Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu Hari : Rabu

MK. Hukum Kesehatan Tanggal : 08 September 2021

HUKUM KESEHATAN PIDANA, PERDATA DAN ADMINISTRATIF

(TUGAS PERTEMUAN KE- 4)

Disusun Oleh :

Azizah Rosasabila Hutaya Alyeris P031913411047

Dosen Pembimbing :

Dra. Lily Restusari, M.Farm, Apt

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

PRODI D-III GIZI TK. IIIB

T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hukum
Kesehatan Pidana, Perdata dan Administratif ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Hukum Kesehatan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hukum Kesehatan Pidana, Perdata
dan Administratif bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Lily Restusari, M.Farm, Apt,
selaku dosen pada mata kuliah Hukum Kesehatan yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 05 September 2021

Azizah Rosasabila Hutaya Alyeris

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1. Latar Belakang............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................1

1.3. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1. Contoh Hukum Rumah Sakit di Bidang Gizi.......................................3

2.2. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan.................................5

2.3. Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit dalam Pelayanan Kesehatan 7

2.4. Ruang Lingkup Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit.....................8

BAB III..................................................................................................................10

PENUTUP.............................................................................................................10

3.1. Kesimpulan............................................................................................10

3.2. Saran.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur sangat penting bagi kemajuan suatu
negara. Setiap negara berupaya memberikan perhatian utama pada pelayanan
kesehatan, mulai dari penyediaan tenaga kesehatan yang profesional hingga
fasilitas kesehatan yang modern. Negara juga membuat dan memberlakukan
peraturan-peraturan di bidang kesehatan (hukum kesehatan) sebagai pedoman
yuridis dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat. Hukum kesehatan
pada pokoknya mengatur tentang hak, kewajiban, fungsi, dan tanggung jawab
para pihak terkait (stakeholders) dalam bidang kesehatan. Hukum kesehatan
memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemberi dan penerima
jasa layanan kesehatan.

Hukum kesehatan sangat penting dipahami dan dipedomani oleh


dokter/rumah sakit dalam pemberian layanan kesehatan kepada pasien. Dengan
begitu, pihak dokter/rumah sakit dapat mengantisipasi potensi munculnya masalah
hukum di kemudian hari. Namun faktanya masih banyak kalangan dokter/rumah
sakit yang belum familiar dengan seluk-beluk hukum kesehatan ini. Minimnya
akses untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan mengenai hukum kesehatan
merupakan salah satu penyebab kurang dipahaminya dan dipedomaninya hukum
kesehatan oleh dokter/rumah sakit. Oleh karena itulah Jimly School of Law and
Government (JSLG) mengambil inisiatif menyelenggarakan Workshop Hukum
Kesehatan dan Pelayanan Rumah Sakit ini sebagai ikhtiar untuk ikut berkontribusi
dalam pembangunan kesehatan bangsa Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

1. Sebutkan contoh dari Hukum Rumah Sakit (Hospital Law) (pidana,


perdata dan administratif) di bidang gizi!

2. Jelaskan hubungan Hukum dalam pelayanan kesehatan!

1
3. Jelaskan tanggungjawab hukum rumah sakit dalam pelayanan kesehatan!

4. Jelaskan ruang lingkup tanggung jawab hukum rumah sakit!

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui contoh dari hukum rumah sakit (pidana, perdata dan
administratif).

2. Untuk mengetahui hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan.

3. Untuk mengetahui tanggungjawab hukum dalam pelayanan kesehatan.

4. Untuk mengetahui ruang lingkup tanggungjawab hukum rumah sakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Contoh Hukum Rumah Sakit di Bidang Gizi

a) Pidana
Pendayagunaan hukum pidana dalam hukum administrasi dibidang
kesehatan akan mencakup aspek-aspek: penentuan perbuatan apa yang
seharusnya dijadikan tindak pidana dan masalah penentuan sanksi apa
yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Dari
dua aspek tersebut, bila dijabarkan maka terdapat tiga pokok
permasalahan yaitu:
a. Perumusan tindak pidana (criminal act);
b. Perumusan pertanggungjawaban pidana (criminal
responsibility);
c. Perumusan sanksi (sanction) baik yang berupa pidana maupun
tindakan tata tertib.

Hukum pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan


subjek dalam konteks hidup bermasyarakat dalam suatu Negara. Dalam
hukum pidana selalu terkait antara seseorang yang melanggar hukum
dengan penguasa ( dalam hal ini pemerintah ) yang mempunyai
kewenangan menjatuhkan hukuman. Dalam hukum pidana atau
peraturan mengenai hukuman, kedudukan penguasa/pemerintah lebih
tinggi dibandingkan dengan masyarakat sebagai subjek hukum.

Perbuatan seseorang dikatakan sebagai tindak pidana apabila


perbuatan tersebut telah tercantum dalam undang-undang. Dengan kata
lain untuk mengetahui sifat perbuatan tersebut dilarang atau tidak, harus
dilihat dari rumusan undang-undang. Asas yang menentukan bahwa
tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan dikenal dengan
asas legalitas.

3
Contoh: Melalaikan kewajiban berdasarkan pasal 1367 ayat (3)
KUH perdata bahwa, “seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasan orang
tua atau wali.” Maksud ketentuan ini dalam konteks
pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit adalah bahwa pelayanan
kesehatan rumah sakit dalam pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bertindak untuk dan atas namanya, oleh karena itu
tanggung jawab hukum Rumah Sakit diantaranya adalah terhadap
perbuatan subjek hukum lain yang menjadi bawahannya atau dibawah
tanggung jawabnya.

b) Perdata
Hukum perdata mengatur subjek dan antarsubjek, anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain dalam hubungan interrelasi.
Hubungan interrlasi ini antara kedua belah pihak sama atau sederajat
atau mempunyai kedudukan sederajat atau mempunyai kedudukan
sederajat. Misalnya, hubungan antara penjual dan pembeli, hubungan
antara penyewa dan yang menyewakan. Di samping itu hubungan
antara keluarga, kesepakatan kesepakatan dalam keluarga, termasuk
perkawinan dan warisan juga dapat digolongkan dalam hukum perdata.

Contoh:
 Contractual liability yaitu gugatan yang muncul karena terjadinya
waprestasi (ingkar janji), Pasal 1243 KUH Perdata.
 Liability in tort yaitu gugatan muncul karena perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad), Pasal 1365 KUH Perdata.
Contoh: memberikan tata diet yang salah kepada pasien, sehingga
memperburuk kondisi pasien (khususnya pada pasien yang
memiliki riwayat penyakit infeksi atau penyakit tidak melunar
lainnya).
c) Administratif

4
Hukum administrasi mengatur mengatur subjek dan subyek lainnya
yaitu pemerintah. Dengan kata lain antara anggota masyarakat dengan
pemerintah dalam hubungan interrelasi. Hubungan interrelasi ini berupa
yang satu meminta permohonan/ijin dan yang lainnya memberikan ijin
atas kewenangannya.

Hukum administrasi sebagai hukum yang bersifat operasional,


artinya hukum yang membuat dan dipergunakan oleh para pejabat dan
instansi dalam melakukan tugas, kewajiban dan fungsi masing –
masing, baik secara individu maupun instansional.

Contoh: Merencanakan, mengembangkan, membina, mengawasi,


dan menilaikan penyelenggaraan makanan dengan yang tersedia
berdasarkan prinsip gizi dalam usaha menunjang pelayanan Rumah
Sakit terhadap pasien.

Seorang ahli gizi diberikan izin atas kewenangannya oleh Rumah


Sakit berupa tugas atau perannya yaitu; memberikan pelayanan
konsultasi gizi, edukasi gizi dan tata cara diet. Menentukan status gizi,
faktor yang berpengaruh terhadap gangguan gizi dan status gizi.

2.2. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan

Dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan, Rumah Sakit selalu objek


hukum melakukan beberapa prestasi terhadap subjek hukum (pasien), dengan
melibatkan subjek hukum lain diawah tanggung jawabnya (SDM di Rumah Sakit)
oleh karena itu hubungan hukum yang terjadi di Rumah Sakit umumnya sangat
kompleks begitu juga ruang lingkupnya. Hal itu disebabkan hubungan hukum
yang terjadi dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, terkait beberapa subjek
hukum dalam kedudukan hukum masing – masing, dengan berbagai bentuk
perbuatan hukum.

Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat


terjalin antara Rumah Sakit dengan pasien, Rumah Sakit dengan tenaga kesehatan
dibawah tanggung jawabnya dan Rumah Sakit dengan pihak ketiga yang ada
hubungannya dengan pasien. Pada dasarnya hak dan kewajiban pasien, dokter dan

5
rumah sakit, haruslah dilaksanakan secara seimbang. Dalam arti bahwa hak dan
kewajiban tersebut berlaku secara timbal balik, dimana hak salah satu pihak
menjadi kewajiban pihak yang lain, demikian sebaliknya. Apabila salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajibannya maka ia tidak dapat menuntut hak yang
menjadi imbangan kewajiban timbal baliknya tersebut kepada pihak yang lain.

Hubungan hukum antara tenaga kesehatan dengan pasien ini berawal dari
pola hubungan vertikal paternalistik seperti antara bapak dengan anak yang
bertolak dari prinsip “father knows best” yang melahirkan hubungan yang bersifat
paternalistik. Hubungan hukum timbul bila pasien menghubungi dokter karena ia
merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan kesehatannya. Keadaan
psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini
dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya dan memberikan bantuan
pertolongan. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih tinggi oleh pasien dan
peranannya lebih penting daripada pasien.

Hubungan hukum antara pasien dengan tenaga medis dalam memberikan


pelayanan kesehatan yaitu bersumber pada kepercayaan pasien terhadap tenaga
medis (dokter, ahli gizi atau perawat) sehingga pasien bersedia memberikan
persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien
untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini dilakukan
setelah ia mendapat informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untuk menolong dirinya, termasuk memperoleh informasi mengenai
segala risiko yang mungkin terjadi. Adapun di Indonesia informed consent dalam
pelayanan kesehatan, telah memperoleh pembenaran secara yuridis melalui
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008. Hubungan tersebut lahir dan memenuhi syarat
sahnya transaksi terapeutik didasarkan Pasal 1320 KUH Perdata Yaitu, syarat
subyektif dan syarat obyektif.

Melibatkan ketentuan Hukum Kesehatan dalam pelayanan kesehatan,


sangat diperlukan dan sampai sekarang pembentukan berbagai peraturan tentang
Kesehatan kalau tidak mau dikatakan stagnan, terbentuk dengan sangat lambat.
Melibatkan Hukum kesehatan dalam pelayanan kesehatan adalah untuk

6
mendapatkan kepastian dna perlindungan hukum bagi para pihak. Departemen
kesehatan, terlalu sibuk dalam penyelenggaraan pemeliharaan/pelayanan
kesehatan, tidak terlalu mementingkan terbentuknya Peraturan Pelaksanaan UU
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

2.3. Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit dalam Pelayanan Kesehatan

Pertanggungjawaban hukum rumah sakit dalam praktik layanan kesehatan


dan praktik kedokteran di rumah sakit sebaiknya diaplikasikan tidak menyimpang
dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan. Hal ini disebabkan, pertanggungjawaban hukum rumah
sakit dalam menyelesaikan sengketa layanan medis di Indonesia membutuhkan
kemanfaatan sesuai asas.

Rumah sakit harus menjamin bahwa sarana prasarana yang ada berfungsi
dengan baik dan kontinu. Secara garis besar sarana yang ada di rumah sakit dapat
dibagi menjadi sarana non medis dan sarana medis. Sarana non medis misalnya
penyediaan kamar-kamar lengkap dengan tempat tidur, kasur, penerangan, air,
listrik, serta fasilitas lainnya. Sifat dan fungsi sarana non medis sangat penting
karena tidak berfungsinya sarana non medis mengakibatkan terhambatnya fungsi
pelayanan di rumah sakit. Sarana medis meliputi semua perlengkapan dan
peralatan medis yang diperlukan di rumah sakit. Mengingat rumah sakit adalah
suatu institusi yang padat sarana dan peralatan serta merupakan konsentrasi
peralatan kedokteran mulai dari yang sederhana hingga yang berteknologi tinggi.
Macam dan jumlah penyediaannya tergantung pada tipe rumah sakit, kecuali
untuk peralatan dasar minimum yang harus tersedia di setiap rumah sakit seperti
peralatan dan perlengkapan di ruang unit gawat darurat. 

Tanggung jawab rumah sakit di Indonesia diatur dalam Pasal 46 UU


Rumah Sakit yang menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. Ada dua makna yang terkandung di dalam

7
pengaturan ini. Pertama, rumah sakit hanya bertanggung jawab terhadap
kesalahan yang bersifat kelalaian dan bukan kesalahan yang bersifat kesengajaan.
Hal ini dikarenakan, kesalahan yang bersifat kesengajaan merupakan perbuatan
yang digolongkan sebagai kriminal karena terdapat mens rea (sikap batin pelaku
ketika melakukan tindak pidana) dan actus reus (perbuatan yang melanggar
undang-undang pidana).

Kedua, kelalaian tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan pada saat atau
dalam rangka melaksanakan tugas yang diberikan oleh rumah sakit.
Pertanggungjawaban yang terpusat kepada rumah sakit juga dipertegas di dalam
Pasal 32 (q) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang
menyatakan bahwa setiap pasien mempunyai hak, salah satunya adalah
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.

2.4. Ruang Lingkup Tanggungjawab Hukum Rumah Sakit

Sebagai bagian dari hukum kesehatan maka hakekat hukum Rumah Sakit
adalah penerapan hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara,
maka ruang lingkup tanggung jawab Rumah Sakit juga meliputi Tanggung jawab
perdata, tanggung jawab pidana dan tanggung jawab administrasi negara.

a) Tanggung jawab perdata


Dalam ruang lingkup hukum perdata perbuatan Rumah Sakit, hal-hal atau
perbuatan yang dapat menimbulkan tanggung jawab keperdataan antara
lain:
1. Wanprestasi yang diatur pada pasal 1239 KUH perdata
2. Perbuatan melanggar hukum pada pasal 1365 KUH perdata,
bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menerbitkan kerugian itu. Mengganti kerugian tersebut
3. Kelalaian yang menimbulkan kerugian berdasarkan pasal 1366
KUH perdata bahwa,”setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk

8
kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau kekurang
hatihatinya.”
4. Melalaikan kewajiban berdasarkan pasal 1367 ayat (3) KUH
perdata bahwa, “seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasan
orang tua atau wali.” Maksud ketentuan ini dalam konteks
pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit adalah bahwa
pelayanan kesehatan rumah sakit dalam pelaksanaannya dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang bertindak untuk dan atas namanya,
oleh karena itu tanggung jawab hukum Rumah Sakit diantaranya
adalah terhadap perbuatan subjek hukum lain yang menjadi
bawahannya atau dibawah tanggung jawabnya.
b) Tanggung jawab pidana
Hal penting yang perlu diketahui bahwa sifat pemidanaan adalah personal.
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan Rumah Sakit maka untuk
timbulnya tanggung jawab pidana dalam pelayanan kesehatan oleh
Rumah Sakit pertama-tama harus dibuktikan adanya kesalahan
propesional yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Berdasarkan pengertian ini
maka pertanggung jawaban pidana yang dimaksud dibebankan pada
tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan saat melaksanakan tugas
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
c) Tanggang jawab administrasi
Dalam ruang lingkup administrasi negara, hubungan hukum yang terjalin
adalah anatara pemerintah selaku subjek hukum pemegang kekuasaan
dengan rumah sakit selalu subjek hukum yang menjalankan perintah dari
pemerintah.

Tanggung jawab Rumah Sakit dalam ruang lingkup administrasi dapat


dinilai mulai dari persyaratan pendiriaan sampai dengan kegiatan

9
penyelenggaraannya untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

 Melibatkan hukum kesehatan dalam pelayanan kesehatan adalah untuk


mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak.
 Rumah sakit (RS) berkewajiban melindungi dan memberi bantuan hukum
bagi semua petugas RS dalam melaksanakan tugas (Pasal 29 ayat huruf s
UU No. 44/2009)
 Rumah sakit (RS) bertanggungjawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di RS (Pasal 46 UU No. 44/20)
 Rumah sakit harus menjamin bahwa sarana prasarana yang ada berfungsi
dengan baik dan kontinu. Secara garis besar sarana yang ada di rumah
sakit dapat dibagi menjadi sarana non medis dan sarana medis.
 Hukum administrasi sebagai hukum yang bersifat operasional, artinya
hukum yang membuat dan dipergunakan oleh para pejabat dan instansi
dalam melakukan tugas, kewajiban dan fungsi masing – masing , baik
secara individu maupun instansional.

3.2. Saran

Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber yang bisa
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah diatas.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Wahyu, (tanpa tahun). Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Di Indonesia.


Diakses secara online pada 06 September 2021 di
https://law.ui.ac.id/v3/tanggung-jawab-hukum-rumah-sakit-di-indonesia-
oleh-wahyu-andrianto-s-h-m-h/

https://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/08/1.Aspek-Pidana-
Perdata-dan-Administrasi-Dalam-Sektor-Kesehatan.pdf

Hufron, 2020. Tanggung jawab hukum Rumah Sakit dalam Pelayanan Kesehatan.
Diakses secara online di https://www.advocates.id/tanggungjawab-hukum-
rumah-sakit-dalam-pelayanan-kesehatan/

S. Budi, 2011. Laporan akhir tim penyusunan kompendium hukum kesehatan.


Pusat penelitian dan pengembangan sistem hukum nasional badan
pembinaan hukum nasional kementrian hukum dan HAM RI.

S. Wila Chandrawila, 2003. Hukum Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan.


Semarang: Universitas Katolik Soegijapranoto.

Supriyatin. Ukilah, 2018. Hubungan Hukum Antara Pasien Dengan Tenaga


Medis (Dokter) Dalam Pelayanan Kesehatan. 6(2): 184 – 194.

11

Anda mungkin juga menyukai