Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“TETANUS NEONATORUM” dengan sebaik-baiknya. Adapun tujuan

penulisan ini untuk menuntaskan tugas mata pelajaran.

Penulis menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan

kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan

pengalaman yang penulis  miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua

Sigli, 25 Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A. Definisi...................................................................................... 3
B. Partofisiologi............................................................................. 4
C. Manifestasi Klinis..................................................................... 5
D. Komplikasi................................................................................ 6
E. Penatalaksanaan........................................................................ 7
F. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 9
G. Pencegahan................................................................................ 9
H. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan Pada Tetanus
Neonatorum............................................................................... 10

BAB III PENUTUP...................................................................................... 21


A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 22
..................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat

disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus

sekitar 45 – 55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat

hubungan terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit.

Resiko kematian sekitar 58 % pada masa inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada

masa inkubasi 11 – 22 hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya

kejang cepat, prognosis lebih buruk.

Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia,

Timur Tengah dan Afrika pada tahun 1978 –1982 menekankan bahwa penyakit

Tetanus Neonatorum banyak dijumpai daerah pedesaan negara berkembang

termasuk Indonesia yang memiliki angka Proporsi kematian Neonatal akibat

penyakit Tetanus Neonatorum mencapai 51 %. Pada kasus Tetanus Neonatorum

yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama

pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas serta melihat peran dan fungsi

perawat sangatlah penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya

masalah Tetanus Neonatorum pada anak. Dalam hal pelaksanaan Asuhan

Keperawatan meliputi aspek promotif (memberikan penyuluhan kesehatan untuk

meningkatkan status kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (memberikan

1
obat-obatan untuk mengobati penyebab dasar), rehabilitatif (dokter, perawat dan

peran serta keluarga dalam perawatan pasien).

B. Rumusan Masalah

1. Definisi Tetanus Neonatorum

2. Etiologi Tetanus Neonatorum

3. Patofisiologi Tetanus neonatorum

4. Manifestasi Tetanus neonatorum

5. Komplikasi Tetanus Neonatorum

6. Pemeriksaan Penunjang pada Tetanus Neonatorum

7. Penatalaksanaan dan pengobatan Tetanus Neonatorum

8. Pencegahan Tetanus Neonatorum

C. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan

gangguan Tetanus Neonatorum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan

tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan

menyusu secara normal , pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh

tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek disusul dengan kejang

kejang .

Tetanus neonatorum adalah kejang kejang yang dijumpai pada BBL yang

bukan karena trauma, kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi

selama masa neonatal yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali

pusat atau perawatan nya yang tidak bersih

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan masa

neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar

bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik baiknya. Peralihan dari kehidupan

intrauterin ke ekstraunterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.

Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan

gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.

Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian

neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi dibawah umur satu tahun terjadi pada

masa neonatus. Salah satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis

dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah adalah kasus tetanus.

3
Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di

Negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi di bandingkan negara maju.

Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila

keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan

penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya angka kematian sangat

bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada fasilitas

dan tenaga perawatan yang ada

B. Partofisiologi

Kuman tetanus masuk kedalam tubuh bayi, melalui tali pusat yang

dipotong dengan menggunakan alat yang tidak steril atau pada tali pusat yang

dirawat tidak steril. Awalnya kuman masuk dalam bentuk spora. Kemudian bila

di daeran potongan tali pusat tidak mengandung oksigen yangcukup, maka spora

akan berkembang menjadi bentuk vegettif yang dapat menghasilkan racun (toksin

). Toksin tersebut dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit,

menyerang sistem saraf dan merupakan tetanospamin, yaitu toksin yang bersifat

neurotropik yang dapat menyebabkan kekakuan/ketegangan dan spasme otot.

Kekakuan dimulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot yang kecil seperti

otot pipi /masseter disebut : trismus .

Jika toksin masuk ke sum sum tulang belakang, maka terjadi kekakuan

yang makin berat pada anggota gerak, otot otot bergaris didada,perut dan timbul

kejang seluruh tubuh, jika toksin mencapai sistem saraf pusat .Toksin pada sistem

saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan,

4
metabolisme,hemodonamika,hormonal,saluran cerna,seluruh kandung kemih dan

neuromuskular,penyempitan jalan nafas, hipertensi,gangguan irama

jantung,demam tinggi,merupakan penyulitakibat gangguan saraf otonom,yang

dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul.

C. Manifestasi Klinis

Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang kadang sampai beberapa minggu

jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan

otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.Dalam 48 jam

penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus ( ilmu kesehatan anak, 1985 ).

Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat.

Anamnesis sangat spesifik, yaitu :

1. Bayi tiba tiba panas dan tidak mau minum ( karena tidak dapat

menghisap ) .

2. Mulut mencucu seperti mulut ikan (hapermont ) karena adanya trismus

pada otot mulut, sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik

3. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis

4. Kaku kuduk sampai opistotonus,adanya spasme otot dan kejang umum

leher kaku dan terjadi opistotonus,kondisi tersebut akan menyebabkan liur

sering terkumpul di dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi

5. Dinding abdoment kaku, mengeras dan kadang kadang terjadi kejang

6. Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah,

mukarhisus sardonikus

5
7. Suhu meningkat sampai dengan 39 derajat celcius

8. Ekstermitas biasanya terulur dan kakau

9. tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang kadang

menangis

D. Komplikasi

1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumopulnya air liur ( saliva ) di

dalam rongga mulut dan hal ini memungkiunkan terjadinya aspirasi

sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi

2. Aspiksia

3. Atelektasisi karena obstruksi oleh secret

4. Fraktur kompresi

5. Laringospasme adalah spasme dari laring dan/ atau otot pernafasan

menyebabkan gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama

kematian pada kasusu tetanus neonatorum.

6. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot

berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, dimana

pembentukan dan kepedatan tuylang masih belum sempurna.

7. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saraf otonom yang

dapat menyebabkan taki kardi dan hipertyensi yang pada akhirnya dapat

menyebabkan henti jantung ( cardiatc arrest ). Merupakan penyebab

kematian neonatus yang sudah di stabilakan jalan nafasnya.

8. sepsis akibat infeksi nosokomial (contoh : bronkop neuomonia)

6
9. Peumonia aspirasi (sering terjadi akibat aspirasi makanana atauapiun

minuman yang di berikan secara oral pada saat kejang berlangsung)

E. Penatalaksanaan

1. Gangguan fungsi pernafasan

Pada masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otoit otrot

pernafasan sehingga otot pernafasan tidak berfungsi, adanya spasme pada otot

faring juga dapat menyebabkan terkumpulnya liur dalam rongga mulut atau

tenggorokan sehingga dapat menganggu jalan nafas.

Untuk mengatasi gangguan fungsi pernafasan, maka interfensi yang

dapat dilakukanb adalah: atur posisi bayi dengan kepala ekstensi, berikan oksigen

1-2 liter /menit dan apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen sampai 41/

menit setelah kejang hilang turunkan, lakukan penghisapan lender dan pasangkan

sudipo lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang, lakukan observasi tanda

vital setiap setengah jam, berikan lingkungan dalam keadaan hanagta janagan

memberikan lingkungan yang dingin karena dapat menyebabkan anemia .

melakukan kolaborasi dengan dokterdalam pemberiaan diazepam dengan dosis

awal 2,5 mg intyravena selama 2-3 menit kemudian lanjutkan dengan dosis 8-10

mg / kg BB / hari, setelah keadaan klinis membaik dapat di lakukan pemberian

diazepam peroral, di samping pemberian diazepam juga dilakukan pemberian

ATS dengan dosis 10. 000U/ hari,ampisilin100mg /BB /hari.

Perawatan saat kejang merupakan tindakan dengan memberikan terapi

keperawatan untuk mencegah adanya lidah tergigit, anoksia, pasien jatuh, lidah

7
tidak jatuh kebelakang, mengikuti jalan nafas dan mencegah jalan ulang, caranya

adalah sebagai berikut :

 Baringlkan pasien dengan terlentang dengan kepala dimiringkasn dan ekstensi

 Pasang statel lindah dengan di bungfkus kain kasa

 Bebaskan jalan nafas dengan menghisap lendir

 Berikan oksigen

 Lakukan kompres

 Lakukian observasi terhadap tanda vitsl dsn sifat kejang

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan

Gangguan nutrisi dan cairan dapat terjadi karena bayi tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan dengan cara menetek atau minum, untuk itu dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan dapat dilakukan dengan melakukan

intervensi keperawatan di antaranya monitoring tanda-tanda dehidrasi dan

kekurangan nutrisi seperti intake dan output, membrane mukosa, turgo kulit dan

lain lain ,kemudian dapat memberikan melalui infus dengan cairan glukosa 10 %

dan natrium di karbonat apabila pasien sering kejang dan abnemia, apabila kejang

sudah berkurang pemberian nutrisi dapat melalui sonde/ pipa lambung dan sejalan

dengan perbaikan, pemberian makana bayi dapat di ubah dengan memakai sendok

secara bertahap.

3. Kurang pengetahuan (orang tua)

Pada masalah keperawatan ini dapat disebabkan oleh karena kurangnya

informasi pada keluarga pasien mengingat tindakan pada penyakit ini memerlukan

8
tindakan khusus sehinggau perlu di sampaikan kepada keluarga beberapa

pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya seperti

pembarian suntikan, perawatan pada luka dengan menggunakan alkohol 70 % dan

kasa steril dan lain lain.

F. Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya

meliputi :

1. Darah

a) Glukosa darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

(N<200mq/dl)

b) BUN : peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat .

c) Elektrolik:K, na ketidak seimbangan elektrolit merupakan predisposisi

kejang

d) Kalium ( N3,80-5,00meq/dl) Natrium (N135 -144 meq /dl )

2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang

utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

G. Pencegahan

1. Berikan imunisasi TT pada ibu hamil 3 kal;I sebelum trimester III secara

berturut turut .

9
2. Lakukan pemotongan dan perawatan tali pusat secara steril

3. Imunisasai aktif

Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis

dan dirteri (vaksin DPT). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5-10 tahun

sesudah suntikan “booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjutnya diberikan 10 tahun

kecuali bila mengalami luka yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila

suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah

vaksinasi. P ada luka yang sangat Parah , suntikan toksoid di berikan bila

vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.

Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita

usia subur atau wanita hamil trimester 3, selain memberikan penyuluhan dan

bimbingan pada dukun beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi

dangan cara semestinya. Dapat terjadi pembengkakan dan rasa sakit pada tempat

suntikan sesudah pemberian vaksin TT . ( Maryunani,2010 ) .

4. Imunisasi pasif

Diberikan serum anti tetanus (ATS Profilaksis ) pada penderita luka yang

beresiko terjadi infeksi tetanus, bersama sama dengan TT.(maryani, 2010 ).

H. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan Pada Tetanus Neonatorum

1. Pengkajian Data

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesa

merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam

pemeriksaan anamnesa dapat menentukan sifat dan berat penyakit.

10
a) Data Subjektif

1. Identitas

Meliputi :

Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas diri agar

tidak terjadi kekeliruan dalam member asuhan

Umur : Digunakan untuk penilaian klinis yang di

sesuaikan dengan umur

Jenis kelamin : Diperlukan sebagai penilaian data

pemeriksaan

klinis

Nama, umur, : Sebagai identitas tambahan yang

menggambarkan pendidikan, dan keakuratan data

pekerjaan ortu

Agama dan suku : Untuk memberi dorongan spiritual yang sesuai

dengan kepercayaan yang di anut

Alamat : Beri alamat lengkap agar mudah untuk

dihubungi apabila ada kepenting untuk klien

2. Keluhan utama

Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini yang disebabkan pasien

dibawa berobat ke RS

11
3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Penyakit sekarang yang diderita pasien yang diketahui melalui

anamnesa berupa perjalanan penyakit pasien dari mulai sakit sampai

pasien dibawa ke RS

4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

Penyakit yang diderita pasien sebelumnya yang diketahui karena

mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang diderita pasien saat

ini dan bisa sebagai informasi untuk membantu pembuatan diagnosa.

5. Riwayat Kesehatan keluarga

Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang mengidap

penyakit menaun seperti asma, paru paru, jantung ataupun penyakit

menular seperti HIV/ AIDS, TBC serta penyakit menurun seperti

diabetes dan hipertensi

6. Pola Kebiasaan sehari Hari

 Pola Nutrisi

Pola makan anak. Berapa kali anak makan ( 3 kali / hari ) makanan

yang dikonsumsi anak nasi, sayur, lauk pauk atau bubur dan

apakah ada kebiasaan minum susu

 Pola aktivitas

Untuk mengetahui aktifitas ( motorik kasar dan halus ) anak

apakah sesuai dengan usia anak atau tidak. Seperti dapatkah anak

menendang bola.

 Pola Eliminasi

12
Untuk mengetahui berapa kali anak BAB ( 1 kali / hari, warnanya ,

baunya ) dan BAK ( 7-8 kali / hari, warnanya, baunya ).

 Pola personal hygiene

Untuk mengetahui beberapa kali anak mandi, ganti baju.

( kali/hari)

 Pola istirahat

Untuk mengetahui pola istirahat atau tidur berapa jam / hari. Tidur

siang ( 2-3 jam / hari) dan tidur malam ( 8-9 jam / hari ).

 Pola psikososial dan budaya

psikologi

Bagaimana respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran anaknya.

sosial

Apakah hubungan ibu dengan suami, keluarga serta petugas

kesehatan baik atau tidak

Budaya

Untuk mengetahui tradisi yang di anut keluarga yang merugikan

termasuk pantang makanan, minum jamu dan kebiasaan berotot

jika sakit.

 Riwayat Spiritual

Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu terhadap agama yang

diyakininya

13
b) Data Objektif

1. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compesmetris

Data antropometri : BB : Apakah berat badan anak dalam

keadaan normal ( >2500gr )

TB : Apakah tinggi badan anak dalam

keadaan normal ( > 45 cm )

LILA : Lingkar lengan anak menentukan

status gizi anak ( + 11 cm )

LIKA : Apakah lingkar kepala anak dalam

keadaan normal ( + 32 cm )

Tanda tanda Vital : TD : -

S : 36,5 o c-37,5 o c

N : 120 -160x/menit

RR : 40- 60x/menit

2. Pemeriksaan Fisik Khusus

( Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi )

Kepala : Tidak ada benjolan, bersih, bentuk simetris, rambut

hitam

Muka : Tampak kemerahan, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih

14
Hidung : Simetris, tidak secret, tidak polip.

Mulut : Bibir tidak kering, tidak stomatitis

Telinga : Simetris, bersih, tidak ada secret

Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tiroid

Dada : Simetris, tidak ada kelainan wheezing dan ronchi

Abdoment : Tidak ada benjolan abnormal, tidak meteorismus

Genetalia : Simetris, bersih

Anus : Tidak ada hemoroid, bersih

Ekstremitas : Normal, tidak oedema, tidaksidaktili,tidakpolidaktili

3. Pereriksaaan Penunjang

1. Darah

 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi

kejang

(N < 200 mq / dll)

 BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi

kejang

dan merupakan indikasi nepro toksik

akibat dari pemberian obat

 Elektrolit : K, Na ketidak seimbangan elektrolit

merupakan predisposisi kejang

 Kalium : ( N 3,80- 5,00meq/dl ) Natrium ( N 135-

144

15
meq/dl )

2. Skul Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses

desak ruang dan adanay lesi

3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik

otak melalui tengkorak yang utuh untuk

mengetahui fukos aktivitas kejang, hasil

biasanya normal

4. Pemeriksaan Radiologi : Foto rontgent thorax setelah hari ke- 5 .

2. Interpretasi Data Dasar

Diagnosa : An”…” umur ….. dengan tetanus neonatorum

Data Subyektif : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien

Data Obyektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas

Keadaan umum : Baik

Kesadarannn : Composmetris

Data antropometri : BB : Apakah berat badan anak dalam keadaan normal

(> 2500gr )

TB : Apakah tinggi badan anak dalam keadaaan normal

( > 45cm )

LILA : Lingkar lengan anak menentukan status gizi anak

( + 11 cm )

LIKA : Apakah lingkar kepala anak dalam keadaan normal

( = 33 cm )

16
Tanda tanda vital : TD : -

S : 36,5 c – 37,5 C

N : 120-160x/menit

RR : 40 – 60x/menit

Pemeriksaan Penunjang :

1. Darah

 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

( N< 200 mq /dl )

 BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang

dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari

pemberian obat

 Elektrolit : K, Na ketidak seimbangan elektrolit merupakan

predisposisi kejang

 Kalium ( N 3,80 – 5,00meq /dl) natrium ( N 135 -144 meq /dl )

2. Skul Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak

ruang dan adanya lesi

3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak

melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui

focus aktivitas kejang, hasil biasanya normal

4. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgent thorax setelah hari ke -5 .

17
Identifikasi masalah potensial

Keadaan yang mungkin terjadi pada pasien dengan tumbuh kembang :

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sputum pada trakea dan spame otot pernafasan

2. Gangguan pada nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu

akibat spasme otot – otot pernafasan

3. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermia ) berhubungan dengan efek

toksik ( bakterimia )

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

kekakuan otot pengunyah

5. Risiko injuri berhubungan dengan sering kejang

6. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Identifikasi kebutuhan segera

Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi dan mencegah terjadinya

masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien seperti

konsultasi, kolaborasi, dan rujukan.

Intervensi

1. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate

R/ indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat

dilihat dari frekuensi,jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas

2. Observasi tanda dan gejala sianosis

18
R/ sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik

ketidakadekuatan suplai O 2 pada jaringan tubuh prefier

3. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter

R/ pemberian oksigen secara adekuat dapa mensuplai dan memberikan

cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

4. Atur suhu lingkungan yang nyaman

R/ iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh

individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses avaporasi dan

konveksi

5. Kolaborasi untuk memberikan cairan IV line

R/ pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidak

mamapuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga

kebutuhan nutrisi terpenuhi

6. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu

R/ NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makaan juga untuk

memberikan obat

3. Implementasi

Semua rencana asuhan yang telah di rencanakan pada langkah ke lima

dilaksanakan secara menyeluruh dan efisien :

 Menjelaskan pada ibu hal hal yang dapat merangsang kejang .

19
 Menjelaskan pada ibu penanganan kejang untuk menghindari injuri

seperti pasang sudik lidah, miringkan kepala ke samping untuk

drayingnage.

 Menjelasakan pada ibu agar tetap tenang

 Menjelaskan pada ibu perawatan yang perlu dilakukan oleh orang tua

dalam memenuhi kebutuhan sehari hari .

 Menyarankan ibu untuk segera kontrol bila terdapat kelainana kelainan

dalam perkembangannya

4. Evaluasi

Melakukan evaluasi efektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi

pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar benar telah terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan sebagai mana telah di identifikasikan dalam diagnosa dan

masalah:

 Subyektif : data yang diperoleh dari keterangan pasien

 Obyektif : data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan

 Assessment : Pendokumentasian dari hasil analisa dan interpretasi data

subyektif dan Obyektif

 Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas

kesehatan atau tim medis .

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat

disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Penyakit ini

disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman

tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak

steril.

Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher

kaku, Dinding abdomen keras, Mulut  mencucu seperti mulut ikan dan  Suhu

tubuh dapat meningkat. Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti

Bronkopneumonia, Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan,

Sepsis neonatorum. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium

didapati peninggian leukosit,  pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan

pemeriksaan elektromiogram.

B. Saran

Agar meningkatkan kualitas dalam meningkatkan pengetahuan Tentang

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Tetanus Neonatorum dengan membaca buku-

buku dan mengikuti seminar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta :

EGC

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta :

Salemba Medika

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM

22

Anda mungkin juga menyukai