GELOMBANG II
PERIODE 3 – 29 OKTOBER 2022
O L E H:
SITY RUTWIYANTI BOTUTIHE
N014 21 2040
GELOMBANG II
PERIODE 03-29 OKTOBER 2022
Menyetujui,
Pembimbing PKPA Farmasi Rumah Sakit Pembimbing PKPA Farmasi Rumah Sakit
Program Studi Profesi Apoteker Rumah Sakit Labuang Baji
Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. apt. Elly Wahyudin, DEA, apt. Andi Selvi Kartini W, S.Si.
NIP. 19560114 198601 2 001 NIP. 19830427 200901 2 003
Makassar, 2022
KATA PENGANTAR
vi
6. Ibu Andi Selvi Kartini W, S.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD
Labuang Baji yang telah banyak mengarahkan serta berbagi ilmu kepada penulis
selama masa pelaksanakan PKPA.
7. Seluruh staf RSUD Labuang Baji yang telah membantu dan mengarahkan selama
penulis melaksanakan PKPA.
Untuk segala bantuan berupa masukan, bimbingan serta arahan yang telah
diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA dan menyelesaikan laporan
ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun terhadap laporan ini. Penulis sangat mengharapkan laporan ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.
Makassar, 2022
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
II.1 Diabetes Melitus 3
II.1.1 Definisi 3
II.1.2 Etiologi 3
II.1.3 Patofisiologi 4
II.1.4 Tatalaksana Diabetes Melitus 8
BAB III STUDI KASUS 13
III.1 Profil Pasien 13
III.2 Profil Penyakit 13
III.3 Data Klinik 14
III.4 Data Laboratorium 15
III.5 Profil Pengobatan 16
III.6 Analisis Rasionalitas 18
III.7 Assesment and Plan 20
III.8 Uraian Obat 25
BAB IV PEMBAHASAN 43
BAB V PENUTUP 47
IV.1 Kesimpulan 47
IV.2 Saran 47
vi
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 50
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Data Pemeriksaan Klinik Pasien 14
Tabel 2. Data Pemeriksaan Laboratorium Pasien 15
Tabel 3. Profil Pengobatan 16
Table 4. Analisis Rasionalitas 18
Tabel 5. Analisis SOAP 20
Tabel 6. Uraian Obat 25
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. The Egregious Eleven 5
Gambar 2. Algoritma Diabetes Melitus Tipe 2 12
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Insulin 50
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Pasien dewasa atau yang lebih tua memiliki tingkat gangguan kognitif dan
demensia yang lebih tinggi, sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengikuti aktivitas terapi yang perlu diberikan. Atas dasar ini perlu diperhatikan
kepatuhan pasien terhadap terapi yang diberikan.
Tingginya angka kejadian diabetes di dunia maupun di Indoneisa ini
mengingatkan betapa pentingnya penanganan diabetes dengan baik agar dapat
dikendalikan dan tidak berisiko untuk menimbulkan komplikasi penyakit lain.
Oleh karena itu pengobatan Diabetes Melitus harus dilakukan dengan
mempertimbangkan rasionalitas pengobatan serta kepatuhan pasien terhadap
terapi pengobatan yang diberikan (6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
The Egregious Eleven adalah hal – hal yang mendasari pathogenesis dari
hiperglikemia:
a. Kegagalan sel beta pankreas
Pada saat seseorang didiagnosis menderita DM tipe 2, maka fungsi sel beta
pankreas sudah berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui kegagalan
sel beta pankreas ini antara lain sulfonilurea, meglitinide, agonis glucagon-
like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptil peptidase-4 (DPP-4)
b. Disfungsi sel alfa pankreas
Sel alfa pankreas terlibat dalam terjadinya hiperglikemia. Sel ini memiliki
fungsi untuk mensintesis glukagon yang dalam keadaan puasa, kadarnya akan
meningkat dalam plasma. Peningkatan ini akan memicu produksi glukosa oleh
6
hati. Obat yang bekerja dengan menghambat sekresi glukagon atau reseptor
glucagon ini antara lain GLP-1 reseptor agonist (GLP-1 RA), DPP-4 Inhibitor
dan amilin
c. Sel lemak
Pada saat sel lemak resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, maka
terjadi peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA ini merangsang terjadinya proses
glukoneogenesis serta mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot yang
akhirnya mengganggu sekresi insulin. Gangguan ini disebut sebagai
lipotoksisitas. Adapun terapi farmakologi yang dapat mengatasi gangguan ini
adalah golongan tiazolidinedion
d. Otot
Pada penderita DM tipe 2 dilaporkan bahwa dapat terjadi gangguan kinerja
insulin yang multipel di intramioselular , keadaan ini diakibatkan oleh adanya
gangguan dari fosforilasi tirosin, sehingga mengganggu transport glukosa
dalam sel otot kemudian terjadi penurunan sintesis glikogen dan penurunan
oksidasi glukosa. Keadaan ini dapat diatasi oleh metformin dan tiazolidindion
e. Hepar
Resistensi insulin yang berat pada pasien dengan DM tipe 2 dapat memicu
proses gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja dengan
menekan proses gluconeogenesis ini adalah metformin
f. Otak
Pada individu obesitas baik menderita DM maupun non-DM didapatkan
keadaan hiperinsulinemia, karena diketahui insulin merupakan penekan nafsu
makan yang kuat. Pada keadaan ini asupan makan menjadi meningkat akibat
resistensi insulin yang terjadi di bagian otak, dengan begitu obat yang dapat
direkomendasikan pada keadaan ini adalah GLP-1 RA, amilin dan
bromokriptin
g. Kolon / Mikrobiota
7
j. Lambung
Penurunan kadar amilin pada pasien dengan diabetes menyebabkan percepatan
pengosongan lambung dan meningkatkan penyerapan glukosa di bagian usus
halus. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial
k. Sistem Imun
Sitokin dapat menginduksi respon inflamasi dengan derajat rendah yang
merupakan bagian dari aktivitas sistem imun bawaan. Inflamasi derajat rendah
ini berperan dalam induksi stress pada endoplasma akibat adanya peningkatan
kebutuhan metabolisme untuk insulin (11)
II.1.4 Parameter Pemeriksaan Penyakit Diabetes Melitus
Berikut parameter pemeriksaan penyakit Diabetes Melitus:
1. HbA1c
HbA1c atau Hemoglobin A1c adalah hemoglobin terglikolisasi berupa
ikatan antara hemoglobin dan glukosa (12). HbA1c digunakan sebagai
acuan utama dalam mengendalikan penyakit diabetes melitus karena
dnegan HbA1c dapat menggambarkan kadar gula dalam darah pada 3
bulan terakhir disesuaikan dengan usia dari sel darah merah yaitu sekitar
120 hari. Oleh karena itu, pada pasien dengan diabetes melitus disarankan
untuk melakukan pemeriksaan HbA1c rutin dengan tujuan mengontrol
kadar gula darah dan untuk menyesuaikan terapinya (13).
Pasien dewasa atau yang lebih tua dengan sedikit penyakit penyerta dan
fungsi kognitif yang utuh memiliki sasaran A1c < 7,5 % (58mmol/mol).
Kemudian untuk pasien dewasa denngan beberapa penyakit penyerta atau
penyakit kronis memiliki sasaran A1c 8,0-8,5 % (64-69 mmol/mol) (14)
2. Gula Darah Sewaktu (GDS)
Gula Darah Sewaktu adalah parameter pemeriksaan kadar gula darah yang
diambil pada waktu kapan saja. Diabetes melitus dapat ditetapkan jika
nilai GDS bernilai ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
3. Gula Darah Puasa (GDP)
Gula Darah Puasa merupakan parameter pada pemeriksaan kadar gula
darah yang diperiksa setelah berpuasa lebih dari 8 jam (15). Diabetes
9
melitus dapat ditetapkan jika nilai GDP bernilai bernilai ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L).
4. Glukosa Plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral. Diabetes
melitus dapat ditetapkan jika bernilai ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Reseptor ini merupakan reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak
dan hati. Tiazolidindion memiliki efek penurunan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa di jaringan
perifer. Golongan ini dapat menyebabkan retensi cairan tubuh, oleh
karena itu penggunannya dikontraindikasikan pada pasien gagal
jantung khususnya. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
pioglitazon
3. Penghambat Alfa Glukosidase
Golongan obat ini memiliki mekanisme kerja dengan menghambat kerja
enzim alfa glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat
absorbsi glukosa dalam usus halus. Contoh obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah akarbose
4. Penghambat enzim Dipeptidil Peptidase-4
Enzim Dipeptidil Peptidase-4 dapat memecah dua asam amino dari
peptide yang mengandung alanin atau prolin di kedua peptide-N-
terminal. Enzim DPP-4 terdapat diberbagai organ tubuh seperti usus, dan
membrane ginjal, di hepatosit, dan dalam bentuk plasma. Adanya
penghambatan enzim Dipeptidil Peptidase-4 maka inaktivasi glucagon-
like peptide (GLP)-1 dicegah. Inaktivasi ini akan mempertahankan kadar
GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dalam
bentuk aktif sehingga dapat memperbaiki toleransi sekresi glucagon.
Berikut obat yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sexagliptin, dan alogliptin
5. Penghambat enzim Sodium Glukose co-Transporter 2
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat reabsorbsi glukosa di
tubulus proksimal serta meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin.
Pada pasien DM dengan gangguan ginjal perlu diperhatkan pemberian
obat ini dengan melakukan penyesuaian dosis, karena obat ini dapat
mencetus ketoasidosis.
b. Obat Antihiperglikemik Suntik
Insulin
12
13
14
Luka akibat - Gentamisin cr Tidak tepat obat & Pasien telah diperiksa terinfeksi Direkomendasikan Nyeri pada luka
infeksi tidak tepat indikasi candidia yang tergolong pada fungi, untuk menghentikan
sedangkan gentamicin cr merupakan penggunaan
obat yang bekerja dengan menghambat gentamisin cr
pertumbuhan mikroba. Gentamisin ini
juga merupakan cream untuk
pemakaian luar dan tidak
direkomendasikan digunakan pada area
mulut karena dapat tertelan (17):
22
visual
Efek Samping Efek samping glukokortikoid yang merugikan dapat
menyebabkan mobilisasi kalsium, dan fosfor serta
osteoporosis dan patah tulang spontan. Pengecilan otot
dan penipisan nitrogen serta hiperglikemia juga
dilaporkan dapat terjadi
Interaksi Obat Penggunaan metil prednisolone sebagai kortikosteroid
bersama dengan golongan barbiturate, karbamazepin,
fenitoin, primidone atau rifampisin dapat meningkatkan
metabolism dan mengurangi efek kortikosteroid sistemik.
Sebaliknya, jika digunakan bersama kontrasepsi oral atau
ritonavir dapat meningkatkan konsentrasi kortikosteroid
dalam plasma. penggunaan kortikosteroid bersama
dengan diuretic juga menimbulkan interaksi yang dapat
menyebabkan kehilangan kalium yang berlebihan
satu komposisi
Efek Samping -
Interaksi Obat -
43
44
ifalmin adalah suplemen makanan yang mengandung tinggi albumin dan dapat
meningkatkan efek anti-diabetes.
Terapi pada hari ke delapan, terdapat beberapa penggunaan obat yang
dihentikan dari terapi hari sebelumnya, diantaranya dexametason injeksi, ifalmin,
lantus dan desoximetason. Kemudian pada hari ke Sembilan pemberian
omeprazole dihentikan dan terdapat beberapa obat yang diberikan kembali seperti
ceftriaxone injeksi, dexametason injeksi dan desoximetason cr dan ketorolac
injeksi. Pemberian ketorolak ini telah dilaporkan dapat meningkatkan risiko buruk
kardiovaskular pada pasien DM tipe 2 (17), oleh karena itu pemberian ketorolac
direkomendasikan untuk dihentikan karena berdasarkan data klinik tekanan darah
pasien meningkat diatas tekanan darah normal.
Terapi pada hari ke sepuluh terdapat beberapa obat yang dihentikan
penggunaannya yaitu omeprazole injeksi, ceftriaxone injeksi, Adalat oros dan
nystatin drop. Begitu juga pada hari ke sebelas terdapat terapi yang diberikan
kembali, antara lain omeprazole injeksi, gentamisin injeksi, ceftriaxone injeksi,
dexametason injeksi Adalat oros dan nystatin drops. Namun pada hari ini insulin
novorapid tidak lagi diberikan. Hari ke sebelas pasien diperbolehkan pulang oleh
dokter dikarenakan kondisinya yang membaik. Pasien yang pulang ini perlu di
lakukan follow up terkait obat pulang yang diberikan dan dapat dilakukan via
telepon.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terkait pemberian terapi pada Tn. S selama masa
perawatan, maka dapat disimpulkan terdapat 3 DRPs (Dug Related Problems).
Adanya beberapa obat yang tidak tepat obat dan tidak tepat indikasi seperti Ringer
Laktat, kenalog in orabase, gentamisin cr, desoximetason cr, metamizole Inj dan
ketorolac Inj. Kemudian adanya obat yang diberikan namun tidak ada keluhan
dari pasien seperti gentamisin Inj dan Ceftriaxone Inj. Kemudian perlu
penyesuaian dosis dari insulin dan omeprazole.
V.2 Saran
Pada kasus ini disarankan agar meningkatkan kerja sama antara tenaga
kesehatan khususnya dokter dan apoteker dalam pemilihan terapi obat yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Kemudian diperlukan pemeriksaan kadar glukosa darah
pasien setiap hari agar penyesuain terapi tetap dilakukan sesuai keadaan pasien.
Selain itu, disarankan pada saat pasien pulang hendaklah dilakukan follow up oleh
apoteker terkait keadaan pasien setelah mengkonsumsi obat pulang yang diberikan
hal ini perlu untuk memantau terapi obat dan meminimalisir terjadinya
medication error selama pasien mengkonsumsi obat pulang serta disarankan
untuk rumah sakit agar membuat clinical pathway yang terintegrasi antar tenaga
profesi kesehatan agar dapat mencapai pelayanan yang prima.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
12, 5
Sekali pakai : =4 , 1 IU
3
Jadi insulin basal diberikan 14 unit malam hari sebelum tidur, dan insulin
prandial diberikan 4-4-4 IU sebelum pasien makan
50