Anda di halaman 1dari 7

Makalah Komunikasi Farmasi

“Penyimpanan Obat (Herbal Dan Non Herbal) Dengan Baik Dan Benar”

Disusun Oleh:

1.Ahmad Jaka Supriyadi (PO71390200026)

2.Alya Zuhroh (PO71390200028)

3.Febi Syahfitri Sarumpaet (PO71390200030)

4.Yulieta Putri Amalia(PO71390200032)

Tingkat: 2B

Dosen Pengampu:

Dr.Dona Muin,M.Si.,Apt

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AJARAN 2021/2022


Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penyimpanan Obat (Herbal Dan Non Herbal)
Dengan Baik Dan Benar" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Komnikasi Farmasi. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang penyimpanan obat bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dona Muin,M.Si.,Apt selaku dosen
pengampu mata kuliah komunikasi farmasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi,19 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus merupakan revenue


center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di
rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan habis pakai alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medik), dan 50%
dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.
Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh
tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan
mengalami penurunan (Suciati et al, 2006).

Pada dasarnya, obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan
dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi (Badan POM, 2008). Pengelolaan obat adalah bagaimana cara
mengelola tahap-tahap dari kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan
saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan
efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan
dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu
(Anief, 2003).

Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat menjadi sangat penting
dalam memelihara mutu obat-obatan, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan
pengawasan, mengoptimalkan persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat
yang akan datang, serta mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan (Aditama,
2003). Penyimpanan yang salah atau tidak efisien membuat obat kadaluwarsa tidak
terdeteksi dapat membuat rugi rumah sakit. Oleh karena itu dalam pemilihan sistem
penyimpanan harus dipilih dan disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga
pelayanan obat dapat dilaksanakan secara tepat guna dan hasil guna. Porsi dari beban
kerja apoteker dan asisten apoteker digunakan untuk penyimpanan obat. Pada rumah
sakit, apoteker dalam praktek klinik penyimpanan obat mempunyai porsi sebesar 55%
(Credes, 2000).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan adalah
Bagaimana Penyimpanan Obat Dengan Baik Dan Benar.

3. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah intuk mengetahui cara menyimpan obat dengan baik
dan benar.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian penyimpanan obat

Penyimpanan merupakan salah satu proses penting pada pengelolaan obat dan alat
kesehatan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat – obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang standar


pelayanan kefarmasian di Puskesmas penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan
dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tata cara penyimpanan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun
2016 :

1.Obat/ bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik. Dalam hal pengecualian
atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang – kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadarluasa.

[a]Semua obat/ bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
[b]Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainya
yang menyebabkan kontaminasi.
[c]Sistem penyimpanan dilakukan dengan mempertahankan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.

Pengeluaran obat harus menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out).

2. Standar penyimpanan obat

Dalam upaya pengobatan suatu penyakit, perlu diberikan beberapa jenis obat yang
saling berbeda baik bentuk sediaannya maupun kemasannya, hal ini perlu dipikirkan
cara menyimpan obat. Bila cara penyimpanan obat tidak memenuhi persyaratan cara
menyimpan obat yang benar, maka akan terjadi perubahan sifat obat tersebut, sampai
terjadi kerusakan obat (BNPB, 2008)

Menurut Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tentang Materi
pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat bagi Tenaga
Kesehatan tahun 2008 cara penyimpanan obat ialah sebagai berikut :
a) Tablet dan kapsul
Jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab.

b) Sediaan obat cair


Obat dalam bentuk cair jangan disimpan didalam lemari pendingin (freezer)
agar tidak beku kecuali disebutkan pada kemasaan obat.

c) Sediaan obat vagina dan ovula


Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan dalam
lemari es karena dalam suhu kamar akan mencair.

d) Sediaan Aerosol/Spray
Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang bersuhu tinggi karena dapat
menyebabkan ledakan.

1.obat tradisional atau jamu


Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan bahan mineral,sediaan sarian(galenic) atau campuran
bahan_baha tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan. Jamu adalah
salah satu bentuk obat tradisional yang paling dikenal.u tuk dengan legal
diedarkan,jamu harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

2.obat herbal terstandar(OHT).


Perbedaan utama OHT dengan jamu adalah khasiat dan keamanannya telah
secara ilmiah dibuktikan lewat uji praklinik (percobaan pada hewan) dan
bahan baku telah distandaarisasi .

3.Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiat secara ilmiah dengan uji praklinik( pada hewan percobaan) dan uji
klinik ( pada manusia) serta bahan baku dan produk jadinya sudah
distandarisasi. Pada obat ini jenis klaim penggunaan sudah sesuai dengan
tingkat pembuktian medium dan tinggi

Herbal harus memenuhi kriteria :


 aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
 klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
 memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
 jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ” Secara tradisional
digunakan untuk …”.
Cara mendapatkan obat ini bisa didapatkan herbal harus diperhatikan bahwa obat dibeli di
tempat yang terjamin sehingga pasien mendapatkan obat dalam kondisi baik termasuk
keadaan fisik dan kandungan kimianya yang belum berubah.
Cara menggunakan obat herbal digunakan sesuai dengan sediaan yang ada. Dalam klinik
Syifa Medica terdapat jenis obat oral yaitu obat yang masuk melalui mulut dan masuk ke
sistem pencernaan. Dalam penggunaannya ada obat yang diminum sebelum makan maka
digunakan 30 menit sebelum makan dan obat saat makan maka obat diminum saat makan
bersama nasi atau jenis makanan lain dan setelah makan yaitu selang 5-10 menit setelah
makanan masuk dalam tubuh. Selain itu ada penggunaan obat sesuai frekuensi obat, dimana
arti 1×1 maka obat diminum selang 24 jam, untuk arti 2×1 maka diminum selang 12 jam
dalam minum satu obat ke obat lain. Jenis penggunaan lain juga 3×1 berarti dalam
penggunaannya diminum setiap obat dengan selang 8 jam.
Penggunaan lain yaitu obat topikal seperti jenis salep, krim, dan gel. Penggunaan jenis
sediaan ini digunakan dengan ketentuan kulit atau tempat yang akan diberikan obat harus
bersih terlebih dahulu baru diberikan jenis obat dengan dioles tipis-tipis atau sesuai edukasi
apoteker. Penggunaan obat harus dilakukan dengan benar dan sesuai dengan aturan yang
tertera dalam etiket.

Cara menyimpan obat bebas sesuai juga jenis sediaan yang ada sesuai yang ada dalam
kemasan, fungsi penyimpanan ini juga akan mempengaruhi keefektifan obat tersebut. Obat
dengan penyimpanan suhu ruang maka cukup disimpan di suhu ruang antara suhu 25-30 0C
dan untuk yang berada di suhu ruangan adalah jenis sediaan tablet atau sirup. Namun berbeda
untuk jenis obat suppositoria berada di lemari pendingin (bukan freezer) agar tidak meleleh.
Penyimpanan obat berfungsi agar obat yang kita akan konsumsi tidak rusak maka banyak
obat yang tidak boleh terpapar oleh sinar matahari secara lansgung dan disimpan ditempat
tertutup dan kering serta harus dijauhkan oleh jangkaian anak-anak.
Penyimpanan ini akan berpengaruh dengan kualitas obat nantinya. Beyond Use Date (BUD)
yaitu batas waktu penggunaan produk obat atau tanggal yang digunakan untuk menunjukkan
kestabilan obat dan memperhitungkan berapa lama suatu obat stabil setelah didistribusikan
(*dibuka kemasannya) dan masing2 obat berbeda tergantung bentuk sediaan obat yang ada.
Menurut USP795 dijabarkan sebagai berikut terkait penyimpanan obat dengan kasus BUD:
1. Untuk formula non-aqueous dan solid formation – (tidak cair dan sediaannya
padat, misal tablet atau puyer)Dibuat dari sediaan obat jadi tidak lebih dari 25%
dari waktu kadaluarsa masing-masing bahan atau 6 bulan dari waktu peracikan,
manapun yang lebih dulu tercapai.
2. Dibuat dari zat aktif, tidak lebih dari waktu kadaluarsa masing-masing bahan
atau 6 bulan dari waktu peracikan, manapun yang lebih dahulu tercapai.
3. Untuk formula oral mengandung air – (masuk melalui mulut dan cair, misal
sirup, elixir, suspensi) Tidak lebih dari 14 hari, disimpan dalam suhu dingin (2-8
derajat celcius).
4. Untuk formula topikal/dermal yang mengandung air, untuk cairan mukosal, dan
untuk sediaan semisolid – (untuk produk ke kulit, mengandung air, atau sediaan
semi padat, misal salep, krim, pasta, gel) tidak lebih dari 30 hari.
Dalam proses membuang obat ini memiliki syarat yaitu dibuang Ketika obat telah kadaluarsa
atau rusak maka obat tidak boleh untuk dikonsumsi lagi dan perlu dibuang. Pembuangan obat
tidak boleh dilakukan secara sembarangan agar tidak disalahgunakan atau juga dimakan oleh
orang yang tidak tau. Maka obat yang akan dibuang maka kemasannya terlebih dahulu
dibuka, obat dibuang dalam rendaman air, lalu dipendam dalam tanah.
BAB III

KESIMPULAN

Penyimpanan merupakan salah satu proses penting pada pengelolaan obat dan alat
kesehatan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat – obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian
serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,bahan hewan bahan mineral,sediaan
sarian(galenic) atau campuran bahan_baha tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan. Jamu adalah salah satu bentuk obat tradisional yang paling dikenal.u tuk dengan
legal diedarkan,jamu harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai