Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

DOSEN PENGAMPU:

Dr. TAUFENI TAUFIK , SE., M.Si , Ak

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8
ANDIKA RAMADHAN (2002126821)
M.DAFFA RISWANDI (2002110905)
RIZKA PUTRI ARMENIA (2002110940)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengukuran Kinerja Sektor
Publik” tepat pada waktunya. Makalah tentang Pengukuran Kinerja Sektor Publik disusun
untuk memenuhi tugas dari Dr. Taufeni Taufik , SE., M.Si , Ak pada mata kuliah Akuntansi
Sektor Publik di Universitas Riau. Selain itu penulis berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan tentang perekonomian syariah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Taufeni Taufik , SE., M.Si , Ak
selaku dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah wawasan pada bidang yang ditekuni oleh penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang membantu proses pembuatan makalah tersebut.
Semoga keikhlasan pihak yang membantu penulis mendapatkan balasan mulia dari Allah
Swt.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari para pembaca untuk
membantu penyempurnaan makalah yang dibuat selanjutnya. Semoga makalah yang penulis
buat dapat bermanfaat bagi para pembacanya demikian yang dapat menurut sampaikan
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ujungbatu,21 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4

A. Pengertian Ekonomi Syariah.................................................................... 3


B. Konsep Dasar Ekonomi Syariah...............................................................4
C. Nilai Dan Prinsip Ekonomi Syariah..........................................................4
D.
E. Karakteristik Ekonomi Syariah.................................................................5
F. Mekanisme Ekonomi................................................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................7

A. Kesimpulan.............................................................................................. 7
B. Saran........................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 8
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pengukuran merupakan sesuatu hal yang penting, segala sesuatu yang berbentuk
pasti ada ukurannya, baik itu panjang, tinggi, berat, volume, ataupun dimensi dari suatu
objek. Penentuan besaran dimensi atau kapasitas, biasanya terhadapat suatu standar satuan
ukur tertentu. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik. Sesuatu yang dapat
diukur dan dapat dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam
suatu pengukuran disebut satuan.

Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program /


kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mahsun
(2013: 25), kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut
Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan
sebagai alat pengendalian organisasi.

Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih


dilihat dari kemampuan instansi tersebut memenuhi tuntuntan masyarakat, berdasarkan
sumber daya yang dikelolanya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pengukuran
kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai
sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya pengukuran keberhasilan maupun


kegagalan instansi sulit dilakukan secara objektif .pengukuran kinerja satu instansi hanya
lebih ditekankan kepada kemampuan instansi tersebut dalam menyerang anggaran dan
kemudian akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat
itu sendiri
Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah
serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Apa itu pengukuran kinerja ?
2. Bagaimana pengukuran kinerja sector publik?
3. Apa kendala dalam pengukuran kinerja ?
4. Bagaimana langkah-langkah pengukuran kinerja dengan value for money dan
balance scorecard?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengukuran kinerja
2. Untuk mengetahui bagaimana pengukuran kinerja sector public
3. Untuk mengetahui tentang kendala dalam pengukuran kinerja
4. Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah pengukuran kinerja dengan value
for money dan balance scorecard
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI PENGUKURAN KINERJA


Sebelum sampai pada definisi pengukuran kinerja, maka terlebih dahulu kita harus
mengetahui arti kinerja itu sendiri, menurut Mahsun (2009) dari berbagai literatur secara
umum disarikan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Sedangkan
menurut Mahmudi (2010) kinerja diartikan sebagai suatu konstruksi yang bersifat
multidimensional dan pengukurannya sangat bergantung pada kompleksitas faktor-faktor
yang membentuk dan mempengaruhinya, antara lain:
1. Faktor personal/individu, meliputi: pengetahuan, skill, kepercayaan diri, motivasi
dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan dan dukungan yang diberikan oleh manager atau team leader.
3. Faktor tim, meliputi: kualitas dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu
tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakkan dan keeratan
anggota tim.
4. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja organisasi.
5. Faktor kontekstual/situasional, meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan
eksternal dan internal organisasi.

Untuk mengetahui kinerja organisasi maka setiap organisasi harus memiliki kriteria
keberhasilan berupa target-target tertentu yang hendak dicapai, dimana tingkat
pencapaian atas target tersebut didasarkan pada suatu konsep tertentu yang sudah teruji
validitasnya dalam melakukan pengukuran kinerja suatu organisasi. Menurut Robertson
dalam Mahmudi (2010), pengukuran kinerja didefinisikan sebagai sustu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas efisiensi, penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang
dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Sementara menurut Lohman (2003)
pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu
yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi.

Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:

1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan


dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan
kepada masyarakat.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya
dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.

Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk menentukan
kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat
pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu ditarik pungutan tanpa adanya
peningkatan kualitas dan kuantitas dari pelayanan yang diterima tersebut.

Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan
sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat
intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor
publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.

2.2 PENGUKURAN KINERJA SECTOR PUBLIK

Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja yaitu :

1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga
dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional
PRINSIP-PRINSIP PEMILIHAN UKURAN KINERJA

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih ukuran-
ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema indikator:
Evaluasi kembali ukuran yang ada Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh
manajemen. Apabila skema indikator kinerja
sudah tidak berfungsi, maka manajemen akan
mengembangkan skema baru.
Mengukur kegiatan yang penting, Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran hasil
tidak hanya hasil sering diformulasikan dalam rasio keuangan.
Pencapaian hasil akan menunjukkan adanya
permasalahan. Hasil tersebut tidak akan
menunjukkan diagnosis hasil.
Pengukuran harus mendorong tim Pembagian proses pengukuran menciptakan
kerja yang akan mencapai tujuan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
Pengukuran harus merupakan Agar efektif, sistem pengukuran harus
perangkat yang terintegrasi, diciptakan sebagai perangkat terintegrasi
seimbang dalam penerapannya yang diperoleh dari strategi perusahaan.
Sebagian besar perusahaan berusaha
meminimalkan biaya, meningkatkan kualitas,
mengurangi waktu pelaksanaan produksi dan
menciptakan pengembalian investasi yang
wajar.
Pengukuran harus memiliki fokus Ukuran internal yang umum dipakai dalam
eksternal jika memungkinkan sebuah organisasi perbandingan kinerja dari
tahun ke tahun. Suatu perbandingan tertentu
dapat dilakukan ke tingkatan mikro: divisi,
departemen, kelompok, bahkan individu.

SKALA PENGUKURAN
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah tingkatannya karena
denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang
sama, yang berbeda dengan kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak
dibedakan berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat dikatakan lebih
rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang lain, tetapi hanya sekedar
berbeda.

b. Skala Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala nominal karena
selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal, yaitu dapat mengolongkan
obyek dalam golongan yang berbeda, skala ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala
nominal, yaitu bahwa golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat
dibedakan tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi
atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c.      Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran yang sama,
sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau antara satu golongan dengan
golongan yang lain dapat diketahui.

d.      Skala rasio


Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena skala ini
mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya. Skala rasio memiliki
titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila suatu obyek diukur dengan skala
rasio dan berada pada titik nol, maka gejala atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.

SIKLUS PENGUKURAN KINERJA

Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:


1. Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan
strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan,
program operasional san kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan
strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya
adalah jumlah klaim yang diproses.
3. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:
pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran
kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data yang
dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus
dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4. Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator
hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan
dengan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5. Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan ukuran kinerja
tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi
dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi.

2.3 KENDALA DALAM PENGUKURAN KINERJA

Pengukuran kinerja pada sektor swasta bertumpu pada aspek finansial karena
tujuannya adalah mencari laba sehingga mudah diukur karena bersifat kuantitatif dan
nyata. Namun kondisi ini berbeda dengan organisasi sektor publik, dimana penilaian
keberhasilan organisasi sektor publik dalam menjalankan fungsinya adalah kepuasan
yang dirasakan oleh masyarakat atas penyediaan barang dan jasa publik yang bersifat
kualitatif. Dengan demikian Mahsun (2009) membuat beberapa kendala yang dihadapi
dalam pengukuran kinerja organisasi sektor publik, antara lain:

1. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba. Tujuan organisasi sektor publik


adalah peningkatan pelayanan publik dan penyediaan barang publik.

2. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect. Output yang dihasilkan
dari kegiatan organisasi publik pada umumnya bersifat kualitatif, tidak
berwujud dan tidak langsung dirasakan pada saat itu sehingga kinerja organisasi
lebih sulit diukur.

3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung


(discretionary cost centre). Dalam konsep akuntansi pertanggungjawaban,
organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas yang harus diperlakukan
sebagai pusat pertanggungjawaban (responsibility centre). Sedangkan disisi lain
karateristik input (biaya) yang terjadi sebagian besar tidak dapat ditelusur secara
langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat biaya kebijakan (discretionary
cost). Hal ini menyebabkan sulitnya ditetapkan standar tolok ukur kinerja.
4. Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrumen
pengganti mekanisme pasar. Organisasi sektor publik tidak beroperasi
sebagaimana adanya market competition sehingga tidak semua output yang
dihasilkan tersedia di pasar. Oleh karena itu tidak ada pembanding yang
independen maka dalam pengukuran kinerja diperlukan instrumen pengganti
mekanisme pasar.

5. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat). Organisasi sektor


publik menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat yang sangat heterogen,
dengan demikian mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan
dan harapan yang beraneka ragam adalah pekerjaan yang tidak mudah.

2.4 LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN KINERJA DENGAN BALANCE


SCORECARD DAN VALUE FOR MONEY

Dalam langkah balance scorecard , pengukuran dengan metode ini melibatkan


empat aspek, yaitu:

1. Perspektif finansial menjadi perhatian karena ukuran keuangan yang merupakan


ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi karena adanya pengambilan keputusan.
Aspek keuangan menunjuk apakah perencanaan,implementasi dan pelaksanaan dari
strategi memberikan perbaikan yang mendasar atas pertimbangan tahapan dari siklus
kehidupan bisnis yaitu :

 Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan


memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen
untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah
kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi
yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan
hubungan dengan pelanggan.

 Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi


dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap
ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan.
 Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar menuai hasil
investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan.

2. Perspektif kepuasan pelanggan , harus ditujukan pada kemampuan internal untuk


peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera pasar.
Dalam perspektif ini peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua
kelompok pengukuran, yaitu:
 Core measurement group, yang memiliki pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi
pelanggan dan kepuasan pelanggan
 Customer Value Proportion yang memiliki Product/service attributes, Customer
relationship dan Image and reputation

3. Perspektif efisiensi proses internal yaitu :

 Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah
satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses
inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai
tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
      Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan
      Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
 Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang dan
jasa yang diberikan kepada pelanggan.
 Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya pengukuran
terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian yang
cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini akan
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).
Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk
terus mempertahankan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan
meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan
karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam
pencapaian hasil ketiga perspektif diatas dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan organisasi merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang
istimewa dalam tiga perspektif Balanced Scorecard.
Value for Money menurut Mardiasmo (2009: 4) merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas( 3E ) yang berdasarkan indikator alokasi biaya (ekonomi dan
efisiensi) dan indikator kualitas pelayanan.

Menurut Halim (2012: 14), tujuan terkait pelaksanaan value for money adalah:

1. Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang


diberikan tepat sasaran
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik
3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan
terjadinya penghematan dalam penggunan input
4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai
akar pelaksanaan akuntanbilitas publik.
Adapun langkah langkah pengukuran value for money , yaitu :

1. Menghitung Rasio Ekonomis

a. Menurut Mahmudi (2010: 84), rasio ekonnomis dinyatakan dengan rumus

berikut:

Ekonomi = Input x 100%

Harga Input (Rp)


Keterangan:

Input : Realisasi anggaran

Nilai Input : Anggaran

b. Rasio ekonomis dinyatakan dengan rumus berikut (Mahsun,2013: 186):

Ekonomi = Realisasi Pengeluaran x 100%

Anggaran Pengeluaran

Keterangan:

Realisasi Pengeluaran : Realisasi anggaran

Anggaran Pengeluaran : Anggaran

Kriteria Ekonomi menurut Mahsun (2013: 186) adalah :

a. Jika diperoleh nilai kurang dari 100% (x <100%) berarti ekonomis.

b. Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%) berarti ekonomis

berimbang.

c. Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) berarti tidak ekonomis.

2. Menghitung Rasio Efisiensi

Menurut Mahmudi (2010: 85), rasio efisiensi dinyatakan dengan rumus

berikut:

Efisiensi = Output x 100%

Input

Keterangan :

Output : Hasil yang dicapai suatu program aktivitas dan kebijaksanaan.

Input : Realisasi anggaran

Kriteria Efisiensi menurut Mahsun (2013: 187) adalah :

a. Jika diperoleh nilai kurang dari 100% (x <100%) berarti tidak efisien.
b. Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%) berarti efisien

berimbang.

c. Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) berarti efisien.

3. Menghitung Rasio Efektivitas

Menurut Mahmudi (2010: 86), rasio efektivitas dinyatakan dengan rumus

berikut:

Efektivitas = Outcome x 100%

Output

Keterangan :

Outcome : Dampak dari suatu program atau kegiatan


Output : Hasil yang dicapai dari suatu program aktivitas dan kebijakan. Kriteria
efektivitas menurut Mahsun (2013: 187) adalah:

a. Jika diperoleh nilai kurang dari 100% (X < 100%) maka tidak efektif.

b. Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (X = 100%) maka efektivitas


berimbang.

c. Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (X > 100%) maka efektif.
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai