FARMASI PERAPOTEKAN
WIDYA ARIATI
N211 16 768
i
KATA PENGANTAR
1. Bapak Muhardiman, S.Si., Apt, selaku Manajer Bisnis Apotek Kimia Farma
Wilayah Makassar.
2. Bapak Bayu S.Farm., Apt. selaku pembimbing dan Ibu A. Irawati Hijria,
S.Farm., Apt. selaku pembimbing dan Apoteker Penanggungjawab Apotek
Kimia Farma 501 Daeng Tata.
3. Dekan Fakultas, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
4. Ketua Program Studi Profesi Apoteker Universitas Hasanuddin.
5. Koordinator PKPA Farmasi Perapotekan Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
6. Segenap dosen-dosen, pegawai dan pengelola Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
7. Seluruh staf, karyawan dan karyawati Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata.
8. Peserta PKPA Farmasi Perapotekan Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata atas
kerja samanya selama pelaksanaan PKPA Perapotekan.
9. Orang tua yang senantiasa memberikan semangat dan doa kepada penulis.
iii
Atas segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, penulis ucapkan
banyak terima kasih, semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis
diberikan pahala oleh Allah swt.
Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan tugas sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak
khususnya dalam pengembangan ilmu kefarmasian. Aamiin Ya Rabbalalamin.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
obat, kelas terapi serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran obat memakai sistem
FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out) (4).
5. Pemusnahan
a) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung
narkotik atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian
lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (4)
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan
serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan
kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan. (4)
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan dan
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya sesuai kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
9
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien, atau
keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahanman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dlam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
apoteker wajib mengawali denga three prime question. jika dinilai pengetahuan
pasien rendah, akan dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
wajib melakukan verivikasi bahwa pasien atau keluarga pasien benar-benar
mengerti tentang obat yang digunakan (4).
Kriteria pasien yang perluh diberikan konsumen adalah pasien kondisi
khusus (pediatrik, geriatri, gangguan fungsi hati atau ginjal, ibu hamil dan ibu
menyusui), pasien dengan terapi obat jangka panjang (TB, DM, AIDS, epilepsi),
pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid), pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin), pasien dengan polifarmasi, dan pasien dengan tingkat
kepatuhan rendah (4).
5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Care)
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker
adalah penilaian masalah yang berhubungan dengan pengobatan, mengidentifikasi
kepatuhan pasien, pendampingan pengelolaan obat atau alat kesehatan di rumah,
konsultasi masalah obat, monitoring pelaksanaan, dan dokumentasi pelaksanaan
(4).
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO),
PTO merupakan proses yang memastikan bahwa pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping (4).
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis (4).
11
b. Penyimpanan Psikotropik
Obat golongan psikotropika merupakan salah satu golongan obat yang
cenderung disalahgunakan, sehingga disaranakan untuk menyimpan obat
psikotropika dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah denga obat lain (6).
c. Penyerahan Psikotropik
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengoatan, dokter dan kepada pasien
berdasarkan resep dokter (6).
d. Pelaporan Psikotropika
Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana
peyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter dan lembaga penelitaian dan atau kegiatan yang berhubungan
denga spikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara
berkala, yaitusetiap bulan paling lambat tanggal 10 kepada Dina Kesehatan
Propins dengan tembusan kepada Kepala Dinkes setempat dan BPOM (6).
e. Pemusnahan Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang
psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak
pidanana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku atau
tidak dapat digunakan lagi dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak
memenui syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh
pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita
acara tersebut memuat:
1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
2) Nama pemegang ijin khusus atau apoteker pengelola apotek
3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek lain
4) Nama dan jumlah pskotropika yang dimusnahkan
5) Cara pemusnahan
6) Tandatangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi (6)
13
b. Penyimpanan Narkotika
Narkotik yang ada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh MENKES dalam UU No. 35 tahun 2009 pasa 14
ayat (1). Syarat tempat penyimpanan narkotik:
1) Seluruhnya terbuat dari kayu dan bahan lain yang kuat
2) Mempunyai kunci ganda yang kuat
3) Dibagi menjadi dua bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua
digunakan untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai sehari-hari.
4) Apabila tempat tersebut berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut
harus dibuat pada tembok dan lantai (7)
c. Pelayanan Resep Narkotik
Apotek hanya melayani pembelian narkotik berdasarkan resep dokter.
Dengan ketentuan yang dimuat dalam surat edaran BPOM No. 336/EE/SE/1977
yang menyatakan bahwa:
1) Apoteker dilarang melayani resep salinan yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali
2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut
hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya
3) Salinan resep dari resep narkotik dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama
sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada
resep yang mengandung narkotik (7).
d. Pelaporan Narkotik
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa
industri farmasi, PBF, saranan penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter dan lembaga
ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan
berkala mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotik. Laporan tersebut meliputi
15
laporan pemakaian narkotik dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Laporan
harus ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIK,
SIA, nama jelas, stempel apotek, kemudian dikirim kepada Kepala DINKES RI
Provinsi setempat dengan tembusan kepada:
1) Kepala DINKES Kabupaten/Kota
2) BPOM setempat
3) Penanggungjawab narkotik PT. Kimia Farma
4) Arsip
Laporan yang ditandantangani oleh APA meliputi:
1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotik
2) Laporan penggunaan bahan baku narkotik
3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin
Laporan narkotik dibuat setiap sebulan sekali selambat-lambatnya setiap
tanggal 10 bulan berikutnya (7).
e. Pemusnahan Narkotika
Menurut PERMENKES No. 28/Menkes/Per/I/1978 Pasal 9 menyatakan
bahwa pemegang khusus dan atau APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak
atau tidak memenuhi syarat.
Pemusnahan narkotika dilakukan apabila:
1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan tidak
dapat digunakan dalam proses produksi
2) Kadaluarsa
3) Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan
4) Berkaitan dengan tindak pidana
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 pasal 61, pemusnahan
narkotik dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang
bertanggungjawab atas produksi atau peredaran narkotika, sarana kesehatan
tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang
ditunjuk oleh MENKES. Pelaksanaan pemusnahan narkotik yang rusak atau tidak
memenuhi persyaratan pada apotek adalah:
16
d. Kerja antusias
Keinginan kuat dalam bertindak dengan gairah dan semangat untuk
mencapai tujuan bersama.
e. Kerja tuntas
Melakukan pekerjaan secara teratur dan selesai untuk menghasilkan out-
put yang maksimal sesuai dengan harapan.
Pengelola Apotek) atas seluruh kegiatan pelayanan. Tugasnya antara lain sebagai
berikut:
1. Pengolahan hasil pelayanan resep dokter, penjualan obat bebas maupun
penjualan engross.
2. Pengolahan informasi perkembangan kebijaksanaan pelayanan dan penjualan,
kebijaksanaan harga dan komoditi apotek.
3. Pengolahan Laporan Permintaan Barang, persediaan barang yang kurang,
kadaluarsa, rusak atau selisih, kehilangan barang, kesalahan pencatatan dan
stock opname barang.
4. Pengolahan laporan penerimaan dan pengeluaran uang di bagian pelayanan
dan penjualan.
5. Mengontrol keluar masuknya barang di bagian pelayanan.
6. Membuat pareto dan daftar permintaan barang.
7. Memeriksa dan mengawasi pekerjaan kasir pelayanan.
8. Mengawasi pencatatan dan registrasi narkotika.
9. Memberi informasi obat seperlunya sesuai wewenangnya.
d. Asisten Apoteker
Bertanggung jawab kepada Supervisor Pelayanan atas pelaksanaan
pelayanan resep maupun penjualan bebas. Tugasnya antara lain sebagai berikut:
1. Melayani resep tunai, resep kredit, penjualan bebas dan penjualan UPDS
(Upaya Pengobatan Diri Sendiri).
2. Mencatat keluar masuknya barang melalui kartu stok.
3. Mengontrol stok dan membuat defekta barang.
4. Pada keadaan tertentu dapat melakukan pekerjaan kasir sekaligus membuat
Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH).
5. Mengawasi dan atau melaksanakan pencatatan dan registrasi narkotik.
6. Memberi informasi obat seperlunya sesuai wewenangnya.
28
29
(berasal dari pembelian maupun dari apotek lain) dan keluar (karena penjualan
maupun droping ke apotek lain) harus dicatat di kartu stok masing-masing.
Penyusunan barang di Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata dilakukan
berdasarkan sistem FEFO (first expired first out) dan FIFO (first in first out) yang
artinya barang yang datang lebih dulu dan lebih cepat tanggal kadaluarsannya,
harus dikeluarkan lebih dahulu atau disimpan pada rak penyimpanan.
Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata melayani obat resep dokter dan obat
non resep. Pelayanan resep dokter, bukan hanya resep tunai saja yang dilayani
oleh Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata melainkan juga resep kredit. Dalam
melayani resep kredit, apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata bekerja sama dengan
beberapa instansi yang terkait. Sistem pelayanan resep dapat dilakukan di seluruh
Apotek Kimia Farma atau hanya di apotek-apotek Kimia Farma tertentu saja,
tergantung dari kesepakatan antara instansi dengan Kimia Farma. Apotek Kimia
Farma 501 Daeng Tata melayani resep kredit (BPJS, INHEALTH). Alur
pelayanan resep tunai maupun kredit diberlakukan sama, hanya dibedakan pada
sistem pembayarannya. Untuk resep kredit dilakukan sistem pembayaran dengan
melakukan penagihan oleh langsung oleh BM ke instansi terkait.
Sistem pelayanan resep di Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata juga
melayani obat non resep yang meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas,
dan Obat Wajib Apotek (OWA) untuk pasien yang melakukan swamedikasi atau
yang disebut dengan pasien Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS). Pelayanan
non resep ini merupakan salah satu upaya pelayanan farmasi dalam memberikan
kesempatan kepada pasien untuk melakukan pengobatan sendiri untuk memilih
obat berdasarkan penyakit yang diderita tanpa mendapatkan penjelasan dari
dokter. Oleh karena itu, sebagai farmasis kita juga tidak lupa memberi arahan dan
PIO kepada pasien UPDS dalam memilih obat yang efektif.
Dalam pelayanan menggunakan sistem komputerisasi, sistem komputer
kasir mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien yang
dapat dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran. Hal ini
dilakukan untuk membantu apotek dalam mengatasi masalah yang mungkin baru
diketahui setelah obat diserahkan kepada pasien atau dapat disebut sebagai reaksi
31
obat yang tidak dikehendaki (ROTD). Apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata
menerapkan konsep GPP (Good Pharmacy Practice) dalam rangka menjamin
kualitas, keamanan dan khasiat obat. Hal-hal yang dilakukan seperti penataan obat
berdasarkan kelas terapi, etiket obat yang disertai dengan fungsi obat yang
diberikan, nama obat, stempel pada copy resep, pemberian informasi obat pada
saat penyerahan obat kepada pasien serta keramahan kepada pasien merupakan
perhatian khusus yang diberikan oleh apotek Kimia Farma 501 Daeng Tata.
Apabila ada obat dalam resep yang tidak tersedia, ada upaya untuk
memenuhi permintaan konsumen dengan menawarkan obat lain sebagai pengganti
obat yang tidak ada dengan komposisi yang sama dengan meminta persetujuan
pasien. Dapat pula dilakukan pembelian kekurangan obat dilakukan antar apotek
Kimia Farma terdekat dengan membuat surat pesanan mendesak antar apotek. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penolakan resep, menjaga loyalitas
pelanggan kepada apotek, serta meningkatkan kepercayaan pelanggan, sehingga
terciptanya hubungan yang baik antara apotek dengan konsumen. Selain itu juga
dilakukan pencatatan terhadap resep yang ditolak guna mempersiapkan persediaan
obat agar mengurangi penolakan resep di masa mendatang. Jika ada obat yang
persediaannya habis, maka dilakukan pengecekkan stok obat di gudang dan jika
obat tersedia maka obat dapat langsung diberikan kepada pasien. Tetapi jika tidak
ada maka pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat diantarkan ke rumah
pasien tanpa harus menunggu, selain itu obat yang kurang pun akan dijanjikan
untuk disediakan obatnya sehari setelah pembelian.
Dalam setiap pergantian shift, petugas apotek yang bertanggung jawab
harus melaporkan seluruh hasil penjualan apotek dalam bentuk bukti setoran kasir
apotek untuk selanjutnya divalidasi. Validasi dilakukan terhadap semua transaksi,
baik tunai maupun kredit. Validasi adalah proses pengecekan data transaksi dari
hasil entry, lalu bukti setoran kas untuk transaksi tunai dicocokkan dengan kas
yang ada. Validasi dilakukan setiap hari dan dikirim ke unit BM.
Petugas selalu tanggap dan cepat menangani keluhan serta membantu
mengatasi kesulitan konsumen. Misalnya, jika konsumen tidak mampu menebus
obat maka dicarikan obat dengan zat aktif atau khasiat sama dengan harga yang
32
lebih terjangkau atau ditebus sebagian dulu. Keadaan tersebut perlu terus
dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan karena keramahan karyawan
merupakan salah satu unsur pendorong untuk menimbulkan minat pelanggan
sehingga melakukan pembelian.
penolakan yakni Rp 874.635 dengan jumlah obat yang ditolak yaitu 10 item obat.
Persen service level berdasarkan jumlah omzet perhari adalah 84,9%. Tanggal 16
Februari 2017, total penolakan yakni Rp 1.529.853 dengan jumlah obat yang
ditolak yaitu 9 item obat. Persen service level berdasarkan jumlah omzet perhari
adalah 70,9%. Tanggal 17 Februari 2017, total penolakan yakni Rp 622.181
dengan jumlah obat yang ditolak yaitu 9 item obat. Persen service level
berdasarkan jumlah omzet perhari adalah 85,6%. Tanggal 18 Februari 2017, total
penolakan yakni Rp 946.644 dengan jumlah obat yang ditolak yaitu 13 item obat.
Persen service level berdasarkan jumlah omzet perhari adalah 71,1%.
Meskipun pengadaan obat di Kimia Farma telah dilengkapi oleh sistem
yang canggih, namun tetap saja ada penolakan obat tiap hari karena stok kosong.
Salah satu penyebab stok obat kosong di apotek karena sistem pengadaan yang
membaca data histori transaksi 90 hari, sehingga obat yang sering keluar menjadi
daftar kebutuhan apotek. Sedangkan obat-obat yang jarang atau bahkan tidak
pernah keluar selama 90 hari tidak masuk dalam daftar kebutuhan apotek. Adanya
ketidaksesuaian jumlah obat di master dengan jumlah fisik obat juga menjadi
salah satu penyebab kekosongan stok obat.
Pada saat penerimaan obat dari AP3 seringkali terjadi ketidaksesuaian
antara barang yang datang dengan faktur yang diberikan sehingga obat ada yang
tidak lengkap dan barang yang fast moving tidak tersedia.
Untuk mencegah kekosongan stok obat di apotek sebaiknya dilakukan
pengecekan stok obat secara berkala. Metode pengawasan persediaan barang
dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui kartu stok (stock card), uji petik (random
sampling), dan stok opname. Obat/barang yang sering keluar sebaiknya mendapat
perhatian tinggi untuk selanjutnya dibuatkan Surat Pesanan (SP) Cito. Serta tiap
pekan dilakukan pelaporan penolakan obat ke Bisnis Manager untuk selanjutnya
dilakukan analisa dan diambil tindakan agar dapat meminimalisir penolakan obat
tersebut. Solusi yang dapat diberikan jika obat yang diminta oleh pasien tidak ada
yakni jika pasien bersedia obat dapat diganti dengan obat yang komposisinya
sama atau memiliki indikasi yang sama.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker. Apotek kimia farma 501 Daeng Tata telah
memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Apotek.
2. Berdasarkan data analisa penolakan obat yang diperoleh mulai dari tanggal 2-
18 Februari 2017, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Penolakan tertinggi yaitu tanggal 2 Februari 2017 dengan harga penolakan
sebesar Rp 5.472.397 dan persentase service level 44,4%.
b. Penolakan terendah yaitu tanggal 14 Februari 2017 dengan harga
penolakan sebesar Rp 337.220 dan persentase service level 93,3%.
IV.2 Saran
Mencegah kekosongan stok obat di apotek sebaiknya dilakukan
pengecekan stok obat secara berkala. Metode pengawasan persediaan obat
dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui kartu stok (stock card), uji petik (random
sampling), dan stok opname. Obat/barang yang sering keluar sebaiknya mendapat
perhatian tinggi untuk selanjutnya dibuatkan Surat Pesanan (SP) Cito tambahan.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
37
38
Bagian Pengadaan
(Gudang)
3 SPB
2
Barang
4/5
Pelunasan Faktur + Faktur
Faktur Asli 1 Pemasok/PBF
Barang/faktur
Surat pesanan
Bon pinjam 6
Copy R/ 8
APP KF lain APP KF Apotek III
Barang/ faktur Barang + kwitansi
7 9
Mendesak
Keterangan:
APP : Apotek Pelayanan
PBF : Pedagang Besar Farmasi
SPB : Surat Permintaan Barang
40
BM
(PENGADAAN) SP Khusus
SP khusus Narkotika
Faktur 2
4
SP khusus
Faktur
+Barang 3
APP DISTRIBUTOR
41
1 BM
Faktur SP Khusus
2 BPBA (PENGADAAN) Psikotropika
SP khusus SP khusus
SPB Faktur
SPB
PsikttropikAPP +Barang 3
Psikttropik DISTRIBUTOR
a a
42
Catatan:
Catt:
Catt: