Anda di halaman 1dari 21

Pengungkapan dan

Transparansi
KELOMPOK 6
M. Daffa Aura
Riswandi Tiffany

Rizka Putri Masyitoh


Armenia Djamilah
Pengertian Perkembangan

Insider Trading Contoh Kasus

MATERI
Transparansi

Bushman & Smith (2003: 76) mendefinisikan transparansi perusahaan


sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang
dapat dipercaya mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode
yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi, pemerintah,
nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum.
Pengungkapan

Merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian


informasi dalam bentuk statemen keuangan, yang mencakup standar :
1. Pengungkapan harus mencakup informasi material.
2. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen,
kompeten dan berkualitas.
3. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang
saham dan berkewajiban kepada perusahaan.
4. Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan akses
yang adil, tepat waktu, dan hemat biaya.
5. Kerangka Corporate Governance harus dilengkapi dengan
pendekatan yang efektif.
Dalam pengungkapan, terdapat biaya-biaya yang dibutuhkan yaitu :
a) Out-of-pocket costs.
b) Indirect costs.

Menurut penelitian dan bukti empiris, terdapat asosiasi negatif terhadap


pengungkapan yaitu :
1. Tingkat pengungkapan dan cost of equity capital.
2. Tingkat pengungkapan dan cost of debt.
Perkembangan
Pengungkapan dan
Tranparansi
Di Indonesia
Berdasarkan pada Jurnal Corporate
Governance, Disclosure and Its
Evidence in Indonesia yang dibuat oleh
Siddharta Utama, pengungkapan pada
emiten di Indonesia pada awalnya
berdasarkan pada PP no. 64 tahun 1999
tentang Laporan Tahunan.
Kemudian Herwidiyatmo mengusulkan agar
detail pengungkapan harus sesuai dengan
standar internasional, seperti hal-hal yang
menyangkut kepentingan minority
shareholder. Penerapan ini pertama kali
diikuti oleh 22 perusahaan yang listed dan
pedoman yang digunakan berdasarkan
peraturan Bapepam, Regulasi Industri, dan
Standar akuntansi yang berlaku umum.
Dalam perkembangan pengungkapan
laporan tahunan bank tidak hanya pada
publik saja, namun juga diungkapkan di
bank-bank yang beroperasi di Indonesia.
Informasi yang diungkapkan adalah :
a) Informasi umum
b) Laporan Keuangan 2 tahun terakhir.
c) Hal-hal yang perlu diperhatikan.
Berdasarkan studi, skor (level),
pengungkapan perusahaan listed yang ada
di Indonesia masih dibawah 60%.
Merupakan istilah teknis yang hanya dikenal dalam pasar modal. Istilah
tersebut mengacu kepada praktek di mana orang dalam (corporate
insider), melakukan transaksi sekuritas dengan menggunakan informasi
eksklusif yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau
investor.
Perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek insider trading
apabila memenuhi tiga unsur minimal, yaitu :
1. Adanya orang dalam (insider).
2. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum
di disclosed (unpublished inside information).
3. Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan
informasi material yang belum tersedia untuk umum tersebut
(insider trading).
Dampak negatif Insider Trading adalah :
a) Pembentukan harga yang tidak fair.
b) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal.
c) Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena
ambiguitas dan rendahnya reliabilitas informasi yang mengemuka
d) Memperburuk citra emiten.
e) Kerugian bagi investor.
f) Menurunkan nilai perusahaan yang tercermin dari turunnya harga.
g) Mencegah pembeli potensial dari better deal on the stock.
h) Menurunkan likuiditas saham maupun likuiditas pasar.
2.4.1 Profil Perusahaan

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah perusahaan yang
menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan gas
bumi dan transmisi atau transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di seluruh
wilayah usaha. Usaha distribusi meliputi pembelian gas bumi dari pemasok dan penjualan gas bumi
melalui jaringan pipa-pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga, dan komersial.Sedangkan usaha
transmisi merupakan kegiatan pengangkutan (transportasi) gas bumi melalui pipa transmisi dari
sumber-sumber gas ke pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN Enthoven & Co.
Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen Electriciteit Maatschapij (NZ OGEM)
oleh pemerintah Belanda pada tahun 1950. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia mengambil alih
kepemilikan perusahaan dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan Peralihan Listrik dan
Gas (P3LG). Seiring dengan perkembangan pemerintahan Indonesia, pada tahun 1961 status
perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19/1965, perusahaan
ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah status hukumnya
dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Setelah itu, status perusahaan berubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki
oleh negara beradasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta pendirian
perusahaan No. 486 tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan status perserosn yang
berubah menjadi perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan diubah dengan Akta Notaris No. 5
tanggan 13 November 2003, yang antara lain berisi tentang perubahan struktur permodalan.
Pada tanggal 5 Desember 2003 perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas
Pasar Modal untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada masyarakat sebanyak
1.296.296.000 saham, yang terdiri dari 475.309.000 dari divestasi saham Pemerintah Republik
Indonesia, pemegang saham perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama
resmi perseroan diganti menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Sahamperusahaan telah
tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode
transaksi perdagangan ‘PGAS’.

2.4.2Kronologi Kasus

Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang signifikan dimana
pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdaganga Rp.10.850,- per lembar saham, dan pada
harga penutupan perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %). Kemudian pada
tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar saham dan pada
harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per lembar sahamnya
atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham yang tidak wajar tersebut
kemudian memicu adanya investigasi oleh pihak pengawas pasar modal. Kemudian ditemukan indikasi
bahwa PT. PGN terlambat menyampaikan informasi yang material yakni koreksi atas rencana 10
besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30
MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya (dalam rangka komersialisasi) yang semula
akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat di release tersebut ternyata
telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN. Informasi tentang penurunan volume gas sudah
diketahui oleh manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi tertundanya gas in
sejak tanggal 18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari 2007. Kedua informasi
tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat mempengaruhi harga saham
dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga saham pada tanggal 12 Januari 2007.
Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI memutuskan untuk men-
suspend saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari 2007. Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM
untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan
penurunan harga saham yang tidak wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan
melalui review atas dokumen-dokumen dan terhadap jajaran direksi PT. PGN, akuntan publiknya, dan
koordinator pelaksana proyek dan manajer proyek SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS
telah melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan
Nomor X.K.1.
Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang
dilakukan oleh Perusahaan Efek Anggota Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi
sebesar Rp. 35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi selama 35
hari atas pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor
X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Dan juga
memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 kepada direksi dan mantan direksi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret
2007 atas pelanggaran 11 tentang pemberian keterangan yang secara material tidak benar yang
melanggar Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para jajaran direksi PT. PGN
terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading. Berdasarkan pemeriksaan tersebut telah
terbukti adanya insider trading yang dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas
(mantan direktur pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur Utama
dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan Heriawan, Djoko
Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami yang melakukan transaksi saham pada periode
12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007. Atas pelanggaran tersebut para pelaku
dikenai sanksi administratif dan denda total sebesar Rp. 2.800.000.000,00.
2.4.3 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip OECD 5 Pengungkapan dan Transparansi

OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahaan, bahwa perusahaan harus


terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi yang
baik dan buruk pun harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan perusahaan.
Dalam kasus diatas, PGN menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana apabila
diungkapkan maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya beberapa pemilik
saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah mengetahui masalah tersebut.
Orang yang mengetahui hal ini disebut insider trading. Orang yang mengetahui masalah perusahaan
sehingga dia tahu benar bahwa perusahaan akan mengalami penurunan nilai di masa yang akan datang.
Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh pihak pemegang saham, karena PGN takut jika sampai
masalah ini terdengar kepada pemegang saham lain maka pemegang saham lain akan ikut menjual
sahamnya dan menurunkan nilai pasar PGN. Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar
terlihat disini yaitu tidak transparan pada seluruh pemegang saham.
THANK YOU
FOR YOUR ATTENTION

Anda mungkin juga menyukai