Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Perapotekan di Apotek Kimia Farma 38 Sultan
Hasanuddin Makassar, dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi pada Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada kedua orang tua
dan saudara yang senantiasa memberi dukungan kepada penulis, serta kepada
apoteker penanggung jawab apotek, seluruh asisten apoteker dan pegawai Apotek
Kimia Farma 38 Sultan Hasanuddin yang telah membantu penulis selama
melaksanakan PKPA ini.
Makassar, 2019
Indy Safitri
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Tujuan Pelayanan Resep 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
II.1. Definisi, Tugas dan Fungsi Apotek 3
II.1.1. Definisi Apotek 3
II.1.2. Tugas dan Fungsi Apotek 3
II.2. Pelayanan, Tugas dan Wewenang Apotek 4
II.2.1. Definisi Apoteker 4
II.2.2. Tugas dan Wewenang Apoteker 4
II.3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoteker 6
II.3.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai 7
II.3.2. Pelayanan Farmasi Klinik 9
II.4. Penggolongan Obat 12
II.4.1. Obat Bebas 12
II.4.2. Obat Bebas Terbatas 13
II.4.3. Obat Keras 14
II.4.3.1. Obat Wajib Apotek 15
II.4.3.2. Psikotropika 16
II.4.4. Narkotika 19
II.5. Prekursor Farmasi 22
iv
BAB III PELAYANAN RESEP DI APOTEK 24
III.1. Contoh Resep 24
III.2. Kajian Resep 25
III.2.1. Skrining adminstratif 25
III.2.2. Skrining farmasetik 26
III.2.3. Skrining klinis 27
III.3. Uraian Obat dalam Resep 37
III.4. Penyiapan Obat 43
III.4.1. Resep racikan 43
III.4.2. Resep non-racikan 44
III.5. Etiket dan copy resep 44
III.5.1. Etiket 45
III.5.2. Copy resep 46
III.6. Penyerahan Obat 47
BAB IV PENUTUP 49
IV.1. Kesimpulan 49
IV.2. Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 52
v
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Skrining administratif resep 25
2. Interaksi obat dalam resep 36
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Penandaan golongan obat bebas 13
2. Penandaan golongan obat bebas terbatas 13
3. Tanda peringatan obat bebas terbatas 14
4. Penandaan golongan obat keras 15
5. Penandaan obat narkotika 20
6. Contoh resep 24
7. Etiket resep Cefspan® sirup 45
8. Etiket resep racikan 45
9. Etiket resep Sanmol® sirup 45
10. Copy resep 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Contoh surat pesanan narkotika 52
2. Contoh surat pesanan psikotropika 53
3. Contoh surat pesanan obat jadi prekursor 54
4. Form Pelaporan Penggunaan Obat Golongan Morfin,
Pethidin, dan Derivatnya 55
5. Form Pelaporan Penggunaan Obat Golongan Narkotika 56
6. Form Pelaporan Penggunaan Obat Mengandung Prekursor 57
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam standar pelayanan farmasi klinik
yaitu kegiatan pengkajian resep yang dilakukan di apotek. Skrining resep
diperlukan salah satunya untuk meninjau kelengkapan resep, menganalisis
rasionalitas, dan kesesuaian pengobatan yang diberikan untuk menjamin keamanan
obat dan menghindari efek yang tidak diinginkan pasien. Hal tersebut berakibat
pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan
risiko terjadinya efek samping. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak
rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan
1
2
penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek
samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih luas (resistensi
kuman terhadap antibiotika tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum
(PerMenKes, No.51, 2009).
3
4
Fungsi dan tugas apoteker sesuai dengan kompetensi WHO yakni eight stars
pharmacist (WHO,2006):
1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi
informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya
mampu mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu
mengambil keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai
contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka
apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat
dengan zat aktif yang sama namun harga lebih terjangkau.
3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan
pihak ekstern (pasien atau customer) dan pihak interna (tenaga profesional
kesehatan lainnya).
4. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal
pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan
administrasi keuangan. Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan
6
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
2. Pelayanan farmasi klinik
II.3.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
menurut PerMenKes No.73 tahun 2016, meliputi:
a. Perencanaan
Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan
masyarakat dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai (PerMenkes, No.73, 2016).
b. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian
(PerMenkes, No.73, 2016).
8
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, mutu, jumlah, harga dan waktu penyerahan yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima (PerMenkes, No.73, 2016).
d. Penyimpanan
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada
wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa (PerMenkes, No.73, 2016).
Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya. Sistem penyimpanan dilakukan dengan
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara
alfabetis. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out) (PerMenkes, No.73, 2016).
e. Pemusnahan
Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang
memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan (PerMenkes, No.73, 2016).
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (PerMenkes,
No.73, 2016).
9
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok
sekurang- kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan (PerMenkes, No.73, 2016).
Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.
Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
(PerMenkes, No.73, 2016).
11
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Tahap kegiatan konseling, yaitu :
2. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
3. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah anda
menerima terapi obat tersebut?
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya (PerMenkes, No.73,
2016).
dan bungkus luar yang bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran terluar dan
tebal garis tepi yang proporsional, berturut-turut minimal satu cm dan satu mm
Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan
secara jelas tanda khusus untuk obat keras dan keharusan mencantumkan kalimat
"Harus dengan resep dokter" yang di tetapkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 197/A/SK/77 tanggal 15 Maret 1977 (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik 2007; SK Menkes, No.02396, 1986).
II.4.3.2 Psikotropika
Obat psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat-
obat yang termasuk dalam Psikotropika adalah Alprazolam, Diethylpropion HCl,
Clobazam, Lorazepam, Phenobarbital, Chlordiazepoxid HCl, Diazepam,
Midazolam, Nitrazepam, Estazolam, dan Bromazepam (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2007).
1. Pemesanan Psikotropika
Apoteker penanggung jawab membuat Surat Pesanan (SP) untuk pemesanan
psikotropika dalam bentuk obat jadi. Surat pesanan psikotropika hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis psikotropika. Surat pesanan yang
dimaksud harus terpisah dari pesanan barang lain dan dibuat sekurang-
kurangnya 3 rangkap (PerMenKes, No.3, 2015).
2. Penyimpanan Psikotropika
Lemari khusus penyimpanan psikotropika harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Lemari khusus harus terbuat dari bahan yang kuat.
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai kunci.
c. Harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum
d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan (PerMenKes, No.3, 2015).
3. Pencatatan Psikotropika
Pencatatan psikotropika berdasarkan PerMenKes RI No. 3 tahun 2015 pasal
43 ayat 1 dan 3; dan pasal 44 meliputi :
18
4. Pelaporan Psikotropika
berdasarkan PerMenKes RI No. 3 tahun 2015 pasal 45 ayat 6,7 dan 10
pelaporan psikotropika meliputi :
a. Apotek wajib menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan penggunaan
psikotropika setiap bulan, yang disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat.
b. Pelaporan penyerahan/penggunaan psikotropika terdiri atas :
- Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan psikotropika
- Jumlah persediaan awal dan akhir bulan
- Jumlah yang diterima
- Jumlah yang diserahkan (PerMenKes, No.3, 2015).
5. Pemusnahan Psikotropika
Apoteker penanggung jawab menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai
19
Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang
telah ditetapkan (PerMenKes, No.3, 2015).
II.4.4 Narkotika
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis ataupun
semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan menjadi beberapa golongan
beradasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
1. Narkotika Golongan 1
Golongan ini dilarang penggunaannya dalam pelayanan kesehatan,
melainkan digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
dari Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Golongan ini memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Tanaman Papaver Somniferum L. dengan zat/senyawa
heroin di dalamnya, ganja, MDMA dan lainnya
2. Narkotika Golongan II
Golongan ini berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan sehingga
potensi untuk menimbulkan ketergantungan juga tinggi. Contohnya: fentanil,
alfasetilmetadol, pethidin, morfin dan garam-garamnya.
20
1. Pemesanan Narkotika
a. Surat pemesanan (SP) khusus narkotika yang terdiri atas minimal tiga
rangkap yaitu untuk BPOM, untuk DINKES Kabupaten/Kota, dan untuk
arsip Apotek.
b. Surat pemesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk satu jenis
narkotika dan harus terpisah dari pesanan barang lain (PerMenKes, No.3,
2015).
2. Penyimpanan Narkotika
Lemari khusus penyimpanan narkotika harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Lemari khusus harus terbuat dari bahan yang kuat.
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai kunci.
c. Harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum
d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau
apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan (PerMenKes,
No.3, 2015).
21
3. Pencatatan Narkotika
a. Apotek yang melakukan penyaluran atau penyerahan narkotika, wajib
membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
narkotika.
5. Pemusnahan Narkotika
Apoteker penanggung jawab menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai
22
Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang
telah ditetapkan (PerMenKes, No.3, 2015).
2. Penyimpanan Prekursor
Lemari khusus penyimpanan prekursor dalam bentuk bahan baku harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Lemari khusus harus terbuat dari bahan yang kuat.
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai kunci.
c. Harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum
d. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau
apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan (PerMenKes,
No.3, 2015).
23
4. Pemusnahan Prekursor
Apoteker penanggung jawab menyampaikan surat pemberitahuan dan
permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang
telah ditetapkan (PerMenKes, No.3, 2015).
08239386002
AG
24
25
Pada skrining administratif resep, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dapat dilihat bahwa dalam resep terdapat beberapa bagian yang tidak memenuhi
kelengkapan dalam skrining administratif. Adapun kekurangan tersebut yaitu :
1. Bobot badan pasien
Berat badan merupakan salah satu aspek yang diperlukan dalam perhitungan
dosis. Dalam penentuan dosis para ahli telah membuat rumus khusus berdasarkan
berat badan seseorang, untuk itu berat badan sangat perlu dicantumkan dalam
penulisan resep. (Megawati dan Santoso, 2017). Pada resep tersebut tidak
dicantumkan bobot badan pasien, namun dapat diperkirakan umur pasien melalui
tanggal lahir pasien yang dicantumkan di dalam resep. Selain bobot badan, umur
juga dapat digunakan dalam menyesuaikan dosis pasien. Umur pasien tidak
dicantumkan namun dicantumkan tanggal lahir pasien, sehingga resep tersebut
masih dapat dilayani.
b. Sanmol®
Sanmol® mengandung paracetamol dengan kekuatan sediaan tiap 5 ml
mengandung 120 mg. Bentuk sedian sirup dianggap tepat karena sesuai
dengan umur pasien.
a. Stabilitas
Obat yang terdapat pada resep tersebut merupakan sediaan padat dan cairan.
Obat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering,
terlindung dari cahaya dan pada suhu kamar.
b. Inkompatibilitas Obat
Resep obat racikan yang terdiri atas erysanbe®, asvex®, heptasan®, epexol®,
valisanbe®, vit c, dan GG terdapat inkompatibilitas secara farmasetika dimana
heptasan® merupakan tablet salut film yang sebaiknya tidak untuk digerus . Di
dalam resep juga terdapat antibiotik yang dibuat puyer bersama obat lainnya. Hal
itu tidak diperbolehkan dikarenakan penggunaan antibiotik yang harus di habiskan
sedangkan beberapa obat yang lainnya hanya digunakan jika terdapat gejala.
𝑛
Rumus cowling = x dosis dewasa (n= umur dalam satuan tahun
24
Untuk anak berumur 5 tahun dosis lazim cefspan® untuk sekali pakai sebanyak
41,66 mg – 83,33 mg.
Dosis yang dicantumkan pada resep adalah 100 mg 2 kali sehari
Sekali = 1 x 100 mg = 100 mg (sesuai dosis lazim)
Sehari = 2 x 100 mg = 200 mg (lebih dari dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan dosis yang terdapat pada resep, dosis cefspan yang
diberikan lebih dari dosis lazim dan mencapai efek terapi
b. Erysanbe® (Erythromycin)
Tiap tablet Erysanbe® mengandung erythromycin 200 mg
Dosis lazim sekali = 225- 500 mg sekali
Dosis lazim sehari = 1 – 2 gram sehari
Untuk anak 5 tahun
5
Sekali = x (225 mg – 500 mg) = (46,87 mg – 104,16 mg)
24
Dosis lazim sekali pakai untuk anak usia 5 tahun sebesar 46,87 mg – 104,16 mg
5
Sehari = x (1000 mg – 2000 mg) = 208,33 mg – 416,66
24
mg
Dosis lazim sehari pakai untuk anak usia 5 tahun sebesar 208,33 mg – 416,66
mg
Dosis yang dicantumkan pada resep 100 mg 3 kali sehari
Sekali = 1 x 100 mg = 100 mg (sesuai dosis lazim)
Sehari = 3 x 100 mg = 300 mg (sesuai dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan, dosis erysanbe yang diberikan pada resep telah sesuai
untuk pemakaian sekali dan sehari pakai
c. Asvex® (Tipepidin)
Tiap tablet Asvex® mengandung tipepidine 33,21 mg
Dosis lazim sehari = 20 - 40 mg
29
Dosis lazim sehari pakai untuk anak umur 5 tahun sebesar 4,16 mg – 8,33 mg
Dosis yang dicantumkan pada resep adalah 6 mg 3 kali sehari.
Sekali = 1 x 6 = 6 mg
Sehari = 3 x 6 mg = 18 mg (lebih dari dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan, dosis asvex yang diberikan pada resep melebihi dosis
lazim dan mencapai efek terapi.
d. Heptasan® (Cyproheptadine)
Tiap tablet Heptasan® mengandung cyproheptadine 4 mg
Dosis lazim sekali (anak-anak ≤ 5 tahun) = 2 mg
Dosis yang dicantumkan pada resep adalah 2 mg 3 kali sehari
Sekali = 1 x 2 mg= 2 mg (sesuai dosis lazim)
Sehari = 3 x 2 mg = 6 mg
Berdasarkan perhitungan, dosis heptasan yang diberikan pada resep telah sesuai
dosis lazim dan mencapai efek terapi dalam pemakaian sekali.
e. Epexol® (Ambroxol)
Tiap tablet Epexol® mengandung ambroxol 30 mg
Dosis lazim sehari = 60-120 mg sehari
Untuk anak umur 5 tahun
5
Sehari = x (60 mg – 120 mg) = 12,5 mg – 25 mg
24
Dosis lazim sehari epexol® untuk anak umur 5 tahun sebesar 12,5 mg – 25 mg
Dosis yang dicantumkan pada resep adalah 10 mg 3 kali sehari
Sekali = 1 x 10 mg = 10 mg
Sehari = 3 x 10 mg = 30 mg (lebih dari dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan, dosis epexol® yang diberikan pada resep lebih dari
dosis lazim dan mencapai efek terapi baik dalam pemakaian sehari.
f. Valisanbe® (Diazepam)
Tiap tablet Valisanbe® mengandung diazepam 2 mg
Dosis lazim sehari = 5 – 30 mg sehari
30
Dosis lazim sehari valisanbe untuk anak umur 5 tahun sebesar 1,04 mg – 6,25
mg
Dosis maksimum sehari = 40 mg
Untuk anak umur 5 tahun
5
Sehari = x 40 mg = 8,33 mg
24
g. Vitamin C
Tiap tablet mengandung 50 mg vitamin c
Dosis Lazim sehari = 100 – 300 mg
Untuk anak 5 tahun
5
Sehari = x (100 mg – 300 mg) = 20,83 mg – 62,5 mg
24
Dosis lazim sehari vitamin C untuk anak umur 5 tahun sebesar 20,83 mg – 62,5
mg
Dosis yang diberikan 12,5 mg 3 kali sehari
Sekali = 1 x 12,5 = 12,5 mg
Sehari = 3 x 12,5 mg = 37,5 mg (sesuai dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan, dosis vitamin c yang diberikan pada resep sesuai
dengan dosis lazim dan mencapai efek terapi baik dalam pemakaian sehari.
31
i. Sanmol® (Paracetamol)
Tiap 5 ml Sanmol® sirup mengandung 120 mg paracetamol
Dosis lazim sekali = untuk umur 1-5 tahun 120 – 250 mg
Dosis yang diberikan 1 sendok makan, 1 sendok makan= 5 ml, tiap 5 ml
mengandung 250 mg diberi 3 kali sehari
Sekali = 1 x 250 mg = 250 mg (sesuai dosis lazim)
Berdasarkan perhitungan, dosis sanmol® yang diberikan pada resep mencapai
efek terapi baik dalam pemakaian sekali
2. Pertimbangan klinis
Pada resep resep terdiri atas dua obat non racikan yakni cefspan® sirup
yang berisi cefixime dan sanmol® sirup yang berisi paracetamol, serta satu obat
racikan yang mengandung erysanbe®, asvex®, heptasan®, epexol®, valisanbe®,
vitamin c, dan GG. Oleh karena itu, interpretasi kemungkinan penyakit yang
diderita oleh pasien AS dapat berupa penyakit infeksi saluran pernapasan, batuk
yang disertai demam.
dengan obat lain yang ada dalam resep, dalam resep ini cefixime digunakan
untuk mengatasi infeksi saluran napas yang dialami oleh pasien.
Aturan pakai, cara minum dan lama penggunaan obat non racikan cefspan
sirup yang mengandung antibiotic cefixime yaitu 2 kali sehari satu sendok
makan dimana tiap satu sendok makan sama dengan 5 ml, dan setiap 5 ml
cefspan mengandung 100 mg cefixime. Cefixime harus dihabiskan untuk
mencegah resistensi antibiotik. Hanya saja tidak dicantukan waktu penggunaan
obat dalam resep. Cefixime sebaiknya dikonsumsi bersama dengan makanan
untuk meminimalisir ketidaknyamanan pada saluran pencernaan (Sweetman,
2009).
Aturan pakai pada sanmol sirup yaitu 3 kali sehari satu sendok teh dimana
tiap satu sendok teh sama dengan 5 ml, dan setiap 5 ml sanmol mengandung 120
mg parasetamol. Paracetamol hanya digunakan secara pro rena ta atau hanya
jika diperlukan (MIMS, 2017) namun pada resep tidak dicantumkan.
Obat racikan terdiri dari 7 macam obat yaitu erysanbe, asvex, heptasan,
epexol, valisanbe, vitamin C, dan glyceryl guaiacolat. Pada resep tidak
35
Pada resep terdapat duplikasi obat yaitu antara cefixime dan erytromicin,
keduanya memiliki indikasi yang sama sebagai antibiotik. Perlu
dipertimbangkan untuk menggunakan salah satunya saja dikarenakan
penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan resiko resistensi
pada pasien.
Menurut WHO, reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) atau adverse
drug reaction (ADR) didefinisikan sebagai respon terhadap suatu obat yang
berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnose maupun terapi
d. Indikasi
infeksi paru-paru pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi pertussis (batuk
rejan)
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas erytromisin, tidak dianjurkan untuk diberikan bersama
ergotamine dikarenakan dapat meningkatkan toksisitas ergotamin
f. Efek samping
gastrointestinal, mual, muntah, sakit perut, dan diare
g. Peringatan dan perhatian
Obat yang dapat menghambat CYP3A4 dapat menyebabkan resiko kematian
mendadak
h. Dosis dan aturan pakai
Untuk infeksi paru pneumonia 1-4 g/hari dalam 21 hari, infeksi saluran kemih
dengan dosis 500 mg tiap 6 jam dalam 7 hari, batuk rejan dengan dosis 500
mg tiap 6 jam dalam 14 hari
b. Nama dagang
Epexol®
c. Farmakologi
Ambroxol merupakan metabolit dari bromhexin yang memiliki mekanisme
kerja mengencerkan secret saluran nafas dengan jalan memecah benang-
benang mukoprotein dari sputum.
d. Indikasi
Untuk mukolitik pada pasien bronchitis atau kelainan saluran pernafasan
yang lain.
e. Kontraindikasi
-
f. Efek samping
Pemberian oral berupa mual dan peninggian transaminase serum.
g. Peringatan dan perhatian
Hati-hati digunakan pada pasien tukak lambung
h. Dosis
Secara oral diberikan dosis 60-120 mg sehari.
f. Efek samping
Diare dan gatal-gatal
g. Peringatan dan perhatian
Hati-hati bila diberikan pada pasien yang diberikan opioid secara bersamaan
dapat menyebabkan sedasi mendalam, depresi pernafasan, koma bahkan
kematian.
h. Dosis dan aturan pakai
Diberikan secara oral dengan dosis 4 mg/hari dan dapat ditingkatkan bertahap
hingga maksimum 60 mg/hari.
c. Farmakologi
Paracetamol merupakan senyawa turunan para-aminofenol yang memiliki
aktivitas analgesik dan antipiretik serta aktivitas antiinflamasi yang lemah.
Mekanisme kerjanya sama dengan golongan salisilat, namun paracetamol
tidak memiliki aktivitas urikosurik
d. Indikasi
Analgesik, antipiretik, antiinflamasi
e. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap paracetamol dan pasien gangguan hati.
f. Efek samping
Mual, muntah, trombositopenia, leucopenia, neutropenia, pansitopenia,
agranulosit, hipotensi, dan takikardi.
g. Peringatan dan Perhatian
Hati-hati bila diberikan kepada pasien dengan gangguan hati dan ginjal,
pasien yang ketergantungan alkohol.
h. Dosis dan aturan pakai
- Untuk dewasa dosis pada umumnya diberikan 0.5-1 g tiap 4-6 hourly
(jika perlu) dengan dosis maksimum 4 g sehari.
- Untuk anak-anak 3 bulan – 1 tahun : 60-120 mg, 1-5 tahun : 60-120 mg,
dan anak-anak 6-12 tahun : 250-500 mg. Diberikan tiap 4-6 jam jika
perlu
1 𝑚𝑔
e. Valisanbe = 2 𝑚𝑔 x 10 = 5 tablet tablet @2 mg
12,5 𝑚𝑔
f. Vitamin C = x 10 = 2,5 tablet tablet @50 mg
50 𝑚𝑔
40 𝑚𝑔
g. GG = 100 𝑚𝑔 x 10 = 4 tablet tablet @100 mg
2. Peracikan
1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu.
2. Erysanbe, asvex, heptasan, epexol, valisanbe, vitamin c, dan GG ditimbang
satu per satu sesuai perhitungan.
3. Bahan tersebut kemudian dimasukkan dan digerus dalam lumpang hingga
homogen. Setelah homogen, bahan dikeluarkan dari lumpang dan diletakkan di
atas 10 kertas perkamen dengan takaran yang sesuai .
4. Bungkus kertas perkamen dan beri etiket
2. Sanmol® sirup
Sanmol® sirup disiapkan dengan dosis 120 mg/5 ml. Kemudian diberi etiket
berwarna putih dengan aturan pakai jika perlu 3 kali sehari 1 sendok makan (setara
dengan 5 ml) pada pagi, siang, dan malam hari setelah makan. Obat ini digunakan
bila perlu (demam)
Tanggal: No :
Tanggal: No :
Tanggal: No :
COPY RESEP
Salinan resep no :
Dari dokter :
Dibuat tanggal:
Untuk :
R/
cap PCC
apotek
Penyerahan obat kepada pasien hendakah dilakukan dengan cara yang baik
dan sopan, sebab mengingat pasien sedang dalam keadaan tidak sehat sehingga
emosinya kemungkinan tidak stabil. Namun, sebelum memberikan informasi,
apoteker mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien mengenai nama dan usia
pasien, keluhan yang dirasakan, lama terjadinya keluhan, riwayat obat lain yang
digunakan, dan reaksi alergi.
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai pelayanan resep di apotek Kimia
Farma 38 Sultan Hasanuddin, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada kajian administratif resep, terdapat beberapa kekurangan dalam
kelengkapan resep yaitu bobot badan pasien, tinggi badan, alamat dan nomor
telpon pasien.
2. Pada skrining kesesuaian farmasetik terdapat inkompatibilitas antar bahan
dimana terdapat tablet salut selaput yang tidak boleh dipuyerkan
3. Pada pertimbangan klinis resep, terjadi interaksi antara satu obat dengan obat
lainnya, seperti erytromisin dan diazepam serta cyproheptadine dan diazepam.
Selain itu, terdapat duplikasi pada antibiotika.
4. Resep yang diberikan memiliki indikasi untuk infeksi saluran pernapasan, sesak
nafas, batuk, dan demam. Obat yang tercantum dalam resep sudah sesuai
dengan penyakit yang diderita pasien.
IV.2. Saran
Sebaiknya dokter dapat lebih memperhatikan kelengkapan administratif resep
dan mempertimbangkan pemberian resep dari segi klinis juga dosis pada racikan
49
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Undang - Undang Obat Keras Nomor 419 tahun
1949 Tentang Ordonansi Obat Keras. Jakarta. 1949.
50
51
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Edisi 36.
Pharmaceutical Press: USA
LAMPIRAN