Anda di halaman 1dari 72

Survailans HIV dan AIDS 1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS) dengan cara menyerang sel darah putih yang

bernama sel Cluster of Differentiation (CD4), sehingga dapat merusak sistem

kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan

penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.AIDS merupakan dampak atau

efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV

membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan

sangat berbahaya.Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya

sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih

yang banyak dirusak oleh Virus HIV.

Jumlah kematian HIV dan AIDS di kalangan remaja di seluruh dunia yang

meningkat sebesar 50% antara tahun 2005 dan 2012 menunjukkan tren

mengkhawatirkan. Laporan badan PBB yang menangani masalah anak-anak

UNICEF menyebutkan sekitar 71.000 remaja berusia antara 10 dan 19 tahun

meninggal dunia karena virus HIV pada tahun 2005. Jumlah itu meningkat menjadi

110.000 jiwa pada tahun 2012. (Deutsche Welle, 2013).

Pada saat ini telah ditemukan HIV jenis baru yang sangat agresif. Seorang

ilmuwan Swedia berhasil mengidentifikasi strain baru Human immunodeficiency

virus (HIV) yang jauh lebih agresif dari kebanyakan varian virus yang sebelumnya
Survailans HIV dan AIDS 2

diidentifikasi. Strain yang dikenal sebagai A3/02 adalah rekombinan, yang berarti

persilangan antara dua jenis HIV yang diidentifikasi sebelumnya. Strain ini berubah

dari HIV menjadi AIDS dalam waktu sekitar lima tahun, hampir dua sampai dua

setengah tahun lebih cepat dari strain kebanyakan yang sebelumnya dikenal. Sejauh

ini infeksi strain baru itu tampaknya terbatas hanya di Afrika Barat. Namun

dikhawatirkan bahwa rekombinan menjadi lebih umum dan bisa mulai menyebar

secara global, terutama untuk wilayah-wilayah dengan mobilitas warganya yang

tinggi seperti Eropa dan Amerika Serikat. Para peneliti mengatakan rekombinan

berkembang lebih cepat dari yang sudah ada. Meskipun demikian strain terbaru ini

masih 'tunduk' pada pengobatan yang selama ini digunakan (Kompas, 2013).

Berdasarkan badan PBB untuk masalah AIDS (UNAIDS) menyatakan,

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki peningkatan tercepat dalam

kasus HIV dan AIDS di Asia. Penderita HIV dan AIDS di Indonesia telah sampai

tahap yang menghkhawatirkan karena telah merambah semua provinsi yang ada di

Indonesia. Percepatan penderita HIV maupun AIDS dapat terjadi pada siapa saja

tidak terbatas pada orang yang memilki perilaku yang menyimpang seperti resiko

seks bebas namun telah merambah kepada mereka yang sama sekali tidak mengerti

tentang HIV dan AIDS dan mereka yang berperilaku baik, misalnya ibu rumah

tangga yang setiap hari di rumah namun ia tertular dari suaminya.  Selain itu

seorang bayi yang tidak berdaya bahkan baru dilahirkan harus menderita HIV

positif karena ditularkan dari ibu penderita HIV yang didapat dari suami atau ayah

bayi yang tertular HIV dan AIDS (Sofyan, 2013).


Survailans HIV dan AIDS 3

Selain itu Infeksi HIV baru terkonsentrasi di kalangan populasi berisiko

tinggi, yang meliputi pengguna narkoba suntik, perempuan dan laki-laki pekerja

seks dan klien mereka, pria yang berhubungan seks dengan laki-laki dan orang-

orang transgender dan populasi rentan lainnya termasuk migran, tahanan, dan

orang-orang yang bekerja di industri tertentu seperti pertambangan, konstruksi, jasa

transportasi.

Salah satu tujuan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yaitu

menghentikan penyebaran HIV-AIDS. Namun Jumlah kasus HIV dan AIDS dari

tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya

preventif terus dilaksanakan. Berdasarkan data UNAIDS tahun 2012, di negara

Afrika, lebih dari dua pertiga (69 persen) dari semua orang yang hidup dengan

HIV, 23,5 juta diantaranya, tinggal di sub-Sahara Afrika dan termasuk 91 persen

HIV-positif anak-anak di dunia. Kematian akibat HIV dan AIDS diperkirakan

mencapai 1,1 juta jiwa. Pada tahun 2012, sekitar 1,8 juta orang di wilayah itu

menjadi baru terinfeksi. Di Asia dan Pasifik, hampir 550.000 orang yang baru

terinfeksi pada tahun 2012 dan mengalami penurunan sebesar 26 % sejak tahun

2001 yang disebabkan karena penderita HIV yang mengakses pengobatan sudah

lebih banyak mencapai 1,25 juta pada tahun 2012. Berdasarkan Laporan WHO

2010, cakupan pengobatan secara keseluruhan di Asia dan Pasifik mencapai 50 %

dan mengalami peningkatan sebesar 46 % dibandingkan tahun sebelumnya

sehingga jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS di Asia dan Pasifik

mencapai 4. 734.000 orang. Kematian akibat AIDS di seluruh wilayah Asia dan

Pasifik telah menurun 18 % sejak tahun 2005 menjadi sekitar 270.000 pada tahun
Survailans HIV dan AIDS 4

2012. Hal ini menggambarkan bahwa bagi sekitar 4,9 juta jiwa penderita HIV,

penyakit HIV ini tidak lagi sebagai hukuman mati, tetapi merupakan kondisi kronis

yang dapat dikelola.

Menurut laporan UNAIDS (2012) memperkirakan bahwa penderita HIV di

12 negara di Asia Pasifik mencapai lebih dari 90 % dan infeksi baru HIV di Asia

dan Pasifik mencapai lebih dari 90 % di negara Kamboja, Cina, India, Indonesia,

Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Thailand dan

Vietnam. Berdasarkan laporan UNAIDS HIV di Asia dan Pasifik tahun 2012,

diperkirakan tertinggi pada negara India sebanyak 2,1 juta jiwa. Indonesia

termasuk urutan ketiga dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak 610 ribu

jiwa.

Prevalensi penderita HIV secara keseluruhan di sebagian besar negara di

Asia dan Pasifik masih rendah. Namun, hal ini menggambarkan bahwa sebagaian

besar orang hidup dengan HIV. Prevalensi secara nasional rendah tetapi prevalensi

HIV dan tingkat insiden lebih tinggi di daerah geografis tertentu dan di antara

populasi yang berisiko tinggi. Ada variasi yang signifikan dalam epidemi HIV di

dalam dan antara negara. (UNAIDS, 2013).

Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI, menyebutkan

bahwa Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak

859, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009

(9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511), dan pada

Tahun 2013 ditemukan kasus HIV: sebanyak 29.037 kasus. Jumlah kumulatif

infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Desember 2013 sebanyak 127.427
Survailans HIV dan AIDS 5

kasus, sedangkan jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (28.790),

diikuti Jawa Timur (16.253, Papua (14.087), Jawa Barat (10.198) dan Bali (8.059).

Data penderita AIDS dilaporkan bahwa AIDS sampai dengan tahun 2005

dilaporkan sebanyak 5.003, tahun 2006 (3.531), tahun 2007 (4.462), tahun 2008

(4.995), tahun 2009 (5.986), tahun 2010 (6.867) dan tahun 2011 (7.286), tahun

2102 (8.610), dan Desember 2013 (5.608). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987

sampai dengan Desember 2013 sebanyak 52.348 orang. Persentase kumulatif kasus

AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (34,2%), kemudian diikuti

kelompok umur 30-39 tahun (29%), 40-49 tahun (10,8%), 15-19 (3,3%), dan 50-59

tahun (3,3%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 55,1% dan perempuan

29,7%. Sementara itu 15,2% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS

tertinggi adalah pada ibu rumah tangga (6.230), diikuti wiraswasta (5.892), tenaga

non-profesional/karyawan (5.287), petani/peternak/nelayan (2.261), buruh kasar

(2.047), penjaja seks (2.021), pegawai negeri sipil (1.601), dan anak

sekolah/mahasiswa (1.268). Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua

(10.116), Jawa Timur (8.725), DKI Jakarta (7.477), Jawa Barat (4.131), Bali

(3.985), Jawa Tengah (3.339), Sulawesi Selatan (1.703), Kalimantan Barat (1.699),

Sumatera Utara (1.301) dan Banten (1.042). Angka kematian (CFR) menurun dari

3,79% pada tahun 2012 menjadi 1,67% pada bulan Desember tahun 2013

(Kemenkes RI,2014).

Berdasarkan data di atas menunjukkan adanya peningkatan kasus HIV dan

AIDS setiap tahunnya. Untuk menanggulangi percepatan penularan penyakit

mematikan ini, diperlukan upaya secara terus menerus dan berkesinambungan.


Survailans HIV dan AIDS 6

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan sistem surveilans

penyakit HIV dan AIDS. Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan,

analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian

didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab

dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,

mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada

agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi

tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).

Berbagai upaya dilakukan oleh badan kesehatan dunia dalam rangka

mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit ini, dapat dilihat dari sistem

surveilans yang dilakukan dari tingkat bawah dan dilaporkan sampai ke tingkat

dunia. Pentingnya pelaksanaan surveilans yang merupakan dasar pengambilan

keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan

peningkatan sistem kewaspadaan dini khususnya untuk menanggulangi percepatan

penularan penyakit mematikan ini. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan

makalah ini untuk melihat sistem surveilans dan gambaran epidemiologi penyakit

HIV dan AIDS di dunia dan di Indonesia.


Survailans HIV dan AIDS 7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

dalam tugas ini adalah:

a. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit HIV dan AIDS di dunia dan


di Indonesia?
b. Bagaimana gambaran unsur-unsur surveilans penyakit HIV dan AIDS di
dunia dan di Indonesia ?
c. Apa sajakah indikator dalam komponen pelaksanaan sistem surveilans HIV
& AIDS di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit HIV dan AIDS di dunia dan

di Indonesia

2. Untuk mengetahui gambaran unsur-unsur surveilans penyakit HIV dan AIDS di

dunia dan di Indonesia

3. Untuk mengetahui indikator dalam komponen pelaksanaan sistem surveilans

HIV & AIDS di Indonesia.

D. Manfaat
1. Akademik
Menambah pengetahuan terutama dalam memahami proses survailans penyakit

HIV/AIDS di dunia dan di Indonesia

2. Ilmiah
Sebagai bahan bacaan bagi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan
terhadap penyakit HIV dan AIDS.
Survailans HIV dan AIDS 8

BAB II

EPIDEMIOLOGI HIV DAN AIDS


A. Menurut Orang

1. Distribusi Penderita HIV/AIDS berdasarkan orang secara global

a. Berdasarkan umur

Tabel 1
Estimasi Jumlah ODHA pada Semua Kelompok Umur
Secara Global
Negara 2001 2012
Carribean 280.000 250.000
Asia Timur 370.000 880.000
Eropa Timur Dan Asia Tengah 860.000 1.300.000
Amerika Latin 1.300.000 1.500.000
Asia Tengah dan Afrika Utara 150.000 260.000
Amerika Utara 970.000 1.300.000
Oceania 37.000 51.000
Asia Utara dan Selatan 3.700.000 3,900.000
Sub-Sahara, Afrika 21.700.000 25.000.000
Eropa Barat dan Tengah 590.000 860.000
Global 30.000.000 35.300.000
Sumber : UNAIDS, 2012

Tabel 2
Estimasi Jumlah ODHA pada usia dewasa (>15 tahun)
Secara Global
Negara 2001 2012
Carribean 250.000 230.000
Asia Timur 370.000 880.000
Eropa Timur Dan Asia Tengah 850.000 1.300.000
Amerika Latin 1.300.000 1.400.000
Asia Tengah dan Afrika Utara 130.000 250.000
Amerika Utara 970.000 1.300.000
Oceania 35.000 48.000
Asia Utara dan Selatan 3.600.000 3.700.000
Sub-Sahara, Afrika 19.400.000 22.100.000
Eropa Barat dan Tengah 590.000 860.000
Global 27.500.000 32.100.000
Sumber : UNAIDS, 2012

Tabel 3
Survailans HIV dan AIDS 9

Estimasi Prevalensi HIV pada usia dewasa (15-49 tahun)


Secara Global
Negara 2001 2012
Carribean 1.3 1.0
Asia Timur < 0.1 0.1
Eropa Timur Dan Asia Tengah 0.5 0.7
Amerika Latin 0.5 0.4
Asia Tengah dan Afrika Utara 0.1 0.1
Amerika Utara 0.5 0.5
Oceania 0.2 0.2
Asia Utara dan Selatan 0.4 0.3
Sub-Sahara, Afrika 5.8 4.7
Eropa Barat dan Tengah 0.2 0.2
Global 0.8 0.8
Sumber : UNAIDS, 2012

Tabel 4
Persentase ODHA pada usia 15-24 tahun
Secara Global
Negara 2001 2012
Carribean 0.5 0.3
Asia Timur <0.1 <0.1
Eropa Timur Dan Asia Tengah 0.2 0.3
Amerika Latin 0.1 0.2
Asia Tengah dan Afrika Utara <0.1 <0.1
Amerika Utara 0.1 0.3
Oceania <0.1 <0.1
Asia Utara dan Selatan 0.1 0.1
Sub-Sahara, Afrika 2.5 1.2
Eropa Barat dan Tengah <0.1 <0.1
Global 0.5 0.3
Sumber : UNAIDS, 2012

Berdasarkan tabel-tabel di atas, dapat dilihat bahwa HIV menginfeksi

orang-orang pada kelompok usia dewasa (15-24 tahun). Estimasi UNAIDS

hingga tahun 2001 menyatakan bahwa sekitar 91,7% dari akumulasi

penderita HIV dan AIDS sampai tahun 2001 berada pada kelompok usia

dewasa (>15 tahun) dan menurun menjadi 90,9% pada tahun 2012 di

kelompok umur yang sama. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa


Survailans HIV dan AIDS 10

Afrika memiliki jumlah penderita HIV dan AIDS terbesar dibanding

wilayah-wilayah lainnya, baik penderita pada semua kelompok umur

maupun penderita pada kelompok usia dewasa.

b. Berdasarkan jenis kelamin

Infeksi HIV terbesar di seluruh dunia adalah perempuan dengan

persentasi sebesar 52%. Ketidaksetaraan gender, diferensial akses terhadap

layanan, dan peningkatan kekerasan seksual menimbulkan kerentanan

perempuan terhadap HIV.

c. Berdasarkan faktor risiko

Gambar 1
Prevalensi HIV Rata-Rata Di Antara Pekerja Seks,
Menurut wilayah, 2007-2012

Sumber : UNAIDS, 2012


Survailans HIV dan AIDS 11

Gambar 2
Prevalensi HIV di Kalangan Pekerja Seks di Afrika,
2007-2012

Sumber : UNAIDS, 2012

Gambar 3
Laporan Penggunaan Kondom Pada Seks Komersial Terakhir,
Menurut Wilayah, 2009-2012

Sumber : UNAIDS, 2012


Survailans HIV dan AIDS 12

Gambar 4
Prevalensi Rata-rata HIV pada Homoseksual,
Menurut Wilayah, 2007-2012

Sumber : UNAIDS, 2012

Gambar 5
Persentase Homoseksual yang Hidup dengan HIV
di Amerika Latin, 2003-2012

Sumber : UNAIDS, 2012


Survailans HIV dan AIDS 13

Gambar 6
Prevalensi Rata-rata HIV pada IDU,
Menurut Wilayah, 2007-2012

Sumber : UNAIDS, 2012

Gambar 7
Prevalensi HIV pada IDU di Eropa Timur, Asia Tengah, Asia Timur
dan Asia Tenggara, 2005-2012
Survailans HIV dan AIDS 14

Sumber : UNAIDS, 2012

Sebagian besar infeksi baru HIV ditularkan melalui hubungan

heteroseksual. Namun di beberapa negara homoseksual, pengguna narkoba

suntik (IDU’s), dan pekerja seks memiliki resiko yang tinggi. Hal tersebut

dapat dilihat pada gambar-gambar di atas mengenai tren peningkatan kasus

HIV dari tahun ke tahun pada pekerja seks, homoseks, dan IDUs.

2. Epidemiologi HIV/AIDS di Indonesia

Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan dari 1 Januari sampai 31

Desember 2013 yaitu kasus HIV sebanyak 29.037 orang dan yang sampai pada

tahap AIDS sebanyak 5.608 orang (Kemenkes RI, 2014). Adapun secara

kumulatif jumlah HIV dan AIDS sejak pertama kali muncul di Indonesia pada

tahun 1987 sampai 31 Desember 2013 yaitu sebanyak 127.416 orang dan yang

sampai pada tahap AIDS sebanyak 52.348 orang (Kemenkes RI, 2014).
Survailans HIV dan AIDS 15

1. Distribusi penderita HIV dan AIDS berdasarkan orang

a. Frekuensi kumulatif penderita AIDS berdasarkan jenis kelamin

Frekuensi kumulatif penderita AIDS berdasarkan jenis kelamin

sejak 1 Januari 1987 sampai 31 Desember 2013 di Indonesia dapat

dilihat pada grafik berikut :

Grafik 1
Frekuensi Kumulatif Penderita AIDS
Berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 1987-2013
28846
30000

25000

20000 15565
Frekuensi

15000
7937
10000

5000

0
Laki-Laki Perempuan Tidak diketahui
Sumber: Kemenkes RI, 2014

Grafik tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penderita AIDS di

Indonesia adalah laki-laki yaitu sebesar 28.846 orang (55,1%).

b. Frekuensi kumulatif penderita AIDS berdasarkan kelompok umur

Frekuensi kumulatif penderita AIDS berdasarkan kelompok umur sejak

1 Januari 1987 sampai 31 Desember 2013 di Indonesia dapat dilihat pada

tabel berikut :
Survailans HIV dan AIDS 16

Tabel 5
Frekuensi Kumulatif Penderita HIV dan AIDS
Berdasarkan Kelompok Umur di Indonesia
Tahun 1987-2013
Kelompok Umur Jumlah Penderita
<1 234
1-4 921
5-14 418
15-19 1.710
20-29 17.892
30-39 15.204
40-49 5.628
50-59 1.733
>60 522
Tidak diketahui 8.086
Jumlah 52.348

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penderita AIDS terbanyak di

Indonesia berada pada kelompok umur 20-29 tahun sebesar 17.892 orang

(34,18%), sedangkan yang paling sedikit berada pada kelompok umur <1

tahun sebesar 234 orang (0,45%).

c. Frekuensi kumulatif penderita AIDS berdasarkan faktor resiko

Tabel 6
Frekuensi Kumulatif Penderita HIV dan AIDS
Berdasarkan Faktor Resiko di Indonesia
Tahun 1987-2013
Faktor Resiko Jumlah Penderita
Heteroseksual 32.719
Survailans HIV dan AIDS 17

Homo-Biseksual 1.274
IDU 8.407
Transfusi Darah 123
Transmisi Perinatal 1.438
Tidak Diketahui 7.954
Jumlah 51.915
Sumber : Kemenkes RI, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa faktor risiko HIV dan

AIDS terbesar pada hubungan heteroseksual dengan presentasi sebesar

63,02%. Penularan virus melalui cara ini biasanya terjadi pada kegiatan

prostitusi, dimana banyak pekerja seks komersial yang menderita HIV dan

AIDS dan menularkannya pada partner yang menggunakan jasanya. Bisa juga

melalui hubungan pernikahan pasangan yang salah satunya pernah menjadi

pecandu narkoba hingga terinfeksi positif virus HIV. Penularan melalui

hubungan heteroseksual dalam pernikahan ini biasanya terjadi karena suami

atau istri yang telah terjangkit virus tidak mengetahui bahwa dirinya

mengidap HIV dan AIDS. Sehingga penularan pun berlanjut kepada anak

manakala sang istri hamil tanpa mengetahui dirinya juga telah mengidap HIV

dan AIDS.

B. Menurut Waktu

Kondisi Epidemiologi HIV dan AIDS secara global menurut waktu

menunjukkan jumlah orang yang hidup dengan HIV mengalami peningkatan,

danjumlahkasusbarudanjumllah orang yang meninggal dengan HIV mengalami

penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:


Survailans HIV dan AIDS 18

Grafik 2
Distribusi Estimasi Orang yang Hidup dengan HIV dan AID
Secara Global Tahun 2001-2012

Grafik 3
Distribusi Estimasi Kasus Baru HIV dan AID
Secara Global Tahun 2001-2012
Survailans HIV dan AIDS 19

Grafik 4
Distribusi Estimasi Orang yang Meninggal dengan HIV dan AID
Secara Global Tahun 2001-2012

Berdasarkan Data UNICEF 2013 menyebutkan bahwa sekitar 35,3 juta

orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2012, meningkat dari 29,4 juta pada tahun
Survailans HIV dan AIDS 20

2001. Peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya karena lebih banyak orang yang

menjalani hidup dengan pengobatan antiretroviral (ART). (Grafik 1)

Jumlah kasus baru HIV secara keseluruhan telah menurun sebesar 33 %

sejak tahun 2001, umumnyadari 26 negara-negara berpenghasilan rendah dan

menengah, infeksi baru telah menurun sebesar 50 % atau lebih . Namun, dari hail

estimasi UNAIDS juga menjelaskan ada sekitar 2,3 juta infeksi baru pada tahun

2012 atau lebih dari 6.300 infeksi HIV baru per hari (Grafik 2).

Umumnya faktor utama yang menjadi sumber penularan infeksi baru HIV

dikarenakan perilaku heteroseksual, meskipun faktor-faktor risiko lainnya cukup

bervariasi. Di beberapa negara lain, pria yang berhubungan seks dengan laki-laki

(homoseks), pengguna narkoba suntik, dan pekerja seks juga berisiko secara

signifikan. Meskipun kapasitas tes HIV telah meningkat dari waktu ke waktu,

kemungkinan sebagian besar orang dengan HIV yang masih tidak menyadari

mereka telah terinfeksi. Selain itu juga HIV telah menyebabkan kebangkitan

tuberkulosis ( TB ) , khususnya di Afrika , dan TB adalah penyebab utama kematian

bagi orang dengan HIV worldwide.Pada tahun 2012 , sekitar 13 % kasus TB baru

terjadi pada orang yang hidup dengan HIV . Namun, antara tahun 2004 dan 2012

kematian TB pada orang dengan HIV mengalami penurunan sebesar 36 %, sebagian

besar disebabkan oleh peningkatan skala layanan HIV / TB bersama.

Pada saat yang sama jumlah kematian akibat AIDS juga menurun dengan 1,6

( 1,4-1,9 ) juta kematian AIDS pada tahun 2012 , turun dari 2,3 ( 2,1-2,6 ) juta pada

tahun 2005. Tingkat prevalensi dunia ( rata – rata persentase usia 15-49 yang

terinfeksi ) telah diratakan sejak tahun 2001 dan pada tahun 2012 menunjukkan
Survailans HIV dan AIDS 21

prevalensi HIV dan AIDS sebanyak 0,8%. Dari 1,6 juta orang yang meninggal

karena AIDS pada tahun 2012, terjadipenurunan 30% sejak tahun 2005. Kematian

menurun dikarenakan pengobatan antiretroviral (ART) yang diprogramkan sudah

semakin baik(Grafik 3).

Sedangkan untuk kondisi Epidemiologi HIV dan AIDS menurut waktu di

Benua Asia menunjukkan jumlah orang yang hidup dengan HIV juga mengalami

peningkatan, dan jumlah kasus baru dan jumlah orang yang meninggal dengan HIV

mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 5
Distribusi Estimasi Kasus Baru, Jumlah Orang yang Meninggal dan Dapat
Bertahan Hidup Dengan HIV dan AIDS dI Benua Asia dan Pasifik
Survailans HIV dan AIDS 22

Tahun 2001-2012

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa diperkirakan ada 350.000

(220.000-550.000) infeksi HIV baru di Asia dan Pasifik pada tahun 2012, dimana

terjadi penurunan sebesar 26% sejak tahun 2001. Hal ini dikarenkan lebih banyak

orang dari sebelumnya mengakses pengobatan sebanyak 1,25 juta pada tahun 2012.

Sebelum tahun 2010 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa,

cakupan pengobatan secara keseluruhan adalah 51% (43-63%) di Asia dan Pasifik,

dimana terjadi peningkatan 46% sejak tahun 2009. AIDS terkait kematian di seluruh
Survailans HIV dan AIDS 23

wilayah telah menurun 18% sejak tahun 2005 menjadi sekitar 270.000 (190.000-

360.000) pada tahun 2012. Sehingga, bagi banyak penderita dari 4,9 juta (3,7-6,3

juta) orang yang hidup dengan penyakit HIV, dimana penyakit ini tidak lagi

memvonis mati penderita, tetapi bagaimana mengelola kondisi kronis dari peyakit

ini.

C. MENURUT TEMPAT

Tabel 5
Distribusi Insidensi dan Prevalensi HIV dan AIDS Berdasarkan Negara
di Dunia Tahun 2012
Orang hidup Jumlah Prevalensi
Negara
dengan HIV (%) Kasus Baru Kasus (%)
Sub – Sahara Afrika 25,0juta jiwa (71 1,6 juta jiwa 4,7 %
%)
Asia Selatan / Tenggara 4,0juta jiwa (11 %) 270.000 0,3 %
jiwa
Amerika Latin 1,5juta jiwa (4 %) 86.000 jiwa 0,4 %
EropaTimur / Asia 1,3juta jiwa (4 %) 130.000 0,7 %
Tengah jiwa
Amerika Utara 1,3juta jiwa (4 %) 48.000 jiwa 0,5 %
Eropa Barat / Tengah 860.000 jiwa (2 %) 29.000 jiwa 0,2 %
Asia Timur 880.000 jiwa (2 %) 81.000 jiwa < 0,1 %
Timur Tengah / Arika 260.000 jiwa (0,7 32.000 jiwa 0,1 %
Utara %)
Cariiba 250.000 jiwa(0,7 12.000 jiwa 1,0 %
%)
Oceania 51.000 jiwa (0,7 %) 2.100 jiwa 0,2 %
Secara Global 35,3 juta jiwa (100 2,3 juta 0,8 %
%) jiwa
Sumber : UNAIDS, 2013

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah kasus baru yang tertinggi di

negara Sub-Sahara Afrika dengan jumlah kasus sebanyak 1,6 juta jiwa (prevalensi

4,7%) dan orang yang hidup dengan HIV-AIDS sebanyak 25,0 juta (71%).
Survailans HIV dan AIDS 24

Sedangkan negara yang terendah jumlah kasus HIV dan AIDS adalah Negara

Oceania deengan jumlah kasus baru 2.100 jiwa (prevalensi 0,2 %) dan jumlah orang

yang hidup dengan HIV dan AIDS sebanyak 51.000 jiwa (0,7%).

a. Sub-Sahara Afrika

Dari semua negara Sub-Sahara Afrika, wilayah paling parah, adalah rumah bagi

71% dari orang yang hidup dengan HIV tetapi hanya sekitar 12% dari populasi. Dari

jumlah keseluruhan kasus, sebagian besar adalah anak - anak dengan HIV hidup di

wilayah ini (88%). Hampir semua negara-negara di kawasan itu telah umum terjadi

epidemi HIV yaitu dimana tingkat prevalensi HIV nasional mereka lebih besar dari

1% . Di 8 negara bagian, 10% atau lebih orang dewasa diperkirakan positif HIV.

Afrika Selatan memiliki jumlah tertinggi orang yang hidup dengan HIV di dunia

(4,3 juta). Swaziland memiliki tingkat prevalensi tertinggi di dunia (24,8%) . Data

terbaru menjelaskan bahwa dengan prevalensi kejadian HIV nasional menujukkan

kestabilan jumlah kasus baru (tidak meningkat) atau bahkan menurun di banyak

negara bagiannya

b. Amerika Latin & Karibia

Sekitar 1,6 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV di Amerika Latin dan Karibia

gabungan, termasuk 98.000 yang baru terinfeksi pada tahun 2012. Di Negara

Karibia itu sendiri, dengan tingkat prevalensi HIV pada orang dewasa dari 1%,

merupakan daerah paling terpukul kedua di dunia setelah Afrika sub-Sahara. Tujuh

negara di Amerika Latin dan Karibia telah mengalami epidemi umum, dengan

Bahama memiliki tingkat daerah prevalensi tertinggi (3,4-3,5%), dan Negara Brazil
Survailans HIV dan AIDS 25

merupakan salah satu negara dengan jumlah terbesar orang yang hidup dengan

penyakit HIV.

c. Eropa Timur dan Asia Tengah

Diperkirakan 1,3 juta orang hidup dengan HIV di wilayah ini, termasuk 130.000

kasus baru terinfeksi HIV pada tahun 2012. Epidemi tersebut terutama disebabkan

oleh penggunaan narkoba jenis suntik, meskipun penularan heteroseksual juga

sebagai faktor risiko yang memainkan peranan penting. Federasi Rusia dan Ukraina

memiliki tingkat prevalensi tertinggi di wilayah ini, dan Rusia memiliki jumlah

tertinggi di wilayah ini orang yang hidup dengan HIV.

d. Asia

Diperkirakan 4,8 juta orang hidup dengan HIV di seluruh Asia Selatan/Tenggara

dan Asia Timur. Daerah ini juga rumah bagi dua negara yang paling padat

penduduknya di dunia - China dan India dan tingkat prevalensi bahkan relatif

rendah diterjemahkan ke dalam sejumlah besar.

Sedangkan untuk wilayah Benua Asia menunjukkan beberapa negara mengalami

peningkatan kasus baru seperti yang terjadi di Indonesia, Pakistan, Malaysia dan

Filiphina. Untuk lebih jelasnya pada grafik berikut :

Grafik 6
Distribusi Estimasi Negara-Negara dengan Kasus Baru HIV dan AIDS di
Benua Asia dan Pasifik Tahun 2001 dan 2012
Survailans HIV dan AIDS 26

Grafik diatas menujukkan bahwa UNAIDS memperkirakan, 12 negara

mencapai lebih dari 90% dari orang yang hidup dengan HIV dan lebih dari 90%

infeksi HIV baru di Asia dan Pasifik yang terdiri dari Negara Kamboja, Cina, India,

Indonesia, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Thailand

dan Vietnam. Prevalensi nasional secara keseluruhan dari HIV di sebagian besar

negara di Asia dan Pasifik masih tergolong rendah. Namun, prevalensi nasional

yang rendah menutupi prevalensi HIV yang tinggi dan tingkat insidensi di wilayah

geografis tertentu dan di antara populasi kunci pada risiko yang lebih tinggi.

Grafik 7
Distribusi Estimasi Negara -Negara yang Terjadi Peningkatan Kasus Baru
HIV dan AIDS di Benua Asia dan Pasifik Tahun 2001-2012
Survailans HIV dan AIDS 27

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan walaupun estimasi infeksi HIV baru

secara keseluruhan masih tergolong rendah namun jumlah kasus baru tetap

mengalami peningkatan trend. Lebarnya wilayah Benua Asia mengalami penurunan

jumlah kasus baru sebanyak 26% sejak tahun 2001 telah mencakup beberapa

keberhasilan penting. Setidaknya beberapa negara diantaranya mengalami

penurunan jumlah kasus baru HIV sejak tahun 2001, termasuk India (57%),

Myanmar (72%), Nepal (87%),Papua Nugini (79%) dan Thailand (63%).


Survailans HIV dan AIDS 28

Namun dalam lima tahun terakhir, jumlah keseluruhan kasus baru di sebagian

negara lainnya tetap tidak mengalami perubahan. Munculnya epidemik menjadi

jelas dalam sejumlah negara. Sebagai contoh, antara tahun 2001 dan 2012, infeksi

kasus HIV baru mengalami peningkatan 2,6 kali di Indonesia; Pakistan telah

menyaksikan peningkatan delapan kali lipat dan infeksi baru di Filipina telah lebih

dari dua kali lipat.

Secara signifikan, bahkan di negara-negara yang telah berhasil mengurangi

kejadian secara keseluruhan, kemajuan nasional memungkiri epidemik

terkonsentrasi (lebih dari 5% prevalensi) di lokasi geografis tertentu dan di antara

kelompok penduduk tertentu pada risiko HIV lebih tinggi atau rentan. Sulitnya

mengukur jumlah kasus baru infeksi HIV sehingga sebagian besar negara di Asia

dan Pasifik tidak memantau secara langsung. Selain itu system pelaporan kasus pasif

masih lemah, dan tren fokus area untuk mengurangi infeksi baru karena itu paling

sering disimpulkan dari tindakan prevalensi dan analisis perilaku berisiko.

Khusus di Indonesia menunjukkan beberapa kota yang tinggi jumlah kejadian

kumulatif HIV dan AIDS pada tahun 2013. Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa

Jumlah kasus HIV dan AIDS tiga besar terbanyak di Indonesia berasal dari tiga

provinsi yaitu, Provinsi Papua, Jawa Timur dan Jakarta. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5
Jumlah Kumulatif Kasus HIV dan AIDS Berdasarkan Provinsi
Cumulative HIV &AIDS Cases by Cases by Province
Survailans HIV dan AIDS 29

Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV dan AIDS tiga besar

N Provinsi/Province HIV AIDS


o
1 Papua 10113 7795
2 JawaTimur/East Java 12862 6900
3 DKI Jakarta 22925 6299
4 Jawa Barat/West Java 7157 4098
5 Bali 6380 3344
6 Jawa Tengah/Central Java 4641 2815
7 Sulawesi Selatan/South Sulawesi 2972 1446
8 Banten 2677 851
9 Riau 1321 827
10 Sumatera Barat/West Sumatra 701 802
11 DI Yogyakarta/Jogjakarta 1690 782
12 Sulawesi Utara/North Sulawesi 1779 652
13 Sumatera Utara/North Sumatra 6364 515
14 Nusa Tenggara Timur/East Nusa
Tenggara 1322 420
15 Nusa Tenggara barat/West Nusa
Tenggara 540 379
16 Kepulauan Riau/Riau Archipelago 2976 375
17 Jambi 434 358
18 Kalimantan Timur/East Kalimantan 1732 332
19 Sumatera Selatan/South Sumatra 1199 322
20 Maluku/Moluccas 951 312
21 Bangka Belitung 332 244
22 Lampung 750 192
23 Papua Barat/West Papua 1896 178
24 Sulawesi Tenggara/SE Sulawesi 126 161
25 Bengkulu 157 155
26 Kalimantan Selatan/South Kalimanta 192 134
28 Maluku Utara/North Moluccas 152 123
29 NAD/Aceh 85 118
30 Sulawesi Tengah/Central Sulawesi 161 109
31 Kalimantan Tengah/Central
Kalimantan 135 93
32 Gorontalo 25 54
33 Sulawesi Barat/West Sulawesi 33 3
Jumlah/total 98.390 42.887
terbanyak di Indonesia berasal dari tiga provinsi yaitu, Provinsi Papua, Jawa Timur dan

DKI Jakarta. Angka AIDS di Papua, tertinggi di antara seluruh provinsi yang ada di

Indonesia yaitu 7.795 kasus, menyusul Jawa Timur 6.900 kasus dan DKI Jakarta
Survailans HIV dan AIDS 30

sebanyak 6.299 kasus AIDS. Sedangkan untuk kasus HIV, Papua berada pada

peringkat ketiga sebanyak 10.113, setelah DKI Jakarta 22.925 dan Jawa Timur

sebanyak 12.802 kasus.

Tingginya kasus HIV dan AIDS di wilayah tersebut tidak terlepas dari

perilaku masyarakatnya yang sering melakukan hubungan homoseksual dan

heteroseksual. Perilaku seksual seperti itu merupakan salah satu penyebab terbesar

terjadinya penyebaran penyakit tersebut. Selain itu pengaruh kondisi lingkungan

yang mendukung terjadinya perilaku berisiko dikalangan remaja dan golongan usia

produktif. Banyaknya lokalisasi PSK dan laki-laki yang menjadi langganan dari

PSK tidak menggunakan kondom, kaum gay dan masih kurang kesadaran dan

kepedulian warga tentang bahaya penularan HIV dan AIDS.

BAB III
Survailans HIV dan AIDS 31

PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Survailans Epidemiologi

Surveilans menurut WHO menjelaskan bahwa surveilans dapat

diartikan sebagai aplikasi metodologi dan teknik epidemiologi yang tepat

untuk mengendalikan penyakit (Amiruddin, 2013).

Ada banyak definisi surveilans yang dijabarkan oleh para ahli, namun

pada dasarnya mareka setuju bahwa kata “surveilans” mengandung empat

unsur yaitu: pengumpulan, analisis, interpretasi dan diseminasi data. Dengan

demikian, di dalam suatu system surveilans, hal yang perlu digaris bawahi

adalah:

a. Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara

berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu

waktu.

b. Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data,

namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis,

interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut,

sampai kepada evaluasinya.

c. Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas

yang baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam

menghasilkan kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien.

Surveilans juga penting untuk mengamati kecenderungan dan

memperkirakan besar masalah kesehatan, mendeteksi serta memprediksi

adanya KLB, mengamati kemajuan program pencegahan dan pemberantasan


Survailans HIV dan AIDS 32

penyakit yang akan dilakukan, memperkirakan dampak program intervensi,

mengevaluasi program intervensi dan mempermudah perencanaan program

pemberantasan. Berdasarkan pemahaman terhadap surveilans, konsep

dasarnya meliputi:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan secara aktif maupun pasif.

Surveilans aktif dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara

mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber lain

sedang surveilans pasif dimana unit surveilans mengumpulkan data

dengan cara menerima data tersebut dari laporan unit pelayanan

kesehatan, masyarakat atau sumber lain.

b. Pengolahan data, analisis dan interpretasi data

Aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data dan

analisis data surveilans yaitu ketepatan waktu dan sensitifitas data.

Ketepatan waktu pengolahan data sangat berkaitan dengan waktu

penerimaan data.

c. Umpan balik dan diseminasi informasi yang baik serta respon yang tepat

d. Kunci keberhasilan surveilans adalah umpan balik dan diseminasi kepada

sumber-sumber data dan pengguna informasi tentang pentingnya proses

pengumpulan data. Bentuk umpat balik biasanya berupa ringkasan

informasi dari analisis data serta tindakan korektif kepada sumber

laporan.

1. Tujuan Surveilans
Survailans HIV dan AIDS 33

Tujuan surveilans meliputi hal berikut ini :

a. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan situasi luar biasa atau

wabah yang terjadi dalam masyarakat sedini mungkin

b. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan risiko tinggi

c. Untuk penentuan penyakit dengan prioritas penanggulangannya

d. Untuk bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan

dengan hasil luarannya berupa insidensi dan prevalensi penyakit dalam

masyarakat

e. Untuk monitoring trend perkembangan situasi kesehatan maupun

penyakit dalam masyarakat.

2. Jenis-Jenis Surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2)

Surveilans penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis

Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatan (Murti dalam

Amiruddin,2013).

a. Surveilans individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan

memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit

serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.

Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional

segera terhadap kontak,sehingga penyakit yang dicurigai dapat

dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional

yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang


Survailans HIV dan AIDS 34

sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama

periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit

selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last dalam Amiruddin,

2013).

Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS

1980an dan SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2)

Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua

orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk

mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial

membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan

perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.

Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit

campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan

tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos

lainnya tetap bekerja. Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas,

sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi

tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah

pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat

(Bensimon dan Upshur, dalam Amiruddin, 2013).

b. Surveilans penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan

terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,

melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-


Survailans HIV dan AIDS 35

laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus

perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di

banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung

melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans

tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem

surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak

terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah

kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang

berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya,

menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya

untuk sumberdaya masingmasing, dan memberikan informasi duplikatif,

sehingga mengakibatkan inefisiensi.

c. Surveilans sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)

penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik

mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun

populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.

Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit,

seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium,

yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi

laboratorium tentang suatu penyakit. Surveilans sindromik dapat

dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai


Survailans HIV dan AIDS 36

contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan

kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-

penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan

berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter

yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus

sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan

mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok

umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans

tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai

influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan

peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor

krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al.; Sloan et al., dalam

Amiruddin, 2013). Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua

kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau

anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel.

Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara

yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan

sumber daya yang terbatas (DCP2; Erme dan Quade dalam Amiruddin,

2013).

d. Surveilans berbasis laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan

menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang

ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah


Survailans HIV dan AIDS 37

laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu

memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan

lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari

klinik-klinik (DCP2 dalam Amiruddin, 2013).

e. Surveilans terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan

semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/

kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans

terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,

melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk

tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu

tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit

tertentu (WHO; Sloan et al dalam Amiruddin, 2013). Karakteristik

pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang surveilans sebagai

pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan

solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan

struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni,

pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung

surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium,

komunikasi, manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi

surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan

pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang


Survailans HIV dan AIDS 38

berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO dalam

Amiruddin, 2013).

f. Surveilans kesehatan

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi

manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit

infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi

negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan

bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut

dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang

manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi

internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans

yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular

merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul

kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru

muncul (new emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan

SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-

aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan

ekonomi (Calain; DCP2 dalam Amiruddin, 2013).

B. Tinjauan Umum Survailans HIV dan AIDS

1. Konsep Surveilans HIV/AIDS

a. Dasar Surveilans HIV/AIDS

Tujuan dari surveilans AIDS ini adalah memberikan suatu data

terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia agar melakukan suatu


Survailans HIV dan AIDS 39

perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap penanggulangan

AIDS di Indonesia. Sedangakn definisi kasus AIDS guna keperluan

surveilans sendiri adalah seseorang yang HIV positif dan didapatkan

minimal 2 tanda mayaor seperti diare kronis selama 1 bulan, berat badan

menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, demam berkepanjangan, dll

disertai dengan 1 tanda minor yaitu seperti salah satunya batuk menetap

selama kuarang lebih 1 bulan dan dermatitis generalisata yang disertai

sensasi gatal.

Prosedur pemeriksaan darah untuk penderita AIDS adalah yang

pertama harus mengisi informed consent yang artinya ketersediaan

subjek untuk diambil darahnya kemudian diberikan konseling sebelum

serta sesudah test terhadap subjek dan yang terpenting harus rahasia agar

subjek yag diambil darahnya merasa nyaman dan tidak timbul rasa

khawatir misalnya tidak di beri nama bisa langsung nama kota atau nama

samara saja.

Cara pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama

malakukan pemeriksaan fisik terhadap penderita yang mencurigakan

terkena AIDS seperti terdapat 2 tanda mayor serta 1 tanda minor, kedua

yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan dugaan terhadap

penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data

apakah penderita positif AIDS atau tidak.

Apabila penderita positif menderita AIDS maka wajib mengisi

formulir penderita AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang
Survailans HIV dan AIDS 40

sudah meninggal atau yang masih hidup, untuk yang sudah meninggal

meskipun sebelumnya sudah lapor pada saat meninggal juga wajib lapor,

karena penguburan mayat positif AIDS berbeda dengan yang biasa. d).

Pelaporan kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir

dari laporan penderita positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini

dikirim secepatnya tanpa menunggu suatu periode waktu dan harus

dilaporkan pada saat menemukan penderita positif AIDS bisa melalui fax

atau email untuk sementara tetapi kemudian disusul dengan data secara

tertulis.

b. Surveilans Sentinel HIV

Surveilans sentinel adalah melakukan kegiatan untuk menganalisis

secara terus menerus untuk menurunkan risiko terjadinya peningkatan

serta penularan HIV dengan menggunakan populasi sentinel atau

kelompok tertentu pada lokasi tertentu untuk memantau prevalensi

penyakit tertentu seperti HIV misalanya pada tempat lokalisasa atau pada

kelompok berisiko tertentu yaitu seperti PSK, pengguna NAPZA dan

waria agar dapat melakukan pencegahan dan penanggulangn HIV serta

memberikan informasi terhadap pelayanan kesehatan.

Tujuan surveilans sentinel HIV sendiri adalah melakukan

pemeriksaan seroprevalens HIV pada kelompok risiko pada klinik,

kemudian memantaun kecenderungan infeksi HIV serta dampak dari

pemberian program pada kelompok tersebut. menyediakan data tentang

proyeksi kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan kegiatan analisis dan


Survailans HIV dan AIDS 41

menyediakan informasi untuk perencanaan pencegahan dan

penanggulangan terhadap pelayanan kesehatan.

Tes HIV dilakukan tanpa memberikan identitas dengan

menggunakan kode tertentu yng tidak dapat dikaitkan dengan subjek

yang diambil darahnya, misalnya menggunakan nama kotanya saja atau

nama samaran, yang tidak ada kaitannya dengan subjek agar dapat

menjaga kerahasiaan, karena penderita HIV/ AIDS sekarang cebderung

terdiskriminasi dan dikucilkan dari kelompok yang lainnya karena

dianggap sebagai penyakit kutukan dari tuhan terhadap balasan apa yang

telah diperbuat, dan itu persepsi yang salah karena penularan HIV/AIDS

tidak hanya karena perilaku seks dengan berganti-ganti pasangan tetapi

bisa saja dari pisau cukur yang sebelumnya di gunakan oleh penderita

HIV/ AIDS, atau mendapatkan donor darah dari penderita HIV/ AIDS

yang tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan seks.

c. Survei Surveilans Perilaku

Tujuan survey surveilans perilaku yaitu melakukan pemantuan

terhadap perilaku seksual dari kelomok berisiko dari waktu ke waktu

untuk menyediakan informasi guna menilai efektifitas dari upaya

pencegahan yang telah dilakukan serta mengembangkan program

selanjutya. Peranan dari surveilans perilaku ini adalah sebagai sitem

peringatan dini, perencanaan suatu program pencegahan dan

penanggulangan dan membantu evaluasi program serta membantu

menjelaskan perubahan suatu prevalensi. Prinsip dari pelaksanaan


Survailans HIV dan AIDS 42

surveilans perilaku sama dengan surveilans HIV yaitu survei yang

dilakukan berulang untuk mengumpulkan data tentang perilaku terhadap

populasi berisiko tertular seperti PSK, waria, pengguna NAPZA suntik

dll.

d. Surveilans Generasi Kedua

Surveilans ini lebih mementingkan penggunaan data mengenai

perilaku terhadap suatu populasi, yang potensial tertular HIV/AIDS

sebagai informasi dan menjelaskan tren HIV pada pada suatu populasi.

Surveilans generasi kedua ini merupakan penggabungan dari surveilans

biologis dan surveilans perilaku, informasi yang penting didapatkan dari

surveilans generasi kedua ini adalah perilaku suatu populasi yang

berisiko tertular HIV sebagai system kewaspadaan dini, kemudian

mengambil informasi dari perilaku populasi berisiko tinggi untuk

membuat suatu program agar terpusat dan tepat pada sasaran, serta

mendapatkan informasi terhadap perilaku apa saja yang bisa di ubah

untuk mencegah penularan, dan melakukan pengamatan perilaku suatu

populasi yang sudah diberikan program kemudian di evaluasi hasilnya

apakah perilaku populasi tersebut berubah yang artinya perilalku tersebut

dapat menurunkan prevalensi HIV pada populasi itu.


Survailans HIV dan AIDS 43

C. SURVEILANS HIV DAN AIDS DI INDONESIA

1. Pelaksanaan Surveilans HIV/AIDS di Indonesia

Surveilans HIV/AIDS merupakan salah satu upaya untuk mengetahui

tingkat masalah melalui pengumpulan data yang sistematis dan terus

menerus terhadap distribusi dan kecenderungan infeksi HIV dan penyakit

terkait lainnya. Pelaksanaan surveilans di Indonesia terdiri dari proses

pengumpulan data kompilasi data analisis data interpretasi data, dan

diseminasi data.

Gambar 1. Sistem Survailans di Indonesia

Jejaring surveilans yang digunakan dalam Surveilans Terpadu Penyakit

Menular termasuk HIV/AIDS adalah :

1. Jejaring surveilans dalam pengiriman data dan informasi

serta peningkatan kemampuan manajemen surveilans epidemiologi

antara Puskesmas, Rumah Sakit, laboratorium, unit surveilans di Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, unit surveilans di Dinas Kesehatan Provinsi


Survailans HIV dan AIDS 44

dan Unit surveilans di Ditjen PPM&PL Depkes., termasuk Puskesmas

dan Rumah Sakit Sentinel.

2. Jejaring surveilans dalam distribusi informasi kepada

program terkait, pusat-pusat penelitian, pusat-pusat kajian, unit

surveilans program pada masing-masing Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen

PPM&PL Depkes, termasuk Puskesmas Sentinel dan Rumah Sakit

Sentinel.

3. Jejaring surveilans dalam pertukaran data, kajian, upaya

peningkatan kemampuan sumber daya antara unit surveilans Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota, unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi

dan Unit surveilans Ditjen PPM & PL Depkes.


Survailans HIV dan AIDS 45

Gambar 8. Alur Distribusi Data Surveilans Terpadu Penyakit

Keterangan:

Distribusi data survailans dari unit survailans kepada unit survailans yang

akan melakukan kompilasi data.

Distribusi data survailans dari unit survailans yang melakukan kompilasi

data ke semua unit survailans yang mengirimkan data.

Distribusi data survailans dari puskesmas dan rumah sakit sentinel.

Kerja Sama Lintas Sektor

Dalam kegiatan survailans integratif HIV/AIDS ini melibatkan tidak saja

sektor kesehatan, namun juga sektor lainnya di luar sektor kesehatan. Bagan

berikut memberikan ilustrasi area peran dari masing-masing sektor dalam

penanggulangan HIV dan AIDS yang dapat diimplementasikan di daerah-daerah

Indonesia.

Gambar 9. Bagan Sektor Kelembagaan Penanggulangan HIV/AIDS


Survailans HIV dan AIDS 46

Berdasarkan sektor kelembagaan di atas, maka dapat ditentukan bagaimana

matriks pemetaan program pada masing-masing sektor dalam mencegah dan

menanggulangi HIV/AIDS.

Tabel
Matriks Pemetaan Program Pencegahan & Penanggulangan HIV dan AIDS
Lintas Sektor
Kerangka Program
Perawatan,
Peningkatan
Nama Lembaga dukungan, Mitigasi
Pencegahan Lingkungan
pengobatan Dampak
Kondusif
Pembuatan
PERDA
Kerjasama HIV/AIDS,
Survailans kasus
KPAD klinik koordinasi
HIV/AIDS
setempat stakeholder
&monev

Penambahan
kapasistas
pengelola
program,
Perluasan Harm
Survailans & advokasi &
Dinas akses reduction:
sosialisasi pembuatan
Kesehatan layanan penanggulanga
HIV/AIDS, regulasi,
VCT n dampak buruk
pelatihan &
revitalisasi
konselor

Penyuluhan
Kantor KB & Kespro, PIKR,
Pemberdayaan Pendidik & - - -
Perempuan Konselor sebaya

Pembinaan
ekstrakulikuler
pelajar untuk
Dinas
bahaya narkoba, - - -
Pendidikan
pendidik &
konselor sebaya

Dinas Sosial & Perluasan - - -


Ketenagakerjaa penanganan WPS
Survailans HIV dan AIDS 47

berupa lapangan
n kerja baru

Pembentukan
Sosialisasi Komunitas
Harm
HIV/AIDS di Warga/Keluarga
reduction, TOT
LSM sekolah,pesantren, - Peduli AIDS,
petugas &
kajian HIV/AIDS advokasi
relawan Lapas,
dll kebijakan

Penyuluhan &
pembinaan
Kantor &
rohani, calon
kelompok - - -
pengantin, remaja
Agama
dll

Penguatan
Dana
Parpol-DPR Kebijakan/Perda
operasional - -
Kota penanggulangan
HIV/AIDS
HIV/AIDS

Jika program pada matriks di atas dilihat lebih rinci lagi, program

pencegahan sebagian besar yang dilakukan adalah berupa sosialisasi, pelatihan,

penyuluhan tentang HIV/AIDS. Lembaga pemerintahan yang melakukan

program ini terutama adalah Kantor KB dan PP dan juga Dinas Kesehatan

Propinsi/Kabupaten. Sedangkan untuk lembaga non-pemerintah, hampir semua

lembaga melakukan program pencegahan. Alasan melakukan program

pencegahan ini adalah terutama untuk memutus mata rantai penyebaran

HIV/AIDS dari kelompok terinfeksi dan kelompok resiko tinggi kepada

kelompok rentan dan kelompok umum.

Kelompok Sasaran Program

Kelompok sasaran program pencegahan terdiri dari kelompok terinfeksi,

kelompok resiko tinggi, kelompok rentan, dan kelompok umum. Berdasarkan


Survailans HIV dan AIDS 48

pembagian tersebut, program pencegahan yang ada ditujukan kepada: kelompok

resiko, kelompok rentan, dan kelompok umum. Kelompok resiko tinggi yaitu

wanita pekerja seks dan pengguna jasanya, penasun, waria, dan narapidana.

Kelompok rentan yang telah disasar program yaitu remaja sekolah dan

pesantren, serta komunitas, sedangkan kelompok umum yang menjadi sasaran

adalah ibu-ibu yang memiliki anak remaja, dan masyarakat umum.

Berdasarkan pemetaan keseluruahan program di atas, lebih spesifiknya

kelompok sasaran program dapat dibagi menjadi:

1. Pelajar baik di sekolah umum maupun pesantren dan mahasiswa

2. Penderita ODHA

3. Keluarga ODHA

4. Penasun

5. Wanita Pekerja Seks

6. Klien WPS

7. Tenaga kesehatan

8. Masyarakat umum: tokoh masyarakat, agama

9. Petugas LAPAS

10. Pemerintah dan legislatif

Kelompok remaja tergolong kelompok rentan. Berdasarkan pemetaan,

kelompok remaja menjadi sasaran program pencegahan terutama program

sosialisi/penyuluhan untuk pelajar. Program-program lainnya sesungguhnya juga

terdapat penerima manfaat kelompok usia muda seperti kelompok ODHA,

penasun, dan WPS yang mana kelompok-kelompok tersebut merupakan


Survailans HIV dan AIDS 49

kelompok terinfeksi dan kelompok resiko tinggi. Untuk kelompok terinfeksi dan

kelompok resiko tinggi, tujuan program lebih kepada mitigasi dampak,

pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk ODHA.

Layanan HIV/AIDS di Indonesia

Sampai dengan Desember 2013, layanan HIV dan AIDS yang aktif

melaporkan di Indonesia:

1. 990 layanan Konseling dan Tes HIV (KT), termasuk Tes HIV dan Konseling

yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan (TIPK).

2. 418 layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif

melakukan pengobatan ARV, terdiri dari 284 RS Rujukan PDP (induk) dan

134 satelit.

3. 87 layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon).

4. 969 layanan IMS (Infeksi Menular Seksual).

5. 130 layanan PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak).

6. 223 layanan yang mampu melalukan layanan TB-HIV.

Sampai dengan bulan Desember 2013, jumlah Lapas/Rutan/Bapas yang

melaksanakan kegiatan pengendalian HIV-AIDS dan IMS sebagai berikut:

1. 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi

dan Edukasi).

2. 20 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan penjangkauan.

3. 78 Lapas/Rutan/Bapas memiliki Kelompok Dampingan Sebaya (KDS).

4. 45 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan Konseling dan Tes HIV.

5. 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan koordinasi.


Survailans HIV dan AIDS 50

6. 9 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan layanan PTRM.

7. 127 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan rujukan HIV-AIDS.

Jumlah ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai

dengan bulan Desember 2013 sebanyak 39.418 orang. Pemakaian rejimennya

adalah 95,95% (37.820 orang) menggunakan Lini 1 dan 3,01% (1.186 orang)

menggunakan Lini 2, sedangkan 1,05% (412 orang) tidak diketahui.

D. ANALISIS KOMPONEN SURVEILANS KEJADIAN HIV DAN AIDS DI

INDONESIA

Epidemiologi surveilans dalam pelaksanaan kegiatannya, secara teratur

dan terencana melakukan berbagai komponen utama surveilans. Komponen

surveilans dari kejadian HIV dan AIDS meliputi pengumpulan data,

pengolahan data, analisis data, pelaporan, dan diseminasi data. Sedangkan

penggambaran pola distribusi penyakit menurut waktu dan orang.

1) Pencatatan / Pengumpulan Data

Pencatatan/ Pengumpulan Data pasien penderita HIV dan AIDS

dilakukandengandengan 2 (dua) carayaitu:

a. Secara Mobile (Survei Aktif)

Adalah pengumpulan data kejadian HIV dan AIDS dilakukan

dengan surveilans aktif yaitu pelacakan penderita HIV dan AIDS

dimana petugas kesehatan langsung mendatangi lokasi – lokasi yang

dianggap sebagai lokalisasi yaitu Tempat Hiburan Malam

(Karaokean), Tempat Nongkrong para kaum gay, dan Panti Pijat.


Survailans HIV dan AIDS 51

Setelah ada penderita yang dicurigai HIV dan AIDS maka petugas

merujuk untuk melakukan pemeriksaan di Puskesmas.

b. Secara Menetap (Survei Pasif)

Adalah pengumpulan data kejadian HIV dan AIDS dilakukan

dengan surveilans pasif yaitu pelacakan penderita HIV dan AIDS

yang dilakukan oleh Kader Kesehatan dan Tim Penjangkau yang

berada di tiap–tiap kelurahan sedangkan petugas kesehatan menunggu

pederita yang datang ke puskesmas dari laporan atau rujukan dari

kader dan tim penjangkau.

2) Kompilasi Data

Kompilasi Data dilakukan untuk membuat pengelompokan atau

spesifikasi data yang diperlukan untuk kepentingan analisis surveilans

kejadian HIV dan AIDS. Kompilasi data kejadian HIV dan AIDS di

Puskesmas Kassi Kassi Makassar menggunakan tabulasi. Kompilasi data

dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab di bagian RR (Record

Report).

3) Analisis Data

Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dan dilakukan

interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang

situasi yang ada dalam masyarakat. Analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif,secara deskriptif bertujuan untuk mengetahui distribusi

kejadian HIV dan AIDS berdasarkan orang, waktu, dan tempat.


Survailans HIV dan AIDS 52

4) Interpretasi Data

Kegiatan interpretasi data mulai dari pengamatan sampai dengan

pelaporan dilakukan oleh petugas. Pelaporan kejadian HIV dan AIDS

dilakukan dengan menggunakan software yaitu SIHA (Sistem Informasi

HIV dan AIDS) dengan sistem online maka pelaporan untuk kejadian HIV

dan AIDS dapat langsung dilaporkan kepada Kementrian Kesehatan dan

juga dapat langsung diketahui oleh Dinas Kesehatan Kota/Kab untuk

jumlah kasus HIV dan AIDS. Sedangkan untuk laporan mengenai tindakan

preventif dilaporkan ke Indonesian HIV dan AIDS Prevention Care

Program (IHPCP).

5) Diseminasi Data

Diseminasi berupa pelaporan secara aktif dilakukan ke Dinas

Kesehatan Kota setiap bulan, laporan dikirim setiap tanggal 25 dan

diterima oleh Dinkes paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.Sementara

itu, penyebarluasan informasi dilakukan kepada KPA (Komisi

Penanggulangan HIV dan AIDS), IHPCP, RS. Wahidin, serta kepentingan

penelitian secara pasif, hanya dilakukan apabila ada permintaan data dari

instansi yang dimaksud.

Untuk memeperkuat sistem surveilans maka perlu diperhatikan

atribut-atribut surveilans. Karakteristik survailans yang efektif: cepat,

akurat, reliabel, representatif, sederhana, fleksibel, akseptabel, dan

digunakan.
Survailans HIV dan AIDS 53

a. Simplicity

Kesederhanaan suatu sistem surveilans berarti struktur yang sederhana

dan mudah dioperasikan.

b. Fleksibilitas

Sistem surveilans yang fleksibel adalah sistem yang mampu

menyesuaikan diri terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan

maupun terhadap keadaan lapangan dengan terbatasnya waktu, anggaran

dan personil.

c. Acceptability

Adanya penerimaan sistem surveilans tertentu dapat dilihat dari

keinginan individu maupun organisasi tertentu untuk ikut serta dalam

sistem tersebut.

d. Sensitivitas

Sensitivitas sistem surveilans dimaksudkan dengan tingkat kemampuan

sistem tersebut untuk mendapatkan/menjaring data informasi yang

akurat.

e. Predictive Value Positive

Nilai ramal positif adalah proporsi orang-orang yang diidentifikasi

sebagai kasus yang sesungguhnya memang berada dalam kondisi yang

sedang mengalami surveilans.

f. Representative

Sistem surveilans yang representatif adalah suatu sistem surveilans yang

dapat menguraikan dengan tepat berbagai kejadian/peristiwa kesehatan


Survailans HIV dan AIDS 54

atau penyakit sepanjang waktu termasuk penyebarannya dalam populasi

menurut waktu dan tempat.

g. Timeliness

Ketepatan waktu dimaksudkan sebagai tingkat kecepatan atau

keterlambatan diantara langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

suatu sistem surveilans.

E. MANFAAT SURVEILANS HIV DAN AIDS

a. Manfaat Umum:

Secara umum manfaat surveilans HIV/AIDS adalah membantu

perencanaan, implementasi, dan evaluasi program penanggulangan

HIV/AIDS.

b. Manfaat Khusus:

a. Melakukan pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

HIV/AIDS di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam

rangka mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) HIV/AIDS.

b. Dapat menjelaskan pola penyakit HIV/AIDS yang sedang berlangsung

yang dapat dikaitkan dengan tindakan-tindakan/intervensi kesehatan

masyarakat. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Deteksi perubahan akut dari penyakit HIV/AIDS yang terjadi dan

distribusinya.

2) Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit HIV/AIDS.

3) Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor

yang dapat menyebabkan sakit dikemudian hari.


Survailans HIV dan AIDS 55

4) Deteksi perubahan pelayanan kesehatan.

c. Dapat mempelajari riwayat alamiah dan epidemiologi penyakit

HIV/AIDS, khususnya untuk mendeteksi adanya KLB/wabah.

Pemahaman melalui riwayat penyakit, dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

1) Membantu menyusun hipotesis untuk dasar pengambilan keputusan

dalam intervensi kesehatan masyarakat.

2) Membantu untuk mengidentifikasi penyakit untuk keperluan

penelitian epidemiologi.

3) Mengevaluasi program-program pencegahan dan pengendalian

penyakit HIV/AIDS yang sedang dilaksanakan.

d. Memberikan informasi dan data dasar untuk memproyeksikan kebutuhan

pelayanan kesehatan dimasa mendatang.

Data dasar penyakit HIV/AIDS sangat penting untuk menyusun

perencanaan dan untuk mengevaluasi hasil akhir intervensi yang

diberikan. Dengan semakin kompleksnya pengambilan keputusan dalam

bidang kesehatan masyarakat, maka diperlukan data yang cukup handal

untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang sistematis dan

dapat dibuktikan dengan data (angka).

e. Dapat membantu pelaksanaan dan daya guna program pengendalian

khusus dengan membandingkan besarnya masalah kejadian penyakit

HIV/AIDS sebelum dan sesudah pelaksanaan program.


Survailans HIV dan AIDS 56

f. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut umur, pekerjaan,

tempat tinggal dimana penyakit HIV/AIDS sering terjadi dan variasi

terjadinya dari waktu ke waktu (musiman, dari tahun ke tahun), dan cara

serta dinamika penularan penyakit menular.

g. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat

disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar penanggulangan HIV/AIDS

yang cepat dan tepat, yaitu melakukan perencanaan yang sesuai dengan

permasalahannya.

F. SURVEILANS HIV SECARA KOMPREHENSIF DI THAILAND

Wabah HIV / AIDS di Thailand merupakan salah satu yang paling luas dan

benar-benar didokumentasikan sebagai penyakit epidemic penyakit mematikan

di dunia. Dari waktu wabah HIV pertama di antara pria yang berhubungan seks

dengan laki-laki di akhir 1980-an, Departemen Kesehatan Masyarakat Thailand

dengan sistem surveilans dengan aktif dan cepat mampu menekan evolusi

epidemi HIV.

Keterbukaan masyarakat baik nasional dan internasional, besarnya masalah

HIV telah menjadi kunci keberhasilan Program Thai AIDS. Baik pemerintah dan

sektor swasta telah menunjukkan komitmen yang luar bia dan fleksibilitas dalam

merespon keragaman situasi risiko dalam masyarakat ini berkembang pesat.

Surveillance telah memberikan kontribusi sukses. Melalui berbagai

metode, informasi dikumpulkan yang sangat penting untuk menciptakan

kesadaran tren dan pola dari HIV menyebar dan perilaku berisiko, dan yang

dipandu perencanaan untuk pencegahan dan perawatan. Sehingga kami


Survailans HIV dan AIDS 57

mengangkat Thailand dengan pengalaman Negara ini dengan sistem pengawasan

yang komprehensif sebagai tolak ukur surveilans yang cukup efektif.

Dukungan Gesellschaft for Technisch Zusammenarbeit (GTZ) untuk upaya

Thailand untuk memerang epidemi HIV dimulai pada tahun 1989. GTZ telah

memiliki dua mitra kerjasama: Divisi Epidemiologi Departemen Kesehatan

Masyarakat (MOPH) dengan perusahaan tim kesehatan provinsi, dan

Kependudukan dan Asosiasi Pengembangan Masyarakat (PDA), yaitu LSM.

The MOPH bagian dari proyek terkonsentrasi penelitian epidemiologi dan

perilaku di beberapa propinsi di Utara dan Selatan Thailand. Proyek ini juga

telah mendukung rekan pendidikan antara berbagai kelompok populasi serta

kegiatan pelatihan dan perawatan.

A. Pengembangan Sistem Surveilans Nasional HIV

1. Surveilans Sentinel

Pada tahun 1988, pengujian di klinik pengobatan umum mengungkapkan

wabah infeksi HIV di antara suntik pengguna narkoba di Bangkok. Khawatir

bahwa kekuatan HIV menyebar dari IDU melalui transmisi seksual lainnya

populasi berisiko tinggi dan dari sana ke umum penduduk, Departemen

Kesehatan Masyarakat dimulai surveilans sentinel di antara jenis kelamin

laki-laki dan perempuan pekerja dan pasien STD di 14 dari 73 provinsi ANC

peserta dan donor darah juga termasuk dalam sistem surveilans pada saat itu

awal panggung, karena pengawasan mereka akan memberikansistem

peringatan dini untuk penyebaran HIV ke dalam populasi umum.


Survailans HIV dan AIDS 58

Prevalensi HIV di kalangan pekerja seks perempuan tetap rendah sampai

tahun 1989, ketika hampir setengah daribordil berbasis pekerja seks di

Chiangmai adalah ditemukan terinfeksi. Sekali lagi, Kementerian Umum

Kesehatan bereaksi cepat dengan memperluas surveilans sentinel untuk

menutupi beberapa tinggi dan rendah – risiko populasi (wanita hamil , donor

darah , jenis kelamin pekerja , pasien STD pria , pengguna narkoba suntik )

untuk 31 dari 73 provinsi di putaran kedua survey dan keseluruh provinsi.

Data yang dikumpulkan pada status HIV, usia, jenis kelamin dan tempat

tinggal. Pekerja seks ditanya tentang penggunan kondom.

Survei dilakukan secara teratur setiap 6 bulan sampai tahun 1995, ketika

menstabilkan tren HIV ditemukan di antara kelompok-kelompok sentinel

standar dan Perubahan cepat dalam tingkat infeksi yang tidak lagi

diharapkan. Untuk mengendalikan biaya, frekuensi survey sentinel kemudian

dikurangi menjadi satu per tahun.

2. Survey Dikalangan Calon Anggota Militer

Selain surveilans sentinel HIV, dengan merahasiakan status sampel dari

sekitar 60.000 militer yang berusia 21 tahun direkrut dari seluruh negeri diuji

untuk HIV setiap tahun. Dalam rangka untuk mendapatkan wawasan tentang

pola geografis penyebaran HIV, data agregat sesuai dengan tempat tinggal

terbaru.

3. Studi Cohort

Selain itu calon anggota militer yang terbukti positif akan dilakukan atau

dijadikan sampel studi kohor, perempuan pekerja seks, laki-laki


Survailans HIV dan AIDS 59

berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), STD pengunjung klinik dan donor

darah telah diikuti untuk menentukan tingkat infeksi HIV baru dan faktor

risiko potensial yang terkait dengan infeksi HIV.

4. National Behavioural Survey

Pada tahun 1990, sepertiga dari propinsi melaporkan infeksi HIV di antara

peserta ANC, dan itu menjadi jelas bahwa a) jangkauan geografis epidemik

telah menjadi luas dan b) HIV sekarang terutama ditularkan heteroseksual,

sehingga kenaikan HIV dari transmisi heteroseksual, Departemen Kesehatan

Masyarakat segera melaksanakan survei perilaku seksual nasional di

199.052, yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari penduduk laki-laki

dan perempuan yang berisiko tinggi terinfeksi. Survei perilaku nasional ini

pertama, "Survey Hubungan Partner dan Risiko Infeksi HIV di Thailand",

dilakukan dengan menggunakan modifikasi versi kuesioner inti WHO.

Data pada pengguna narkoba suntik dan perilaku sksual, seperti onset

aktivitas seksual, penggunaan kondom, jumlah dan jenis pasangan seksual

termasuk seks komersial dan aktivitas homoseksual, Pengalaman STD,

berbagi jarum dan desinfeksi praktek , dikumpulkan dari sampel lebih dari

2.800 pria dan wanita

Selama awal 1990-an, kesadaran akan ancaman HIV/AIDS meningkat pesat,

sebagai kegiatan pencegahan dramatis diperluas. Surveillance sekarang

diakuisisi dimensi lain yang seharusnya memantau perubahan terukur dalam

penggunaan narkoba dan perilaku seks sebagai hasil dari upaya pencegahan
Survailans HIV dan AIDS 60

HIV. Tahun 1993, survei perilaku nasional diulang dan sistem surveilans

perilaku didirikan di Bangkok.

5. Upaya Pengawasan Regional dan Lokal

Pada pertengahan 1990-an, dengan keragaman wilayah meningkat dan pola

penyebaran HIV setiap provinsi, sehingga dirasa perlu untuk melakukan

program dan upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang

relevan secara lokal. Setiap daerah masing-masing ditemukan memiliki

populasi sendiri beresiko, Misalnya nelayan di pesisir, pekerja migran dari

daerah pegunungan, pedesaan, dan pabrik pekerja di kawasan industri,

surveilans sentinel sero yang disesuaikan dengan menyertakan kelompok

daripada mengandalkan sentinel standar kelompok saja. Sampai saat ini

hanya beberapa provinsi memiliki dan mampu membangun surveilans

sentinel mereka sendiri program namun, seperti keterampilan dalam desain

survey implementasi dan analisis terbatas.

6. Surveilans Sentinel Perilaku

Pada tahun 1995, surveilans perilaku diperpanjang sampai 19 provinsi lebih

lanjut. Mengikuti metodologi. HIV sentinel surveilans sero-klasik, anonim

survei perilaku telah sejak dilakukan setiap tahun, untuk melacak perilaku

seksual di kalangan 15-29 tahun wajib militer, pria dan wanita buruh pabrik,

sekolah menengah pria dan wanita siswa dan ANC peserta. Di Bangkok,

sistem telah melibatkan tatap muka wawancara singkat untuk ikuti sejumlah

indikator kunci perilaku termasuk seks komersial, seks dengan tanpa ikatan

dengan pasangan dan penggunaan kondom dengan teratur dan pasangan seks
Survailans HIV dan AIDS 61

dengan ikatan jika ada yang berpotensi menularkan. Sekitar 1.400 laki-laki,

3.100 perempuan dan 800 pekerja seks perempuan yang diwawancarai

selama setiap putaran. Di provinsi-provinsi, informasi telah dikumpulkan

antara sesama kelompok, menggunakan single-sheet anonim dikelola sendiri

dengan kuesioner.

7. Pelaporan Kasus STD (PMS)

Selain survailans sero HIV dan surveilans perilaku, kasus STD pelaporan

data memiliki telah digunakan untuk memantau kecenderungan HIV relevan

dalam perilaku seksual. Klinik pemerintah dan rumah sakit melaporkan

kasus STD melalui pengawasan provinsi. Unit ke Divisi Penyakit kelamin

di laporkan mengkompilasi data. Penyedia layanan tidak memberikan

kontribusi terhadap pelaporan.

G. SISTEM SURVEILANS HIV DAN AIDS SAAT INI DAN MASA DEPAN

HIV DAN AIDS SURVEILANS DI NEGARA BERKEMBANG

A. Kelemahan Dan Kekuatan Pengawasan Sistem Berbasis Pada Pelaporan

Kasus Dan Surveilans Sentinel

Kasus pelaporan AIDS dan HIV dari beberapa data telah

menunjukkan, sistem surveilans HIV di negara berkembang bervariasi dalam

mereka pilihan pendekatan dan kompleksitas. Sementara sebagian besar dari

negara-negara Karibia telah mengandalkan AIDS dan pelaporan kasus HIV

sebagai alat pemantauan utama, dalam dua pelaporan contoh kasus lain yang

memiliki hanya memainkan peran kecil.


Survailans HIV dan AIDS 62

AIDS dan pelaporan kasus HIV memiliki sendiri kekuatan tertentu

dan kelemahan. Sebuah kekuatan Pelaporan kasus AIDS adalah bahwa hal

itu memberikan bukti nyata kehadiran epidemi. Misalnya di kedua negara

Afrika Timur dan Thailand di mana pelaporan kasus didahului pengenalan

sentinel surveilans sero -, semakin banyak dilaporkan

Kasus AIDS menarik perhatian pada kehadiran dari ancaman HIV.

Di Tanzania, itu memberikan kontribusi terhadap perencanaan program

pencegahan, misalnya dengan menyoroti penyebaran cepat HIV di sepanjang

utama rute transportasi, di mana kasus AIDS yang terakumulasi. Tergantung

pada kelengkapan pelaporan, Kasus pelaporan AIDS juga menyediakan

dasar untuk memperkiraka beban penyakit terkait HIV dan permintaan untuk

perawatan kesehatan. Kelemahan utama dari kasus pelaporan AIDS adalah

bahwa kasus AIDS merupakan infeksi yang didapat beberapa tahun di masa

lalu. Sebagai pengalaman Karibia menyakitkan menunjukkan, analisis kasus

AIDS pelaporan Data hanya dapat memberikan pemahaman yang sangat

terbatas pola penularan HIV saat ini. Oleh karena itu hampir tidak relevan

untuk jangka menengah pendek atau evaluasi dampak

B. Suveilans Sentinel
Terutama karena keterbatasan yang melekat pada kasus berpotensi

padapelaporan dengan biaya yang tinggi, metode yang sesuai seperti survei

berbasis populasi. Surveilans sentinel HIV dikembangkan oleh WHO

Program Global AIDS dan penelitian berafiliasi lembaga lebih dari satu

dekade yang lalu,


Survailans HIV dan AIDS 63

Metode Surveilans yang Berbeda Berhubungan dengan Tujuan


dan Perspektif Waktu
Metode Perspektif waktu surveilans
- Kasus STD pelaporan - Untuk memantau tren jangka pendek (tahun ke
- Omset Kondom Tahunan tahun)
- Surveilans Perilaku - Untuk menilai efektivitas intervensi
- Kasus HIV pelaporan - Untuk memantau tren jangka menengah (- 5
- Surveilans Sentinel HIV tahun.)
- Surveilans Perilaku - Untuk fokus intervensi dan memantau dampaknya
Kasus AIDS * dan pelaporan - Untuk memantau tren jangka panjang (5-15
kematian tahun) dari kejadian dan pola transmisi
- Untuk menilai biaya sosial dan dampak
Laporan kasus AIDS dan HIV dapat mencakup:
- Informasi klinis. misalnya stadium klinis, kriteria definisi kasus;
- Informasi sosiodemografi, misalnya pendidikan, pekerjaan;
- Informasi perilaku, misalnya no. pasangan seksual dalam 12 bulan terakhir, seumur
hidup, pasangan seks, penggunaan kondom.

Diantara faktor-faktor yang diidentifikasi telah terhambat pembentukan dan

pemeliharaan system surveilans, dua tampaknya paling penting:

a. Kurangnya pemahaman di antara perencana kesehtan dan pengambil

keputusan tentang pentingnya surveilans sebagai pencegahan dan

perawatan HIV,

b. Kurangnya tenaga epidemiologi terampil baik tingkat layanan yang lebih

rendah demikian pula pusat.

Kuantitas dan kualitas data harus dipertimbangkan ketika merancang suatu

peneliti. Kapasitas dasar untuk melakukan surveilans sentinel dapat

diperkuat dan dipertahanka melalui kontrol kualitas yang sistematis data

kolektif prosedur dan pengujian laboratorium untuk tujuan kapasitas manajer


Survailans HIV dan AIDS 64

dan referensi laboratorium di tingkat pusat untuk melakukan pengawasan

dan kontrol kualitas mungkin memerlukan penguatan.

C. Indikator Surveilans Epidemiologi tingkat Puskesmas di Indonesia

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1116/MENKES/SK/VIII/2003 sumber daya penyelenggaraan surveilans

epidemiologi meliputi SDM, sarana dan pembiayaan. Kinerja

penyelengaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur dengan

indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut

merupakan satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut

menunjukkan kinerja sistem surveilans yang belum memadai.

Indikator-indikator tesebut adalah sebagai berikut :

a. Masukan

1) Sumber Daya Manusia (SDM), dibutuhkan 1 tenaga Epidemiologi

terampil

2) Sarana, berupa 1 paket komputer, 1 paket alat komunikasi (telepon,

faksimili, SSB), 1 paket kepustakaan, 1 paket pedoman pelaksanaan

surveilans epidemiologi dan program aplikasi komputer, 1 paket

formulir, 1 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi dan

1 roda dua.

3) Pembiayaan, melalui dana APBN, APBD, dll.

b. Proses

Proses penyelenggaraan sistem surveilans di tingkat kabupaten adalah:

1) Kelengkapan laporan unit pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %.


Survailans HIV dan AIDS 65

2) Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal ≥ 80 %.

3) Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih

setahun

4) Umpan balik sebesar 80 % atau lebih.

c. Keluaran

Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun.

D. Indikator Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS


a. Pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual

a) Program Penjangkauan, meliputi peningkatan pengetahuan dan

pemahaman, kemampuan menilai risiko dan kemampuan mengakses

layanan.

b) Manajemen IMS dengan layanan yang bersahabat dan tanpa

diskriminasi

c) Layanan Periodic Presumtive Treatment (PPT)

d) Diagnostik HIV melalui program VCT dan inisiatif petugas

kesehatan,

e) Integrasi layanan reproduksi esensial dengan program HIV

b. Pencegahan penularan melalui jarum suntik

a) Penjangkauan yang terus menerus sehingga terjadi perubahan

perilaku, meliputi peningkatan pengetahuan dan pemahaman,

kemampuan menilai risiko dan kemampuan mengakses layanan

b) Penyediaan layanan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

c. Pencegahan penularan dari ibu ke bayi


Survailans HIV dan AIDS 66

a) Pendidikan dan pelatihan tentang penyelenggaraan PMTCT bagi

petugas kesehatan dan masyarakat.

b) Konseling dan pemberian ARV profilaksis bagi ibu hamil dengan

HIV selama kehamilan, dan bayi yang dilahirkan serta pertolongan

persalinan yang tepat dan aman, sesuai kondisi ibu hamil dengan

HIV.

d. Penguatan dan Pengembangan Layanan Kesehatan serta Koordinasi antar

Layanan

a) Peningkatan jumlah dan mutu layanan kesehatan (VCT, PMTCT,

CST) yang bersahabat, menjunjung tinggi HAM, dan sensitif gender.

b) Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang ramah terhadap anak-

anak terinfeksi HIV.Koordinasi antar layanan,

e. Pengobatan Antiretroviral (ARV)

a) Pendistribusian ARV secara berkesinambungan dan menyeluruh

kepada Odha yang membutuhkan, termasuk WBP dan anak terinfeksi

HIV

b) Konseling mencakup informasi efek samping, resistensi serta manfaat

pengobatan

c) Pemantauan kepatuhan minum obat yang terintegrasi pada kelompok

dukungan sebaya, LSM dan layanan kesehatan.

f. Dukungan Psikologis dan Sosial

a) KIE pada masyarakat untuk menurunkan stigma dan diskriminasi

terhadap orang terinfeksi HIV dan keluarganya


Survailans HIV dan AIDS 67

b) Pelatihan dan penguatan komunitas untuk memberikan perawatan dan

dukungan psikologis dan sosial

g. Penguatan Kelembagaan dan Manajemen, Peningkatan kapasitas

pelaksana program
Survailans HIV dan AIDS 68

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Distribusi kejadian HIV dan AIDS secara global pada tahun 2001 sekitar

91,7% dari akumulasi penderita HIV dan AIDS sampai tahun 2001 berada

pada kelompok usia dewasa (>15 tahun) dan menurun menjadi 90,9% pada

tahun 2012 di kelompok umur yang sama dengan infeksi HIV terbesar di

seluruh dunia adalah perempuan dengan persentasi sebesar 52%. Sebagian

besar infeksi baru HIV di seluruh dunia ditularkan melalui hubungan

heteroseksual. Namun di beberapa negara homoseksual, pengguna narkoba

suntik (IDU’s), dan pekerja seks memiliki resiko yang tinggi.

2. Sebagian besar penderita AIDS di Indonesia adalah laki-laki yaitu sebesar

28.846 orang (55,1%), dengan terbanyak berada pada kelompok umur 20-29

tahun sebesar 17.892 orang (34,18%), sedangkan yang paling sedikit berada

pada kelompok umur <1 tahun sebesar 234 orang (0,45%), sedangkan

berdasarkan faktor risiko HIV dan AIDS, terbesar pada faktor hubungan

heteroseksual dengan presentasi 63,02%.

3. Kondisi Epidemiologi HIV dan AIDS menurut waktu di Asia Pasifik

menunjukkan jumlah orang yang hidup dengan HIV juga mengalami

peningkatan, dan jumlah kasus baru dan jumlah orang yang meninggal

dengan HIV mengalami penurunan.


Survailans HIV dan AIDS 69

4. Jumlah kasus baru yang tertinggi secara global adalah di negara Sub-Sahara

Afrika dengan jumlah kasus sebanyak 1,6 juta jiwa (prevalensi 4,7%) dan

orang yang hidup dengan HIV-AIDS sebanyak 25,0 juta (71%).

5. Jumlah kasus HIV dan AIDS tiga besar terbanyak di Indonesia berasal dari

tiga provinsi yaitu, Provinsi Papua, Jawa Timur dan Jakarta.

6. Pengembangan sistem surveilans HIV dan AIDS di Thailand adalah

surveilans sentinel, survey dikalangan anggota militer, studi kohort, national

behavior survey, upaya pengawasan regional dan lokal, surveilans sentinel

perilaku, dan pelaporan kasus PMS.

7. Unsur-unsur surveilans HIV dan AIDS di Indonesia adalah Simplicity,

Fleksibilitas, Acceptability, Sensitivitas, Predictive Value Positive,

Representative, Timeliness.

8. Indikator surveilans epidemiologi HIV dan AIDS adalah masukan (sumber

daya manusia, sarana, pembiayaan), Proses (kelengkapan laporan unit

pelaporan dan sumber data awal ≥ 80 %, ketepatan laporan unit pelapor dan

sumber data awal ≥ 80 %, penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4

kali atau lebih setahun, umpan balik sebesar 80 % atau lebih), dan Keluaran

(Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun).

B. Saran

1. Distribusi epidemiologi berdasarkan orang menurut umur tertinggi pada

umur ≥ 25 tahun baik secara gobal maupun di Indonesia dimana umur ≥ 25

tahun merupakan usia produktif, kelompok umur ini perlu mendapatkan

perhatian khusus agar angka penderitanya tidak tinggi. Hal ini dapat
Survailans HIV dan AIDS 70

dilakukan dengan memaksimalkan kampanye pencegahan HIV dan AIDS

terhadap kelompok usia produktif, lebih mendekatkan akses layanan

kesehatan pada masyarakat. Meningkatkan akses informasi mengenai

penyebaran dan memberikan pengetahuan mengenai HIV dan AIDS kepada

masyarakat agar menurunkan berperilaku berisiko, seperti gonta-ganti

pasangan.

2. Distribusi epidemiologi berdasarkan tempat ini perlu ditingkatkan dan sering

dilakukan untuk melihat daerah-daerah yang tingkat angka kejadiannya

penularan HIV dan AIDS, sehingga petugas kesehatan bisa lebih fokus

melakukan kunjungan dan pemeriksaan rutin di daerah itu. Hal ini karena

penyakit mempunyai kecenderungan ditemukan pada tempat-tempat tertentu.

3. Distribusi epidemiologi berdasarkan waktu melihat angka kejadian HIV dan

AIDS mengalami peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Diperlukan adanya

peningkatan pencegahan yang dijalankan yang dilakukan secara terus-

menerus.
Survailans HIV dan AIDS 71

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Ridwan. 2013. Modul Surveilans HIV Dan AIDS. Makassar.

Amiruddin, Ridwan. 2013. Surveilans Kesehatan Masyarakat. PT. Penerbit IPB


Press. Bogor.

Deutsche Welle. 2013. UNICEF: Remaja Rentan HIV.http://www.dw.de.com.


Diunduh tanggal 3 April 2014

KPA. 2010. Strategi Nasional Pemberantasan HIV dan AIDS di Indonesia.


Jakarta.

Kemenkes RI. 2003. Aturan Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans


Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.
Jakarta.

___________. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di


Indonesia.http://www.spiritia.or.id. Diunduh tanggal 3 April 2014

___________. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1116/Menkes/Sk/Viii/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Diakses pada http://www.hukor.
depkes.go.id/up_prod_ kepmenkes/KMK%20No.%201116%20ttg
%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans
%20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf tanggal April 2014.

___________.2009. Modul Kebijakan dalam Penanggulangan IMS, HIV, dan


AIDS. Jakarta.

________. 2014. Laporan Akhir Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia


Tahun 2013. Diakses pada http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?
lang=id&gg=1 tanggal 02 April 2014.

Kompas, 2013. Ilmuwan Temukan HIV Jenis Baru yang Sangat Agresif.
http://www.forum.kompas.com. Diunduh pada 4 April 2014

Murti,Bisma. 2009. Survailans Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Sofyan. 2013. Sepanjang 2012, Ditemukan 900 Pengidap HIV – AIDS Di


Makassar.http://makassar.radiosmartfm.com. Diunduh tanggal 3 April 2014

UNAID. 2013. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Diakses
pada
http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epidemiolo
Survailans HIV dan AIDS 72

gy/2013/gr2013/UNAIDS_Global_Report_2013_en.pdf tanggal 02 April


2014.

UNAIDS, 2013. Global Report-UNAIDS report on the global AIDS epidemic


2013. situs : http://www. unaids.org. Diunduh pada 3 April 2014

UNAIDS, 2013. HIV in Asia and The Pasific-UNAIDS report 2013. situs :
http://www. unaids.org. Diunduh pada 3 April 2014

Anda mungkin juga menyukai