Anda di halaman 1dari 3

Soal:

1. Jelaskan pengertian korupsi menurut KBBI!


2. Sebutkan minimal 5 nilai-nilai antikorupsi!
3. Sebut dan jelaskan beberapa hal yang bisa diupayakan untuk memantapkan
pemahaman dan penerapan nilai-nilai antikorupsi!
4. Menurut Anda, sebagai seorang mahasiswa, bagaimanakah cara untuk
mengamalkan nilai-nilai antikorupsi di lingkungan kampus?
5. Sebutkan prinsip-prinsip antikorupsi!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan akuntabilitas dalam prinsip antikorupsi!
7. Sebutkan proses dalam transparansi!
8. Sebut dan jelaskan sifat-sifat dari prinsip kewajaran!
9. Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang aspek-aspek kebijakan!
10. Apa yang dimaksud dengan prinsip kontrol kebijakan?

Jawab:
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain.
2. Terdapat 9 nilai-nilai antikorupsi, yaitu:
a) Kejujuran;
b) Kedisiplinan;
c) Kepedulian;
d) Tanggung jawab;
e) Kerja keras;
f) Kesederhanaan;
g) Kemandirian;
h) Keberanian; dan
i) Keadilan.
3. Hal-hal yang dapat diupayakan diantaranya:
a) Teladan yang baik dari atasan
Pimpinan (atasan) dapat memberikan contoh nyata tentang pengamalan nilai-nilai
antikorupsi di lingkungan kerjanya. Contoh yang baik pasti diikuti oleh anak buah dan
dijalankan secara terus-menerus.
b) Membangun lingkungan kerja yang berbudaya anti korupsi
Korupsi bisa terjadi bila didukung kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Saat ini
di lingkup DJPb dicanangkan program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).
Lingkungan kerja yang positif dan berbudaya antikorupsi tentu mendukung
tumbuhnya perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai antikorupsi.
c) Menerapkan kode etik pegawai untuk mencegah pelanggaran (korupsi)
Penerapan kode etik PNS yang sejalan dengan nilai-nilai antikorupsi merupakan
langkah untuk melakukan pencegahan terjadinya korupsi. Kode etik mengarahkan
para pegawai pada aturan perilaku yang semestinya dijalankan.
4. Pengamalan mahasiswa terhadap nilai-nilai anti-korupsi di lingkungan kampus dapat
dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk
komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat
mencegah agar dirinya sendiri tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan
untuk konteks komunitas, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar rekan-
rekannya sesama mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampus tidak berperilaku
koruptif dan tidak korupsi. Agar seorang mahasiswa dapat mengamalkan dengan baik
nilai-nilai anti-korupsi tersebut, maka pertama-pertama seorang mahasiswa harus
berperilaku antikoruptif dan tidak korupsi dalam berbagai tingkatan. Dengan demikian
mahasiswa tersebut harus mempunyai nilai-nilai antikorupsi dan memahami korupsi dan
prinsip-prinsip anti-korupsi. Kedua hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kegiatan
sosialisasi, kampanye, seminar dan kuliah pendidikan anti korupsi. Nilai-nilai dan
pengetahuan yang diperoleh tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan kata lain seorang mahasiswa harus mampu mendemonstrasikan bahwa
dirinya bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Berbagai bentuk kegiatan dapat dilakukan
untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada komunitas mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan agar tumbuh budaya anti korupsi di mahasiswa. Kegiatan kampanye,
sosialisasi, seminar,pelatihan, kaderisasi, dan lain-lain dapat dilakukan untuk
menumbuhkan budaya anti korupsi. Kegiatan kampanye ujian bersih atau anti mencontek
misalnya, dapat dilakukan untuk menumbuhkan antara lain nilai-nilai kerja keras,
kejujuran, tanggung jawab, dan kemandirian. Kantin kejujuran adalah contoh lain yang
dapat dilakukan untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab.
5. Prinsip-prinsip anti korupsi, yaitu: akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan
kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat.
6. Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua Lembaga
mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi
(de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu)
maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan
dalam sector bisnis, masyarakat, public, maupun interaksi antara ketiga sector.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk
mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban
untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal
(Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental
merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang
diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang
yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja
(Prasojo: 2005).
7. Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima, yaitu:
a) Proses penganggaran,
b) Proses penyusunan kegiatan,
c) Proses pembahasan,
d) Proses pengawasan, dan
e) Proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi,
laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Di
dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses
pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
8. Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk markup maupun
ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal
penting, yaitu:
a) Komperhensif dan Disiplin: berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget).
b) Fleksibilitas: adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
c) Terprediksi: adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money
untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan
pembangunan
d) Kejujuran: tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang
disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis.
e) Informatif: tujuannya adalah dapat tercapainya system informasi pelaporan yang
teratur dan informatif. Sifat ini dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran,
dan proses pengambilan keputusan.
9. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana
kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya
terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi
kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah
dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi
sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan
kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi,
kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.
10. Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan
upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk
korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di
Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi,
evolusi dan reformasi.
Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan
ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi
yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih
layak. Sedangkan kontrol kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti
kebijakan yang dianggap tidak sesuai. Setelah memahami prinsip yang terakhir ini,
mahasiswa kemudian diarahkan agar dapat berperan aktif dalam melakukan tindakan
kontrol kebijakan baik berupa partisipasi, evolusi maupun reformasi pada kebijakan-
kebijakan kehidupan mahasiswa dimana peran mahasiswa adalah sebagai individu dan
juga sebagai bagian dari masyarakat, organisasi, maupun institusi.

Anda mungkin juga menyukai