BABAK 1
ADEGAN 1
Para warga berteriak “Kayon Buyut hilang....”. Ada yang bapak-bapak bawa kenthongan,
ibu-ibu bawa bakul, suasana sangat riuh.
Pekacar : (menggaruk garuk kepala. Celingukan) “Ada apa ini kenapa ribut sekali?”
(mendekati seorang laki-laki yang membawa kenthongan) “Ada apa kang? Kenapa sangat
berisik?”
Pekacar : “Hah? Kayon buyut? Hilang? (menghampiri ibu-ibu yang sedang bergosip)
“Yu, ada apa si rame-rame begini?”
Warga 2 : “Kamu ini gmana si Car, kamu itu abdi di desa ini, bisa-bisanya kayon buyut
hilang kok kamu tidak tahu.”
Pekacar : “hah kayon buyut hilang?!” (membelalakan matanya) ”Siapa yang ngambil
yu?”
Warga 3 : “Ya mana saya tahu, kalau kami tahu juga gak bakalan heboh gini,
semprulll...” (kembali ngobrol dengan yang lain)
Warga 4 : “Jangan-jangan penari lengger semalem itu yang ambil?” (warga lainnya ikut
mengangguk-angguk)
Mak : “Apa si Mak Mbek Mak Mbek kaya cempe!” (membenarkan kainnya) “Heh...
kamu dari mana saja? Teler lagi teler lagi? Iya? Di luar sedang rame-rame heboh kayon
buyut hilang. Kamu malah baru bangun dari teler! ( menabok pantat dengan sapu)
Pekacar : (senyum celilian sambil garuk kepala) “Maklum mak... anak muda gak teler
gak gahooolll...”
Mak : “Gaholll gaholll... mana jargonmu yang sering kamu elu-elukan Akulah Si
Pekacar Abdi Desa Smara..... wis ora usah kakehan omong! Sana pergi cari kayon buyut
sampai ketemu, jangan pulang sebelum kayon buyut ketemu. Pergi! Pergi! Hush! Hush!
(mengusir dengan sapu)
Pekacar : “Biasa bae mbok, ngegas bae. Ambil golok sinongnong! Daripada ngegas
perhatikan riting, riting kanan yang belok kanan, aja belok kiri.”
Mak : “Sembrono!”
ADEGAN 2
Pekacar : “Kayon buyut ooohhh kayon buyut kemanakah engkau berada? Kayon
buyut itu bentuknya seperti (menggambar lingkaran kecil lingkaran besar, gambar bunga,
garis lurus, sampai gambar hati dan terakhir gambar menyerupai daun pisang) “ Lho... kok
sama ya... lho...lho...lho.... Kayon! Aku akan menebas daun pisang itu, anggap saja itu
kayon.”
Pekacar : “Uhhhh.... ana baya! Awas kamu baya! Aku membawa golok sinongnong
(menakut-nakuti, tapi buaya mendekat)
Pekacar melawan buaya, tapi Pekacar menang, dan buayanya berubah wujud menjadi Kang
Samedin.
Kang Samedin : “Kacar..... apa yang kau lakukan? Kau menganggu tidur panjangku saja!”
Pekacar : “K...kang... Samedin? Maafkan aku kang, aku sedang mencari daun pisang
untukku jadikan kayon.”
Pekacar : “Iya kang warga desa ribut, Makku juga mengusirku, aku tak boleh pulang
sebelum kayon buyut ketemu.”
Kang Samedin : “Wahhh bahaya itu!” (memegang kumisnya) “Ayo saya bantu, kita temui
Pak Tarno saja untuk mengubah daun pisang ini menjadi kayon buyut.”
ADEGAN 3
Ketika sedang bersemangat menyanyikan lagu semangat, Pekacar menginjak ekor ular.
Ketika hendak lari kaki Pekacar dipathok ular. Kang Samedin langsung menantang dan
berkelahi dengan ular itu.
Kang Samedin : “Mau apa menghalangi kami ! Ayo pergi sana ! (MERUBAH SUARA,
SUARA SAMEDIN) Jangan takut, aku Samedin akan kucekik !”
Kang Samedin menangkap golok itu kemudian menebas leher ular sanca. Seketika ular itu
berubah wujud menjadi Sawitri.
Sawitri : “Kalian ini ada apa sih ribut-ribut, mengganggu tidurku saja!”
Kang Samedin: “Bukannya kau Sawitri? Anak dari anaknya anak kakekku?”
Pekacar : “Baik ki sanak dan ni sanak, karena hari mulai petang bagaimana jika kita
lanjutkan perjalanan ini.”
BABAK 2
ADEGAN 1
Mereka sampai ke Pulau Cemani dengan membawa obor karena hari mulai malam.
Suasana pulau Cemani sangat mistis. Mereka berjalan mengeilingi panggung. Ketika
melihat ada Sadagora mereka mengendap-endap (backsound Warkop, referensi liat Bah)
ADEGAN 3
Sementara mereka bertiga kasak-kusuk, Sadagora merasa terganggu.
Mereka bertiga saling dorong ketakutan. Sawitri terjatuh, dan akhirnya mereka duduk.
Sadagora : “Cah angon Wadon ! Kalian tahu kenapa Kayon Buyut ada yang mencuri ?”
(sambil mengelus jenggotnya)
Pekacar : “Aku tidak tahu, tapi kenapa harus dicuri, kenapa tidak dipandang saja
seperti selama ini, semua orang kagum pada Kayon Buyut, termasuk pengunjung yang
datang dari luar desa Smara.”
Kang Samedin: “Jadi benar kamu curi ?” (terlihat marah, tengil, tapi tetap takut)
Sadagora : “Aku mencuri Kayon Buyut karena selama ini hanya dipandang dan
dikagumi, tidak dimaknai seperti dulu oleh Dalang Panjimas. Dalang yang mengajarkan nilai-
nilai adiluhung kepada semua orang, menampilkan lakon yang penuh simbol manusia yang
beragam, tapi intinya yang jahat dan yang baik, juga ada yang munafik. Tokoh-tokoh
wayang yang membayang-bayang diperkeliran sebagai cermin kehidupan. (berdiri masih
membelakangi mereka)
Sawitri : “Lalu-lalu?”
Sadagora : “Dalang Panjimas meninggal dunia, wayangnya bukan dijaga dan disimpan
di pewarisnya, malah dijual lalu uangnya dibagi-bagi, untunglah seorang pembuat Jamu
Mbok Tambi yang kemudian menikah dengan Karjan menawar Kayon milik dalang Panjimas
dari tengkulak barang antik.
Sawitri : “Ada dua buta di kiri dan kanan membawa gadha, pedang, dan tameng!”
Sadagora : “untuk menjukan bahwa gapura harus dijaga, pintu menuju surga, dengan
kekuatan gada, pedang dan tameng artinya tekad yang kuat, sekuat gada, sekuat tameng,
dan setajam pedang.”
Kang Samedin: “Gambar pepohonan besar ini dibawahnya bersambung dengan gambar
kolam berair jernih, ada ikan berenang senang dan bahagia.”
Sadagora : “ Tuhan menciptakan mahluk lainnya selain manusia, yang harus dijaga dan
dilindungi. Dan akhirnya sampai keujungnya, perjlanan sejarah manusia akhirnya tiba,
pupus.”
Byurrr...
Mak : “Dasar anak Gungclo, habis nonton wayang lupa sembahyang ! Sudah
siang ! Wak Karjan pasti sudah menunggu di makam ! Kan mau ada ngunjung buyut, kamu
bersih-bersih di sana ! Apa kamu hah? Berani sama emak?!” (menarik jaritnya ke atas dan
menyingsingkan lengan kebaya)
Pekacar : “Astaga, aku mimpi, Kayon Buyut dicuri, lalu ada Kang Samedin dan Witri,
lalu Sadagora.”
Setibanya di Kabuyutan, Kacar hanya melihat Mbok Tambi, istri Wak Karjan yang sedang
menyapu.
Pekacar : (merebut sapu) “Maafkan Mbok, aku lanjutkan Mbok . Wak Karjan dimana
mbok?”
Mbok Tambi : “Dia masih tidur karena kelelahan mengikuti pesta semalam.”
Mbok Tambi hanya geleng-geleng sambil tersenyum, kemudian masuk ke rumah dan
membawa kayon.
Mbok Tambi : “Kenapa dipandang begitu seperti baru kenal saja sama Kayon Buyut ?”
Mbok Tambi : “Sadagora julukan kepada Eyang Panjimas, dalang adiluhung yang
meninggal di desa Smara ini. Suaranya memikat, karena itu dia dijuluki masyarakat
Sadagora, Sada artinya suara, Gora artinya besar. Kamu beruntung, kamu bakal dapat
pulung !”
Dua hari kemudian, Ngunjung Buyut di Kabuyutan Smara tiba, khidmat dan ramai. Pekacar
benar-benar mendapat pulung, dia dipanggil ke kecamatan jadi pemuda pelopor.
-SELESAI-