Anda di halaman 1dari 6

Modul Hukum Asuransi

PERTEMUAN 2 :
BIDANG USAHA PERASURANSIAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bidang usaha perasuransian,
Anda harus mampu:
1.1 Memahami dan menjelaskan bidang usaha perasuransian

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
BIDANG USAHA PERASURANSIAN

Asuransi Bukan Untung-Untungan


1. Pengalihan Risiko Diimbangi Premi
Dalam perjanjian asuransi, pengalihan risiko dari Tertanggung kepada
Penanggung diimbangi pembayaran premi oleh Tertanggung yang seimbang
dengan beratnya risiko yang dialihkan, walaupun bisa saja diperjanjikan
kemungkina prestasi itu tidak perlu seimbang. Sedangkan dalam perjanjian
untung-untungan ( change agreement ) para pihak sengaja mengerjakan
perbuatan untung-untungan yang tidak digantungkan pada prestasi yang
seimbang, contohnya dalam perjudian dan pertaruhan.1
2. Kepentingan Syarat Mutlak
Dalam perjanjian asuransi, unsur kepentingan merupakan syarat mutlak yang
harus ada pada pihak Tertanggung. Jika syarat ini tidak ada, maka ada
ancamannya yaitu asuransi batal ( void ). Lain halnya, dalam perjanjian
untung-untungan, unsur kepentingan itu tidak ada. Pasal 250 KUHD
menentukan bahwa “Jika seseorang mengadakan asuransi untuk diri sendiri
atau untuk kepentingan pihak ketiga, pada waktu diadakan asuransi itu pihak
Tertanggung atau pihak ketiga yang bersangkutan tidak memiliki
kepentingan atas benda asuransi, maka pihak Penanggung tidak berkewajiban
mengganti kerugian”.2

1
Ibid., 16.
2
Ibid., hlm. 16-17. Lihat juga Siti Soemarti Hartono, KUHD & Peraturan Kepailitan
(Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1982), hlm. 81.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


6
Universitas Pamulang
Modul Hukum Asuransi

3. Gugatan Melalui Pengadilan


Di dalam perjanjian asuransi, apabila pihak Tertanggung tidak membayar
premi, maka asuransi bisa dibatalkan (voidable) atau ditunda pelaksanaannya
(delayable ). Dalam konteks ini, diberlakukan asas “apabila premi dibayar,
risiko beralih”. Dalam hal terjadi evenemen yang memunculkan kerugian,
maka pihak Tertanggung bisa mengklaim ganti kerugian kepada pihak
Penangung. Apabila pihak Penanggung tidak membayar ganti kerugian, maka
pihak Tertanggung bisa menggugat pihak Penanggung melalui Pengadilan
Negeri. Sedangkan di dalam perjanjian untung-untungan (perjudian), apabila
pihak yang kalah wanprestasi, ia tidak bisa digugat melalui Pengadilan
Negeri.3
Dorhout Mees berpendapat bahwa pembuat undang-undang
menggolongkan asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan, seperti
perjudian dan pertaruhan yang diatur dalam Pasal 1774 KUHPerdata
berdasarkan argumentasi bahwa besarnya kewajiban pihak Penanggung
digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban tersebut baru bisa
dipenuhi apabila peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Apabila peristiwa
tersebut tidak terjadi, maka kewajiban Penanggung tidak ada, tetapi pihak
Penanggung tetap menimati premi yang dibayar oleh pihak Tertanggung. 4
Dalam kajian lebih lanjut, argumentasi sebagaimana dikemukakan
Dorhout Mees di atas, maka pasal 1774 KUHPerdata tidak bisa dijadikan
sebagai dasar hukum dalam perjanjian asuransi, sebab KUHD sudah
mengatur, bahwa asuransi itu sebagai perbuatan ekonomi yang diakui sah oleh
hukum dan masyarakat pengusaha atau komunitas pebisnis. Bahkan
pengakuan sah terhadap asuransi juga sudah diatur dalam berbagai undang-
undang di luar KUHD, antara lain UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian.5

Pengaturan Asuransi
1. Pengaturan dalam KUHD

3
Ibid, hlm. 17.
4
Ibid.
5
Ibid.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


7
Universitas Pamulang
Modul Hukum Asuransi

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992


3. Undang-Undang Asuransi Sosial.
Ad. 1. Pengaturan dalam KUHD
a. Asuransi Kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD.
b. Asuransi hasil Pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD
c. Asuransi Jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD.
d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan Pasal 592 – Pasal 685
KUHD.
e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai, dan Perairan pedalaman Pasal 686
– Pasal 695 KUHD.
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara pihak Tertangung dan pihak Penanggung.
Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak Tertanggung dan Penanggung
secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.6
Ad. 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Apabila KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan,
maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, apabila
dilanggar mengakibatkan terbutnya sanksi pidana dan administratif.7
Pengaturan dari segi bisnis dalam artian menjalankan bisnis perasuransian
harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.
Sedangkan pengaturan dari segi publik administratif dalam artian kepentingan negara
dan masyarakat tidak boleh dirugikan. Apabila hal ini dilanggar, pelanggaran tersebut
diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut Undang-Undang
Perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.8

6
Ibid., hlm.18.
7
Ibid., hlm.19.
8
Ibid.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


8
Universitas Pamulang
Modul Hukum Asuransi

Pengaturan Usaha Perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992


terdiri dari tiga belas bab dan dua puluh delapan pasal dengan rincian substansi
sebagai berikut :
a. Bidang Usaha Perasuransian meliputi kegiatan:
(1) Usaha asuransi, dan
(2) Usaha Penunjang Asuransi
b. Jenis usaha Perasuransian meliputi:
(1) Usaha Asuransi terdiri dari: Asuransi Kerugian, Asuransi Jiwa, dan
Reasuransi.
(2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: Pialang asuransi, Pialang
Reasuransi, Penilai Kerugian Asuransi, Konsultan Aktuaria, Agen
Asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
(1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
(2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
(3) Perusahaan Reasuransi.
(4) Perusahaan Pialang Asuransi
(5) Perusahaan Pialang Reasuransi
(6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
(7) Perusahaan Konsultan Aktuaria
(8) Perusahaan Agen Asuransi.
d. Bentuk Hukum Usaha Perasuransian terdiri dari:
(1) Perusahaan Perseroan (Persero)
(2) Koperasi
(3) Perseroan terbatas (PT)
(4) Usaha Bersama (Mutual)
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:
(1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
(2) Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f. Perizinan Usaha Perasuransian oleh Menteri Keuangan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


9
Universitas Pamulang
Modul Hukum Asuransi

g. Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perasuransian oleh Menteri


Keuangan tentang:
(1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi.
(2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.
h. Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan Asuransi melalui Keputusan
Pengadilan Niaga.
i. Ketentuan sanksi Pidana dan sanksi Administratif :
(1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian tanpa
izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan Perusahaan
asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli kembali kekayaan
Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen Perusahaan
Asuransi, Reasuransi.
(2) Sanksi Administratif yakni: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha
perusahaan.9
Ad. 3. Undang-Undang Asuransi Sosial
Asuransi Sosial di Indonesia secara umum mencakup bidang : Jaminan
Keselamatan Angkutan Umum; Keselamatan Kerja; dan Pemeliharaan
Kesehatan. Progam Asuransi Sosial dilaksanakan oleh BUMN sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992.
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:10
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes).
Ad. a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):
(1) UU Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang. Peraturan Pelaksanaannya adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965.

9
Ibid., hlm. 19-21.
10
Ibid., hlm. 21.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


10
Universitas Pamulang
Modul Hukum Asuransi

(2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan


Lalu lintas Jalan. Peraturan Pelaksanaannya adalah Peraturan
pemerintah Nomor 18 Tahun 1965.
Ad. b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
(1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek).
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 1977).
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai
negeri Sipil (ASPNS).
Ad. c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes).
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan
Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penerima Pensiun, Veteran,
Perintis Kemerdekaan Beserta Keluarganya.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian dan Perundang-Undangan Asuransi Sosial di Samping Ketentuan
Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang
mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi
publik administratif.11

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan bentuk usaha perasuransian ?


2. Jelaskan sumber hukum perasuransian ?
3. Apa yang dimaksud asuransi bukan usaha untung-untungan ?
4. Bagaimana bentuk asuransi dalam KUHD ?
5. Jelaskan macam-macam asuransi ?

11
Ibid., hlm.22.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


11
Universitas Pamulang

Anda mungkin juga menyukai