Dewan Keamanan13
1. Dewan Keamanan (‘Dewan’) adalah salah satu dari enam organ
utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggung
jawab utama kepada Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB
(Pasal 24 Piagam).14 Tanggung jawab utama ini sangat penting dan
berpengaruh. Anggota PBB mengakui peran Dewan Keamanan ini dengan
kalimat berikut:
"Paramount importance of the Security Council being placed in
a position to act quickly and effectively... On the authority
and ability of the Security Council to act with all possible
dispactch and forcefulness may very well depend, at some
future date, the security, peace, and the very existence of
the freedom - and justice - loving of the world."15
13
Cf., United Nations, Security Council, New York, 1989, hlm. 1. Semula
Dewan memiliki 11 anggota. Sesuai dengan perubahan terhadap pasal 23
Piagam, keanggotaan Dewan menjadi 15 yang berlaku pada tanggal 31 Agustus
1965. Lima anggota tetap Dewan Keamanan adalah Cina, Perancis, Uni
Sovyet, Inggris dan Amerika Serikat. Sepuluh anggota lainnya (yang semula
hanya 6 anggota) dipilih oleh Majelis Umum untuk jangka waktu 2 tahun.
Setiap anggota memiliki satu suara.
14
Pasal 24 Piagam berbunyi:
"1. In order to ensure prompt and effective action by the United
Nations, its Members confer on the Security Council primary
responsibility for the maintenance of international peace and
security, and agrees that in carrying its duties under this
responsibility the Security Council acts on their behalf.
2. In discharging these duties the Security Council shall act in
accordance with the Purposes and Principles of the United Nations.
The specific powers granted to the Security Council for the
discharge of these duties are laid down in Chapters VI, VII, VIII
and XII.
3. The Security Council shall submit annual and, when necessary,
special reports to the General Assembly for its consieration."
15
Doc.943.III/5,11 UNCIO Docs.781 (1945) dalam Thimas M. Franck and Faiza
Patel, op.cit., hlm. 65.
konsekuensi bahwa sadar atau tidak sadar, apa pun keputusan yang
dikeluarkan Dewan sehubungan dengan fungsinya dalam menyelesaikan
sengketa, para pihak yang terkait berkewajiban untuk
melaksanakannya.
3. Pasal 25 Piagam ini pernah mengundang masalah penafsiran
tentang ruang lingkupnya sewaktu timbul sengketa antara West
Afrika (Afrika Barat) dan Namibia (Advisory Opinions and
Judgments). Dalam sengketa ini Afrika Selatan berpendapat bahwa
pasal tersebut hanya dikeluarkan berdasarkan Bab VII Piagam.
Afrika Selatan berdalih bahwa Dewan hanya dapat membebankan
kewajiban kepada negara anggotanya untuk menaati keputusan Dewan
terbatas pada tindakan-tindakan Dewan berdasarkan pasal 41 dan
pasal 42 Piagam PBB.
4. Mahkamah Internasional menolak argumentasi ini. Menurut
Mahkamah, pasal tersebut berlaku dalam rangka melaksankaan fungsi
dan kekuasaan Dewan. Mahkamah menyatakan:
“If Article 25 had reference solely to decisions of the
Security Council concerning enforcement action under Articles
41 and 42 of the Charter, that is to say, if it were only
such decisions which had binding effect, then Article 25
would be supefluous, since this effect is secured by articles
48 and 40 of the Charter.”16
16
ICJ Reports (1971), p. 16 at p. 53; sebagaimaan dikutip Eduardo Jimenéz
De Aréchaga, op.cit., hlm. 346
rekomendasi kepada Majelis Umum mengenai masuknya anggota baru
PBB. Dalam keadaan khusus tertentu, Dewan dapat memberi
rekomendasi untuk menangguhkan (suspension) dan mengeluarkan
(repulsion) anggota. Dewan juga memberikan rekomendasi kepada
Majelis Umum untuk memilih Sekretaris Jenderal PBB.17
7. Pasal 38 Piagam memberikan wewenang kepada Dewan dalam hal
menangani sengketa. Berdasarkan pasal ini, jika semua pihak yang
bersengketa menghendakinya, Dewan dapat membuat rekomendasi atau
anjuran kepada para pihak dengan tujuan untuk mencapai
penyelesaian sengketa secara damai.
8. Dalam melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa secara damai,
upaya-upaya Dewan memiliki beberapa ciri berikut:
(1) Dewan Keamanan memiliki wewenang untuk menentukan apakah suatu
sengketa akan dibahas dalam agenda Dewan;
(2) Penyerahan suatu sengketa kepada Dewan tidak bergantung kepada
kesepakan para pihak. Hal ini berbeda dengan badan arbitrase
atau Mahkamah Internasional yang mensyaratkan secara tegas
adanya persetujuan atau kata sepakat dari para pihak yang
bersengketa.
(3) Wewenang Dewan Keamanan berdasarkan pasal 34 tidak saja
menangani sengketa (dispute), tetapi juga setiap situasi
(situation) yang dapat menimbulkan friksi internasional. Dari
bunyi pasal tersebut tampak bahwa kewenangan Dewan sangat luas,
mencakup semua hal yang memiliki konsekuensi internasional.
(4) Apabila Bab VII dikaitkan dengan Bab VI Piagam, maka suatu
sengketa atau situasi yang dapat mengancam perdamaian,
melanggar perdamaian, atau tindakan agresi, maka Piagam
membolehkan dalam keadaan atau tahap tertentu, diberlakukannya
sanksi militer atau sanksi politik. Karena itu, menurut
Merrills, secara teoritis peran Dewan Keamanan dalam
17
UN, op.cit., hlm. 2
penyelesaian sengketa dilengkapi pula dengan wewenang penegakan
atau pemaksaan (power of enforcement) manakala dibutuhkan.18
9. Pasal 33 ayat 2 mengijinkan Dewan Keamanan untuk mengimbau
para pihak yang bersengketa untuk terlebih dahulu menyelesaikan
sengketa internasionalnya melalui cara-cara yang terdapat dalam
pasal 33 ayat 1 Piagam manakala sengketa tersebut dipandang dapat
membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.19
10. Cara-cara damai yang termuat dalam pasal 33 ayat 1 adalah
negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase,
penyelesaian atau cara-cara lainnya yang dipilih oleh para pihak.
11. Di samping pasal 33 ayat 1, pasal 52 ayat 2 Piagam secara
khusus mengatur penyelesaian sengketa melalui lembaga atau
organisasi regional. Menurut pasal ini, negara-negara anggota PBB
yang menyelenggarakan badan-badan regional harus berupaya mencapai
penyelesaian sengketanya di dalam lingkup organisasi regionalnya
(local dispute) secara damai melalui lembaga tersebut sebelum
menyerahkan sengketanya kepada Dewan Keamanan.
11a. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan di sini fungsi Dewan
Keamanan dalam penyelesaian sengketa internasional:
(1) fungsi berdasarkan Bab VI, yaitu mengadakan penyelidikan atas
sengketa dan menentukan apakah suatu situasi tampaknya akan
membahayakan perdamaian dan keamanan internasional;
(2) fungsi Dewan Kemaanan memberikan rekomendasi kepada para pihak
dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal
33 ayat (2) dan pasal 38). Rekomendasi terbagi dua:
18
Merrills, op.cit., hlm. 180. Hubungan antara Bab VI (Pacific Settlement
of Disputes) dan Pasal VII (Action with Respect to Threats to the Peace
and Breaches of Peace, Acts of Agreession) Piagam yang berada di bawah
ketentuan mengenai Dewan Keamanan ini terletak pada wewenang Dewan
Keamanan dalam memberikan keputusan bersifat rekomendasi. Sedangkan
berdasarkan Bab VII, wewenang Dewan Keamanan mencakup membuat keputusan-
keputusan yang mengikat para pihak (Shaw, op.cit., hlm. 1103).
19
Lihat pula dalam kaitannya dengan pasal 33 ayat 2 ini dengan pasal 36
tentang kewenangan Dewan Keamanan untuk mengusulkan prosedur penyelesaian
sengketa. (Infra).
(i) rekomendasi berisi syarat-syarat penyelesaian sengketa
tertentu (pasal 36);
(ii) rekomendasi kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya secara damai;
(iii) penyelesaian sengketa berdasarkan atau menurut ketentuan
yang berlaku di organissi regional (Bab VIII).20
12. Menurut Merrills, ada keterkaitan erat antara pasal 33 ayat 1
dan pasal 33 ayat 2 Piagam. Pasal 2 ayat 3 mensyaratkan para pihak
untuk menyelesaikan sengketa kepada cara-cara yang termuat di
dalam pasal tersebut manakala suatu sengketa yang jika berlanjut
akan membahayakan perdamaian dan keamanan internasional (‘the
continuation of which is likely to endanger the maintenance of
international peace and security’). Dari bunyi ketentuan terakhir
ini tersirat bahwa sengketa yang menjadi kepentingan dan perhatian
Dewan adalah sengketa yang sifatnya lebih serius.21
13. Contoh upaya-upaya Dewan dalam menyarakan para pihak untuk
menggunakan cara-cara yang terdapat dalam pasal 33 ayat 1 antara
lain adalah:
(1) Dewan Keamanan Menyarankan Penyelesaian Secara Negosiasi.
i. Sengketa Iran – Uni Sovyet (1946).
14. Pada bulan Januari 1946, Iran mengadukan kepada Dewan bahwa
kehadiran tentara Uni Sovyet di wilayahnya telah mengancam
perdamaian. Dalam sengketa in Dewan berhasil membujuk kedua pihak
untuk berunding dan meminta para pihak untuk melaporkan hasil
perundingan mereka kepada Dewan. Bulan Mei 1946, Iran melapor
Dewan Keamanan bahwa Uni Sovyet telah menarik pasukannya dari
Iran.
ii. Sengketa Yunani – Turki (1976).
15. Sengketa kedua negara menyangkut status laut Aegea. Dewan
dalam menanganinya mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No 395
20
Office of Legal Affairs, op.cit., hlm. 111-119.
21
Merrills, op.cit., hlm. 180.
(1976). Resolusi ini menyerukan kedua pihak untuk bernegosiasi
('to resume direct negotiations over their difference'). Dewan
menyerukan pula mereka untuk berusaha sebisa mungkin untuk
mencapai penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak ('to do everything within their power to ensure that
this result in mutually acceptable solutions.').22
22
J.G. Merrills, op.cit., hlm. 182; Office of Legal Affairs, op.cit.,
hlm. 114-119.
(3) Dewan Keamanan Mengusulkan Penyelesaian Melalui Jasa-jasa Baik
(i) Sengketa Republik Indonesia - Belanda (1947)
18. Pada tahun 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu badan yaitu
Committee of Good Offices yang terdiri dari Belgia, Australia dan
Amerika Serikat. Badan ini bertugas mengembalikan upaya negosiasi
mengenai kemerdekaan RI dan mengawasi pelaksanaan penghentian
pertikaian senjata antara kedua negara.23
19. Beberapa sengketa berikut adalah contoh-contoh upaya Dewan
Keamanan lainnya yang meminta Sekjen PBB untuk menggunakan jasa
baiknya guna mencapai penyelesaian sengketa secara damai: Sengketa
perbatasan antara Yaman dan the Federation of South Arabia (1966),
sengketa India - Pakistan (1971), sengketa di Siprus (1975),
penyanderaan warga AS di Iran (1979), sengketa kepulauan Falklands
(Malvinas) (1982).
20. Dalam sengketa perbatasan Iran-Irak (1974), Dewan Keamanan
mendukung usaha dan tawaran jasa baik Sekretaris Jenderal. Dewan
juga menganjurkan Irak-Iran untuk bekerjasama dengan Sekjen sampai
mencapai penyelesaian komprehensif, adil dan terhormat, serta
dapat diterima oleh kedua belah pihak sesuai dengan prinsip-
24
prinsip Piagam PBB.
23
J.G. Merrills, op.cit., hlm. 182.
24
United Nations, op.cit., hlm. 6.
25
Merrills, op.cit., hlm. 182.
Belanda. Dalam sengketa India - Pakistan mengenai Kashmir, Dewan
membentuk Komisi PBB yang terdiri dari 5 orang untuk menyelidiki
sengketa tersebut dan kemudian menunjuk seorang perwakilan PBB
(United Nations Representative) untuk membantu kedua belah pihak
untuk mencapai kesepakatan.
23. Ketika Lebanon mengadukan campur tangan United Arab Republic
dalam masalah dalam negerinya pada tahun 1958, Dewan mengirim
peninjau ke Lebanon dan melaporkan hasilnya kepada Dewan. Pada
tahun 1959 Dewan membentuk suatu sub-committee untuk menyelidiki
tuduhan oleh Laos mengenai intervensi pemerintah Vietnam Utara dan
bantuannya kepada kaum pemberontak di Laos.26 Pada tahun 1947 Dewan
membentuk the Commission of Investigation untuk mencari fakta dan
menyelidiki sengketa perbatasan Yunani - Turki (1947).27
24. Di samping upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, Dewan
Keamanan berperan pula dalam menghentikan suatu pertikaian. Dalam
menghadapi peperangan, biasanya Dewan Keamanan akan bersidang,
membuat keputusan dan menyerukan penghentian perang dengan segera.
Dewan telah mengeluarkan seruan-seruan seperti ini antara lain
dalam perang di Timur Tengah (1948, 1956, 1967, 1968, 1969, 1970.
1973, 1978, 1981, 1982, 1983), perang Pakistan - India (1948,
1971), perang di Siprus (1964, 1974), perang Inggris - Argentina
mengenai kepulauan Falkland (1982), perang Iran-Irak (1980, 1982,
1983, 1986, dan 1987), dll.
26
United Nations, op.cit., hlm. 8.
27
Merrills, op.cit., hlm. 185.
Inggris - Albania mengenai insiden Selat Corfu dan sengketa Laut
Aegea.28
26. Pada tahun 1947, Inggris menyerahkan sengketanya dengan
Albania kepada Dewan Keamanan. Sengketa ini berkaitan dengan
rusaknya kapal-kapal perang Inggris berikut terlukanya beberapa
awak kapal Inggris oleh ranjau-ranjau laut di terusan Corfu (the
Corfu Channel) di bulan Oktober 1946. Inggris mengklaim bahwa
Albania bertanggung jawab atas insiden tersebut. Albania menolak
keras tuduhan dan sebaliknya menuduh Inggris telah melanggar
perairan teritorialnya. Atas rekomendasi Dewan Keamanan, para
pihak membawa sengketanya kepada Mahkamah Internasional.29
28
Shaw, op.cit., hlm. 1104.
29
United Nations, op.cit., hlm. 5.
30
Merrills, op.cit., hlm. 197.
30. Pada tanggal 4 Maret 1964, Dewan Keamanan memutuskan untuk
membentuk the United Nations Force in Cyprus (UNFICYP) sebagai
jawaban atas permintaan pemerintah Siprus mengenai semakin
intensifnya sengketa di pulau tersebut. Tugas UNFICYP adalah
mencegah peperangan dan berupaya memelihara ketertiban dan hukum.
31. Badan lainnya yang dibentuk Dewan Keamanan misalnya adalah
the United Nations Emergency Force untuk sengketa di Timur Tengah
(1973), the United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF)
untuk sengketa antara Israel dan Syria (1974) dengan 1.300
personil tentara dari 4 negara; the United Nations Interim Force
in Lebanon (UNIFIL) pada tanggal 19 Maret 1978 terdiri dari 7,000
personal dari 10 negara, dll.31
32. Operasi pemeliharaan perdamaian PBB ini (the United Nations
Peace-Keeping Operations) telah terbukti berhasil dalam memelihara
perdamaian setelah berlangsungnya konfrontasi bersenjata antara
negara atau sengketa di dalam negara. keberhasilan keikutsertaan
PBB dalam suatu sengketa mendorong cukup banyak negara untuk
meminta PBB untuk mengirimkan pengamat dan pasukan pemeliharaan
perdamaian PBB dalam berbagai sengketa.32
31
United Nations, op.cit., hlm. 13-14.
32
United Nations, op.cit., hlm. 14.
Dewan dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu negara
dengan tujuan agar negara tersebut menghentikan perbuatannya (yang
diduga keras melanggar hukum internasional). Salah satu contoh
adalah invasi Irak atas Kuwait pada tahun 1990. Pada tanggal 2
Agustus 1990, Irak menginvasi dan menjadikan Kuwait sebagai
propinsinya yang ke 17.
Dewan Keamanan segera mengecam aksi tersebut sebagai suatu
tindakan pelanggaran perdamaian dan keamanan internasional. Dewan
Keamanan mensyaratkan Irak untuk menarik diri sesegera mungkin dan
tanpa syarat dari wilayah Kuwait. Irak tidak mau menaati
persyaratan tersebut. Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan lebih
dari 30 resolusi. Salah satunya adalah Dewan Keamanan menjatuhkan
sanksi berupa embargo perdagangan dan senjata atas Irak. Untuk itu
Dewan membentuk suatu komisi guna mengawasi pelaksanaan sanksi.
Resolusi lain yang Dewan terbitkan adalah Resolusi 678
tanggal 28 November 1990. Resolusi ini menyatakan bahwa Dewan
Keamanan dengan bertindak berdasarkan Bab VIII Piagam memberi
wewenang kepada negara-negara anggota PBB untuk menggunakan
berbagai cara yang perlu untuk menegakkan dan melaksanakan
Resolusi 660 (1990) dan semua resolusi turunannya serta
mengembalikan perdamaian dan keamanan di wilayah konflik. Resolusi
berbunyi:
“Member States co-operating with the Government of Kuwait,
unless Iraq on or before 15 January 1991 fully implements, as
set forth in paragraph 1 above, the foregoing resolutions, to
use all necessary means to uphold and implement resolution
660 (1990) and all subsequent relevant resolutions and to
restore international peace and security in the area.”33
33
Resolusi tersebut diikuti oleh tindakan Amerika Serikat yang mengelar
“Operation Desert Storm”. Operasi militer ini berhasil mengusir Irak dari
Kuwait. (Malanczuk, op.cit., hlm. 396).
36. Peran Dewan Keamanan PBB lebih luas daripada Majelis Umum.
Seperti telah disebut di atas, berdasarkan Pasal VI Piagam, Dewan
Keamanan memiliki beberapa kekuasaan dan tanggung jawab dalam
menyelesaikan sengketa internasional:
(1) jika semua upaya penyelesaian gagal dan apabila ternyata
sengketa yang bersangkutan tampaknya akan membahayakan
perdamaian dan keamanan internasional, maka para pihak yang
bersengketa wajib menyerahkan sengketa tersebut kepada Dewan
Keamanan;
(2) Setiap anggota atau bahkan bukan anggota PBB, dengan
kesepakatan negaranya, dapat menyerahkan sengketanya kepada
Dewan Keamanan untuk menentukan apakah sesuatu sengketa akan
membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.
(3) manakala Dewan Keamanan menerima dari para pihak sesuatu
sengketa untuk diselesaikannya, maka Dewan Keamanan dapat
mengusulkan suatu prosedur atau metoda penyelesaian sengketanya
berikut persyaratan-persyaratan perdamaian. Dalam praktek,
prosedur seperti ini seringkali ditempuh.