Anda di halaman 1dari 5

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Zahara Suciani Putri (1801105043)

Pembelajaran dikatakan suatu proses yang dibangun oleh guru dan siswa,
siswa ke siswa dengan membangun sebuah komunikasi. bukan hanya pembelajaran
namun belajar juga merupakan suatu proses dimana tingkah laku itu dapat berubah
dengan seringnya latihan dan juga dengan pengalaman ucap James O. Wittaken (Ii,
2007). (Gil & Luton, 2009) Berpendapat pembelajaran matematika merupakan segala usaha
guru dalam membantu siswa memahami dan juga terampil dalam matematika. (Nila, 2008)
peran guru adalah salah satu bagian penting dalam proses pembelajaran berlangsung,
dimana guru bukan hanya memberikan sebuah informasi ke siswa melainkan guru
lebih mengarahkan siswa nya dan juga menjadi fasilitator siswa dalam belajar.

Teori belajar menjadi bagian penting dalam penentu keberhasilan pendidikan


seperti yang di utarakan dalam artikel (Nila, 2008). Berbagai teori belajar hadil
dengan kelebihan dan kekurangannya masing masing untuk membantu suatu individu
belajar sesuai kondisi dan tahap perkembangannya. Pendidikan di Indonesia memiliki
standar tersendiri dalam penggunaan teori belajar untuk di terapkan disekolah.
Menurut (Danoebroto, 2015) Indonesia dalam pembelajaran maupun praktek
pembelajaran matematika dipengaruhi oleh dua teori yaitu teori belajar kognitif dan
teori belajar behavior. Pada artikel yang ditulis oleh (Gil & Luton, 2009) berpendapat
bahwa teori belajar matematika secara umum yang banyak digunakan mengacu pada
teori Vygotsky dan teori Piaget, dimana kedua teori tersebut mewakili teori belajar
konstruktivisme.

Perbedaan akan terlihat melalui beberapa penjelasan tentang dua teori dasar
yang digunakan atau berlaku di indonesia. Teori behavior yang di angkat pertama kali
oleh Gagne dan Berliner menekankan individu untuk belajar sebagai individu yang
pasif. Tingkah laku adalah satu hal yang penting untuk kaum behaviorisme, dimana
tingkah laku ini menjadi sebuah tolak ukur. behaviorisme sendiri akan melihat adakah
perubahan yang terjadi setelah individu mendapatkan beberapa pengalaman belajar
secara aktual. Behavior sendiri dikaitkan juga dengan stimulus dan respon, dalam
artikel (Amsari, 2018) perubahan tingkah laku yang terjadi kepada individu dalam
belajar merupakan hasil dari stimulus dan respon yang bekerja dalam mengambil
pengalaman secara aktual. Menurut (Latif, 2020) individu akan dianggap telah belajar
jika menujukan sebuah perubahan dari tingkah lakunya. Behaviorisme sendiri
percaya bahwa tujuan pembelajaran dapat tercapai dan membuahkan hasil yang
memuaskan dengan baik dan tepat dengan latihan secara berkelanjutan sampai hafal
seperti yang dipaparkan oleh (Gil & Luton, 2009) secara singkat dikatan bahwa
behaviorisme adalah menghafal.

Teori tingkah laku ini juga memiliki teori yang terkenal dikalangan
behaviorisme yaitu teori dari Thorndike yang membawa teori koneksionisme dengan
poin penting yaitu “Trial and Error” dalam eksperimennya Thorndike
mengemukakan tiga hukum yang terjadi akibat stimulus dan respon dari
eksperimennya. tiga hukum yang berlaku antara lain hukup kesiapan, hukum latihan
dan hukum akibat. seiring berkembangnya pendidikan di Indonesia paham
behaviorisme mengalami pergeseran sebagai dasar pembelajaran disekolah. menurut
(Gil & Luton, 2009) behavior ini dikatakan belum mencapai atau memenuhi harapan
untuk membuah siswa belajar aktif dan sesuai dengan pemahaman dan perkembangan
mereka. Pergeseran terjadi pada kurikulum di Indonesia yang tadinya behavior
menjadi teori Konstruktivisme sebagai acuan dasar yang diterapkan dalam
pembelajaran di sekolah.

Perbedaan yang terlihat antara teori behaviorisme dan konstruktivisme adalah


behaviorisme kurang mementingkan proses belajar siswa yang terjadi dalam pikiran
yang mungkin kurang terlihat secara jelas lewat tingkah laku. sedangkan
konstruktivisme mencakup dan mempedulikan hal tersebut. Namun tidak dipungkiri
pendapat dari (Danoebroto, 2015) yang mengatakan praktek pembelajaran
matematika di sekolah masih dikuasai oleh behavior yang sangat bertolak belakang
dengan konstruktivisme. Konstruktivis merupakan teori yang mengacu pada kognitif
seseorang. Cikal bakal dari Konstruktivisme ini ialah teori belajar yang dikembangan
oleh Vygotsky dan Piaget. Konstruktivis Vygotsky sebagai dasar pembelajaran (Gil
& Luton, 2009) mempunyai pendapat bahwa proses belajar dan mendapatkan suatu
pengetahuan itu bukan dengan cara mentranfer dari individu satu ke yang lainnya,
tetapi individu itu sendiri yang membangun pengetahuan di pikirannya dalam proses
belajar yang sudah berlangsung. Vygotsky juga mempunyai pandangan siswa
membutuhkan sumber lain dalam belajar matematika untuk memudahkan mereka dan
menyesuaikan kapasitas kemampuan belajar mereka.

Dalam artikel (Danoebroto, 2015) Vygotsky memberikan sebuah istilah dari


sumber lain untuk belajar yaitu “More Knowledgable Other (MKO)” atau orang lain
yang lebih tahu dan “Zone of Proximal Development (ZPD)” zona perkembangan
terdekat. MKO ini meninjau kemampuan yang lebih tinggi dan memiliki pemahaman
yang lebih dari siswa A dalam hal ini berupa tugas, proses, atau konsep yang sedang
dipelajari. MKO biasanya adalah seorang guru, pelatih, bisa jadi juga teman
sebayanya atau bahkan bisa saja Goggle dan media belajar lainnya. Sedangkan ZPD
ini dalam artikel (Gil & Luton, 2009) adalah sebuah kemampuan aktual siswa
diperoleh tanpa bantuan orang lain dan kemampuan potensial siswa bisa dicapai
dengan bantuan orang lain. ZPD ini berguna untuk siswa menjebatani kemampuan
siswa dalam berpikir konkrit dan berpikir abstrak dimana hal ini adalah buah dari
implikasi ZPD dalam pembelajaran matematika (Danoebroto, 2015).

Piaget sendiri mencoba menerangkan dan mengkonstruksikan serta


menyelidika apa yang dialaminya pada setiap perkembangan yang didorong oleh
lingkungannya. Piaget berpendapat (Gil & Luton, 2009) bahwa pengetahuan
seseorang itu akan terus berkembang setelah mendapatkan pengalaman yang baru dan
segera merombak pengetahuan yang sebelumnya dan menghasilkan serta menyusun
pengetahuan yang baru. Piaget mengemukakan pentingnya suatu interaksi antar
manusia yang menyebabkan terjadinya konflik kognitif dimana hal ini menjelaskan
keadaan seseorang memahami sesuatu dapat berubah dan berbeda dari apa yang
didapat sekarang sehingga terjadinya pertentangan dalam pikiran.

Berbicara tentang dasar pembelajaran tidak lengkap tanpa membahas


perencanaan dalam pembelajaran. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
menyusunan perencanaan pembelajaran yang tepat akan memberikan kesen bahwa
seorang guru mengajar matematika dengan efektif. Dalam penyusunan perencanaan
pembelajaran terdapat 14 kegiatan yang harus diperhatikan. 14 kegiatan ini
dikelompokan menjadi 6 kelompok yaitu konten matematika, tujuan pembelajaran,
sumber pembelajaran, strategi pre-assesment, strategi pembelajaran, dan strategi post
assessment. Jika dipaparkan 14 kegiatan tersebut seperti dibawah ini

 Konten Matematika
1. Pemilihan dan penamaan topik yang diajarkan.
2. Mengidentifika tujuan matematika dalam topik.
3. Penyusunan semua topik secara hirarki.
 Tujuan Pembelajaran
4. Mengidentifikasi tujuan kognitif.
5. Pemilihan tujuan afektif.
6. Mengomunikasikan tujuan tujuan dengan siswa.
 Sumber Belajar
7. Menyiapkan bahan bahan yang akan digunakan oleh siswa.
8. Menetapkan sumber sumber tambahan yang diperlukan.
 Strategi Pre-Assesment
9. Mengidentifikasi materi prasyarat.
10. Menilai kesiapan siswa dalam mempelajari topik.
 Strategi Pembelajaran
11. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat.
12. Pengaturan lingkungan pembelajaran.
 Strategi Post-Assesmet
13. Menilai kemampuan hasil belajar siswa.
14. Mengevaluasi keefektifan dalam pembelajaran.

Refrensi

Amsari, D. (2018). Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik) Dalam


Pembelajaran Matematika. Jurnal Basicedu, 2(2), 52–60.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v2i2.49

Danoebroto, S. W. (2015). Teori Belajar Konstruktivis. P4TK Matematika, 2, 191–


198.

Gil, J. S., & Luton, J. W. (2009). Iberian explorations in Eastern North America
during the 1500s: A lost chapter in U.S. history. International Journal of
Interdisciplinary Social Sciences, 4(9), 51–57. https://doi.org/10.18848/1833-
1882/cgp/v04i09/51542

Ii, B. A. B., & Teori, A. L. (2007). 8–38.

Latif, N. S. (2020). Teori Belajar Behaviorisme. Jurnal Psikologi, (March), 57.

Nila, K. (2008). Pemahaman konsep matematik dalam pembelajaran matematika.


Prosiding SeminarNasional Matematika Dan Pendidikan Matematika, Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta, 229–235.

Anda mungkin juga menyukai