LAPORAN MANAJEMEN Revisi
LAPORAN MANAJEMEN Revisi
DISUSUN OLEH :
REYGEN GABRIEL STEVANUS SIWU (N014202006)
LYDIA NADE CLAUDIA TANDAWUYA (N014202025)
VILIA PAYANGAN (N014202031)
AGNES YUNIATI (N014202052)
RABECCA JULIASTUTI P (N014202066)
GINENSA MENDILA (N014202082)
ABDUL GAFUR (N014202090)
YIZLIA SRINITA PUALILLIN (N014202094)
MUH. AFDI TAUFIQ FURQANI ARIEF (N014202098)
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
FARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT SILOAM HOSPITALS MAKASSAR
PERIODE 04 OKTOBER – 1 NOVEMBER 2021
DISUSUN OLEH :
REYGEN GABRIEL STEVANUS SIWU (N014202006)
LYDIA NADE CLAUDIA TANDAWUYA (N014202025)
VILIA PAYANGAN (N014202031)
AGNES YUNIATI (N014202052)
RABECCA JULIASTUTI P (N014202066)
GINENSA MENDILA (N014202082)
ABDUL GAFUR (N014202090)
YIZLIA SRINITA PUALILLIN (N014202094)
MUH. AFDI TAUFIQ FURQANI ARIEF (N014202098)
MENYETUJUI,
MENGETAHUI,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan
anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di Siloam Hospitals
Makassar serta menyelesaikan penulisan Laporan Manajemen Rumah Sakit untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar profesi di Program Studi Profesi
Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, dalam penyusunan laporan
ini tidak terlepas dukungan dari berbagai pihak. Penulis banyak menerima bimbingan,
petunjuk dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik yang bersifat moral
maupun material. Oleh kerena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm. Sc., Ph.D., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Usmar, S.Si.,M.Si.,Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
3. Ibu Dr. Elly Wahyudin, DEA.,Apt. Selaku Koordinator Praktek Kerja Profesi
Apoteker Rumah Sakit di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
4. Ibu Lidia Alto Topayung, S.Si., Apt. Selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Siloam Hospitals Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Manajemen Rumah Sakit ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan segala kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
I.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
I.2. Tujuan ................................................................................................... 2
I.3. Manfaat.................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2
II.1. Rumah Sakit......................................................................................... 4
II.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)................................................. 9
II.3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit................................. 14
II.4. Komite Farmasi dan Terapi................................................................. 45
II.5. Limbah Rumah Sakit............................................................................ 47
BAB III GAMBARAN UMUM.................................................................. 47
III.1. Rumah Sakit Siloam Hospitals Makassar........................................... 59
III.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam Hospitals Makassar............... 62
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 62
IV.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP)...............................................................
.........................................................................................................66
IV.2. Pelayanan Farmasi Klinik................................................................... 75
BAB V PEMBAHASAN............................................................................. 62
V.1. Kesimpulan......................................................................................... 77
v
V.2. Saran.................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 78
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit................ 11
Gambar IV.1 Alur pendistribusian dari gudang ke site farmasi................... 72
Gambar IV.2 Alur retur ke vendor................................................................ 74
Gambar IV.3 Alur Stok Opname................................................................. 75
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
viii
BAB I
PENDAHULUAN
II.1. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO)
mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial dan
bukan hanya ketiadaan penyakit atau kecacatan. Kesehatan menjadi hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan. Dan salah satu upaya kesehatan yang yang
diselenggarakan adalah pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang merupakan ruang lingkup dari suatu pekerjaan kefarmasian. Salah
satu fasilitas pelayanan kefarmasian untuk melakukan pekerjaan kefarmasian adalah
rumah sakit (WHO, 2003; UU RI No. 36, 2009).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di
rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Sehingga dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian serta
menjamin upaya kesehatan terlaksana dengan baik. Maka pelayanan kefarmasian di
rumah sakit mempunyai standar yang telah diatur, yang berorientasi pada standar
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Apoteker merupakan salah satu sumber daya kefarmasian
yang berwenang dan yang menjamin jalannya standar pelayanan kefarmasian tersebut
(Rusli, 2016;Permenkes No. 72, 2016).
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pelayanan farmasi klinik juga merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan
1
2
outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk
tujuan keselamatan pasien (patient safety) (Permenkes No. 72, 2016).
Berdasarkan yang telah di uraikan diatas, maka seorang apoteker mempunyai
tanggung jawab yang besar dalam bidang pelayananan kesehatan sehingga perlu
adanya peningkatan ilmu pengetahuan serta keterampilan dari seorang apoteker untuk
menjalankan praktek kefarmasiannya dengan baik. Apoteker khususnya yang bekerja
di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma pelayanan
kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi
Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut
dapat diimplementasikan (Permenkes No. 72, 2016). Dengan tujuan tersebut maka
dilaksanakanlah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) oleh Fakultas Farmasi
Program Studi Apoteker Univerisitas Hasanuddin di Rumah Sakit Siloam Hospitals
Makassar.
II.2. Tujuan
- Untuk mengetahui dan memahami penerapan tentang standar kefarmasian di
rumah sakit
- Untuk mengetahui dan memahami tentang pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai di rumah sakit
- Untuk mengetahui dan memahami tentang pelayanan farmasi klinik yang
dilakukan di rumah sakit
- Untuk mengetahui dan memahami peran, fungsi, dan tanggung jawab
apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit
II.3. Manfaat
Mendapatkan kesempatan yang luar biasa untuk belajar dengan tujuan
meningkatkan kompetensi, pengetahuan dan pengalaman, dalam hal ini, bisa
memahami tentang penerapan standar kefarmasian di rumah sakit serta mengerti
tentang penerapan 9 stars of pharmacist sebagai gambaran mengenai peran, fungsi
dan tanggung jawab seorang apoteker dalam pelayanan kefaramasian di rumah sakit.
Semua hal itu merupakan bekal yang cukup untuk menjalani suatu pekerjaan
3
kefarmasian nantinya dan menjadi seorang apoteker yang layak menjubahkan jas
putih gadingnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Rumah Sakit
II.1.1. Definisi Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
menjelaskan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No.44
tahun 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan
Departemen Kesehatan, Rumah Sakit adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan
pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi,
diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera
dan melahirkan (Kemenkes RI 2006).
II.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit
mempunyai fungsi: (UU RI No.44 tahun 2009)
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
4
5
secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing
obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu
dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004).
II.2.2 Tugas, Tanggungjawab dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
a. Tugas IFRS
Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah obat,
bahan obat, gas medis dan alat kesehatan, mulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan
rawat jalan dan rawat inap. IFRS berperan sangat sentral terhadap pelayanan di rumah
sakit terutama pengelolaan dan pengendalian sediaan farmasi dan pengelolaan
perbekalan kesehatan (Rusli, 2016).
b. Tanggung jawab IFRS
Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik
dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang bersifat diagnosis dan
terapi untuk kepentingan pasien yang lebih baik (Rusli, 2016).
c. Fungsi IFRS
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan yang
dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik) adalah pelayanan
yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Pelayanan
IFRS yang menyediakan unsur logistik atau perbekalan kesehatan dan aspek
administrasi (Rusli, 2016).
IFRS yang berfungsi sebagai pelayanan nonmanajemen (klinik) pelayanan
yangbersentuhan langsung dengan pasien atau kesehatan lainnya. Fungsi ini
berorientasi pasien sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih luas tentang aspek
11
yang berkaitan dengan penggunaan obat dan penyakitnya serta menjunjung tinggi
etika dan perilaku sebagai unit yang menjalankan asuhan kefarmasian yang handal
dan professional (Rusli, 2016).
13. Penelitian operasional operation research seperti studi waktu, gerakan, dan
evaluasi program dan pelayanan farmasi yang baru dan yang ada sekarang.
14. Pengembangan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di rumah sakit pemerintah kelas A
dan B (terutama rumah sakit pendidikan) dan rumah sakit swasta sekelas, agar
mulai meningkatkan mutu perbekalan farmasi dan obat-obatan yang diproduksi
serta mengembangkan dan melaksanakan praktek farmasi klinik.
15. Pimpinan dan Tenaga Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus berjuang,
bekerjakeras dan berkomunikasi efektif dengan semua pihak agar pengembangan
fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang baru itu dapat diterima oleh pimpinan
dan staf medik rumah sakit.
II.2.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Ruang lingkup IFRS yaitu memberikan pelayanan farmasi berupa pelayanan
nonklinik dan klinik. Pelayanan nonklinik biasanya tidak secara langsung dilakukan
sebagai bagian terpadu, pelayanan ini sifatnya administrasi atau manajerial seperti
pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan dan interaksi
profesional dengan tenaga kesehatan lainnya.
Pelayanan klinik mencakup fungsi IFRS yang dilakukan dalam program rumah
sakit yaitu Pelayanan obat di apotik/depo, konseling pasien, pelayanan informasi
obat, evaluasi penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemantauan terapi
obat (Rusli, 2016).
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan, dengan tujuan
(Rusli, 2016):
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna.
14
b. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
c. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
d. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan
pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang
dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
3. Fasilitas dan Peralatan Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas yang dapat
mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknis pelayanan farmasi,
sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional,
profesional dan etis.
a. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin semua
barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat dipertanggung 10
jawabkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing barang farmasi dan sesuai
dengan peraturan.
b. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat.
c. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi.
d. Tersedianya fasilitas untuk penyimpanan arsip resep.
e. Ruangan perawatan harus memiliki tempat penyimpanan obat yang baik
sesuai dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik.
f. Obat yang bersifat adiksi disimpan sedemikian rupa demi menjamin
keamanan setiap staf.
4. Kebijakan dan Prosedur Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis
dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan
prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang
sesuai dengan peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri.
a. Kriteria kebijakan dan prosedur.
b. Obat hanya dapat diberikan setelah mendapat pesanan dari dokter dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian.
c. Kebijakan dan prosedur yang tertulis harus mencantumkan beberapa hal
17
berikut.
- Macam obat yang dapat diberikan oleh perawat atas perintah dokter.
- Label obat yang memadai
- Daftar obat yang tersedia.
- Gabungan obat parenteral dan labelnya.
- Pencatatan dalam rekam farmasi pasien beserta dosis obat yang
diberikan.
- Pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit.
- Pelayanan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap, rawat
jalan, karyawan dan pasien tidak mampu.
- Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan pembuatan/produksi, penyimpanan, pendistribusian
danpenyerahan.
- Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan mengenai pemakaian obat dan efek
samping obat bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta pencatatan
penggunaan obat yang salah dan atau dikeluhkan pasien.
- Pengawasan mutu pelayanan dan pengendalian perbekalan farmasi.
- Pemberian informasi kepada pasien maupun keluarga pasien dalam hal
penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan
tentang obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan
obat.
- Apabila ada sumber daya farmasi lain disamping instalasi maka
secara organisasi dibawah koordinasi instalasi farmasi.
- Prosedur penarikan/penghapusan obat.
- Pengaturan persediaan dan pesanan.
- Penyebaran informasi mengenai obat yang bermanfaat kepada staf.
- Masalah penyimpanan obat yang sesuai dengan peraturan/undang-undang.
- Pengamanan pelayanan farmasi dan penyimpanan obat harus terjamin.
- Prosedur yang harus ditaati bila terjadi kontaminasi terhadap staf.
18
Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk
tata laksana suatu perawatan kesehatan tertentu. Formularium merupakan referensi
yang berisi informasi yang selektif dan relevan untuk dokter penulis resep,
penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan lainnya Formularium Rumah Sakit
disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium rumah sakit
merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit (Kemenkes RI, 2016).
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah sakit yaitu sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2016):
a. Membuat rakapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungisional
(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik.
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik.
d. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
e. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
f. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
g. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit yaitu
(Kemenkes RI, 2016):
a. Mengutamakan penggunaan obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
f. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan
tidak langsung.
g. Obat lain yang terbukti efektif secara ilmiah dan aman yang paling dibutuhkan
22
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
(Kemenkes RI, 2016).
Ada beberapa macam metode perencanaan, yaitu (Kemenkes RI, 2016):
a. Metode Epidemiologi
Metode ini berdasarkan pada penyakit sering muncul di rumah sakit atau di
masyarakat.
b. Metode Konsumsi
Metode ini diterapkan berdasarkan data riil konsumsi obat periode yang lalu,
dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
c. Metode Gabungan
Analisa yang digunakan dalam perencanaan untuk memastikan metode
perencanaan sesuai dengan tujuan. Adapun analisa yang digunakan, yaitu
(Kemenkes RI, 2016):
a. Sistem ABC (Pareto)
Model ABC (Always Better Control) pengendalian perusahaan
berhubungan dengan aktivitas pengaturan persediaan bahan agar dapat
menjamin persediaan dan pelayanannya kepada pasien. Salah satu
pengendalian persediaan adalah dengan metode ABC atau analisis pareto.
Analisis ABC ini menekankan kepada persediaan yang mempunyai nilai
penggunaan yang relatif tinggi atau mahal. Sistem analisis ABC ini berguna
dalam sistem pengelolaan obat, yaitu dapat menimbulkan frekuensi pemesanan
dan menentukan prioritas pemesanan berdasarkan nilai atau harga obat.
Alokasi anggaran ternyata didominasi hanya oleh sebagian kecil atau beberapa
jenis perbekalan farmasi saja. Suatu jenis perbekalan farmasi dapat memakan
anggaran besar karena penggunaannya banyak, atau harganya mahal. Dengan
analisis ABC, jenis-jenis perbekalan farmasi ini dapat diidentifikasi, untuk
kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Analisis ini berguna pada setiap
sistem suplai untuk menganalisis pola penggunaan dan nilai penggunaan total
semua item obat.
24
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang
dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
- Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
- Persyaratan pemasok.
- Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
- Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
- Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
- Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
- Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
- Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
- Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
- Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan
27
kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi
dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi
kepentingan pasien Rumah Sakit.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik
dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari
perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan farmasi harus ada tenaga farmasi
(Kemenkes RI, 2016).
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu. Semua
perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan
spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus
ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, perbekalan farmasi
harus segera disimpan di dalam lemaru besi atau tempat lain yang aman.
Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang
telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2016).
4. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
(Kemenkes RI, 2016).
Komponen yang harus diperhatikan antara lain (Kemenkes RI, 2016):
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label
28
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa
oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar
dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu (Kemenkes RI, 2016):
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan
tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
penampilan dan penamaan yang mirip (Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan
berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat. Penyimpanan obat yang termolabil harus disimpan di lemari
pendingin yang dilengkapi dengan alat monitoring suhu (Kemenkes RI, 2016).
29
a. Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi. Metode yang didasarkan atas ada
tidaknya satelit farmasi terbagi 2 yaitu:
1) Metode sentralisasi (apoteker tidak ada di ruang perawatan). Metode ini
merupakan suatu system pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan
pada satu tempat yaitu instalasi farmasi sentral. Seluruh kebutuhan perbekalan
farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan
barang dasar ruangan disuplay langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
Keuntungan metode Sentralisasi:
- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapatmemberi
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
- Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
pasien
- Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
- Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan Sentralisasi yang mungkin terjadi:
- Terjadinya penundaan/keterlambatan dalam proses penyiapan obat
permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi
- Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
- Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan
cepat
- Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan padawaktu
penyiapan komunikasi. Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang
besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar
sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan
pasien sangat jauh.
2) Desentralisasi (apoteker ada di ruang perawatan)
Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan
farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan. Penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi tidak lagi dilayani oleh instalasi farmas.
32
b) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan
di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di
atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
d) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floorstock.
Keuntungan metode ini (Kemenkes RI, 2016):
- Obat yang diperlukan segera tersedia di ruang perawatan
- Tidak ada pengembalian obat yang terpakai, karena obat langsung diberikan ke
penderita
- Pengurangan penyalinan kembali order obat
- Pengurangan jumlah personal IFRS
Kerugian metode ini (Kemenkes RI,2016):
- Kesalahan penggunaan obat meningkat
- Persediaann mutu obat tidak terkendali karena ditempatkana di ruang perawat
- Pencurian obat meningkat
- Kerusakan obat bertambah
- Penambahan modal untuk penyiapan ruang penyimpanan obat
- Diperlukan waktu yang banyak untuk perawat dalam penanganan obat
- Meningkatkan kerugian karena obat sering rusak
c. SDOR/individual
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi
Farmasi. Resep individu adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita,
sedangkan sentralisasi adalah semua order/resep yang disiapkan atau didistribusikn
dari IFRS sentral. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan
34
kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada
resep atas nama pasien tertentu melalui perawat ke ruang perawatan (Kemenkes RI,
2016).
Keuntungan dari metode ini (Kemenkes RI, 2016):
- Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberikan
informasi kepada perawat terkait dengan obat penderita
- Memberikan kesempatan interaksi professional antara apoteker, dokter, perawat
dan penderita
- Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan farmasi
- Mempermudah penagihan biaya penderita
Kerugian/ keterbatasan metode ini (Kemenkes
RI, 2016):
- Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita
- Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat
di ruang pada waktu konsumsi obat
- Terjadinya kesalahan karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan.
d. SDO kombinasi R/ individual dan Floor stock
Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan diruang
merupakan sistem penyampaian obat kepada pasien berdasarkan permintaan dokter
yang obatnya sebagian disiapkan instalasi farmasi dan sebagian lagi disiapkan dari
persediaan obat yang terdapat di ruang dokter menuliskan resep, interpretasi
dilakukan baik oleh apoteker maupun perawat. Apoteker menyiapkan obat dalam
bentuk ruahan dan diserahkan keunit pelayanan penderita, tetapi adapula obat-obat
yang disiapkan oleh instalasi farmasi untuk selanjutnya diserahkan kepada perawat.
Untuk obat yang terdapat di unit pelayanan penderita, perawat akanmenyiapkan
semua dosis pengobatan untuk penderita (Kemenkes RI, 2016).
Keuntungan dari metode ini (Kemenkes RI, 2016):
- R/ order dikaji oleh apoteker, juga ada kesempatan untuk interaksidari perawat dan
35
penderita
- Obat-obat penggunaan umum dapat langsung tersedia di Ruangan
- Beban IFRS berkurang, karena hanya melayani R/
Kerugian atau keterbatasan metode ini (Kemenkes RI,
2016):
- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat untuk sampai ke penderita
- Kesalahan obat dapat terjadi di persediaan ruangan.
6. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai bila (Kemenkes RI, 2016):
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari (Kemenkes RI, 2016):
a. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang akan dimusnahkan
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
36
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal.Rumah Sakit harus
mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan (Kemenkes RI, 2016).
7. Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan (Kemenkes
RI, 2009).
Pengendalian merupakan salah satu dari fungsi manajerial dalam mengelola
logistik. Pengendalian menekankan pada kegiatan pengawasan yang dilakukan setiap
saat sebelum, selama, dan setelah suatu proses dilaksanakan dan berjalan. Hal ini
untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2016).
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat
dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2016).
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai adalah untuk (Kemenkes RI, 2016):
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Kegiatan pengendalian mencakup (Kemenkes RI, 2009):
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini
disebut stok kerja.
37
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kelurangan/kekosongan
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah (Kemenkes RI, 2016) :
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slowmoving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (deathstock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala
Selain itu, beberapa pengendalian yang perlu diperhatikan dalam pelayanan
kefarmasian adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2009) :
a. Rekaman pemberian obat Rekaman/catatan pemberian obat adalah formulir yang
digunakan perawat untuk menyiapkan obat sebelum pemberian. Pada formulir ini
perawat memeriksa obat yang diberikan sewaktu perawat berpindah dari pasien
satu ke pasien lain dengan kereta obat. Dengan formulir ini perawat dapat
langsung merekam/mencatat waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai
petunjuk.
b. Pengembalian obat yang tidak digunakan Semua perbekalan farmasi yang belum
diberikan kepada pasien rawat tinggal harus tetap berada dalam kereta dorong
atau alat bantu angkut apapun. Hanya perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel
yang dapat dikembalikan ke IFRS. Perbekalan farmasi yang dikembalikan pasien
rawat jalan tidak boleh digunakan kembali. Prosedur tentang pengembalian
perbekalan farmasi ini perlu dibuat oleh KFT bersama IFRS, perawat dan
administrasi rumah sakit.
c. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan Sistem pengendalian
obat rumah sakit harus sampai ke bagian bedah, apoteker harus memastikan
bahwa semua obat yang digunakan dalam bagian ini tepat order, disimpan,
disiapkan, dan dipertanggung jawabkan sehingga pencatatan perlu dilakukan
38
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari
rekam medik atau sumber lain (Kemenkes RI, 2016).
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasionalbagipasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) (Kemenkes RI, 2016).
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
samping obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi. Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO (Kemenkes RI, 2016) :
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO;
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim Farmasi dan
Terapi;
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif
(Kemenkes RI, 2016).
10. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat (Kemenkes RI, 2016).
43
risiko dalam suatu pemberian layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan
kerjasama tim (baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/
multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko
tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar
operasi (OK).
II.4 Komite Farmasi dan Terapi
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Pedoman Organisasi Rumah Sakit, Komite/Tim Farmasi dan Terapi merupakan salah
satu Komite/Tim yang ada di rumah sakit yang menyelenggarakan fungsi tertentu di
rumah sakit sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
(Keputusan MenKes RI, 2020)
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mengadakan rapat secara teratur paling sedikit
2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam 1 (satu)
bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian,
atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi
(Keputusan MenKes RI, 2020).
Anggota Komite/Tim Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter yang mewakili
semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga
kesehatan lainnya apabila diperlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai
oleh seorang dokter atau seorang apoteker. Apabila diketuai oleh dokter maka
sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka
sekretarisnya adalah dokter (Keputusan MenKes RI, 2020).
Peran apoteker dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi, yaitu:
a. Analisis dan diseminasi informasi ilmiah, klinis, dan farmakoekonomi yang
terkait dengan obat atau kelas terapi yang sedang ditinjau.
46
Tahap Pewadahan
1. Melakukan upaya pewadahan yang berbeda antara limbah organik dan
organik mulai di dalam ruangan sumber.
2. Menyediakan tong sampah dengan jumlah dan volume yang memadai pada
setiap ruangan yang disediakan aktivitas pasien, pengunjung dan karyawan.
3. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau dapat
2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut yang tidak
perlu perindukan vektor penyakit dan pembawa penyakit.
4. Penempatan tong sampah harus dilokasi yang aman dan strategis baik di
dalam ruangan, semi dalam ruangan dan luar ruangan, dengan jumlah dan jarak
penempatan yang memadai. Minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau
sesuai dengan kebutuhan. Upayakan di area umum tersedia tong sampah terpilah
oganik dan an organik.
5. Tong sampah dilakukan program yang menggunakan air dan desinfektan
secara teratur.
6. Tong sampah yang sudah rusak dan tidak berhasil, harus diganti dengan tong
sampah yang memenuhi persyaratan.
Tahap Pengangkutan
1. Limbah padat domestik di ruangan sumber dilakukan pengangkutan ke
Tempat Penyimpanan Sementara menggunakan periodik menggunakan troli
khusus dan kondisi limbah rumah tangga tetap terbungkus kantong plastik hitam.
2. Pengangkutan dilakukan pada jam tidak sibuk pagi dan sore dan tidak melalui
jalur / pasien yang padat, pengunjung rumah sakit.
3. Troli pengangkut sampah harus dibuat dari bahan yang kuat, kedap udara dan
tidak berkarat, permukaannya mudah dibersihkan, serta dilengkapi penutup serta
ditempel tulisan “troli pengangkut sampah rumah tangga / domestik”.
4. Penentuan jalur pengangkutan sampah domestik ke Tempat Penyimpanan
Sementara (TPS) Limbah tidak melalui ruang kerja atau ruang kerja yang padat
dengan pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit.
50
5. Saat pengangkutan sampah domestik ke TPS melalui jalan terbuka, maka pada
saat terjadi hujan tidak dipaksakan dilakukan pengangkutan ke TPS.
Tahap Penyimpanan di TPS
1. Waktu tinggal limbah dometik dalam TPS tidak boleh lebih dari 2 x 24 jam
2. Limbah padat domestik yang telah di tempatkan di TPS dipastikan tetap
terbungkus kantong plastik warna hitam dan dikeluarkan dilakukan
pembongkaran isinya.
3. Rumah tangga dapat dilakukan dengan pengangkutan keluar menggunakan
truk sampah milik rumah sakit atau bekerja sama dengan pihak luar.
4. Penanganan dapat dilakukan dengan pemusnahan menggunakan insinerator
yang membutuhkan rumah sakit.
Upaya pemilahan dan Bantuan, dilakukan dengan cara :
1. Pemilahan yang dilakukan dengan menggunakan jenis limbah organik dan
limbah anorganik serta limbah yang dapat digunakan secara ekonomis, seperti
wadah / kemasan bekas berbahan kardus, kertas, plastik dan lainnya dan
dipastikan tidak mengandung bahan berbahaya
2. Pemilahan dilakukan dari awal dengan menyediakan tong sampah yang
berbeda sesuai dengan jenisnya dan dilengkapi kantong plastik warna bening /
putih untuk limbah daur ulang di dalam ruangan sumber.
3. Untuk pencatatan volume untuk jenis sampah organik dan anorganik, sampah
yang akan didaur ulang atau digunakan kembali.
4. Sampah yang bernilai ekonomis dikirim ke TPS terpisah dari sampah organik
maupun anorganik
5. Dilarang melakukan pengangkutan yang dapat digunakan atau diolah kembali
hanya untuk keperluan bahan baku atau pengemasan produk barang tertentu oleh
pihak luar.
6. Untuk limbah padat domestik yang termasuk dalam kategori limbah B3, maka
harus dilakukan dan dilakukan sesuai dengan persyaratan penanganan limbah B3.
II.5.2 Penyelenggaraan Pengamanan Limbah B3
51
Presentase terbesar dari air limbah adalah limbah domestik terkontaminasi oleh agen
infeksi kultur mikroorganisme, darah, darah, dan lain-lain.
Air limbah yang disediakan darl buangan domestik juga buangan air limbah
klinis umum yang mengandung zat pencemar organik yang cukup baik dan dapat
diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Air limbah yang dibutuhkan dari
laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang apabila dialirkan ke
dalam proses pengolahan secara biologis dapat diproses.
Prosesnya., Maka perlu dilakukan pengolahan awal secara kimia-fisika,
selanjutnya air olahannya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
Jenis air yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Air limbah Domestik
b. Air limbah klinis
c. Air limbah laboratorium klinik dan kimia
d. Air limbah radioaktif (tidak boleh masuk ke IPAL, harus mengikuti petunjuk dari
BATAN)
Adapun Sumber-sumber yang menghasilkan air limbah, antara lain:
a. Unit Pelayanan Medis
- Rawat Inap
- Jalan Rawat
- Rawat Darurat
- Rawat Intensif
• Haemodialisa
• Bedah Sentral
• Rawat Isolasi
b. Unit Penunjang Pelayanan Medis
- Laboratorium
- Radiologi
- Farmasi
56
- Sterilisasi
- Kamar Jenazah
c. Unit Penunjang Pelayanan Non Medis
- Logistik
- Cuci (Binatu)
- Rekam Medis
- Fasilitas umum: Masjid / Musholla dan Kantin
- Kesekretariatan / administrasi
- Dapur Gizi
- Dan lain-lain
Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor: Kep-58 / MENLH / 12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk kegiatan
Rumah Sakit (Bandara 1), maka setiap rumah sakit yang menghasilkan air limbah /
limbah cair harus memenuhi peraturan tersebut. Pengolahan Air Limbah Dengan
Proses Biologis, di dalam proses pengolahan air limbah khusus yang mengandung
polutan organik, teknologi yang diguna- kan sebagian besar menggunakan aktifitas
mikro-organisme untuk menyelesaikan polutan organik tersebut. Proses pengolahan
air limbah dengan persiapan mikro-pertanian biasa disebut dengan "Proses Biologis".
Proses pengolahan air secara biologis dapat dilakukan pada kondisi aerobik
(dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan arrobit
Proses biologis pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Pengolahan air limbah secara garis-garis begar dapat dibagi menjadi tiga proses
biologis dengan biakan tersuspensi (budaya susprended), proses biologis dengan
biakan melekat (budaya terlampir) dan proses pengolahan dengan sistem laguna atau
kolam.
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan
menggunakan mikro-organisme untuk menguraikan komposisi polutan yang ada di
udara dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara lengkap di dalam suatu
57
reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain: proses
lumpur aktif standar atau konvesional (lumpur aktif standar), langkah aerasi,
stalilisasi tambahan, aerasi diperpanjang, parit oksidasi (parit oksidasi sistem parit)
dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yaitu proses pengolahan limbah
mikro-pertanian yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan
proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan
air limbah dengan cara ini antara lain: trickling filter, biofilter tercelup, kontak
reaktor biologis Rotating Biological Contactor (RBC), penghubung kontak/oksidasi
(kontak kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan laguna atau kolam
adalah dengan pengelolaan air limbah pada sebuah kolam yang luas dengan waktu
tinggal yang cukup laına perlu dengan kegiatan mikro-pertanian yang tumbuh secara
alami, zat polutan yang ada di dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses
penguraian polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses
aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cana ini adalah kolam
aerasi atau kolam stabilisasi. Proses dengan sistem laguna seperti itu kadang-kadang
dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Secara garis besar
klasifikasi proses pengolahan air mbah secara biologis, sedangkan karakteristik
pengolahan, perencanaan parameter serta efisiensi pengolahan untuk setiap jenis
proses.
Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk
pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: kualitas air
olahan yang diharapkan. Pemilihan teknologi pengolahan air limbah harus mencakup
beberapa hal antara jumlah air limbah yang akan diproses, kualitas air hasil olahan
yang diharapkan, kemudahan dalam hal pengelolaan, alokasi lahan dan sumber
energi, serta biaya operasi dan perawatan diupayakan serendah mungkin setiap jenis
teknologi. Memproses air limbah memiliki keunggulan dan kekurangan masing-
58
masing, oleh karena itu dalam hal pemilihan jenis teknologi yang perlu
dipertimbangkan aspek teknis, aspek ekonomi dan aspek lingkungan, serta sumber
daya manusia yang akan mengelela fasilitas tersebut.
BAB III
GAMBARAN UMUM
59
60
Runner
Clinical Pharmacist
Section Head
Pharmacy Warehouse
1. Hospital director
Bertugas memimpin, menyusun kebijakan, membina, mengkoordinasikan dan
mengawasi serta mengendalikan pelaksanaan tugas dibidang rumah sakit
2. Head Of Ancillary Clinical & Medical Services Division
Bertugas dalam pengkoordinasian kegiatan pelayanan medik, perencanaan
kebutuhan pelayanan medik, pemantauan dan pengawasan penggunaan
fasilitas kegiatan pelayanan medik, dan pengembangan mutu pelayanan
medik, serta pelaksanaan tugas lain yang diperintahkan oleh Direktur
Pelayanan.
rincian tugas :
1. menyusun rencana dan pelaksanaan program kegiatan serta mekanisme
pelayanan medik baik yang meliputi program rawat inap, rawat jalan, Instalasi
Gawat Darurat (IGD), Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care
Unit (NICU), Kamar Operasi, Ruang Hemodialisa dan unit pelayanan medik
lainnya;
63
66
67
dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan dilarang untuk dipinjam
untuk kebutuhan lain.
1V.1.6 Pendistribusian
PerMenKes No.72 Thn 2016 menekankan bahwa distribusi sediaan farmasi dari
tempat penyimpanan dalam hal ini gudang farmasi rumah sakit kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketetapan waktu, dimana rumah sakit harus menetapkan sistem tersendiri. Untuk RS.
Siloam Hospital makassar memiliki sistem distribusi sediaan farmasi sebagai berikut.
IV.1.6.1 Gudang Farmasi
di simpan sesuai suhu kestabilan. Tindakan ini salah satu hal yang penting karena
menjaga mutu dari obat, sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh PerMenkes obat
yang diterima pasien harus terjaga khasiat dan mutunya.
IV.1.6.2 Inpatient Pharmacy Departement (IPD)
Inpatient Departement atau Depo Rawat Inap di rumah sakit siloam makassar
menggunakan sistem pendistribusian ODD (Once Daily Dispensing) karena sistem ini
memiliki keunggualan dibandingkan dengan sistem UDD (Unit Dose Dispensing)
terutama mencegah terjadinya medication eror pada saat pemberian obat dari perawat
ke pasien, mengurangi beban kerja tenaga kefarmasian, menghindari duplikasi
permintaan obat ke bagian farmasi, dan menghindari kehilangan obat. Obat yang
telah disiapkan berdasarkan sistem ODD dilakukan pengiriman melalui Aerocom
yang merupakan sistem distribusi secara modern yang lebih efektif dimana
mempercepat proses distribusi obat setiap ruangan perawatan sesuai dengan
permintaan resep dokter melalui Aerocom dan Fax. Hal ini merupakan bentuk
penerapan standar pelayanan kefarmasian di RS Siloam Hospitals makassar dengan
memperhatikan mutu pelayanan resep.
Selain mengirim obat untuk tiap lantai, IPD juga mendistribusikan ke site
farmasi lainnya ketika ada permintaan melalui SIM RS. Return dilakukan jika
terdapat obat yang tidak digunakan oleh pasien namun sudah disiapkan ODD.
IV.1.6.3 Outpatient Pharmacy Departement (OPD)
Outpatient Departement atau Depo Rawat Jalan di Rumah Sakit Siloam
Hospitals Makassar merupakan depo farmasi tipe sentral yang berpusat di instalasi
farmasi lt.1 yang melayani pasien BPJS, Asuransi dan Umum. Depo farmasi memiliki
2 satelit yang bertempat di lt.7 untuk pasien BPJS dan di lt.2 untuk pasien umum.
Selain mendistribusikan obat pada pasien, OPD juga mendistribusikan di unit farmasi
lain yang membutuhkan. Distribusi obat dilakukan berdasarkan E-Resep, sedangkan
untuk unit farmasi lain menggunakan sistem SIM-RS distribusi antar unit.
73
1V.1.7 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
Pemusnahan dilakukan untuk perbekalan farmasi yang sudah kadaluwarsa,
ataupun telah rusak dan tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam
pelayanan. RS. Siloam makassar baru 1 kali melakukan pemusnahan selama rumah
sakit tersebut berdiri, ini membuktikan bahwa RS. Siloam Makassar memiliki
management yang baik dalam pengelolaan perbekalan farmasi. Pemusnahan sediaan
farmasi, Alkes, BMHP harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan PMK 72 tahun 2016, pemusnahan dilakukan bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. telah kadaluwarsa
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akan dimusnahkan
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
d. menyiapkan tempat pemusnahan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan juga dilakukan terhadap perbekalan farmasi yang akan mendekati
Expired date yaitu sekitar 6 bulan sebelum ED. Penarikan tersebut dilakukan untuk
74
Identifikasi
Membuat Laporan Karantina Obat ED
Obat ED
Hasil SO
Dilaporkan ke
HO Pharmacy
Alur Stok Opname
Selain itu pengendalian juga dilakukan pemantauan indikator mutu, seperti
pencatatan suhu ruang dan lemari es serta pemenuhan obat emergency.
1V.1.9 Administrasi
IV.1.9.1 Pencatatan dan pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan dilakukan sebagai evaluasi terhadap sistem
dan kinerja yang berjalan di setiap depo farmasi dan sebagai pengendalian terhadap
perbekalan farmasi serta memudahkan penulusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Pelaporan rutin bulanan instalasi farmasi RS. Siloam Hospitals Makassar seperti
pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor yang dilakukan oleh 1 orang sebagai
penanggung jawab untuk semua penggunaan obat narkotika, psikotropika dan
prekursor disetiap depo farmasi melalui halaman SIPNAP sebelum tanggal 10 di
bulan berikutnya serta adanya pencatatan harian untuk monitoring suhu ruangan dan
lemari pendingin serta kelembapan ruangan yang dilakukan 3 kali (tiap 8 jam) setiap
hari, sebagai tindakan monitoring jika suhu tidak sesuai dengan ketentuan maka
dilaporkan dibagian teknisi Rumah Sakit Siloam Hospitals Makassar.
IV. 2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Kegiatan pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit Siloam Hospitals Makassar meliputi kegiatan farmasi klinik dan non
klinik.
76
77
78
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. (2014). Kajian pengelolaan limbah di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Journal Community Health. 2(1).
Djide Natsir. 2014. Farmasi Rumah Sakit. Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.
Pertiwi, V. (2017) Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 5(3), ISSN: 23P.56-3346.
Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Pusdik SDM Kesehatan. Makassar.
LAMPIRAN
Lakukan Review dan periksa kelengkapan resep, lakukan intervensi ke dokter (jika perlu)
Tanggal resep, nama obat, jumlah, dosis, aturan pakai, alergi obat, tulisan tidak jelas,
ditemukan DRP, obat kosong
Masukkan harga ke system dan beri harga (Paraf pada huruf “H” dan Billing Sheet)
Cetak Etiket obat sesuai petunjuk pada Resep (Paraf pada huruf “T” dan Etiket Obat)
Siapkan obat, pastikan obat diambil dengan benar (cek Expire date)
Lakukan review dan periksa kelengkapan resep, lakukan intervensi ke dokter jika diperlukan
Periksa kesesuaian antara resep, obat dan billing obat (paraf huruf “K”)