Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

NEFROTIK SYNDROME dan BATU SALURAN KEMIH


Dosen Pengampu: Tutik Rahayuningsih S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh:
1. Irmayeni Nur. A (19121096)
2. Mayang Dwi. S (19121102)
3. Putri Lidiyawati (19121109)

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


PROGRAM STUDI D II KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
BAB I
NEFROTIK SYNDROME

A. Pengertian
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Kadang- kadang
disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti
belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling banyak
terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2.
(Sundoyo dalam Nurarif dan Kusuma, 2015, p. 17).
Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut
harus ditemukan proteinuria masih merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin serum rendah eskresi protein dalam urine juga berkembang.
Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai kaomplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria gangguan keseimbangn hidrogen,
hiperkoagulitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormon tiroid sering
dijumpai pada SN. Umunya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagai khusus yang
berkembang menjadi tahap akhir (PGTA) pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri
dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi stroid, tetapi sebagian lain dapat
berkembang menjadi kronik. (Sudoyo, 2010, hal. 999).

B. Klasifikasi Nefrotik Syndrome


Whaley dan Wong (1999: 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik, yaitu:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS: minimal change nephrotic syndrome)
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian
dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Sindrom nefrotik menurut terjadinya, yaitu:
1. Sindrom nefrotik kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia.
Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%),
plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai
pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu
lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain
berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar,
telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena
infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein
cairan amnion yang biasanya meninggi.
2. Sindrom nefrotik yang didapat
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

C. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat
infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit
sistemik seperti:
1. Glomerulonefritis primer:
a. Glomerulonefritis minimal
b. Glomerulosklerosis fokal
c. Glomerulonefritis membranosa
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
e. Glomerulonefritis lain
2. Glomerulonefritis sekunder akibat:
a. Infeksi: HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skisotoma, TBC, lepra.
b. Keganasan: adenokarsinoma paru, payudara, kolon, lomfoma hodgkin, mieloma
multipel, dan karsinoma ginjal.
c. Penyakit jaringan penghubung: lupus eritematosus sistemik, artritis reumathoid,
MCTD.
d. Efek obat dan toksin: obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas, penisilinamin,
probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
e. Lain-lain: DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks
vesicoureter, atau sengatan lebah (Sudoyo dkk, 2006).

D. Tanda dan Gejala


Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbitl) yang tampak pada pagi hari,
dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang
menyebabkan efusi pleura, daerah genetalia dan ektermitas bawah yaitu pitting
(penumpukan cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal
yang menyebabkan asites.
1. Penurunan jumlah urine: urine gelap, berbusa, volume urine berkurang, warna agak,
keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri
terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-
tensin, yang mengakibatkan diskresinya hormon anti deuretik (ADH).
2. Pucat
3. Hematuri
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi
6. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)gulabilitas, yang akan meningkatkan
resiko trombosis vena dan arteri
7. Proteinuria >3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05i g/kg/BB/hr pada anak
8. Hipoalbuminemia <30 gr/l
9. Hiperlipidemia, umunya ditemukan hiperkolesterolemia
10. Hiperkogulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri
11. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu
12. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan volume intavaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sitem renin angiotensin yang
akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah
13. Pembengkakan jaringan akibat penimbun garam dan air
E. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam interstisial.
Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air,
akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat
dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau
penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya
produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein
dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria. Menurunnya respon imun karena sel
imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia.

F. Komplikasi
1. Gagal ginjal kronis
2. Dehidrasi
3. Infeksi: infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan
sistem komplemen.
4. Metabolisme kalsium dan tulang: vitamin D merupakan unsur penting dalam
metabolisme kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan
diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.
5. Hiperkoagulasi: komplikasi tromboeboli sering ditemukan pada SN akibat
peningkatan kogulasi intravaskular. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering
dijumpai pada SN. Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktivitas
berbagai faktor. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek meliputi
peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan
yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein
melalui urine.
6. Gangguan fungsi ginjal: pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal
akut melalui berbgai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering
menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan
menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intra renal yang
menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.
Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA. Proteinuria
merupakan faktor resiko penentu terhad progresifitas SN. Progresifitas kerusakan
glomerulus, perkembangan glomerulusklosis, dan kerusakan tubuloin tertisum dikatakan
dengan proteinuria. Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan mekanisme terjadinya
glomeulosklerosis dan fibrosis tubuloinstisium pada SN, walaupun peran terhadap
progresivitas penyakitnya belum diketahui dengan pasti. (Sudoyo dkk, 2010:1001).

G. Tes Diagnostik/ Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
a. Pemeriksaan sampel urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein di dalam
urin).
b. Pemeriksaan darah
1) Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.
2) Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya
peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan
dengan peningkatan VLDL.
3) Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui
fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara
jelas, yaitu:
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak).
b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah
dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih
1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
d. Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon,
furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti
spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
e. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis
40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
c. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20
mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
d. Lain-lain
Fungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000).
1) Diet
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar terdiri
dari karbohidrat diet rendah garam (2-3 gr/hari) rendah lemak harus
diberikan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/kgbb/hari dapat
mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan kalau pasien
mengalami kekurangan vitamin.
2) Kemoterapi
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga
dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis
umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat
terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum,
diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan
sitotoksik (imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada
dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti
6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring
Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan
pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan
sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal
diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih
rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
b. Terapi cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat
da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
c. Perawatan kulit
Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap
kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan
lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah
popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan
popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan.
Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan
darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan
hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbangan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan bagi orang tua dan anak
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian
akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit
secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan
timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.
i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan
skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).

I. Fokus Pengkajian
a. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
c. Pantau perdarahan
d. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi
e. Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kretinin
f. Monitor hasil laboratorium dan pantau urine setiap hari, adanya protein
g. Pengkajian pengetahuan keluarg tentang kondisi dan pengobatan

J. Fokus Intervensi
1. Diagnosa keperawatan nefrotik sindrom, yang muncul, yaitu:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi
sekuder terhadap kehilangan protein dan penurunan nafsu makan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
d. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak
hospitalisasi).
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan.
f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh.
h. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan fungsi pernapasan.

2. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL


Kelebihan volume Tujuan: pasien tidak a. Kaji masukan a. Perlu untuk
cairan berhubungan menunjukkan bukti- yang relatif menentukan
dengan kehilangan bukti akumuasi terhadap fungsi ginjal,
protein sekunder cairan (pasien keluaran secara kebutuhan
terhadap mendapatkan volume akurat pengganti cairan
peningkatan yang tepat) b. Timbang berat dan penurunan
permiabilitas Kriteria Hasil: badan setiap hari resiko kelebihan
glomerulus a. Penurunan (atau lebih sering cairan
edema, ascites jika) b. Mengkaji retensi
b. Kadar protein c. Kaji perubahan cairan
darah meningkat edema: ukur c. Untuk mengkaji
c. Output urine lingkar abdomen ascites dan karena
adekuat 600-700 pada umbilicus merupakan sisi
ml/hari serta pantau umum edema
d. Tekanan darah edema sekitar d. Agar tidak
dan nadi dalam mata mendapatkan
batas normal d. Atur masukan lebih dari jumlah
cairan dengan yang dibutuhkan
cermat e. Untuk
e. Pantau infus mempertahankan
intravena masukan yang
f. Kolaborasi: diresepkan
berikan sesuai f. Untuk
ketentuan menurunkan
g. Berikan diuretik ekskresi
bila proteinura
diinstruksikan g. Untuk
memberikan
penghilangan
sementara dari
edema
Ketidakseimbangan Tujuan: dalam a. Catat intake dan a. Monitoring
nutrisi kurang dari waktu 2x24 jam output makanan asupan nutrisi
kebutuhan kebutuhan nutrisi secara akurat bagi tubuh
berhubungan akan terpenuhi b. Kaji adanya b. Gangguan nutrisi
dengan malnutrisi Kriteria hasil: anoreksia, dapat terjadi
sekuder terhadap a. Napsu makan hipoproteinemia, secara perlahan.
kehilangan protein baik diare Diare sebagai
dan penurunan b. Tidak terjadi c. Pastikan anak reaksi edema
nafsu makan hipoproteinemia mendapat intestinal,
c. Porsi makan makanan denga mencegah status
yang dihidangkan diet yang cukup nutrisi menjadi
dihabiskan d. Beri diet yang lebih buruk
d. Edema dan bergizi c. Membantu
ascites tidak ada e. Batas natrium pemenuhan
selama edema nutrisi anak dan
dan terapi meningkatkan
f. Beri lingkungan daya tahan tubuh
yang anak
menyenangkan, d. Asupan natrium
bersih, dan rileks dapat
pada saat makan memperberat
g. Beri makanan edema usus yang
dalam porsi menyebabkan
sedikit pada hilangnya napsu
awalnya dan beri makan anak
makanan dengan e. Agar anak lebih
yang menarik mungkin untuk
h. Beri makanan makan
spesial dan f. Untuk
disukai anak merangsang
napsu makan
anak
g. Untuk
mendorong agar
anak mau makan
h. Untuk
merangsang
napsu makan
anak
Resiko tinggi Tujuan: tidak terjadi a. Lindungi anak a. Meminimalkan
infeksi infeksi dari orang-orang masuknya
berhubungan Kriteria hasil: yang terkena organisme.
dengan imunitas a. Tanda-tanda infeksi melalui b. Mencegah
tubuh yang infeksi tidak ada pembatasan terjadinya infeksi
menurun b. TTV dalam batas penghujung nosokomial
normal b. Tempatkan anak c. Membatasi
c. Ada perubahan di ruangan non masuknya bakteri
perilaku keluarga infeksi ke dalam tubuh.
dalam melakukan c. Cuci tangan deteksi dini
perawatan sebelum dan adanya infeksi
sesudah tindakan dapat mencegah
d. Lakukan sepsis
tindakan invasif d. Untuk
secara aseptik meminimalkan
e. Gunakan teknik pajanan pada
mencuci tangan organisme
yang baik infektif
f. Jaga agar anak e. Untuk memutus
tetap hangat dan mata rantai
kering penyebaran
g. Pantau suhu infeksi
h. Ajari orang tua f. Karena
tentang tanda kerentanan
dan gejala terhadap infeksi
infeksi pernapasan
g. Indikasi awal
adanya tanda
infeksi
h. Memberi
pengetahuan
dasar tentang
tanda dan gejala
infeksi

Ansietas Tujuan: kecemasan a. Validasi a. Perasaan adalah


berhubungan menurun atau hilang perasaan takut nyata dan
dengan lingkungan Kriteria hasil: atau cemas membantu pasien
perawatan yang a. Kooperatif pada b. Pertahankan untuk terbuka
asing (dampak tindakan kontak dengan sehingga dapat
hospitalisasi) keperawatan klien menghadapinya
b. Komunikatif c. Upayakan ada b. Memantapkan
pada perawat keluarga yang hubungan,
menunggu meningkatkan
d. Anjurkan orang ekspresi perasaan
tua untuk c. Dukungan yang
membawakan terus menerus
mainan atau foto mengurangi
keluarga ketakutan atau
kecemasan yang
dihadapi
d. Meninimalkan
dampak
hospitalisasi
terpisah dari
anggota keluarga
Intoleransi aktivitas Tujuan: mampu a. Kaji kemampuan a. Sebagai
berhubungan melakukan aktivitas klien melakukan pengkajian awal
dengan kelelahan sesuai kemampuan aktivitas aktivitas klien
Kriteria hasil: b. Tingkatkan tirah b. Meningkatkan
Terjadi peningkatan baring/ duduk istirahat dan
mobilitas c. Ubah posisi ketenangan klien,
dengan sering posisi telentang
d. Berikan meningkatkan
dorongan untuk filtrasi ginjal dan
beraktivitas menurunkan
bertahap produksi ADH
e. Ajarkan teknik sehingga
penghematan meningkatkan
energi, contoh diuresis
duduk, tidak c. Pembentukan
berdiri edema, nutrisi
f. Berikan melambat,
perawatan diri gangguan
sesuai kebutuhan pemasukan
klien nutrisi dan
imobilisasi lama
merupakan
stressor yang
mempengaruhi
integritas kulit
d. Melatih kekuatan
otot sedikit demi
sedikit
e. Menurunkan
kelelahan
f. Memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
klien selama
intoleransi
aktivitas
Gangguan body Tujuan: tidak terjadi a. Kaji pengetahuan a. Memberikan
image berhubungan gangguan body pasien terhadap informasi untuk
dengan perubahan image adanya potensi memformulasikan
penampilan Kriteria hasil: kecacatan yang perencanaan
a. Menyatakan berhubungan b. Ketidakmampuan
penerimaan dengan untuk melihat
situasi diri pembedahan dan bagian tubuhnya
b. Memasukkan perubahan yang terkena
perubahan b. Pantau mungkin
konsep diri tanpa kemampuan mengindikasikan
harga diri negatif pasien untuk kesulitan dalam
c. Anak mau melihat koping
mengungkapkan perubahan c. Memberikan
perasaannya bentuk dirinya jalan untuk
d. Anak tertarik dan c. Dorong pasien mengekspresikan
mampu bermain untuk dirinya
mendiskusikan d. Meningkatkan
perasaan control diri
mengenai sendiri atas
perubahan kehilangan
penampilan
d. Diskusikan
pilihan untuk
rekonstruksikan
dan cara-cara
untuk membuat
penampilan yang
kurang menjadi
menarik
Kerusakan Tujuan: kulit tidak a. Berikan a. Memberikan
integritas kulit menunjukkan adanya perawatan kulit kenyamanan pada
berhubungan kerusakan integritas: b. Hindari pakaian anak dan
dengan edema, kemerahan atau ketat mencegah
penurunan iritasi, kerusakan c. Bersihkan dan kerusakan kulit
pertahanan tubuh integritas kulit tidak bedaki b. Dapat
terjadi permukaan kulit mengakibatkan
Kriteria hasil: beberapa kali area yang
a. Menunjukkan sehari menonjol tertekan
perilaku untuk d. Topang organ c. Untuk mencegah
mencegah edema, seperti terjadinya iritasi
kerusakan kulit skrotum pada kulit karena
b. Turgor kulit e. Ubah posisi gesekan dengan
bagus dengan sering: alat tenun
c. Edema tidak ada pertahankan d. Untuk
kesejajaran tubuh menghilangkan
dengan baik area tekanan
f. Gunakan e. Karena anak
penghilang dengan edema
tekanan atau massif selalu
matras atau letargis, mudah
tempat tidur lelah dan diam
penurun tekanan saja
sesuai kebutuhan f. Untuk mencegah
terjadinya ulkus
Ketidakefektifan Tujuan: pasien a. Posisikan untuk a. Posisi membantu
pola pernapasan menunjukkan fungsi efisiensi ventilasi memaksimalkan
berhubungan pernapasan yang maksimum ekspansi paru dan
dengan fungsi Kriteria hasil: b. Atur aktivitas menurunkan
pernapasan a. Anak beristirahat untuk upaya pernapasan
dan tidur dengan memungkinkan b. Menurunkan
tenang penggunaan konsumsi/
b. Pernapasan tidak energi yang kebutuhan selama
sulit minimal, periode
c. Anak pernapasan istirahat, dan penurunan
tetap dalam batas tidur pernapasan dapat
normal c. Hindari pakaian menurunkan
yang ketat beratnya gejala
d. Berikan oksigen c. Pakaian yang
tamabahan yang terlalu ketat dapat
sesuai menyebabkan
kurang efisiennya
ventilasi
d. Untuk
memperbaiki
hipoksemia yang
dapat terjadi
sekunder
terhadap
penurunan
ventilasi

REFERENSI

Kharisma, Y. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik

Marcdante, & dkk. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Singapura: Saunders

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &


Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction

Carpenito, Linda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan


( terjemahan). Jakarta: PT.EGC
Doenges et al. 2000. Rencana Asyuhan Keperawatan (terjemahan). Jakarta: PT.EGC
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai