Anda di halaman 1dari 15

HIGEIA 4 (Special 1) (2020)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Tinjauan Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Laboratorium Kesehatan

Nadila Mutiah 1

1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Dari data OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menyatakan bahwa terjadi hampir
Diterima 18 Mei 2020 10.000 kecelakaan di laboratorium selama tahun 2005. Laboratorium kesehatan merupakan suatu
Disetujui 1 September institusi yang mempunyai risiko berasal dari fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial. Untuk
2020 meminimalisir risiko akibat kerja maka diperlukan penerapan K3 di dalam laboratorium.
Dipublikasikan 18 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapan aspek K3 di Balai Laboratorium Kesehatan dan
September 2020 Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.Penelitian ini dilaksanakan di Balai
________________ Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada kurun waktu
Keywords: bulan Juni-Juli 2020. Jenis penelitian ini penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Health Laboratory, K3 Informan dalam penelitian ini terdiri dari: Kepala Laboratorium, Ketua Tim K3, Penanggung
Aspects, Occupational Risks Jawab Laboratorium dan staff Laboratorium. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi,
lembar wawancara dan lembar dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan dari 72 indikator
____________________
DOI: pemenuhan aspek K3, indikator yang telah diterapkan adalah sebesar 62% (45 poin indikator),
17% (12 poin indikator) terpenuhi sebagian dan 21% (15 poin indikator) tidak terpenuhi. Simpulan
https://doi.org/10.15294
dalam penelitian ini adalah penerapan aspek K3 di Balai Laboratorium Kesehatan dan Pengujian
/higeia.v4iSpecial%201/
40333 Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masuk dalam kriteria penilaian penerapan baik.
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
From the OSHA (Occupational Safety and Health Administration) data, it stated that there were nearly
10,000 accidents in the laboratory during 2005. A health laboratory was an institution that had physical,
chemical, biological, ergonomic, and psychosocial risks. To minimize work-related risks, it was necessary to
apply K3 in the laboratory. This study aimed to determine the application of K3 aspects at the Central Java
Province Health Laboratory and Medical Device Testing Center. This research was conducted at the Central
Java Provincial Health Laboratory and Medical Device Testing Center in the period June-July 2020. This type
of research was descriptive quantitative and qualitative research. The informants in this study consisted of the
Head of the Laboratory, the Head of the K3 Team, the Person in Charge for the Laboratory, and Laboratory
staff. The instruments used were observation sheets, interview sheets, and documentation sheets. The results
showed that out of 72 indicators of compliance with K3 aspects, the indicators that have been applied were 62%
(45 indicator points), 17% (12 indicator points) were partially fulfilled and 21% (15 indicator points) were not
met. The conclusion in this study was that the application of K3 aspects in the Central Java Province Health
Laboratory and Medical Device Testing Center was included in the criteria for good application assessment.

© 2020 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: nadilamutiah6@gmail.com

366
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

PENDAHULUAN makhluk hidup. Kondisi perburuhan yang buruk


dan angka kecelakaan yang tinggi mendorong
Dari data OSHA (Occupational Safety and berbagai kalangan untuk berupaya
Health Administration) menyatakan bahwa terjadi meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja
hampir 10.000 kecelakaan (accident) di (Fitriani, 2017). Perlindungan tenaga kerja
laboratorium selama tahun 2005, melukai 2 dari meliputi aspek yang cukup luas, yaitu
100 ilmuwan (Coghlan, 2008). Berdasarkan data perlindungan keselamatan, peliharaan moral
dari WHO (World Health Organization ) diketahui kerja serta perlakuan yang sesuai dengan
bahwa dari 35 juta tenaga kesehatan, 3 juta martabat manusia dan moral agama. Tenaga
terpajan pathogen darah (2 juta terpajan virus kerja harus memperoleh perlindungan dari
HBV, 0,9 juta terpajan HBC dan 170.000 berbagai soal di sekitarnya dan pada dirinya
terpajan virus HIV/AIDS). Petugas yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya
laboratorium sebagai salah satu tenaga serta pelaksanaan pekerjaannya (Syakbania,
kesehatan yang bekerja dengan bahaya potensial 2017).
yang cukup tinggi maka petugas laboratorium Laboratorium kesehatan merupakan
mempunyai kemungkinan untuk mengalami suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan
risiko bahaya tersebut (Harlan, 2017). dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan
Menurut Pulungsih (2005)selama tahun laboratorium kesehatan mempunyai risiko
2000 petugas laboratorium di Laboratorium berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan
Kesehatan RSUPN Cipto Mangunkusumo psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan
tercatat 1 petugas laboratorium mengalami kelengkapan laboratorium menentukan
kecelakaan kerja yang berisiko terpajan HIV, kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring
sementara di Laboratorium RSPI Prof. Dr. dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Sulianti Saroso pada tahun 2001 terjadi 1 kali Teknologi (IPTEK), khususnya kemajuan
kecelakaan kerja terpajan HIV pada petugas teknologi laboratorium, maka risiko yang
laboratorium. Kecelakaan kerja lainnya yang dihadapi petugas laboratorium semakin
pernah terjadi di Laboratorium Kesehatan yaitu meningkat (Saranaung, 2013)
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Faktor penyebab kecelakaan karena
oleh Saranaung (2013) di Laboratorium RS adanya keterbatasan fasilitas keselamatan kerja
Prof. dr. V.L Ratumbuysang Manado dan juga karena kelemahan faktor-faktor prinsip
didapatkan hasil wawancara dengan pegawai yang perlu diterapkan di laboratorium. Faktor
laboratorium terdapat 1 orang yang pernah lainnya yang menjadi penyebab kecelakaan
mengalami kecelakaan karena tertusuk jarum kerja misalnya mungkin saja peralatan tidak
suntik. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh dirancang dengan baik untuk dilengkapi dengan
Salawati (2010) bahwa dari 23 orang pekerja alat pengaman secukupnya. Suhu ruangan
yang bekerja di Laboratorium Klinik RSUZA buruk sehingga para pekerja jadi mudah letih
Banda Aceh, pekerja yang mengalami dan tidak mampu lagi untuk berkonsentrasi
kecelakaan kerja sebanyak 16 orang atau 69,6%. terhadap tugas-tugas yang ditanganinya.
Keselamatan dan Kerja (K3) perlu Demikian pula para pekerja itu sendiri dapat
diterapkan sebagai upaya mencegah timbulnya menjadi faktor penyebab bila mereka tidak
kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat mendapat latihan yang memadai atau mereka
kerja dengan cara mengenali hal yang belum berpengalaman dalam tugasnya (Muhani,
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan 2018).
penyakit akibat kerja (praktek) serta tindakan Balai Laboratorium Kesehatan
antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan merupakan salah satu institusi pelayanan
penyakit akibat kerja (Fitriah, 2017). laboratorium kesehatan yang berkewajiban
Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan memberikan pelayanan yang baik dan bermutu
setiap manusia dan menjadi naluri dari setiap kepada masyarakat sehingga sangat diperlukan

367
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

sebagai fasilitas pelayanan dan gedung yang antara sampah infeksius dan non-infeksius.
mewadahi untuk pelayanan kesehatan yang Namun pelaksanaan aspek K3 belum
layak dan berkualitas. Balai Laboratorium sepenuhnya berjalan secara optimal seperti
Kesehatan memberikan fasilitas pelayanan kurangnya perhatian terhadaap petugas yang
laboratorium berupa laboratorium patologi tidak memakai APD, hal ini terjadi pada
klinik, mikrobiologi, dan kimia kesehatan serta petugas bagian pencucian tabung reaksi di
terdapat pemeriksaan pasien untuk general Laboratorium Kimia Kesehatan, Mikriobiologi
medical check up, rekam jantung dan Patologi Klinik didapatkan bahwa dari 3
(elektrokardiogram) dan foto rontgen (radiologi). jenis APD (sarung tangan latex, masker, dan
Berdasarkan hal tersebut maka Balai apron anti air) yang telah disediakan, petugas
Laboratorium Kesehatan perlu memperhatikan bagian pencucian tidak menggunakan APD
secara khusus Keselamatan dan Kesehatan yang telah disediakan saat sedang mencuci
Kerja (K3) pada Laboratorium karena tabung reaksi. Selain itu, Balai Laboratorium
mempunyai risiko terjadinya kecelakaan kerja Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan
yang tinggi (Hidayah, 2010). Provinsi Jawa Tengah tidak melakukan
Berdasarkan catatan pelaporan data pemeriksaan kesehatan seperti pemeriksaan fisik
kecelakaan kerja pada tahun 2018 di Balai lengkap, pemeriksaan laboratorium dan
Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat pemeriksaan khusus lainnya secara berkala tiap
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal tahun sekali, hal ini menyebabkan kesehatan
21 Mei 2018 terjadi 1 kecelakaan kerja pada karyawan dalam kondisi yang tidak terkontrol
petugas cleaning service di Laboratorium Kimia dan dapat mempengaruhi produktivitas
Kesehatan dengan kategori ringan yaitu tangan kerjanya. Berdasarkan latar belakang tersebut,
petugas tergores pecahan tabung saat petugas dapat diketahui bahwa pelaksanaan masih ada
sedang mencuci tabung reaksi, pada tanggal 12 indikator aspek K3 yang belum terlaksana di
Juli 2018 juga terjadi 1 kecelakaan kerja pada Balai Laboratorium Kesehatan dan Pengujian
pekerja administrasi tata usaha di ruang Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. tujuan
administrasi dengan kategori sedang yaitu penelitian ini mengetahui besar presentase
tangan terpotong cutter saat melakukan terapan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
pemotongan kabel. Hasil wawancara dengan 2 berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
petugas bagian pencucian pada laboratorium Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 di
Mikrobiologi didapatkan bahwa saat melakukan Balai Laboratorium Kesehatan dan Pengujian
pencucian tabung reaksi pernah mengalami Alat Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini
kecelakaan kerja yaitu petugas tergores pecahan menjadi penting untuk diteliti mengingat aspek
tabung reaksi dengan frekuensi sebanyak 2-3 K3 merupakan hal yang mutlak yang harus
kali dalam sebulan. dimiliki oleh setiap pengguna serta pengelola
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan laboratorium sebagai bentuk tanggung jawab
pada tanggal 27 November 2019 bahwa Balai terhadap tugas pekerjaan yang telah diemban
Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat guna menjamin keamanan dan kenyamanan
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah telah para pengguna dan pengelola laboratorium
menerapkan beberapa aspek K3 di laboratorium (Saputro, 2016).
berupa melakukan identifikasi potensi bahaya di Keaslian dalam penelitian ini yaitu
sekitar lingkungan laboratorium dengan penilaian penerapan aspek K3 dan indikator
menggunakan HIRARC (Hazard Identification aspek K3 yang berasal dari Peraturan Menteri
Risk Assesment and Control), terdapat SOP Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52
(Standard Operating Procedures) laboratorium, Tahun 2018. Selain itu, perbedaan penelitian ini
aturan penggunaan dan penyimpanan bahan dengan penelitian sebelumnya yaitu tempat
kimia (MSDS) dan tersedianya tempat penelitian yang dilakukan di Balai
pembuangan sampah yang telah dibedakan Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat

368
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan instrumen data primer yang diperoleh melalui wawancara
yang digunakan merupakan penilaian aspek K3 dan observasi.
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Instrumen yang digunakan yaitu
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018. pedoman wawancara, lembar observasi dan
Rujukan dari penelitian ini adalah dari lembar studi dokumentasi. Teknik pengumpulan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh data yang digunakan yaitu wawancara,
Dinda Nur Syakbania tahun 2017 dengan judul wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di adalah wawancara mendalam, observasi dengan
Laboratorium Kimia, Ethik Susiawati tahun menggunakan teknik observasi partisipasi yang
2016 dengan judul Evaluasi Penerapan Prinsip bersifat pasif dan studi dokumentasi yang berisi
K3 pada Pelaksanaan Kegiatan Praktikum indikator yang akan diteliti dibandingkan atau
Mikroteknik di Laboratorium Biologi Fakultas dibuktikan dengan studi dokumen yang ada di
Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga dan perusahaan.
Akbar Kurniawan tahun 2017 dengan judul Pemeriksaan keabsahan data pada
Analisis Implementasi K3 Instalasi Radiologi penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.
Rumah Sakit X Kota Semarang. Teknik triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi sumber dan
METODE triangulasi teknik. Setelah data yang diperoleh
di lapangan maka dilakukan teknik analisa data.
Jenis dan rancangan dalam penelitian ini Teknik analisa data yang digunakan adalah
menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan analisis univariat. Penyajian data dalam
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian penelitian ini adalah mengetahui tingkat
ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan kesesuaian poin-poin dengan standar yang ada.
dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa Skala untuk tingkat kesesuaian terdiri dari
Tengah pada Juni-Juli 2020. Penentuan sesuai, tidak sesuai dan tidak ada. Jawaban ada
informan dalam penelitian ini yaitu dengan dan tidak ada dari responden dikalikan 100%
teknik purposive sampling. Informan utama dalam dan dibagikan total poin, yaitu 72 poin.
penelitian ini berjumlah 9 orang dan informan Sehingga akan didapatkan persentase tingkat
triangulasi berjumlah 1 orang. kesesuaian pada setiap indikatornya. Rumus
Sumber informasi pada penelitian ini statistik tersebut adalah sebagai berikut :
diperoleh melalui pengambilan data primer dan
data sekunder. Sumber data primer yaitu
informan di mana informan dibagi menjadi 2
yaitu informan utama dan informan triangulasi,
yang termasuk dalam informan utama adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
informan yang memiliki pengalaman dan
mengerti dalam penerapan K3 di Laboratorium Parameter pengenalan potensi bahaya
yaitu Ketua Tim K3, Penanggung Jawab tiap dan pengendalian risiko pada penelitian ini
Laboratorium dan staf tiap Laboratorium. terdapat 3 poin indikator telah terpenuhi (100%)
Sedangkan untuk informan triangulasi adalah dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Kepala Laboratorium. Data sekunder pada Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018
penelitian ini diperoleh dari data selain tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan
informan yang terpilih, yaitu berupa pencatatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
dan pelaporan mengenai data tentang gambaran Kesesuaian indikator pengenalan potensi
umum laboratorium, laporan laboratorium, bahaya dan pengendalian risiko di Balai
laporan kecelakaan kerja, dan studi Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat
dokumentasi yang dimiliki oleh laboratorium. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dibuktikan
Studi dokmentasi digunakan untuk mendukung dengan tersedianya dokumen identifikasi

369
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

potensi bahaya dan pengendalian risiko dengan dalam kondisi bersih dan steril serta tidak
menggunakan metode atau tools HIRARC pernah memakai jarum secara berulang,
(Hazard Identification Risk Assesment and Control) pengelolaan jarum dan alat tajam habis pakai
yang di dalamnya terdapat identifikasi potensi dengan membuangnya ke dalam container box
bahaya yang dapat terjadi dalam aktivitas rutin safety yang berwarna kuning yang diletakkan di
di setiap ruang atau unit pada laboratorium tempat yang mudah di jangkau pada saat
untuk selanjutnya dilakukan penilaian risiko pembuangan jarum suntik dan benda tajam.
dari bahaya tersebut. Identifikasi potensi bahaya Limbah dikelola oleh pihak ketiga karena
dilakukan 1 tahun sekali dengan penilaian risiko laboratorium tidak memiliki incinerator untuk
terhadap potensi bahaya dari potensi bahaya mengelola limbah infeksius. Penatalaksanaan
yang rendah sampai dengan potensi yang tinggi. peralatan yang dilakukan yaitu laboratorium
Hasil dari identifikasi potensi bahaya dan sudah memiliki dokumen Standar Operasional
penilaian risiko dilaporkan dan dilakukan Prosedur (SOP) pemeliharaan dan penggunaan
evaluasi oleh Ketua Tim K3 dan Kepala alat medis di laboratorium dan terdapat petugas
Laboratorium setiap 1 tahun sekali sebagai atau staf masing-masing sub unit laboratorium
dasar dalam membuat program pengendalian. yang bertanggung jawab untuk melakukan
Penelitian oleh Amanah (2011) tentang perawatan rutin dan melaporkan jika terdapat
identifikasi bahaya dan penilaian risiko di alat yang rusak. Pengelolaan limbah dilakukan
laboratorium, berdasarkan hasil identifikasi dengan aman. Kantong pembuangan/tempat
bahaya yang dilakukan ditiga ruang limbah disesuaikan dengan jenis limbah.
laboratorium (ruang praktikum, ruang komputer Kantong kuning untuk limbah infeksius dan
laboran, dan ruang penyimpanan alat dan kantong hitam untuk non infeksius atau
bahan), diketahui terdapat beberapa potensi domestik. Limbah infeksius atau limbah medis
bahaya yang dapat terjadi diantaranya seperti menggunakan dikelola oleh pihak ketiga yaitu
kebakaran, tersengat aliran listrik, peledakan, oleh PT. Arah Environmental Indonesia
kebakaran, tumpahan/kebocoran, luka gores, sedangkan untuk pengelolaan limbah domestik
luka lebam dan emisi gas beracun/korosif, non infeksius dibuang ke TPS umum
iritasi kulit dan mata. laboratorium. Proses pengelolaan limbah
Parameter penerapan kewaspadaan dilakukan oleh petugas laboratorium untuk
standar memiliki 5 poin indikator. Penerapan pemilahannya dan cleaning service untuk
kewaspadaan standar ini terdapat 4 poin pengangkatannya. Sanitasi ruangan dilakukan
indikator telah terpenuhi (80%) dan 1 poin sehari 3 kali, ruangan laboratorium dibersihkan
indikator terpenuhi sebagian (20%) sesuai setiap pagi, siang dan sore oleh petugas cleaning
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik service. Indikator yang terpenuhi sebagian yaitu
Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Poin indikator masih terdapat beberapa pekerja tidak
yang terpenuhi diantaranya Balai Laboratorium menggunakan APD lengkap seperti tidak
Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan menggunakan pelindung mata (goggle) dan
Provinsi Jawa Tengah telah menyediakan pelindung kaki (sepatu boots). Hal ini
sarana dan prasarana kebersihan tangan yang disebabkan karena penyediaan APD tidak
lengkap. Sarana dan prasarana kebersihan tersebar rata di setiap sub unit laboratorium,
tangan tersebut terdiri dari: wastafel yang ketersediaan APD yang terbatas seperti hanya
dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan tersedia 8 buah kacamata goggle dan 3 pasang
air bersih mengalir, antiseptik berbasis alkohol sepatu boots yang terdapat di laboratorium
dan tisu untuk mengeringkan tangan. Dalam patologi. Oleh karena itu, pada petugas
upaya penerapan kewaspadaan standar lainnya, laboratoium kimia kesehatan, mikrobiologi,
petugas laboratorium menggunakan jarum EKG, dan radiologi saat melakukan

370
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

pemeriksaan hanya menggunakan jas standar dan fasilitas kerja yang ergonomis
laboratorium, handscoon dan masker. Hasil seperti kursi dan meja yang memenuhi
penelitian oleh Afrilyani (2019) terdapat kebutuhan petugas laboratorium agar petugas
beberapa faktor yang mempengaruhi petugas dapat bekerja dengan nyaman dibuktikan
dalam menggunakan APD diantaranya dengan hasil pengukuran terhadap meja dan
pengetahuan petugas mengenai APD, kursi yang digunakan sesuai dengan standar,
ketersediaan fasilitas APD yang diberikan harus lantai laboratorium terbebas dari bahan licin,
memenuhi standar persyaratan perlengkapan cekungan, miring dan berlubang, sekitar area
keselamatan dan keamanan laboratorium APD laboratorium penyusunan dan penerapan lemari
dengan baik dan menyelenggarakan pelatihan peralatan kerja tidak mengganggu aktivitas lalu
khusus untuk penggunaan APD dan lalang pekerja karena penempatan lemari
pengawasan. Penelitian oleh Kamil (2010) merapat ke dinding, semua instalasi listrik yang
tentang penerapan prinsip kewaspadaan standar terbuka dan memberikan rambu bahaya listrik
di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, hasil pada generator sehingga dapat mencegah
penelitian menunjukan bahwa penerapan terjadinya electrical syok, tidak terdapat petugas
prinsip kewaspadaan standar di RSUDZA yang berlari di ruang laboratorium,
Banda Aceh berada pada kurang 94,7% meliputi laboratorium menyediakan lift barang, area
subvariabel prinsip cuci tangan pada kategori sekitar tangga tidak terdapat barang yang
kurang 94,7%, prinsip penggunaan sarung menghalangi lalu lalang aktivitas pekerja, jika
tangan pada kategori kurang 94,7%, prinsip terdapat tumpahan maka petugas cleaning service
penggunaan masket pada kategori baik 92,1%, segera membersihkannya, dan apabila terdapat
prinsip penggunaan baju pelindung pada potongan benda dan pecahan kaca maka
kategori baik 76,3%, prinsip penanganan linen petugas cleaning service segera membuangnya ke
pada kategori baik 89,5%, prinsip penanganan container, tidak terdapat ubin yang rusak,
peralatan perawatan pasien pada kategori baik laboratorium menggunakan sumber listrik dari
60,5%, prinsip kebersihan lingkungan pada generator dan PLN dan menutup semua instlasi
kategori baik 89,5% dan pada prinsip listrik yang terbuka. Indikator yang terpenuhi
penanganan instrumen tajam pada kategori baik sebagian yaitu laboratorium sudah terbebas dari
86,8%. Hasil ini tidak sepenuhnya menjadi benda-benda tajam seperti pecahan tabung
tanggung jawab petugas kesehatan, karena dari reaksi, jarum suntik dan peralatan tajam lainnya
beberapa pengamatan juga dijumpai bahwa akan tetapi masih terdapat sudut-sudut siku
adanya keterbatasan persedian fasilitas meja kerja yang tajam dan tidak dilindungi
pendukung di RSUDZA Banda Aceh dalam sehingga dapat melukai petugas laboratorium.
penerapan kewaspadaan standar. Indikator yang tidak terpenuhi yaitu
Parameter prinsip ergonomi memiliki 18 laboratorium belum melakukan penanganan
poin indikator. Penerapan prinsip ergonomi ini untuk pekerja yang melakukan gerakan berulang
terdapat 11 poin indikator telah terpenuhi pada petugas laboratium kimia kesehatan saat
(61%), 1 poin indikator terpenuhi sebagian (6%), melakukan kegiatan titrasi, laboratorium
6 poin indikator tidak terpenuhi (33%) memiliki durasi kerja yaitu 41 jam/minggu,
berdasarkan dengan Peraturan Menteri dengan ketentuan waktu kerja pada hari senin
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 s.d kamis dimulai dari pukul 07.00-15.30 WIB
Tahun 2018 tentang Standar Keselamatan dan dan hari jumat dimulai dari pukul 07.00-14.00
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan WIB. Sehingga durasi kerja petugas
Kesehatan. Indikator yang terpenuhi yaitu Balai laboratorium pada hari senin s.d kamis
Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat sebanyak 8,5 jam dan pada hari jumat sebanyak
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah telah 7 jam hal ini tidak sesuai dengan standar waktu
menyediakan alat bantu material handling kerja berdasarkan dengan Peraturan Menteri
diantaranya troli dan lift barang, mendukung Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52

371
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

Tahun 2018 yaitu 40 jam/minggu, berdasarkan Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
hasil wawancara dengan ketua Tim K3 ruang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator
udara disetiap laboratorium hanya memiliki tersebut dalam penerapannya tidak terpenuhi
ruang udara ± 9 m 3, penyusunan material atau karena Balai Laboratorium Kesehatan dan
peralatan laboratorium belum tepat karena Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa
masih terdapat peralatan yang berat berada di Tengah belum pernah melakukan pemeriksaan
lemari bagian atas, tidak terdapat rambu-rambu kesehatan petugas laboratorium secara berkala,
atau garis jalan yang berfungsi untuk laboratorium hanya melakukan pemeriksaan
mengarahkan petugas agar berjalan di sebelah kesehatan apabila terdapat petugas laboratorium
kiri. Penelitian Yuwono (2015) tentang analisa yang memiliki keluhan terkait kesehatannya.
faktor ergonomi terhadap kepuasan pasien Hal ini disebabkan karena keterbatasan biaya.
didapatkan hasil dari hasil perhitungan Customer Biaya yang dikeluarkan untuk bidang kesehatan
Satisfaction Index (CSI) didapat nilainya adalah kerja relatif mahal sehingga tidak dapat
sebesar 59,8%, yang mengindikasi tingkat dilakukan pemeriksaan kesehatan seluruh
kepuasan konsumen terpenuhi terhadap fasilitas petugas laboratorium tiap tahunnya. Kesehatan
dan pelayanan klinik adalah cukup puas. Hasil petugas laboratorium dalam kondisi yang tidak
diperoleh dari nilai karakteristik nilai kepuasan terkontrol dan dapat mempengaruhi
pada skala CSI. Adapun hasil pemetaan atribut produktivitas kerjanya. Penelitian oleh Salihah
Kano, ada beberapa kategori atribut yang (2011), tentang Analisis Ketaatan Karyawan
menjadi acuan untuk dilakukan perbaikan dan dalam Pemeriksaan Kesehatan Berkala di
peningkatan lagi supaya kepuasan pasien atas Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kota
kinerja atribut bisa meningkat dan lebih baik. Yogyakarta menyatakan bahwa faktor yang
Kategori yang harus di tingkatkan dilihat dari menghambat program pemeriksaan kesehatan
hasil atribut yang termasuk dalam kategori one berkala yaitu diantaranya: 1) kurangnya
dimensional. Atribut yang termasuk pada sosialisasi dari pihak rumah sakit kepada para
kategori ini yaitu: keluhan dan saran ditanggapi karyawannya sehingga karyawannya tidak tahu
dengan baik, kondisi suhu ruangan nyaman, sama sekali terhadap program pemeriksaan
kondisi ruangan tenang, pegawai layanan siap kesehatan berkala; 2) perilaku karyawan
dan sigap melayani pasien, memberikan jasa terhadap program pemeriksaan kesehatan
layanan dan fasilitas klinik dengan baik, berkala masih kurang sehingga kepedulian
pegawai bagian pelayanan mempunyai mereka terhadap program tersebut jadi kurang,
pengetahuan dan mampu memberikan perilaku yang kurang baik bisa disebabkan
informasi, dan pencahayaan nyaman dan kurangnya pengetahuan tentang manfaat dari
terang. Ada beberapa atribut yang termasuk program pemeriksaan kesehatan berkala; 3)
dalam faktor ergonomi yang cukup puas untuk tidak terdapat sanksi yang berfungsi sebagai
dirasakan oleh pasien, diantaranya: kondisi fungsi jera yang juga dapat bermanfaat atas
suhu ruangan nyaman, kondisi ruangan tenang, lancar atau tidaknya sebuah program, karyawan
kondisi pencahayaan nyaman dan terang. Oleh yang tidak mengikuti program kesehatan
karena itu faktor ergonomi yang menjadi dasar berkala tidak diberikan sanksi apapun baik
keamanan dan kenyaman memiliki pengaruh berupa peringatan atau penundaan gaji atau
untuk tingkat kepuasan yang dirasakan oleh kepangkatan sehingga mengakibatkan karyawa
pasien atas fasilitas yang ada. kurang memperhatikan program tersebut.
Parameter pemeriksaan kesehatan Parameter pemberian imunisasi memiliki
berkala memiliki 1 poin indikator. Penerapan 1 poin indikator. Penerapan pemberian
pemeriksaan kesehatan berkala ini terdapat 1 imunisasi ini terdapat 1 poin indikator tidak
poin indikator (100%) dan tidak sesuai dengan terpenuhi (100%) dan tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang

372
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Prosedur (SOP) yang ada di labortaorium
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator diantaranya SOP pemeriksaan dan penggunaan
tersebut dalam penerapannya tidak terpenuhi alat laboratorium, SOP penanganan B3, dll,
karena Balai Laboratorium Kesehatan dan laboratorium sudah menerapkan peraturan
Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa kawasan tanpa rokok dibuktikan dengan adanya
Tengah belum pernah memberikan imunisasi tanda larangan merokok di setiap lantai
kepada petugas laboratorium. Hal ini laboratorium, petugas laboratorium selalu
disebabkan karena keterbatasan biaya sehingga mengonsumsi makanan dan minuman yang
petugas laboratorium belum pernah bergizi dibuktikan dengan petugas laboratorium
mendapatkan imunisasi. Petugas laboratorium selalu membawa makanan dan minuman dari
selalu berhubungan dengan berbagai bahaya rumah, laboratorium memiliki kegiatan aktivitas
potensial bila tidak diantisipasi dengan baik dan fisik atau olahraga teratur untuk seluruh petugas
benar yang dapat menimbulkan dampak negatif berupa program senam pagi yang dilakukan
terhadap keselamatan dan kesehatannya, yang setiap 1 minggu sekali di hari jumat, petugas
pada akhirnya berdampak pula terhadap laboratorium akan melepas handscoon dan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Balai mencuci tangan kemudian melepas jas
Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat laboratorium ke dalam container sebelum
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Penelitian meninggalkan ruang laboratorium, laboratorium
lain oleh Hayward (2017) tentang vaksinasi menggunakan toilet atau WC duduk untuk
influenza pada petugas kesehatan menunjukan buang air kecil dan buang air besar, limbah
hasil bahwa vaksinasi influenza pada petugas benda tajam atau infeksius seperti kaca pecah,
kesehatan dapat mengurangi transmisi influenza jarum dan benda tajam lainnya dimasukan ke
dari staff ke pasien yang rentan. Vaksin dalam safety box atau container berwarna kuning,
influenza dapat mencegah influenza pada orang laboratirum juga menerapkan aturan dilarang
dewasa muda yang sehat. Strategi untuk mengonsumsi NAPZA dan tidak boleh meludah
mendorong vaksinasi influenza pada petugas di sekitar laboratorium. Indikator yang
kesehatan didasarkan pada gagasan sederhana terpenuhi sebagian yaitu dari hasil wawancara
bahwa hal ini dapat mengurangi risiko staff dengan 5 koordinator sub laboratorium, 1 dari 5
memperoleh dan mentransmisikan influenza informan (20%) mengatakan bahwa APD belum
kepada pasien yang rentan dengan demikian digunakan secara tepat sehingga petugas
mengurangi morbiditas dan mortalitas yang laboratorium belum mempergunakan semua
terkait. peralatan keselamatan dan alat pelindung diri
Parameter pembudayaan hidup bersih secara tepat terbukti saat peneliti melakukan
dan sehat memiliki 12 poin indikator. observasi pada proses pencucian tabung reaksi
Penerapan pembudayaan hidup bersih dan sehat petugas laboratorium tidak menggunakan
ini terdapat 10 poin indikator telah terpenuhi handscoon, sepatu boots¸dan jas laboratorium.
(84%), 1 poin indikator terpenuhi sebagian (8%) Hal ini disebabkan karena kurangnya
dan 1 poin indikator tidak terpenuhi (8%) pengawasan terhadap penggunaan APD
berdasarkan dengan Peraturan Menteri sehingga beberapa pekerja tidak mentaati
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 pemakain APD. Indikator yang tidak terpenuhi
Tahun 2018 tentang Standar Keselamatan dan yaitu laboratorium tidak memiliki program
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan pemberantasan jentik nyamuk dan belum
Kesehatan. Indikator yang terpenuhi pernah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
diantaranya Balai Laboratorium Kesehatan dan terbukti tidak ada kartu pemeriksaan atau
Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa pemantauan jentik nyamuk di laboratorium.
Tengah telah menerapkan peraturan dan Penelitian oleh Restiyani (2017) menunjukan
prosedur operasi kerja, hal ini dibuktingan hasil bahwa faktor-faktor yang berhubungan
dengan adanya dokumen Standar Operasional dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada

373
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

pekerja yaitu masa kerja, sarana dan prasarana, kelengkapan sarana untuk kepentingan umum
dukungan atasan, dan dukungan petugas seperti ruang untuk ibadah yang terdapat
kesehatan. Sedangkan variabel yang tidak perlengkapan ibadah seperti sajadah, mukena,
berhubungan yaitu usia, pendidikan terakhir, dan sarung, toilet yang baik dan higienis dan
pengetahuan, sikap, sumber informasi, tempat parkir untuk petugas dan pengunjung
peraturan, dan dukungan rekan kerja. Upaya yang tertata dengan baik, kualitas bangunan
yang dilakukan untuk meingkatkan penerapan seperti langit-langit atau plafon dengan tinggi 3
PHBS di tempat kerja antara lain meningkatkan m terbuat dari bahan yang kuat karena dari cor
promosi kesehatan kepada seluruh pekerja beton sehingga aman dan tidak mudah roboh,
dalam hal penyuluhan atau training kesehatan dinding laboratorium berwarna terang dan tidak
dari petugas kesehatan di tempat kerja yang mudah luntur, lantai laboratorium terbuat dari
rutin dan merata, peningkatan fasilitas seperti keramik dan kuat terbukti tidak adanya keramik
area khusus merokok juga perlu diperhatikan yang retak atau pecah, jendela dapat membuka
letak dan keadaannya, perlu adanya masukan lebar dan mengarah keluar, ketersediaan toilet
pada pihak catering untuk memvariasikan lauk laboratorium sudah cukup dan higienis karena
pauk dan menyediakan buah-buahan serta closet terbuat dari bahan kualitas baik, utuh dan
menyediakan reward bagi pekerja sebagai bentuk tidak cacat serta mudah dibersihkan. Air untuk
penghargaan dan dukungan yang diberikan dari keperluan closet keluar dengan lancar dan
atasan untuk menambah motivasi pekerja dalam jumlahnya cukup. Indikator yang terpenuhi
melaksanakan peraturan yang ada terkait sebagian sebesar diantaranya yaitu persyaratan
perilaku hidup bersih dan sehat. sarana evakuasi keadaan darurat yang terpenuhi
Parameter pengelolaan sarana dan diantaranya: jarak tempuh penempatan APAR
prasarana dari aspek keselamatan dan kesehatan 15 m, APAR mudah terlihat dan terdapat
kerja memiliki 10 poin indikator. Penerapan instruksi pengoperasiannya, APAR diletakan
pengelolaan sarana dan prasarana dari aspek didekat koridor pintu keluar, APAR berada di
keselamatan dan kesehatan kerja ini terdapat 6 ketinggian 131 cm, Tangga darurat terbuat dari
poin indikator telah terpenuhi (60%) dan 4 poin keramik sehingga tahan api , APAR dilakukan
indikator terpenuhi sebagian (40%) berdasarkan pemantauan secara berkala setiap 1 bulan sekali,
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik lebar pintu darurat 165 cm, dan tahan api
Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang terbuat dar kaca dan stainless. Persyaratan
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di persyaratan sarana evakuasi keadaan darurat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator yang yang tidak terpenuhi diantaranya : APAR tidak
terpenuhi yaitu diantaranya gedung dipasang di dalam lemari kaca yang disertai
laboratorium memiliki struktur yang kuat dan palu, pegangan tangga darurat terbuat dari kayu
kokoh sehingga mampu menanggulangi bahaya sehingga tidak tahan api, lebar tangga darurat
seperti kebakaran, petir dan gempa bumi laboratorium 1,7 m dan tidak menyempit ke
terbukti dengan tersedianya alat penangkal petir, arah bawah, tinggi pegangan tangan tangga
alat proteksi kebakaran dan tidak terdapat darurat <1,10 m yaitu 0,8 m, memiliki lebar
tembok yang rusak karena terbuat dari tembok injakan anak tangga >28 cm yaitu 30 cm, tinggi
permanen. ventilasi laboratorium menggunakan anak tangga >15-17 cm yaitu 18 cm, pintu
ventilasi mekanik yaitu AC (air conditioner) darurat tidak dilengkapi petunjuk “keluar” atau
karena setiap ruangan di laboratorium “exit”, dan tidak memiliki detektor panas api
menggunakan ruangan tertutup, kualitas bahan dan nyala api (heat detector), laboratorium
bangunan gedung laboratorium aman bagi melakukan pemantauan pada instalasi listrik,
kesehatan seperti semen, batako, kaca, genteng alat proteksi kebakaran dan sistem grounding
tanah liat dan cat yang mudah dibersihkan akan tetapi belum pernah melakukan
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pemantauan dan pengukuran pada sistem
untuk kesehatan, laboratorium memeriksa pencahayaan, Ketersediaan Air bersih di

374
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

laboratorium berasal dari PAM dan sumur serta dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa
air bersih selalu tersedia 24 jam, air selalu Tengah memiliki dokumen hasil uji fungsi dan
dilakukan pemeriksaan fisik, kimia, dan biologi uji coba peralatan medis dan hasil uji kalibrasi
setiap 3 bulan sekali, laboratorium memiliki peralatan medis yang dilakukan oleh Balai
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) akan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah karena
tetapi IPAL belum memenuhi persyaratan yang memiliki laboratorium pengujian alat kesehatan,
berlaku karena laboratorium belum memiliki terdapat dokumen perawatan harian dan
izin IPAL, berdasarkan hasil pengukuran bulanan peralatan medis yang diperiksa secara
pencahayaan umum yang dilakukan didapatkan teratur oleh petugas dan selalu dicatat ketika
hasil pengukuran pencahayaan pada beberapa terjadi gangguan maupun masalah, kemudian
ruangan yang memenuhi standar pencahayaan apabila terjadi masalah dilaporkan ke bagian
yaitu 1) ruang pendaftaran 116-971 lux. 2) ruang sarana dan prasarana, setelah itu menunggu
rapat 181-437 lux. 3) ruang tunggu 171-525 lux. disposisi dari pimpinan terkait tindak lanjut
4) tangga 108-256 lux. Sementara yang tidak perawatan peralatan medis serta penyimpanan
memenuhi standar pencahayaan yaitu 1) ruang peralatan medis dan penggunaannya atau
kepala laboratorium 059-189 lux. 2) kamar pengoperasian alat medis sesuai dengan standar
mandi 146-189 lux. 3) gudang 058-084 lux. 4) prosedur operasional seperti petugas
ruang perawatan medis 129-189 lux. Penelitian laboratorium selalu membersihkan alat dan
oleh Yuliarti (2017) tentang manajemen sarana mengeringkannya sebelum disimpan, alat yang
dan prasarana di laboratorium kimia sudah bersih dan kering dipilah sesuai dengan
dipengaruhi oleh 1) pengelola sarana jenis alatnya, dan menyimpan bahan kimia yang
laboratorium kimia yang memiliki kompetensi jauh dari sumber panas dan tidak terkena
pengetahuan dan keterampilan yang memadai langsung oleh sinar matahari. Indikator yang
untuk melaksanakan tugas dan tanggung terpenuhi sebagian yaitu meskipun Balai
jawabnya dalam manajemen sarana prasarana Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat
laboratorium kimia, 2) kepala laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah memiliki
sebagai penanggung jawab utama dalam dokumen daftar inventaris yang terdiri atas
manajemen sarana laboratorium kimia mampu nomor, nama alat, merk, type, jumlah alat,
menyediakan waktu yang memadai, 3) ukuran (CC), bahan, tahun pembelian, nomor
keuangan yang memadai untuk pengadaan (pabrik, rangka, mesin, polisi, BPKB), asal usul,
sarana dan prasarana, dan 4) budaya dan harga, keterangan, ruangan, dan PJ alat pada
kesadaran yang tinggi untuk memelihara seluruh peralatan medis yang ada di
segenap barang atas sarana yang dimiliki laboratorium, akan tetapi daftar inventaris
laboratorium kimia. seluruh peralatan medis tidak dilengkapi dengan
Parameter pengelolaan peralatan medis identifikasi risiko peralatan medis tersebut.
dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja Menurut Faruq (2017) manajemen peralatan
memiliki 6 poin indikator. Penerapan medis yang baik dapat meningkatkan
pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan juga mengurangi kerugian
keselamatan dan kesehatan kerja ini terdapat 4 yang ditimbulkan karena salah pengelolaan.
poin indikator telah terpenuhi (66%), 1 poin Manajemen peralatan medis jika diterapkan
indikator terpenuhi sebagian (17%) dan 1 poin dengan benar dapat mengurangi biaya
indikator tidak terpenuhi (17%) berdasarkan pemeliharaan sekitar 20-30%, mengurangi
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik investasi melalui perencanaan 10-20%,
Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang mengurangi waktu pengembangan untuk
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di spesifikasi akuisisi (2-4 minggu), pengenalan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator yang teknologi tepat 10-90%, pelatihan pengguna,
terpenuhi yaitu Balai Laboratorium Kesehatan mengurangi pemeliharaan 10%. Salah satu

375
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

upaya meningkatkan sistem pemeliharaan agar stainless, laboratorium pernah melakukan uji
berjalan dengan optimal yaitu perlu melakukan coba (simulasi) kesiapsiagaan petugas untuk
pelatihan, meningkatkan alokasi dana menangani keadaan darurat yaitu simulasi
pemeliharaan, perlu melengkapi fasilitas penanganan tumpahan Bahan Beracun
pemeliharaan korektif kerja yang memadai, Berbahaya (B3) dan sosialisasi penggunaan
melaksanakan pemeliharaan preventif dan perlu APAR. Sedangkan pengendalian yang belum
melengkapi dokumen pemeliharaan (Roza, dilakukan laboratorium yaitu antara lain:
2016) laboratorium belum menyusun petunjuk teknis
Parameter kesiapsiagaan menghadapi tanggap darurat, tidak terdapat rambu-rambu
kondisi darurat memiliki 3 poin indikator. atau tanda “EXIT” untuk pintu darurat serta
Penerapan pengelolaan peralatan medis dari tidak terdapat peta evakuasi. Menurut Muafiroh
aspek keselamatan dan kesehatan kerja ini (2017) untuk bekerja aman di laboratorium
terdapat 1 poin indikator telah terpenuhi (33%), diperlukan sistem tanggap darurat
2 poin indikator terpenuhi sebagian (67%) kesiapsiagaan. Secara sederhana sistem tanggap
berdasarkan dengan Peraturan Menteri bencana (disaster management) meliputi empat
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 tahapan, yaitu: mitigation (pengurangan-
Tahun 2018 tentang Standar Keselamatan dan pencegahan), preparedness (perencanaan-
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan persiapan), response (penyelamatan-pertolongan
Kesehatan. Indikator yang terpenuhi yaitu dan recovery (pemulihan-pengawasan). Hasil
sebesar (33%) terbukti dengan terdapat identifikasi potensi bahaya yang ada di
dokumen identifikasi potensi bahaya dan laboratorium kimia yaitu antara lain kebakaran,
pengendalian risiko di Balai Laboratorium keracunan, kerusakan alat, ketumpahan cairan
Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan kimia, dan bahaya konsleting listrik. Parameter
Provinsi Jawa Tengah sehingga petugas pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan
laboratorium mengetahui potensi bahaya seperti limbah bahaya berbahaya beracun memiliki 8
kebakaran yang berasal dari aktivitas poin indikator.
laboratorium. Indikator yang terpenuhi sebagian Penerapan pengelolaan pengelolaan
yaitu meskipun Balai Laboratorium Kesehatan bahan berbahaya dan beracun dan limbah
dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa bahaya berbahaya beracun ini terdapat 4 poin
Tengah telah melakukan penilaian terhadap indikator telah terpenuhi (50%), 1 poin indikator
bencana yang paling mungkin terjadi akan terpenuhi sebagian (12,5%), dan 3 poin
tetapi belum terdapat denah potensi berisiko indikator tidak terpenuhi (37,5%) berdasarkan
tinggi terutama tekait bahaya kebakaran Peraturan Menteri Kesehatan Republik
sehingga petugas laboratorium belum Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang
mengetahui lokasi dan area potensi bahaya Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
seperti kebakaran secara spesifik. Dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator yang
melakukan pencegahan kondisi darurat terpenuhi yaitu Balai Laboratorium Kesehatan
laboratorium, pengendalian kondisi darurat dan Pengujian Alat Kesehatan Provinsi Jawa
yang telah dilakukan laboratorium yaitu: Tengah memiliki lembar data keselamatan atau
terdapat tim tanggap darurat atau bencana, tim Material Safety Data Sheet B3 yang digunakan
tanggap darurat ini sama dengan tim K3 sesuai dengan karakteristik dan sifat bahan
laboratorium, terdapat standar operasional limbah B3, memiliki sistem kedaruratan
tanggap darurat atau bencana seperti tumpahan/bocoran bahan dan limbah B3
penanganan gempa, penanganan kebakaran dengan menyediakan kotak P3K, spill kit,
gedung dan penanganan tersengat listrik, prosedur penanganan tumpahan B3 dan petugas
terdapat sarana dan prosedur keadaan darurat laboratorium pernah mengikuti pelatihan terkait
antara lain jalur evakuasi, titik kumpul dan sistem tanggap darurat pengelolaan limbah B3,
APAR, pintu darurat terbuat dari kaca dan laboratorium memiliki SOP pengelolaan bahan

376
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

dan limbah B3, pengelolaan limbah B3 atau lantai licin. Penelitian oleh Maulana (2017)
limbah infeksius seperti jarum suntik, pecahan menunjukan bahwa di lokasi penelitian tempat
tabung reaksi dan alat tajam lainnya dilakukan sampah medis diberi lapisan plastik sampah
oleh laboratorium bekerja sama dengan pihak medis serta limbah B3 (dalam hal ini limbah
ketiga serta laboratorium sudah memiliki medis dan B3 sementara masih di gabung)
dokumen terkait kesepakatan jaminan kerja warna kuning dengan logo dan tulisan infeksius
untuk pengelola dan laboratorium. Limbah B3 atau limbah infeksi. Limbah padat infeksius,
dari laboratorium setiap hari diangkut dari patologi, sitotoksik, farmasi dan kimia dibuang
ruang-ruang tiap sub unit laboratorium pada tempat sampah yang berwarna kuning
kemudian diletakkan di TPS B3 milik atau bertuliskan tempah sampah medis atau
laboratorim, selanjutnya setiap 3 hari sekali limbah infeksius, kantong plastik diangkat setiap
apabila countainer limbah sudah penuh maka hari atau bila sudah penuh terisi limbah.
dilakukan penimbangan kemudian limbah Kantong plastik kuning tersebut diikat
tersebut diolah oleh pihak ketiga. Setiap tempat kemudian dimasukkan kedalam wadah
sampah pun telah diberi label khusus untuk sementara pengangkut secara tertutup. Limbah
membedakan antara limbah infeksius dan jarum suntik dimasukkan kedalam box warna
limbah non-infeksius. Limbah infeksius atau B3 kuning, yang proses pergantiannya atau jika
diletakkan di dalam plastik berwarna kuning, sudah penuh langsung pada saat PPL
sedangkan limbah limbah domestik diletakkan mengambil limbah jarum suntik, sekaligus
di dalam plastik berwarna hitam. Indikator yang mengganti dengan safety box yang baru. Rumah
terpenuhi sebagian yaitu tersedia sarana sakit tersebut juga melakukan kerjasama dengan
keselamatan bahan dan limbah B3 yaitu spill kit pihak ketiga untuk pengolahannya.
untuk menangani tumpahan. Akan tetapi, Parameter pengelolaan limbah domestik
laboratorium tidak memiliki rambu dan simbol memiliki 5 poin indikator. Penerapan
B3. Indikator yang tidak terpenuhi yaitu tidak pengelolaan limbah domestik ini terdapat 2 poin
memiliki laporan daftar identifikasi dan indikator telah terpenuhi (40%), 1 poin indikator
invetarisasi bahan dan limbah B3, laboratorium terpenuhi sebagian (20%), dan 2 poin indikator
belum melakukan penyimpanan, pewadahan, tidak terpenuhi (40%) berdasarkan dengan
dan perawatan B3 sesuai dengan karakteristik, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
sifat dan jumlahnya. pada laboratorium kimia Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 tentang
hanya menyimpan B3 yang digunakan di dalam Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
rak atau lemari serta penggunaan alat pelindung Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Indikator yang
diri di laboratorium tidak lengkap ketika terpenuhi terbukti dengan Balai Laboratorium
menangani limbah dan belum sesuai dengan Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan
karakteristik dan sifat bahan dan limbah B3, Provinsi Jawa Tengah menyediakan tempat
seperti tidak menyediakan safety goggles, sepatu sampah untuk limbah domestik atau limbah non
safety, dan sarung tangan polivynil chloride kepada infeksius dilapisi oleh kantong plastik hitam dan
petugas. Penelitian oleh Salesman (2018) laboratorium telah menerapkan peraturan
tentang penilaian bahan berbahaya beracun mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja
pada laboratorium radiologi RSUD Bangil sehingga setelah mengelola sampah atau
Kabupaten Pasuruan menunjukan hasil bahwa membuang sampah petugas kebersihan selalu
berdasarkan identifikasi bahaya pada tahap melepas handscoonnya dan mencuci tangan
pengelolaan limbah B3 cair laboratorium menggunakan sabun.Indikator yang terpenuhi
radiologi di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan, sebagian diantaranya laboratorium hanya
ditemukan potensi bahaya diantaranya terkena menyediakan masker dan sarung tangan latex
cairan fixer dan developer pekat yang atau bahan karet untuk petugas kebersihan,
mengandung logam berat perak nitrat dan perak tetapi tidak menyediakan sarung tangan yang
bromida, cairan tumpah dan terpeleset akibat berasal dari kulit dan sepatu boots untuk petugas

377
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Penerapan Aspek K3


Penerapan
Terpenuhi Tidak
No Parameter Indikator Terpenuhi
Sebagian Terpenuhi
f % f % f %
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1. Pengenalan Potensi Bahaya dan 3 3 100% - - - -
Pengendalian Risiko
2. Penerapan Kewaspadaan Standar 5 4 80% 1 20% - -
3. Penerapan Prinsip Ergonomi 18 11 61% 1 6% 6 33%
4. Pemeriksaan Kesehatan Berkala 1 - - - - 1 100%
5. Pemberian Imunisasi 1 - - - - 1 100%
6. Pembudayaan Hidup Bersih dan 12 10 84% 1 8% 1 8%
Sehat
7. Pengelolaan Sarana dan 10 6 60% 4 40% - -
Prasarana dari Aspek
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
8. Pengelolaan Peralatan Medis 6 4 66% 1 17% 1 17%
dari Aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
9. Kesiapsiagaan Menghadapi 3 1 33% 2 67% - -
Kondisi Darurat atau Bencana
10. Pengelolaan Bahan Berbahaya 8 4 50% 1 12,5% 3 37,5%
dan Beracun dan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
11. Pengelolaan Limbah Domestik 5 2 40% 1 20% 2 40%
TOTAL 72 45 62% 12 17% 15 21%

kebersihan. Berdasarkan hasil wawancara melakukan penanganan sendiri sehingga tidak


dengan 5 informan penanggung jawab sub unit pernah dilakukan invesitigasi kemungkinan
laboratorium didapatkan bahwa ketersediaan terjadinya infeksi dan tidak diberikan tindakan
sepatu boots terbatas hanya berjumlah 3 pasang pencegahan seperti pemberian vaksin hal ini
sepatu boots yang terdapat di laboratorium terbukti dengan tidak terdapat dokumen laporan
patologi sehingga petugas kebersihan tidak insiden kecelakaan. penelitian oleh Pujiati
menggunakan sepatu boots. Hal ini dikarenakan (2016) yang menyatakan bahwa petugas kurang
keterbatasan biaya sehingga laboratorium hanya memahami bahaya yang ditimbulkan oleh
menyediakan sarung tangan latex dan masker limbah padat yang ditanganinya, ditunjukkan
untuk petugas kebersihan. Indikator yang tidak dengan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri
terpenuhi hanya terdapat tempat sampah (APD) yang sesuai ketika menangani
terpilah antara infeksius dan non infeksius, limbahnya, di lapangan masih sering ditemui
sedangkan untuk limbah domestik, tidak adanya sebelum limbah padat di bakar dalam
pemilahan limbah domestik yang dapat insenerator petugas membuka ikatan kantong
dimanfaatkan dan tidak dapat dimanfaatkan, plastik untuk memilah bahan-bahan yang masih
tidak adanya pemilahan limbah domestik antara dapat dimanfaatkan (misalkan botol infus dari
limbah basah dan kering, untuk seluruh limbah plastik) padahal bahan-bahan tersebut sudah
domestik dimasukan ke dalam limbah non terkontaminasi dengan limbah medis lainnya,
infeksius sehingga sampah organik dan non selain itu kemungkinan petugas untuk terkena
organik tidak terpilah dan indikator lainnya benda tajam ataupun runcing juga sangat besar
yang tidak terpeuhi yaitu ketika petugas karena sarung tangan yang digunakan berasal
kebersihan terkena benda tajam atau cidera dari bahan karet yang tipis (handscoon) bukan
akibat buangan sampah, petugas kebersihan berasal dari kulit.

378
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

PENUTUP Laboratorium Medis di RSUD Se Provinsi


DKI Jakarta. Jurnal Labora Medika, 1(1): 16–
Dari hasil penelitian diperoleh simpulan 20.
Fitriah, N. 2017. Penerapan K3 di Laboratorium
bahwa penerapan aspek keselamatan dan
Kimia Analisis Politeknik Negeri
kesehatan kerja di Balai Laboratorium
Lhokseumawe. Jurnal Reaksi (Journal of Science
Kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan and Technology), 15 (1): 17–22.
Provinsi Jawa Tengah dari 72 poin indikator, Fitriani, L. dan Wahyuningsih, A.S. 2017. Penerapan
indikator yang telah diterapkan adalah sebesar Sistem Manajemen Kesehatan dan
62% (45 poin indikator) telah terpenuhi, 17% Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.
(12 poin indikator) terpenuhi sebagian dan 21% Ahmadaris. HIGEIA (Journal of Public Health
(15 poin indikator) tidak terpenuhi. Dari hasil Research and Development), 1(1): 29–35.
tersebut penerapan aspek K3 di Balai Harlan, A. N. 2017. Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Penggunaan APD pada
Laboratorium Kesehatan dan Pengujian Alat
Petugas Laboratorium Rumah Sakit PHC
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masuk dalam
Surabaya. The Indonesian Journal of
kriteria penilaian penerapan baik. Occupational Safety and Health, 6 (3): 279–288.
Terdapat keterbatasan penelitian Hayward, A. C. 2017. Influenza Vaccination of
antaranya yaitu dokumen yang berkaitan Healthcare Workers Is an Important
dengan aspek K3 belum lengkap oleh sebab itu Approach for Reducing Transmission of
tidak semua dokumen dapat dirangkum Influenza from Staff to Vulnerable Patients.
sehingga mempersulit untuk melakukan proses PLoS ONE, 12 (1): 1–5.
pengecekan keabsahan data. Waktu Hidayah, T. 2010. Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Universitas
pengambilan data yang terbatas, dikarenakan
Dipenogoro.
responden memiliki jadwal dan rutinitas yang
Kamil, H. 2010. Penerapan Prinsip Kewaspadaan
padat sehingga pengambilan data di lakukan Standar oleh Perawat Pelaksana di Ruang
dengan menyesuaikan jadwal responden. Hal Rawat Inap Penyakit Bedah RSUDZA Banda
ini berpengaruh pada kualitas wawancara. Aceh. Idea Noursing Journal, 2 (1): 1–11.
Saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan Maulana, M., Kusnanto, H. & Agus, S. 2017.
dapat menggunakan metode lain dalam Pengolahan Limbah Padat Medis dan
mengolah data yang ada hasil penelitian serta Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan
dapat mencari indikator penilaian yang lain Beracun Di RS Swasta Kota Jogja. The 5th
urecol proceeding, 2(1): 184–190.
sebagai panduan dalam menilai variabel yang
Muafiroh, D. F., Suroto & Ekawati. 2017. Faktor –
akan diteliti.
Faktor Yang Berhubungan dengan Upaya
Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Keselamatan
DAFTAR PUSTAKA dan Kesehatan Kerja (K3) di Laboratorium
Kimia Departemen X Fakultas Y Universitas
Afrilyani, R., Supriyanto & Ginanjar, R. 2019. Diponegoro. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Gambaran Kepatuhan Petugas Laboratorium Journal), 5(5): 105–114.
Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri di Muhani, N., Nuryani, D. D. & Indriyani, E. 2018.
Rumah Sakit Salak Bogor Tahun 2017. Jurnal Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2 (4): 306– Kerja di Laboratorium RSUD Dr. Abdul
312 Moeloek Provinsi lampung. Jurnal Dunia
Amanah. 2011. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Kesmas, 7(4): 178–185.
Risiko (Risk Assesment) di Laboratorium Studi Pujiati, R. 2016. Upaya Peningkatan Pengelolaan
Kasus di Laboratorium Lingkungan Fakultas Limbah Padat Berdasarkan Hasil Evaluasi
Teknik Universitas Dipenogoro. Tesis. Semarang: Penerapam Protap (Studi Kasus Pengelolaan
Universitas Dipenogoro. Limbah Padat Rumah Sakit). Jurnal IKESMA,
Coghlan, K. 2008. Investigating Laboratory Accidents. 2 (1): 20–29.
Faruq, Z. H., Badri, C. & Ahyahudin, S. 2017. Pulungsih, S. P., Murniati, D. & Soeroso, S. 2005.
Penilaian Manajemen Peralatan Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit

379
Nadila, M., Anik, S, W. / Tinjauan Aspek Keselamatan / HIGEIA 4 (Special) (2020)

dengan Perhatian Khusus pada Keselamatan Saputro, D., Purnomo, E. 2016. Evaluasi Penerapan
Kerja Petugas Kesehatan. Medicinal Jurnal Prinsip Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kedokteran, 4 (2): 8–14. ( K3 ) pada Pelaksanaan Kegiatan Praktikum
Restiyani, A., Cahyo, K. & Laksmono, W. 2017. Mikroteknik di Laboratorium Biologi
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Fakultas SAINS dan Teknologi UIN Sunan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Pekerja Kalijaga. Integrated Lab Journal, 4(2): 207–216.
Bagian Produksi PT. Coca Cola Amatil Saranaung, S., Josephus, J. & Ticoalu, S. H. R. 2013.
Indonesia Central Java. Jurnal Kesehatan Analisis Manajemen Keselamatan dan
Masyarakat, 5(1): 939–948. Kesehatan Kerja terhadap Pencegahan
Roza, S. H. 2016. Analisis Penyelenggaraan Sistem terjadinya Kecelakaan Kerja di Laboraturium
Pemeliharaan Peralatan Radiologi di RSUP RS Prof. Dr.V.L. Ratumbuysabg Nabado.
Dr. M. Djamil. Jurnal Medika Saintika, 7(2): Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat
85–94. Universitas Sam Ratulang.
Salawati, L. 2010. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Syakbania, D. N. & Wahyuningsih, A. S. 2017.
Laboratorium Kesehatan. Jurnal Kedokteran Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Syiah Kuala, 9 (3): 157–164. Laboratorium Kimia. HIGEIA (Journal of
Salesman, F. & Farida, U. 2018. Penilaian Bahan Public Health Research and Development), 1 (2):
Berbahaya Beracun pada Laboratorium 49–57.
Radiologi RSUD Bangil Kabupaten Yuliarti, S. 2017. Manajemen Sarana dan Prasarana
Pasuruan. The Indonesian Journal of Laboratorium Kimia di SMA Negeri 2
Occupational Safety and Health, 7 (1): 122–129. Bengkulu Selatan. Manajer Pendidikan, 11 (6):
Salihah, A., Suwarni, A. & Hariyono, W. 2011. 530–536.
Analisis Ketaatan Karyawan dalam Yuwono, R. & Yuamita, F. 2015. Analisa Faktor K3
Pemeriksaan Kesehatan Berkala di Rumah dan Ergonomi terhadap Fasilitas Pusat
Sakit PKU Muhammadiyah Kota Kesehatan Universitas untuk Mengukur
Yogyakarta. KES MAS, 5 (1): 1–67. Kepuasan Pasien. Jurnal Ilmiah Teknik Industri,
14 (1): 1–12.

380

Anda mungkin juga menyukai