Anda di halaman 1dari 47

RELEVANSI TEORI-TEORI KEUANGAN KONVENSIONAL

Disusun untuk melengkapi tugas Paper Project


Manajemen Investasi
yang dibimbing oleh Ibu Dr. Satia Nur Maharani, S.E., M.SA., Ak.

Penyusun:
1. Lilin Lutfiatul Husna (160422600668)
2. Luluk Efmawati (160422608267)
3. M. Amirul Albab (160422608353)
4. Maulidina Luqman (160422608361)
5. Mochamad Anang Ma`ruf (160422608350)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2018
Daftar Isi
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Efisiensi Pasar ............................................................................................................... 2
B. Pengertian Signalling Theory ...................................................................................... 5
C. Option Pricing Theory .................................................................................................. 5
D. Arbitrage Pricing Theory (APT ) ................................................................................ 6
1. Pengertian Arbitrage Pricing Theory (APT) ......................................................... 7
2. Perbandingan CAPM dengan APT ......................................................................... 9
E. Capital Asset Pricing Model ...................................................................................... 10
1. Asumsi-asumsi ......................................................................................................... 10
2. Saham efisien ........................................................................................................... 11
3. Risiko dan return .................................................................................................... 12
F. Relevansi Teori-Teori Keuangan Konvensional Lainnya ....................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19
LAMPIRAN............................................................................................................................ 22

1
PEMBAHASAN
A. Efisiensi Pasar
Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang CAPM, yaitu bagaimana cara
menentukan harga dalam keadaan ekuilibrium. Dalam pasar kompetitif harga ekuilibrium
ditentukan oleh jumlah penawaran dan permintaan. Jika permintaan tinggi dan penawaran
rendah maka harga akan naik, dan hal sebaliknya pun terjadi.
Dalam pasar modal, informasi merupakan hal yang sangat penting bagi pelaku pasar.
Karena hal tersebut berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para
investor. Namun adanya informasi baru akan mengakibatkan titik ekuilibrium baru,
dikarenakan informasi ini mencerminkan suatu kedaan yang terkait. Titik ekuilibrium ini tidak
akan berubah sebelum adanya informasi baru yang akan mengakibatkan berubahnya titik
ekuilibrium yang diakibatkan informasi baru tersebut.
Reaksi yang cepat dari suatu pasar terhadap adanya informasi yang baru sampai
memperoleh titik ekuilibrium yang baru dapat disebut dengan pasar efisien atau efisiensi pasar
secara informasi (informationally efficient market).
Efisiensi pasar sangat bergantung pada kondisi-kondisi tertentu, seperi volume
perdagangan. Pasar dengan volume perdangangan rendah akan menyulitkan investro untuk
merespon informasi baru dan memudahkan pedagang besar karena adanya informasi lebih.
Karena hal tersebut sesuai dengan konsep dasar efisiensi dan kondisi ideal pasar efisien.
Bertikut adalah tiga bentuk atau tingkatan pasar yang efisien secara informasional:
1. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Lemah (Weak Form)
Berdasarkan hipotesis ini harga menggambarkan informasi masa lalu. Jadi,
investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan keuntungan
yang tidak normal.
2. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Semi-Kuat (Semi Strong Form)
Menurut hipotesis ini, harga menggambarkan informasi publik yang
dipublikasikan. Harga yang tercipta karena informasi yang ada di pasar, termasuk
laporan keuangan.
a) Informasi yang dipublikasikan mempengaruhi harga sekuritas dari perusahaan.
Misal: pengumuman dividen dan pengumuman laba.
b) Informasi yang dipublikasikan mempengaruhi harga-harga sejumlah
perusahaan. Misal: regulasi pemerintah yang berdampak pada beberapa
perusahaan.

2
c) Informasi yang dipublikasikan mempengaruhi harga-harga semua perusahaan.
Misal: perubahan peraturan akuntansi.
Untuk itu tidak ada investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan
untuk mendapatkan keuntungan tidak normal dalam jangka waktu yang lama.
3. Hipotesis Pasar Efisien Bentuk Kuat (Strong Form)
Dalam hipotesis ini menggambarkan semua informasi yang ada, baik informasi
publik maupun informasi pribadi dan merupakan bentuk pasar yang paling ketat. Untuk
itu, tidak ada seorangpun yang akan memperoleh return dalam suatu periode yang tidak
normal karena mempunyai informasi pribadi.
Efisiensi pasar yang berdasarkan adanya informasi disebut dengan efisiensi pasar
secara informasi (informationally efficient market). Efisiensi pasar berdasarakan informasi ini
tidak perlu diolah secara lanjut karena dapat dicerna secara cepat. Seperti pengumuman laba
dan dividen. Untuk itu dalam konsep informasi ini tidak bergantung seberapa pandai pasar
mengolah informasi, tetapi seberapa luas informasi tersebut tersebar luas.
Disisi lain ada juga efisiensi pasar berdasarkan informasi yang masih memerlukan
pemahaman lebih lanjut, karena dengan hanya adanya informasi yang ada tidak akan menjamin
efisien dan tepatnya keputusan yang diambil. Seperti, informasi mengenai mergernya suatu
perusahaan. Hal tersebut membutuhkan analisis yang lebih mendalam untuk mengetahui
dampak atas informasi tersebut. Untuk itu lebih diperlukannya pelaku pasar yang kritis dan
canggih dalam menganalisis informasi maka hal tersebut dapat disebut efisiensi pasar secara
keputusan (decisionally efficient market). Efisiensi pasar secara keputusan merupakan efisiensi
pasar bentuk setengah kuat dan lebih tinggi daripada efisiensi pasar secara informasi. Karena
melibatkan dua faktor, yaitu adanya informasi dan seberapa kritis atau canggih pelaku pasar
atas informasi tersebut. Untuk itu pelaku pasar dapat efisien secara informasi tetapi belum tentu
secara keputusan.
Pasar yang efisien secara informasi merupakan pasar yang adil. Dapat dikatakan adil
jika informasi yang tersedia didapatkan oleh semua pelaku pasar dengan jumlah dan kualitas
yang sama, sehingga dapat meminimalisir adanya pelaku pasar yang dapat menikamti
keuntungan tidak normal di atas kerugian pelaku pasar lain. Dan informasi saja tidak dapat
menjadikan efisiensi pasar secara keputusan. Untuk itu perlu pendidikan bagi pelaku pasar agar
lebih kritis dan canggih terhadap informasi yang ada.
Untuk itu berikut adalah alasan-alasan pasar yang efisien:

3
1. Investor adalah penerima harga, dapat diartikan bahwa untuk menentukan harga
ekuilibrium membutuhkan banyak investor sehingga dapat diketahui permintaan dan
penawaran atas sekuritas tersebut.
2. Informasi tersedia secara luas dan dengan harga yang murah. Pelaku pasar dapat
memperoleh informasi tersebut lewat radio atau televisi.
3. Informasi dapat diterima investor secara acak, sehingga investor tidak dapat
memprediksi kapan akan mendapatkan informasi baru tersebut dari emiten.
4. Investor bereaksi secara cepat atas adanya informasi yang baru, sehingga harga dari
sekuritas dapat berubah secara cepat dan menyesuaikan ke titik ekuilibrium baru.
Jika kondisi diatas tidak terpenuhi maka tidak akan terjadinya efisiensi pasar. Selain itu
berikut adalah kondisi-kondisi yang menyebabkan pasar tidak efisien:
a) Sedikitnya pelaku pasar yang dapat mempengaruhi harga sekuritas.
b) Harga dari informasi tersebut mahal, sehingga menyebabkan hanya sebagian pelaku
pasar saja yang mampu mendapatkan informasi dan dapat mengam keuntungan yang
tidak normal.
c) Kapan informasi itu akan tersebar dapat diprediksi oleh investor.
d) Investor lugas dan tidak canggih atas adanya informasi yang baru. Sehingga tidak
adanya perubahan yang cepat terhadap harga sekuritas setelah adanya informasi yang
baru.
Dalam pasar yang efisien, informasi bersifat acak dan tidak dapat diprediksi. Namun,
dalam beberapa penelitian yang sudah ada, keberadaan pola return yang bersifat musiman di
berbagai pasar dapat diprediksi oleh investor. Sehingga hal tersebut berlawan atas faktor-faktor
yang menjadikan sebauh pasar menjadi efisien. Akan tetapi hal tersebut masih perlu diteliti lagi
kedepannya agar dapat memberikan informasi yang valid terhadap investor.

Kondisi pasar efisien terjadi karena dua faktor (Foster, 1986:301-302) yaitu:
a. Adanya kegiatan bersaing di antara pelaku pasar, masing-masing pelaku akan mencari
informasi terkait dengan surat berharga itu.
b. Law of large number, yaitu pelaku pasar itu jumlahnya banyak, sehingga bila masing-
masing melakukan kegiatan maka akan terjadi banyak kegiatan. Dalam keadaan ini,
kesalahan satu pihak akan diimbangi oleh kesalahan pihak lainnya.

4
B. Pengertian Signalling Theory
Teori sinyal merupakan konsep dimana pihak pemberi informasi dapat memilih apa dan
bagaimana informasi akan ditampilkan dan pihak penerima informasi dapat memilih
bagaimana menginpretasikan informasi yang diterima (Conelly, Certo, Ireland, and Reutzel,
2011). Perusahaan baik dapat membedakan dirinya dengan perusahaan yang tidak baik dengan
mengirimkan sinyal yang dapat dipercaya (credible signal) mengenai kualitasnya ke pasar
modal (Spence, 1973). Signalling Theory merupakan sinyal-sinyal informasi yang dibutuhkan
oleh investor untuk mempertimbangkan dan menentukan apakah para investor akan
menanamkan sahamnya atau tidak pada perusahaan yang bersangkutan. Dimana informasi
mengenai perubahan harga dan volume saham mengandung informasi dalam memberikan
bukti yang bermanfaat dan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan (Suwardjono,
2005).
Informasi keuangan yang diumumkan dapat memberikan sinyal/pertanda bahwa
perusahaan memiliki prospek yang baik atau buruk di masa depan. Bila informasi tersebut
merupakan penilaian yang baik, maka informasi yang diterima oleh para investor merupakan
good news, akan mendatangkan ketertarikan investor pada perdagangan saham perusahaan
sehingga menyebabkan perubahan harga saham. Begitu pula sebaliknya, jika bad news maka
akan mempengaruhi perdagangan dan perubahan harga saham perusahaan.
C. Option Pricing Theory
Opsi (Option) merupakan kontrak yang memberikan hak untuk membeli atau menjual
suatu aktiva pada waktu tertentu dengan harga tertentu pula. Pembeli option memiliki hak
untuk merealisasikan opsi atau tidak merealisasikannya sesuai dengan pertimbangan yang
digunakan. Penggunakan opsi tidak selalu menguntungkan, namun ada kalanya dirugikan
akibat harga opsi yang bisa saja tinggi. Harga opsi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:

1. Harga saham yang dijadikan patokan


2. Exercise price yang ditentukan
3. Expiration date dari opsi
4. Deviasi standar return saham
5. Tingkat suku bunga
6. Dividen tunai

Pengaruh Opsi beli Opsi jual

5
Harga saham + -
Exercise price - +
Expiration date + +
Deviasi standar return + +
Tingkat suku bunga + -
Dividen tunai - +

Dalam kontrak opsi berisikan nama perusahaan, jumlah lembar saham yang akan dibeli,
harga (exercise price atau strike price). Opsi memiliki dua macam yaitu opsi beli dan opsi jual.
Opsi beli (Call Option) adalah kotrak yang memberikan hak kepada pembeli opsi untuk
membeli aktiva tertentu dengan harga tertentu dan jangka waktu tertentu. Sedangkan opsi jual
(Put Option) adalah kontrak yang memberikan hak kepada pembeli opsi untuk mejual aktiva
tertentu dengan harga tertentu dan jangka waktu tertentu pula.

D. Arbitrage Pricing Theory (APT )


Pasar modal Indonesia saat ini menawarkan banyak saham yang tersebar pada berbagai
jenis industri yang dapat dipilih oleh investor untuk dapat mencapai tingkat return yang
maksimal pada tingkat risiko tertentu yang bersedia dibayar oleh investor. Berbagai pendekatan
dapat digunakan oleh investor untuk memperoleh tingkat pengembalian investasi yang
maksimal di pasar modal dengan risiko yang dapat diminimalisir, salah satunya yaitu metode
Arbitrage Pricing Theory (APT). Arbitrage Pricing Theory (APT) pertama kali diperkenalkan
oleh Ross pada tahun 1976 dimana beliau menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jika pada CAPM analisis dimulai dari bagaimana pemodal
membentuk portofolio yang efisien (karena market portofolio yang mempunyai kedudukan
sentral dalam CAPM merupakan portofolio yang efisien), maka APT mendasarkan diri konsep
satu harga (the law of one price).

Risiko dalam APT didefinisikan sebagai sensitivitas saham terhadap faktor-faktor ekonomi
makro, dan besarnya return harapan akan dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut. Secara umum
memang tidak akan mungkin untuk menggunakan analisis faktor dalam mengidentifikasi
faktor-faktor apa saja yang melandasi (underlying factors) perubahan return, namun sejumlah
peneliti mencoba untuk menggunakan berbagai variabel makro ekonomi untuk menggantikan
underlying factors. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, Hsieh dan Jordan (1997) dengan
menggunakan dua model yaitu factor loading model (FLM) dan macro variable model (MVM),

6
juga menunjukkan bahwa model MVM lebih baik dalam menjelaskan perubahan return saham
pada Real Estate Investment Trusts.

Perbedaan antara kedua model tersebut terletak pada perlakuan APT terhadap hubungan
antar tingkat keuntungan sekuritas. APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat
keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang sama. Sebaliknya, meskipun CAPM mengakui adanya korelasi antar tingkat
keuntungan, model tersebut tidak menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi korelasi
tersebut. Baik CAPM maupun APT berpendapat bahwa ada hubungan yang posistif antara
tingkat keuntungan yang diharapkan dengan resiko.

Meskipun banyak yang mendukung teori APT, ada juga penelitian yang menolak APT
seperti Reinganum (1981), Dhrymes, Friend, dan Gultekin (1984) dalam Arifin (2005) yang
mengatakan bahwa analisis faktor yang selama ini untuk menguji APT sebenarnya tidak valid,
mereka menemukan bahwa jumlah faktor yang ditemukan pada sampel besar lebih banyak jika
dibandingkan dengan sampel kecil. Selanjutnya Shanken (1982) dalam Iqbal dkk. (2012)
mengatakan bahwa APT sebaiknya melakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap struktur
dari faktor-faktor yang sebenarnya mempengaruhi return, sebelum model secara independen
dapat diuji. Karena strukturnya tidak dapat diketahui dengan jelas, maka Shanken menyatakan
bahwa APT tidak dapat diuji.
1. Pengertian Arbitrage Pricing Theory (APT)

APT merupakan model lain selain CAPM untuk menilai aset keuangan. Model yang
dikembangkan oleh Ross (1976) ini muncul berdasarkan ide bahwa dalam pasar keuangan yang
kompetitif, proses arbitrage akan membuat dua aset yang memiliki karakteristik yang sama
(seperti risiko yang sama) akan memberikan ekspektasi return yang sama (Arifin, 2005).
Proses arbitrage akan berlangsung ketika dua aset yang memiliki karakter sama, namun
ekpektasi tingkat pengembaliannya berbeda, sehingga memungkinkan untuk membeli aset
yang harganya lebih murah dan menjual aset yang harganya lebih mahal. Akibatnya permintaan
terhadap aset yang lebih murah akan meningkat, sehingga harganya akan meningkat dan
penawaran aset yang lebih mahal juga akan meningkat, sehingga harganya akan turun. Proses
arbitrage akan terhenti pada saat kedua aset yang sama karakteristiknya memiliki harga yang
sama (Arifin, 2005). APT disusun berdasarkan lima asumsi dasar yaitu;
 pasar modal berada dalam kondisi persaingan sempurna,

7
 investor memiliki ekspektasi yang sama terhadap return pada tiap-tiap saham,
 ekspektasi return ini berasal dari sejumlah (n) faktor yang berpengaruh secara
linear,
 faktor loading menampung seluruh risiko sistematis dari aset yang dianalisis,
sehingga error term tidak saling berkorelasi secara cross sectional maupun time
series,
 jumlah faktor umum (sistematis) jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah aset yang dianalisis (Akpo, Hassan dan Esuike, 2015).
Dengan menggunakan faktor analisis dapat ditentukan berapa faktor yang secara
signifikan perlu dipertimbangkan dalam memprediksi return suatu sekuritas. Konsep yang
digunakan dalam Arbitrage Pricing Theory adalah hukum satu harga (the law of the one price).
Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut dengan harga yang berbeda, maka akan
terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga murah
pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba
tanpa risiko.
APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan
investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga
yang berbeda (hukum satu harga). Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut dijual
dengan harga yang berbeda maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrage, yaitu
dengan membeli aktiva yang berharga murah dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi
pada saat yang sama sehingga dapat diperoleh laba tanpa risiko. Atau dengan kata lain arbitrage
adalah memperoleh laba tanpa risiko dengan memanfaatkan peluang perbedaan harga asset
atau sekuritas yang sama. Aktivitas arbitrage menjadi elemen penting pasar sekuritas yang
modern dan efisien. Karena laba arbitrage secara definisi tidak berisiko, semua investor
mempunyai insentif untuk memanfaatkan peluang tersebut jika mereka mengetahuinya.

Selama beberapa dekade terakhir, sangat banyak sekali literatur yang membahas
perkembangan teori APT dan mencoba untuk menyempurnakan dan mengeneralisasi teori
yang dikemukakan oleh Ross tersebut seperti riset yang dilakukan oleh Dybvig (1983),
Grinblatt dan Titman (1983), dan Connor (1984) dalam Gul dan Khan (2013). Sejumlah
penelitian juga mencoba untuk menemukan bukti empiris dari aplikasi teori APT dengan
menggunakan sejumlah prosedur yang sudah ditetapkan seperti yang dilakukan oleh Chen, Roll
dan Ross (1986) dalam Gul dan Khan (2013) yang memasukkan total varian return saham
individual dan membuktikan bahwa model APT benar. Selanjutnya Chen (1983) memasukkan

8
variabel return pada periode sebelumnya dan ukuran perusahaan, hasilnya juga mendukung
teori APT (Arifin, 2005).
Secara matematis memang tidak akan mungkin untuk menggunakan analisis faktor
dalam mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang melandasi (underlying factors) perubahan
return. Namun Chen, Roll dan Ross (1986) dalam Gul dan Khan (2013) mencoba untuk
menggunakan berbagai variabel makro ekonomi untuk menggantikan underlying factors dan
menemukan bahwa terdapat 4 variabel makro yang berpengaruh terhadap return saham yaitu
indeks produksi industri, perubahan default risk premium, selisih yield obligasi pemerintah
jangka panjang dan jangka pendek, dan tingkat inflasi yang tidak dapat diantisipasi. Hasil
penelitian tersebut mendukung teori APT dan sedikit mengurangi kelemahan APT yang tidak
dapat menentukan apa saja faktor-faktor yang sebenarnya mempengaruhi return saham,
sehingga perlu dilakukan pengujian secara terus menerus. Penelitian selanjutnya dilakukan
oleh Chen, Hsieh dan Jordan (1997) dengan menggunakan dua model yaitu factor loading
model (FLM) dan macro variable model (MVM), hasilnya menunjukkan bahwa model MVM
lebih baik dalam menjelaskan perubahan return saham pada real estate investment trusts.
2. Perbandingan CAPM dengan APT

Seperti CAPM, APT menekankan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan tergantung
pada pengaruh faktor-faktor makro ekonomi dan tidak oleh risiko unik. Kita bisa menganggap
faktor-faktor yang ada dalam arbitrage pricing sebagai portofolio-portofolio khusus yang
cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama. Apabila expected risk premium masing-masing
portofolio tersebut proporsional dengan market beta portofolio, maka APT dan CAPM akan
memberikan hasil yang sama. Kalau tidak, maka hasilnya pun berbeda pula.

Apabila kedua teori ini dibandingkan, daya tarik APT adalah bahwa kita tidak perlu
mengidentifikasikan market portofolio ( yang diperlukan untuk menghitung beta dalam
CAPM). Karena itu kita tidak perlu khawatir dengan perhitungan market portofolio, dan secara
teoritis kita bisa menguji APT meskipun kita hanya memiliki sejumlah saham yang berisiko.
Disamping itu APT memungkinkan pembunuhan lebih dari satu faktor untuk menjelaskan
tingkat keuntungan yang diharapkan.

APT tidak menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pricing. Berbeda dengan
CAPM yang menyatukan semua faktor makro kedalam satu factor, yaitu return market
portofolio. Maka APT memiliki manfaat sebagai berikut:

 Tidak terlalu banyak mengidentifikasi faktor-faktor makro ekonomi

9
 Mengukur expected return dari masing-masing faktor tersebut.

 Mengukur kepekaan masing-masing saham terhadap faktor-faktor tersebut

APT bisa menggunakan faktor-faktor yang lebih dari satu. APT tidak menjelaskan beberapa
faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan. Sehingga faktor-faktor tersebut harus dicari
dari beberapa penelitian empirik. Roll dan Ross melaporkan beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat keuntungan yaitu :

 Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi.

 Perubahan Produksi Industri yang tidak diantisipasi.

 Perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang tinggi

E. Capital Asset Pricing Model


Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah salah satu metode untuk menghitung
estimasi jumlah tingkat pengembalian dari suatu investasi. CAPM menjelaskan hubungan
antara tingkat pengembalian dengan risiko suatu saham dari investasi. Ukuran risiko dalam
CAPM ditunjukkan dengan kovarian sekuritas. CAPM sering disebut sebagai salah satu model
untuk faktor tunggal. Dengan menggunakan CAPM, keputusan investasi yang harus diambil
oleh investor adalah membeli saham efisien karena saham dalam kondisi undervalue dan
menjual saham tidak efisien karena saham dalam kondisi overvalue.

1. Asumsi-asumsi
Seperti halnya teori keuangan yang lain, CAPM memiliki asumsi-asumsi untuk
menyederhanakan masalah-masalah yang mungkin muncul agar CAPM lebih mudah
diterapkan.
Asumsi-asumsi yang digunakan pada CAPM:
1. Semua investor memiliki cakrawala waktu satu periode yang sama. Investor
memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan utiliti harapan dalam satu
periode waktu yang sama.
2. Semua investor melakukan pengambilan keputusan investai berdasarkan pertimbangan
nilai return ekspektasi dan deviasi standar return dari portofolionya.
3. Semua investor mempunyai harapan yang seragam (homogeneous expectation) terhadap
faktor-faktor input yang digunakan untuk keputusan portofolio. Faktor-faktor input yang
digunakan adalah return ekspektasian (expected return), varian dari return dan kovarian

10
antara return-return sekuritas. Asumsi ini mempunyai implikasi bahwa dengan harga-
harga sekuritas dan tingkat bunga bebas risiko yang tertentu dan dengan menggunakan
input-input portofolio yang sama, maka setiap investor akan menghasilkan efficient
frontier yang sama pula.
4. Semua investor dpat meminjamkan sejumlah dananya (lending) atau meminjam
(borrowing) sejumlah dana dengan jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga
bebas risiko.
5. Penjualan pendek (short sale) diijinkan. Investor individual dapat menjual pendek
berapapun yang dikehendaki.
6. Semua aktiva dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil dengan tidak
terbatss. Ini berarti bahwa dengan nilai terkecilpun investor dapat melakukan investasi
dan melakukan transaksi penjualan dan pembelian aktiva setiap saat dengan harga yang
berlaku.
7. Semua aktiva dapat dipasarkan secara likuid sempurna. Semua aktiva dapat dijual dan
dibeli pasar dengan cepat (liquid) dengan harga yang berlaku.
8. Tidak ada biaya transaksi. Penjualan atau pembelian aktiva tidak dikenakan biaya
transaksi
9. Tidak terjadi inflasi.
10. Tidak ada pajak pendapatan pribadi. Karena tidak ada pajak pribadi, maka investor
mempunyai pilihan yang sama untuk mendapatkan dividen atau capital gain.
11. Investor adalah penerima harga (price-takers). Investor individual tidak dapat
mempengaruhi harga dari suatu aktiva dengan kegiatan membeli dan menjual aktiva
tersebut. Investor secara keseluruhan bukan secara individual menentukan harga dari
aktiva.
12. Pasar modal dalam kondisi ekuilibrium (Jogiyanto, 2012:488-489)

2. Saham efisien
Menentukan saham-saham yang sifatnya efisien adalah suatu hal yang sangat penting
untuk dipertimbangkan khususnya dalam metode CAPM ini. Salah satu alasannya adalah
saham-saham yang efisien tersebut akan dibeli dan diharapkan akan memberikan keuntungan
sesuai harapan di masa depan. Saham efisien yaitu saham yang memberikan keuntungan seiring
dengan risiko yang dimilikinya. Misalnya saham dengan risiko kecil, maka keuntungan yang
diharapkan juga kecil. Begitu juga dengan saham dengan risiko yang besar, maka keuntungan
yang diharapkan akan menjadi besar pula.

11
Saham yang efisien adalah saham-saham dengan tingkat pengembalian individu lebih
besar dari tingkat pengembalian yang diharapkan [(Ri) >E(Ri)]. Kelompok saham yang efisien
jika dilihat pada Security Market Line maka terlihat saham yang efisien terdapat diatas garis
SML.keputusan yang diambil oleh investor untuk saham yang efisien adalah mengambil atau
membeli saham. Sementara untuk saham yang tidak efisien adalah saham-saham tingkat
pengembalian individu (Ri) lebih kecil daripada tingkat pengembalian yang diharapkan
(E(Ri)). Keputusan yang diambil oleh investor adalah menjual saham sebelum harga saham
turun. (Softyanda, 2014)
3. Risiko dan return
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam berinvestasi, salah satunya adalah
tingkat pengembalian atas investasi yang diharapkan (expected return) dan tingkat risiko yang
dimiliki (rate of risk). Risiko yang dimaksud adalah perbedaan antara tingkat pengembalian
yang diharapkan dengan tingkat realisasi atas pengembalian suatu investasi. Hal ini
berhubungan dengan saham yang efisien, yaitu saham-saham dengan tingkat pengembalian
lebih besar dari tingkat pengembalian yang diharapkan.
Berdasarkan prinsip tersebut, maka Capital Asset Pricing Model (CAPM) digunakan
untuk menentukan keuntungan (expected return) yang layak untuk suatu investasi dengan
mempertimbangkan risiko investasi. CAPM merupakan sebuah model yang menggambarkan
hubungan antara risiko dan return yang diharapkan. Model ini digunakan dalam penilaian harga
sekuritas. CAPM memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan
tingkat harapan pengembalian (expected return). Risiko saham dalam CAPM diukur dengan
beta (β). Pada CAPM, semakin besar koefisien beta, maka akan semakin besar pula return suatu
saham dan juga semakin berisiko. Dalam CAPM, tingkat pengembalian yang diharapkan
ditentukan oleh tingkat pengembalian pasar, tingkat pengembalian bebas risiko dan risiko
sistematis/beta. (Riska, 2016)

12
F. Relevansi Teori-Teori Keuangan Konvensional Lainnya
1. Hubungan antara Teori Efisiensi Pasar dengan Teori Capital Asset Pricing Model
(CAPM) adalah bagaimana proses dan reaksi pasar atas adanya informasi baru yang
mengakibatkan perubahan titik ekuilibrium baru.

2. Hubungan antara Teori Efisiensi Pasar dengan Signaling Theory adalah bagaimana
pelaku pasar mengolah informasi yang ada dan memberikan sinyal tersebut. Seperti,
pengumuman laba perusahaan, jika laba yang diumumkan meningkat dari laba periode
sebelumnya, maka dapat diartikan memberikan sinyal yang baik, dan sebaliknya jika
laba turun dari periode sebelumnya, maka dapat diartikan memberikan sinyal buruk.
a) Harga pasar efisien dalam hubungannya dengan informasi yang diketahui
publik, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya informasi dalam
perusahaan yang tidak diketahui oleh pasar.
b) Efisiensi pasar merupakan konsep relatif, yaitu pasar adalah efisien relatif
terkait dengan sekumpulan informasi yang tersedia bagi publik. Dengan
demikian, pasar tidak selalu sempurna dan selalu menunjukkan nilai perusahaan
dengan benar. Harga pasar dapat saja keliru karena adanya informasi dalam
perusahaan. Bila dipandang dari sudut lain, definisi di atas menunjukkan bahwa
setiap timbul informasi publik, pasar akan segera menyesuaikan dengan
informasi baru itu.
c) Dalam pasar efisien, informasi merupakan permainan yang wajar, yaitu dalam
jangka panjang harga pasar akan naik atau turun secara random. Dalam
kaitannya dengan hal ini pasar akan menyesuaikan harga terhadap ekspektasi
kejadian di perusahaan secara tidak bias. Perubahan harga pasar akan terjadi
karena adanya informasi yang tidak diharapkan sebelumnya.
Rumbey & Officer (1992) menyatakan bahwa tidak semua sinyal
perusahaan ditangkap sepenuhnya oleh pasar. Artinya, investor tetap memiliki
ketidakpastian, yang disebabkan oleh kurangnya informasi di pasar atau adanya
asimetri informasi yang tinggi. Dikarenakan adanya asimetri informasi publik
yang tersedia, akan menyebabkan perubahan harga pasar dari saham (naik-
turun) yang juga akan membawa sinyal-sinyal baik itu good news saat harga
saham naik ataupun bad news saat harga saham menjadi turun.

13
3. Hubungan antara Teori Efisiensi Pasar dengan Option Pricing Theory adalah salah satu
faktor penentu harga opsi adalah harga saham yag melekat pada opsi yang diperjual
belikan. Harga saham memiliki pengaruh positif terhadap harga opsi beli. Dimana harga
saham yang meningkat akan sejalan dengan harga opsi beli. Pada pasar yang benar
benar efisien maka harga saham akan mencerminkan seluruh informasi yang ada di
publik. Hal tersebut mengakibatkan harga saham dihargai secara wajar dipasaran.
Apabila harga saham dihargai secara wajar (tidak terlalu rendah atau tinggi) maka
sejalan pula dengan harga opsi beli di pasar yang efisien akan dihargai secara wajar
pula. Kenaikan harga saham dalam nilai yang tidak terduga biasanya terjadi pada saat
pengumuman stock splits, pembagian dividen, pengumuman laba. Oleh karena itu pada
harga opsi pada saat pengumuman stock splits, pembagian dividen, pengumuman laba
akan mengalami kenaikan pula sesuai dengan hubungan positif harga saham dengan
harga opsi.
Pada saat pasar tidak efisien, harga saham tidak mencerminkan seluruh
informasi yang ada di publik. Pada keadaan pasar yang tidak efisien return dan risiko
saham tidak menentu. Semakin tinggi risiko akan semakin tinggi return saham. Return
saham berhubungan positif dengan harga opsi. Semakin tinggi return yang diberikan
maka semakin tinggi opsi, baik opsi jual atau opsi beli.
4. Hubungan Efficiency Market Theory dengan Arbitrase Pricing Theory
Efisiensi market ialah pasar dimana harga sekuritasnya mencerminkan semua
informasi yang ada. Karena CAPM merupakan dasar dalam pengambilan investasi,
maka dalam hal ini investor sangat memperhatikan return dan risiko yang akan
diperoleh. Ruang lingkup dalam APT ini lebih ke makroekonomi (mengarah kesemua
faktor ekonomi). Sebenarnya APT ini hampir sama dengan CAPM, perbedaannya
hanya terletak pada ruang lingkupnya saja.
5. Hubungan antara CAPM dengan Option Pricing Theory
CAPM merupakan dasar dalam pengambilan investasi, maka dalam hal ini
investor sangat memperhatikan return dan risiko yang akan diperoleh. Berdasarkan uji
Capital Asset Pricing Model terhadap harga saham diperoleh hasil bahwa CAPM
berpengaruh positif terhadap harga saham, sehingga apabila hasil dari Capital Asset
Pricing Model berupa return naik maka harga saham akan naik pula. Apabila harga
saham naik maka harga opsi yang menyertai saham tersebut juga akan naik. Harga
saham naik dikarenakan ketika expected return naik, actual return akan bergerak
mendekati expected return. Sementara return saham mempunyai komponen
perhitungan berupa harga saham jadi apabila harga saham naik maka return akan naik.

14
Sesuai dengan faktor yang memengaruhi harga opsi yaitu harga saham yang
berpengaruh positif terhadap harga opsi maka dapat diambil kesimpulan apa bila return
saham naik makan harga saham dan harga opsi akan naik pula.
Pembagian dividen kas oleh perusahaan diartikan sebagai sinyal positif oleh
para investor. Namun pembagian dividen kas berpengaruh negative terhadap opsi beli
dan berpengaruh positif pada opsi jual. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sinyal positif
berpengaruh negative terhadap harga opsi beli. Semakin besar dividen kas yang
dibagikan semakin kecil pula harga opsi beli. Sedangkan untuk opsi jual, semakin tinggi
rasio pembagian dividen kas yang dianggap sebagai sinyal positif akan berbanding
lurus dengan harga opsi jual.
6. Hubungan CAPM dengan Signalling Theory
Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah suatu model yang dikembangkan
untuk menjelaskan suatu keadaan keseimbangan hubungan antara risiko setiap aset
apabila pasar modal berada dalam keadaan seimbang. Model ini terus-menerus
dikembangkan oleh beberapa diantaranya, William Sharpe (1964) dan Jack Treynor
(1961) yang mengembangkan formulasi mean-variance. Formulasi ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut dan diklarifikasi oleh John Lintner (1965), Jan Mossin
(1966), Fama (1968) dan Long (1972). Sebagai tambahan, Treynor (1965), Sharpe
(1966), dan Jensen (1968-1969) telah mengembangkan evaluasi portfolio yyang
mendasarkan pada Assets Pricing Model ini (Agus Sartono, 1997:190).
Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan model yang menggambarkan
hubungan risiko dan pengembalian yang diharapkan. Dalam model ini, pengembalian
surat berharga yang diharapkan adalah tingkat bebas risiko ditambah premium yang
didasarkan pada risiko sistematis surat berharga. Dalam keadaan ekuilibrium, required
rate of return investor untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut.
Dalam hal ini risiko yang diperhitungkan hanyalah risiko sistematis atau risiko pasar.
Oleh karena itu saat risiko yang dari suatu sekuritas akan menyebabkan return
yang akan diperoleh investor juga semakin tinggi sehingga hal tersebut termasuk sinyal
positif bagi investor, begitu pula sebaliknya.
7. Hubungan CAPM dan Arbitrage Pricing Theory
CAPM merupakan dasar dalam pengambilan investasi, maka dalam hal ini
investor sangat memperhatikan return dan risiko yang akan diperoleh. Ruang lingkup
dalam CAPM ini lebih ke pasar (mengarah ke satu faktor). Sedangkan ruang lingkup

15
APT itu lebih luas daripada CAPM. Jadi, investor harus mempertimbangkan risiko dari
semua faktor ekonomi agar memperoleh risiko dan return yang diharapkan.
8. Hubungan Option Pricing Theory dan Signalling Theory (pada program ESOP
(Employee Stock Option Plan))
Pengaruh signalling theory terhadap option pricing theory terjadi saat
ditentukannya proporsi opsi saham. Proporsi saham yang ditawarkan, diharapkan
memberikan good news bagi para pelaku pasar. Pada program ESOP sendiri bertujuan
untuk memotivasi karyawan dalam rangka membentuk komitmen terhadap
perusahaan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja dari perusahaan
(yang nantinya dapat berpengaruh terhadap penilaian pada perusahaan). Penelitian
yang dilakukan oleh Astika (2007) menemukan bahwa para eksekutif berperilaku
oportunistik dalam pelaksanaan program opsi saham, karena mereka mendapatkan
keuntungan melalui perilaku manajemen laba dalam bentuk return saham yang
sebelumnya tidak dapat dinikmati oleh pemegang saham. Harga eksekusi ditentukan
berdasarkan harga saham perusahaan menjelang pengumuman, dimana harga tersebut
cenderung rendah dengan tujuan agar karyawan membeli saham saat opsi jatuh tempo
dengan harga yang relatif rendah. Sistem penentuan harga eksekusi yang berlaku
memberikan kesempatan kepada para eksekutif perusahaan untuk berperilaku
oportunistik. Bursa Efek Indonesia menentukan harga pengambilan hak beli atas
saham perusahaan didasarkan atas rata-rata harga pasar saham (± 25 hari) menjelang
pengumuman opsi saham. Harga pasar ini yang dipengaruhi oleh para eksekutif
perusahaan dengan menginformasikan berita buruk (bad news) dalam bentuk
penurunan laba perusahaan. Harapannya agar terjadi penurunan harga pasar saham
sampai batas yang diinginkan pada saat pengambilan keputusan untuk menerima
harga pengambilan hak beli atas saham yang dimiliki perusahaan (Astika, 2007).
Proporsi opsi saham yang meningkat, akan meningkatkan return saham yang
akan dinikmati oleh para pemegang saham perusahaan sehingga hal tersebut
merupakan good news. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa jumlah saham
yang dijual pada karyawan berpengaruh pada nilai perusahaan, semakin tinggi saham
yang diberikan untuk karyawan maka semakin tinggi pula kinerka keuangan
perusahaan yang mana akan memberikan sinyal positif sehingga akan menaikkan
harga saham dan meningkatkan nilai perusahaan.
9. Hubungan Arbitrage Pricing Theory dan Signalling Theory

16
Menurut Ross (1976) dalam Suad Husnan(2005) mengungkapkan bahwa
Arbitrage Pricing Theory (APT) didasarkan pada pemikiran yang menyatakan bahwa
2 kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang sama tidaklah bisa dijual
dengan harga yang berbeda, lebih lanjut teori ini mengasumsikan bahwa tingkat
keuntungan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan
dalam industri. Korelasi diantara tingkat keuntungan 2 sekuritas terjadi karena
sekuritas‐sekuritas tersebut dipengaruhi oleh faktor‐faktor yang sama (Husnan, 2001).
Sedangkan Copeland (1997) menyatakan bahwa paling sedikit ada 3 atau 4 faktor yang
mempengaruhi perkembangan harga dari surat‐surat berharga. Hal ini menunjukkan
bahwa teori APT mendorong adanya pengembangan penelitian berdasarkan variabel
atau faktor‐faktor yang diduga mempengaruhi perubahan sebuah sekuritas. Faktor‐
faktor itu dapat dilihat dari kinerja fundamental perusahaan, kinerja saham di pasar,
ataupun keadaan pasar dan perekonomian.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perubahan dari sekuritas yaitu
tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mengurangi tingkat pendapatan riil
yang diperoleh oleh para investor, sebaliknya jika tingkat inflasi dari suatu negara
turun, maka dapat menjadi sinyal positif (good news) bagi investor karena
menyebabkan resiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil menurun.
Serta informasi yang diberikan berupa Return on Asset atau seberapa besar laba yang
akan didapat dari aset yang digunakan akan memberikan good news apabila hasil ROA
tersebut tinggi.

17
KESIMPULAN

1. Dari beberapa teori diatas memiliki hubungan yang saling berkaitan diantaranya
adalah CAPM dan Arbitrage Pricing Theory Yaitu APT merupakan penjabaran dari CAPM.
Kedua teori ini menyatakan tentang faktor faktor yang memengaruhi investor dimana risiko
yang akan di ambil menurut CAPM hanya terfokus pada satu faktor sedangkan APT lebih
kompleks dalam memandang faktor yang akan memengaruhi risiko yang akan diambil oleh
investor.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy. (2002). Free Cash Flow, Agency Theory Dan Signaling Theory : Konsep
dan Riset Empiris. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 3 No. 2, hlm. 151-170.
Universitas Syiah Kuala

Alteza, Muniya. 2007. Efek Hari Perdagangan Terhadap Return Saham: Suatu Telaah atas
Anomali Pasar Efisien. Yogyakarta. Jurnal Ilmu Manajemen.

Anantayoga, I Gede W., Achsani, Azam Noer & Maulana, Tubagus N. A. (2014).
Penggunaan Arbitrage Pricing Theory Dalam Mengukur Return Kelompok Saham
Sektoral, 17(1), 117-119.
Astika, Ida Bagus Putra. 2007. “Perilaku Oportunistik Eksekutif dalam Pelaksanaan Program
Opsi Saham Karyawan”(desertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Astika, Ida Bagus Putra. (2010). Pembentukan Return Saham Ekspektasian melalui
Manajemen Laba di sekitar Peristiwa Pengumuman Program Opsi Saham Karyawan.
Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol.8 No.3.

Asyik, Nur Fadjrih. (2006). Analisa Perilaku Manajemen terhadap Penerapan Kompensasi
Program Opsi Saham Eksekutif. EKUITAS (Akreditasi No. 55a/DIKTI/Kep/2006)

Ayu, Putu Cita. Suardikha, I Made S. Astika, Ida B.P. (2014). Pengaruh Proporsi Opsi dan
Harga Eksekusi pada Return Saham dalam Pelaksanaan ESOP di Indonesia. E-Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 3.5 : 245-246

Baridwan, Zaki. (2000). Perkembangan Teori dan Penelitian Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia Vol. 15, No. 4, hlm. 486-497. Universitas Gadjah Mada

Conelly, Brian L., Certo S Trevis., Ireland R Duane and Reutzel Christopher R. (2011),
“Signalling Theory : A Review and Assessment”, Journal of Management, Januari
Vol. 37 No.1

Gusni. (2017). Pengunaan Arbitrase Pricing Theory Untuk Menganalisis Return Saham
Syariah, 9(1), 69-72
Hartono, Jogiyanto. 2017. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta. BPFE-
Yogyakarta.

19
Hutnaleontina, Putu N. Suputra, I Dewa Gedhe D. (2016). Pengaruh Penerapan Employee
Stock Option Plan pada Nilai Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel
Intervening. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 5.6 : 1757-1784

Khairudin & Wandita. (2017). Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas, Debt To Equity Ratio
(DER) Dan Price To Book Value (PBV) Terhadap Harga Saham Perusahaan
Pertambangan Di Indonesia. Vol. 8 No. 1. Universitas Bandar Lampung, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi-SENARAI. Jurnal Akuntansi &
Keuangan, hlm. 70

Lemiyana. (2015). “Analisis Model CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Return
Saham Syariah”, 1(1), 4-6
Leonard Aukea, Ababacar Diagne, Trang Nguyen, dan Olivia Stalin. (2017). “The Capital
Asset Pricing Model and the Arbitrage Pricing Theory”. Gothenburg University

Nailufarh, Qurratul A’yun. (2008). Analisis Portofolio Pendekatan Capital Asset Pricing
Model (CAPM) dan Model Markowitz Efficient Portofolio (MEP) sebagai Preferensi
Investor terhada Pemilihan Saham di Pasar Modal Indonesia (Pendekatan shariah,
Studi pada Indeks Saham LQ-45 dan Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek
Indonesia). Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th.
V, No. 8. Faculty of Economics Muhammadiyah Surabaya

Nasution, Yenni S.J. (2015). Hyphotesis Pasar Efisien. Medan. Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam.

Riska, Yulianti, Topowijono, dan Devi Farah Azizah. (2016). Penerapan Metode Capital
Asset Pricing Model (CAPM) Untuk Menentukan Kelompok Saham-Saham Efisien.
Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya

Seftyanda, Seftyanda Darminto, dan Muhammad Saifi. (2014). Analisis Metode Capital
Asset Pricing Model (CAPM) Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Investasi
Saham. Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya

Sparta. (2010). Analisis CAPM, APT, Monday Effect Dan Efisiensi Pasar Modal Pada
Sektor Keuangan Di BEI (Periode Januari – Juni 2010). Jurnal Keuangan dan
Perbankan.

20
Spence, Michael. (1973). “Job Market Signalling”:The Quarterly Journal of Economics”,
The MIT Press, Agustus, Vol. 87 No. 3.

Sudarsono, Bambang. Sudiyatno, Bambang. (2016). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi


Return Saham Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Pada
Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 S/D 2014. 30 Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE),
hlm. 30-51, Vol. 23 No. 1

Suwardjono. 2005. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”, Edisi Ketiga.


BPFE:Yogyakarta.

Torrecillas, Ma del C. Fransisco J. (2013). Inflation News Impact on Stock Market : a Review.
Pensee Journal, Vol. 75 No. 11

Tyas, Vian R.A, Dharmawan, K, & Asih Made (2014). Penerapan Model Arbitrage Pricing
Theory Dengan Pendekatan Vector Autoregression Dalam Mengestimasi Expected
Return Saham, 3(1),19-21.

21
LAMPIRAN

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

Anda mungkin juga menyukai