelayanan medik perselisihan
dokter, bila terjadi ketidaksesuaian maka perlu diperhatikan apakah dokter bekerja sesuai
dengan ketentuan dan salah diagnosis, maka dokter tersebut dapat dinyatakan memiliki
medik. kecelakaan.

ISU HUKUM
Memperoleh pelayanan Kesehatan yang tepat dan terbaik adalah hak asasi setiap
manusia namun apa yang terjadi apabila seorang dokter melakukan kesalahan diagnosis pada
pasien? Apa pertanggung jawabannya? Apakah ada hukum yang bisa mengatasi persoalan
tersebut?

1
Dalmy Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Jakarta: Sinar Grafika, (1998), hlm 2
BAB II
ISI
Kajian Teoritis
a. Definisi Diagnosis
Diagnosis adalah prosedur yang dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi
2
pasien. Diagnosis juga diartikan sebagai hasil evaluasi yang telah dilakukan Indikator
diagnostik dilakukan dengan berbagai cara yaitu melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan lain-lain, serta penggunaan teknologi komputer. Dalam proses evaluasi,
program yang dirancang khusus untuk mengetahui penyakit pasien merupakan fungsi utama
dalam mendiagnosis pasien yang telah menjalani beberapa tahapan pemeriksaan mulai dari
pemeriksaan, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang lainnya. Menurut Pasal 35
ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 (Tentang Praktik Kedokteran), dokter
(dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi) yang terdaftar dengan surat tanda
pendaftaran memiliki kewenangan sebagai berikut untuk melaksanakan tugas sesuai
kewenangannya:
o 1)Melakukan interview dengan pasiennya mengenai kondisi pasien tersebut
o 2)Melakukan pemeriksaan fisik mapun mental
o 3)Menimbang apakah pemeriksaan tambahan dibutuhkan atau tidak
o 4)Membacakan diagnose pasien
o 5)Memutuskan jadwal serta metode pemeriksaan pasien
o 6)Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
o 7)Menulis resep obat dan alat kesehatan;
o 8)Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
o 9)Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan;
o 10)Meracikdan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotik.

b. Kesalahan Diagnosis
Kesalahan diagnosis merupakan kesalahan medis yang terjadi selepas prosedur
diagnosis dan pemeriksaan intensif yang di lakukan terhadap pasien oleh seorang
dokter.3Sedangkan untuk dikategorikan sebagai malpraktik, kelalaian yang dilakukan
seorang dokter dalam melakukan diagnosis harus terlebih dulu di perhatikan apakah dokter
tersebut telah menjalankan tugasnya berdasarkan Standar Profesi yang dimiliknya
Atau bahkan jika dokter yang bersangkutan terbukti melakukan kesalahan dalam
mendiagnosis, tetapi tindakan medik yang dilakukan sesuai dengan peraturan,maka hal
tersebut bukanlah termasuk tindakan malpraktek medik/kelalaian medis.

2
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus, (Yogyakarta: Nuha
Litera, 2009), hal. 01
3

Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017, hlm 68
PEMBAHASAN
Jika terbukti diagnosa dokter salah, ada tindakan medis yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan bukan merupakan malpraktek medik / kelalaian medik. Peraturan tersebut antara
lain:
1) Peraturan Perundang-Undangan:
a) Pasal 50 UU NO 29 Tahun 2004 Tentang PraktikKedokteran: -Memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional. -Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi
dan standar proseduroperasional.
b) Pasal 24 ayat 1 UU NO 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: Tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar
profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
proseduroperasional.
c) Pasal 1 UU No 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan Ayat (14):
Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah
yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai
kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan
Standar Profesi.4
2)Kode Etik Kedokteran Indonesia(“KODEKI”):
Pasal 1: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayatidan mengamalkan
sumpah dokter.
Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi.
Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 10: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilan nya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11: dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.5

4
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan Kode Etik Kedokteran Indonesia
(“KODEKI”)

5
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan
Standar Profesi Kedokteran
Dokter harus memenuhi kewajibannya sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan
ketiga peraturan di atas, dan dapat disimpulkan bahwa tidak semua kesalahan dalam
perilaku medis dokter diklasifikasikan sebagai kecelakaan medis. 6 Didefinisikan
dalam "Kamus Besar Bahasa Indonesia", standar profesi adalah standar yang diartikan
sebagai keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh peserta profesional dalam
melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat luas yang secara langsung
dirancang oleh organisasi profesi. Lebih lanjut Bapak Fakih mengemukakan dalam
seminar nasional bahwa jika kondisi berikut ini terjadi maka tidak akan terjadi
kesalahan dalam tindakan sanitasi7:
 Resiko dalam pengobatan adalah resiko inheren, resiko akibat reaksi alergi, dan resiko
komplikasi pada tubuh pasien akibat pengobatan.
 Kesalahan pemeriksaan klinis
 Terjadi kecelakaan medis
 Resiko yang sudah diketahui pasien sebelumnya. Resiko ini seringkali besar dan
berbahaya. Kelalaian pasien sendiri.
Saat menentukan kesalahan diagnosis karena malpraktik medis dokter, Anda dapat
menggunakan standar yang telah ditentukan untuk memeriksa:
1) Harus ditentukan apakah dokter yang bersangkutan memenuhi faktor kelalaian,
dalam hal ini dokter perlu bekerja keras untuk memastikan tidak ada kesalahan
diagnosis akibat kesalahan, seperti kesalahan dalam membaca hasil pemeriksaan
pasien.
2) Perilaku dokter dalam menjalankan tugasnya harus sejalan dengan kedokteran. Hal
ini sangat penting dan dapat membuktikan bahwa tingkah laku dokter adalah
penyimpangannya.
3) Keterampilan rata-rata tenaga medis.
4) Terjadi dalam kondisi serupa.
5) Perilaku medis yang diupayakan harus sesuai tujuan perilaku medis.

Tanggung Jawab Hukum oleh Dokter Atas Kesalahan Diagnosisnya


Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang tanggung jawab hukum dokter. Definisi
tanggung jawab itu sendiri perlu dikomunikasikan secara umum. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tanggung jawab diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu, dan
hal ini berkaitan langsung dengan kewajiban untuk sepenuhnya memikul semua perbuatan
tersebut. Menurut pembahasan dalam penelitian ini, tanggung jawab dokter diartikan sebagai
tanggung jawab yang harus dipikul karena perilaku medisnya (baik disengaja maupun tidak
disengaja).
6
Ibid
7
M. Fakih, “Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan Pelayanan Kesehatan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan”,Seminar NasionalUniversitas Gajah Mada, (2017).
1) Tanggung jawab dokter di bidang hukum perdata
a) Karena pelanggaran kontrak
Yang dimaksud dengan pelanggaran kontrak adalah kegagalan seseorang dalam
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan atau kontrak. Pada dasarnya tujuan
pertanggungjawaban perdata adalah untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang
diderita pasien atas pelanggaran kontrak atau tindakan ilegal yang disebabkan oleh perilaku
dokter. Menurut hukum perdata, seseorang dapat dianggap telah melanggar kontrak jika
terjadi situasi berikut: tidak melakukan sesuai dengan keinginannya sendiri, gagal melakukan
apa yang dijanjikan sebelumnya, atau perilakunya tidak sesuai dengan apa yang telah dia
sepakati. untuk, melakukan sesuatu sesuai kesepakatan. Dianggap sebagai pelanggaran.8

b) Tanggung jawab hukum perdata adalah ilegal (onrechtmatige daad)


Tanggung jawab atas pelanggaran hukum adalah semacam tanggung jawab hukum
menurut hukum perdata.
Berdasarkan KUH Perdata tepatnya pada Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1367, Perbuatan
Melawan Hukum dibedakan menjadi tiga, yaitu:
 Kesengajaan melakukan perbuatan melawan hukum
 Ketidaksengajaan (tidak ada kesalahan) dalam melakukan perbuatan melawan hukum
 Kelalaian yang menyebabkan terjadinya perbuatan melawan hukum

2) Tanggung jawab dokter dalam bidang hukum pidana


Dengan meningkatnya kesadaran hukum publik, dalam perkembangan selanjutnya,
khususnya di bidang kelalaian berdasarkan teori kesalahan hukum pidana, muncul masalah
pertanggungjawaban pidana dokter. Pertama, dapat dibuktikan adanya kesalahan profesional,
seperti kesalahan dalam diagnosis atau cara pengobatan, yang akan mengakibatkan
pertanggungjawaban pidana. Jika suatu perbuatan memenuhi definisi tindak pidana, maka
dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana, yaitu: perbuatan itu harus memalukan dan
diambil sikap psikologis yang salah, yaitu tindakan yang disengaja, dilakukan kecerobohan
atau kelalaian. Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat terjadi dalam bidang hukum
pidana yang diatur antara lain: Pasal 263, 267, 294 (2), 299, 304, 322, 344, 347, 348, 349,
351, Pasal 359 , 360, 361, 531 KUHP.
Ada perbedaan penting antara "kejahatan medis" dan kejahatan biasa. Dalam tindak
pidana biasa perhatian utama adalah "akibat", sedangkan dalam tindak pidana medis
perhatian utama adalah "penyebab". Kalaupun akibatnya fatal, jika tidak ada kelalaian atau
kesalahan, dokter tidak bisa disalahkan. Beberapa contoh penyimpangan disengaja termasuk
keguguran tanpa indikasi medis, pengungkapan rahasia medis, penolakan untuk membantu
orang dalam keadaan darurat, eutanasia, penerbitan surat keterangan medis yang salah,
kesaksian palsu dan informasi palsu, dan pemberian informasi palsu identitasnya dikoreksi di
pengadilan.
8
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta: Grafikatama Jaya, (1991), hlm.87.
3) Tanggung jawab dalam bidang hukum administrasi
Dikatakan bahwa jika seorang dokter melanggar hukum administrasi nasional, itu
adalah pelanggaran perilaku administratif. Contoh tindakan dokter yang dikategorikan
sebagai pelanggaran administratif termasuk praktik tanpa izin, tindakan medis tanpa izin,
penggunaan izin praktik yang telah habis masa berlakunya, dan ketidakpatuhan terhadap
catatan medis. Pasal 11 UU No. 1 6 Juni 1963, sanksi administratif dapat dijatuhkan kepada
dokter yang mengabaikan tugasnya dan melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh
dokter.Mereka harus mengingat sumpah dan mengingat sumpah dokter, dengan mengabaikan
apa yang seharusnya. dilakukan oleh dokter menurut undang-undang atau melanggar undang-
undang nomor 6 Juni 1963.
9

Ketentuan Hukum Dalam Hal Menuntut Dokter Akibat Kesalahan Diagnosis yang
dilakukannya
a. Tanggung Jawab Etis
Dokter harus mematuhi Kode Etik dan “Sumpah Dokter”, yang mengatur jenis-jenis
pelanggaran etika murni dan pelanggaran etika yang melanggar hukum. Untuk lebih
spesifiknya, berikut ini adalah beberapa contoh pelanggaran etika murni dan
pelanggaran etika (pelanggaran moral yang disertai tindakan ilegal), yaitu:
1) Pelanggaran etika murni
 Meminta penghargaan secara tidak sah dan berlebihan dari anggota keluarga
pasien
 Pemindahan pasien tanpa izin sebelumnya dari keluarga pasien
 Arogansi / memuji diri sendiri di depan pasien
 Pendidikan kedokteran yang diterima tidak sesuai dengan profesi dokter
 Kesampingkan kesehatan Anda
2) Pelanggaran etika
 Dokter yang melayani pasien tidak memenuhi standar yang ditentukan
 Membuat sertifikat ilegal / palsu
 Aborrtus Provokatus
 Penularan umum, tidak bertanggung jawab atas pekerjaan dokter.

b. Tanggung Jawab Disiplin


Pasal 69 (3) UU Praktik Kedokteran mengatur tentang tanggung jawab
disipliner.Bentuk tanggung jawab disiplin adalah:
1) mengeluarkan teguran tertulis,
2) usul untuk mencabut sertifikat pendaftaran atau izin sebenarnya,
3) menghadiri lembaga pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi Kewajiban
pendidikan dan pelatihan.

9
c. Tanggung Jawab Pidana
UU No. 29 tentang praktik kedokteran tahun 2004 mengatur tentang
pertanggungjawaban pidana dokter. Enam pasal menjelaskan tindak pidana yang
dilakukan oleh bidang kesehatan, antara lain:

1) Kejahatan medis yang sebenarnya tanpa Surat Tanda Registrasi (STR) (Pasal 75)
2) Kejahatan praktik kedokteran tanpa surat izin praktek (SIP) (Pasal 76)
3) Kejahatan yang menggunakan gelar atau bentuk tanda lain untuk memberi kesan
kepada orang lain. dokter dengan STR dan SIP (Pasal 77)
4) Tindak pidana penggunaan alat dan cara pelayanan kesehatan, menimbulkan kesan
dokter dengan STR dan SIP (Pasal 78)
5) Kartu nama tindak pidana praktek dokter, Tidak ada medis catatan dibuat dan tidak
berdasarkan standar profesional (Pasal 79).
6) Tindak pidana mempekerjakan dokter tanpa SIP (Pasal 80)

d. Tanggung Jawab Hukum Perdata Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis


Kesalahan diagnosis dokter yang menyebabkan hilangnya pasien dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata. Ada dua dasar hukum penyelidikan
pertanggungjawaban dokter, yaitu pertanggungjawaban kontrak berdasarkan Pasal
1239 KUH Perdata dan perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad) berdasarkan
Pasal 1365 KUH Perdata.

Dalam pelanggaran hukum berbasis teori, pertanggungjawaban perdata atas


kesalahan / kelalaian mencakup pertanggungjawaban hukum atas kesalahan pribadi
dan kelalaian (tanggung jawab), termasuk tindakan dokter yang melanggar Pasal 1365
KUH Perdata dan tanggung jawab pribadi. Kelalaian diatur dalam Pasal 1366 KUH
Perdata.10

Pada saat yang sama, Pasal 1367 UU Perdata mengatur tentang


pertanggungjawaban hukum (pertanggungjawaban) atas kesalahan dan / atau kelalaian
orang-orang yang berada di bawah pengawasannya. Dari model akuntabilitas yang
berlaku, terlihat bahwa litigasi yang didasarkan pada litigasi ilegal merupakan
tanggung jawab atas kelalaian berdasarkan Pasal 1365, 1366 dan 1367 Hukum
Perdata.

Pada saat yang sama juga, pelanggaran kontrak membutuhkan kesepakatan antara
dokter dan pasien. Berdasarkan kesepakatan ini biasanya akan dihasilkan kesepakatan
bisnis (inspanningverbintenis), kesepakatan hasil / hasil (resultatverbintenis) atau
kesepakatan hasil bersyarat (hasil verbintens voorbehaud). Disebut partisipasi bisnis
atau (inspanningverbintenis) karena dilandasi kewajiban bisnis. Dokter harus
berusaha semaksimal mungkin agar usahanya dapat menyembuhkan penyakit pasien.
Hal ini tidak sama dengan kewajiban berdasarkan hasil / akibat (result). Oleh karena
itu, dokter tidak dapat mengukurnya dari hasil yang dihasilkannya, tetapi harus
melakukan kemampuan terbaiknya untuk pasien.11
10
Soewono, Hendrojono. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktek Dokter. (Surabaya: Srikandi, 2007).
11
Wiradharma, Danny. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, (Tangerang: Binarupa Aksara).
Dokter harus memberikan perawatan dan perawatan sesuai dengan standar
profesional. Berdasarkan kesulitan penyakit atau perawatan tertentu atau faktor lain
(seperti pengalaman dokter atau kelengkapan fasilitas) untuk mengevaluasi hasil
gabungan dari kedua kondisi ini (hasil dalam kasus Volbinemia), Evaluasi tingkat
kinerja yang diharapkan dan tingkat kegagalan dapat diperkirakan. Dengan demikian,
pasien dapat mengevaluasi upaya dokter dalam memenuhi kewajiban yang diatur
dalam perjanjian dan menentukan apakah kerugian yang diderita disebabkan oleh
kesalahan / kelalaian dokter atau faktor risiko pasien. Jika terbukti ada pelanggaran
kontrak, pasien dan keluarga bisa mengajukan gugatan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan ada beberapa hal yang
menjadi indikator misdiagnosis, antara lain :
a. Jumlah tenaga medis yang masih di bawah target, dan minimnya fasilitas medis tambahan.
b. Dalam menjalankan tugasnya, dokter bukannya tanpa kesalahan, misalnya misdiagnosis.
Jika hal ini terjadi, Anda dapat menggugat dokter tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, standar profesi, SOP dan dasar hukum KODEKI.
Saran
Setelah penjelasan di atas, ada beberapa saran yang sesuai dengan temanya, yaitu:
a. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus untuk menambah jumlah tenaga medis
(dokter) dan meningkatkan fasilitas penunjang pemeriksaan guna meminimalisir terjadinya
misdiagnosis pasien.
b. Menurut penafsiran peraturan perundang-undangan yang relevan, dokter wajib
menjalankan tugasnya, termasuk dalam mendiagnosis pasien, mematuhi etika kedokteran,
standar profesional, dan prosedur operasi standar.
c. Untuk mengurangi kecelakaan medis, disarankan agar dokter memberikan informasi
kepada pasien yang terkena dampak setelah mengikuti pelayanan medis, sehingga membuat
pasien lebih percaya diri dalam pelayanan medis dan mengurangi dampak malpraktek medis.
Selain itu, diperlukan juga regulasi tertulis tentang bentuk pertanggungjawaban dokter dalam
malpraktik medik.
d. Hubungan dokter-pasien harus serasi mungkin agar bila timbul perselisihan dapat
diselesaikan dengan cara yang bersahabat.
e. Jika semua resiko kesehatan atau kelalaian ditanggung oleh dokter atau rumah sakit. Oleh
karena itu, dokter dan rumah sakit harus lebih berhati-hati dan teliti saat merawat pasien.
Daftar Pustaka
A.Buku
Ari Yunanto & Helmi. (2010). Hukum Pidana Malpraktik Medik. Yogyakarta: Andi Offset.
Dalmy, Iskandar. (1998). Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien, Jakarta: Sinar Grafika,
Iskandar, Dalmy. (1998). Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien. Jakarta:Sinar Grafika.
M. Nasser SpKK.D.Law. (2011). Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan.
Soemitro, Ronny Hanitijo. (1985). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta:Balai Aksara.
M. Fakih, “Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan Dalam Melakukan Pelayanan Kesehatan
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”,Seminar NasionalUniversitas Gajah Mada, (2017).
Soewono, Hendrojono. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktek Dokter. (Surabaya:
Srikandi, 2007).
Wiradharma, Danny. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, (Tangerang: Binarupa Aksara).
Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta: Grafikatama Jaya, (1991), hlm.87.
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus,
(Yogyakarta: Nuha Litera, 2009), hal. 01
Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Depok, 2017, hlm 68

B.Peraturan Hukum
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Tenaga Kesehatan Kode Etik
Kedokteran Indonesia (“KODEKI”)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai