Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

FARMASI RUMAH SAKIT


DI RSUD LABUANG BAJI PROVINSI SULAWESI SELATAN

GELOMBANG II
PERIODE 3 – 29 OKTOBER 2022

EMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN PENDERITA DIABETES


MELITUS TIPE 2 DI RUANG PERAWATAN BAJI AMPE

O L E H:
SITY RUTWIYANTI BOTUTIHE
N014 21 2040

Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk


Menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


FARMASI RUMAH SAKIT
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI

GELOMBANG II
PERIODE 03-29 OKTOBER 2022

PEMANTAUAN TERAPI OBAT TERHADAP PASIEN PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG PERAWATAN BAJI AMPE

SITY RUTWIYANTI BOTUTIHE


N014 21 2040

Menyetujui,
Pembimbing PKPA Farmasi Rumah Sakit Pembimbing PKPA Farmasi Rumah Sakit
Program Studi Profesi Apoteker Rumah Sakit Labuang Baji
Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin

apt. Habibie, S.Si., M. Pharm.Sc apt. Latifah Mahaya Sarifah, S. Si.


NIP. 19830920 200801 1 003 NIP. 19791125 201001 2 004
Mengetahui,
Koordinator PKPA Farmasi Rumah Sakit Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Program Studi Profesi Apoteker Labuang Baji
Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. apt. Elly Wahyudin, DEA, apt. Andi Selvi Kartini W, S.Si.
NIP. 19560114 198601 2 001 NIP. 19830427 200901 2 003
Makassar, 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,


karena dengan hidayah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan serta
kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah
Labuang Baji dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin
Penulis menyadari selama penyusunan laporan PKPA ini tidak lepas dari
bimbingan, arahan dan bantuan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini, pennulis
ingin menyampaikan ucapat terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
:
1. Habibie, S.Si., M.Pharm.Sc. selaku Pembimbing PKPA Farmasi Rumah Sakit
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penyusunan
laporan ini.
2. Ibu apt. Latifah Mahaya, S.Farm selaku Pembimbing Teknis PKPA Farmasi
Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji yang senantiasa
membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA
serta menyusun laporan PKPA.
3. Ibu Prof. Dr.rer.nat. Marianti A. Manggau, Apt Selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin; Bapak Abdul Rahim, S.Si, M.Si., Ph.D., Apt., selaku
Wakil Dekan I; Ibu Prof. Dr. Sartini, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan II; dan Ibu
Yulia Yusriani Djabir, S.Si., MBM Sc., M.Si., PhD., Apt. selaku Wakil Dekan III.
4. Ibu Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. selaku koordinator PKPA Farmasi
Rumah Sakit Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
5. Bapak Abdul Rahim, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt. selaku ketua Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

vi
6. Ibu Andi Selvi Kartini W, S.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD
Labuang Baji yang telah banyak mengarahkan serta berbagi ilmu kepada penulis
selama masa pelaksanakan PKPA.
7. Seluruh staf RSUD Labuang Baji yang telah membantu dan mengarahkan selama
penulis melaksanakan PKPA.
Untuk segala bantuan berupa masukan, bimbingan serta arahan yang telah
diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA dan menyelesaikan laporan
ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun terhadap laporan ini. Penulis sangat mengharapkan laporan ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.

Makassar, 2022

Sity Rutwiyanti Botutihe

vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
II.1 Diabetes Melitus 3
II.1.1 Definisi 3
II.1.2 Etiologi 3
II.1.3 Patofisiologi 4
II.1.4 Tatalaksana Diabetes Melitus 8
BAB III STUDI KASUS 13
III.1 Profil Pasien 13
III.2 Profil Penyakit 13
III.3 Data Klinik 14
III.4 Data Laboratorium 15
III.5 Profil Pengobatan 16
III.6 Analisis Rasionalitas 18
III.7 Assesment and Plan 20
III.8 Uraian Obat 25
BAB IV PEMBAHASAN 43
BAB V PENUTUP 47
IV.1 Kesimpulan 47
IV.2 Saran 47

vi
DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 50

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Data Pemeriksaan Klinik Pasien 14
Tabel 2. Data Pemeriksaan Laboratorium Pasien 15
Tabel 3. Profil Pengobatan 16
Table 4. Analisis Rasionalitas 18
Tabel 5. Analisis SOAP 20
Tabel 6. Uraian Obat 25

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1. The Egregious Eleven 5
Gambar 2. Algoritma Diabetes Melitus Tipe 2 12

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Insulin 50

ix
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pada tahun 2016, penyakit tidak menular (PTM) telah dilaporkan memiliki
persentase 71% sebagai penyebab kematian di dunia yang membunuh sekitar 36
juta jiwa per tahun. Saat ini sekitar 73% kematian disebabkan oleh penyakit tidak
menular diantaranya 35% karena penyakit jantung, 12% penyakit kanker, 6%
penyakit pernapasan kronis, 6% penyakit diabetes dan 15% disebabkan oleh PTM
lainnya. (1)
Walaupun diabetes menyumbang persentase paling sedikit, namun temuan
terbaru menunjukkan bahwa beban DM telah meningkat secara signifikan selama
satu dekade terakhir dan dianggap sebagai epidemi yang berkembang. secara
spesifik 8.8% dari populasi orang dewasa didiagnosis Diabetes Melitus dan telah
diperkirakan pula pada tahun 2040 sekitar 693 juta orang dengan rentang usia 18-
99 tahun ( 9.9% ) dari populasi dunia akan menderita DM (2)
Prevalensi DM di Indonesia adalah 10.9% atau 157.500 orang pada tahun
2018. Pada tahun 2019, DM merupakan penyakit katastropik dan memiliki beban
keuangan dengan biaya perawatan rumah sakit yang tinggi sebesar 381,25 juta
USD. Di tahun 2019 Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang
menempati peringkat ke-3 dengan jumlah penderita Diabetes Melitus sebesar
11.3% (3)
Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting dan telah diakui menjadi salah satu penyakit kronis yang paling umum
hampir di seluruh negara dan terkait dengan kematian dini dan kecacatan. (4)
Diabetes telah dikenal sebagai kondisi kesehatan yang umum pada populasi
yang menua. Manajemen diabetes pada orang yang dewasa atau yang lebih tua
perlu perhatian lebih secara medis, psikologis, fungsional dan sosial. Orang
dewasa yang lebih tua dengan diabetes memiliki risiko tingkat kematian dini yang
tinggi, kecacatan fungsional, percepatan kehilangan massa otot dan terkena
penyakit penyerta seperti hipertensi, jantung koroner dan stroke (5)

1
2

Pasien dewasa atau yang lebih tua memiliki tingkat gangguan kognitif dan
demensia yang lebih tinggi, sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengikuti aktivitas terapi yang perlu diberikan. Atas dasar ini perlu diperhatikan
kepatuhan pasien terhadap terapi yang diberikan.
Tingginya angka kejadian diabetes di dunia maupun di Indoneisa ini
mengingatkan betapa pentingnya penanganan diabetes dengan baik agar dapat
dikendalikan dan tidak berisiko untuk menimbulkan komplikasi penyakit lain.
Oleh karena itu pengobatan Diabetes Melitus harus dilakukan dengan
mempertimbangkan rasionalitas pengobatan serta kepatuhan pasien terhadap
terapi pengobatan yang diberikan (6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Diabetes Melitus


II.1.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan salah satu gangguan metabolisme yang paling
umum di seluruh dunia dan perkembangan utamanya disebabkan oleh kombinasi
dua faktor utama yakni sekresi insulin yang rusak oleh sel pankreas dan
ketidakmampuan jaringan sensitive insulin untuk merespon insulin (7)
Penderita Diabetes melitus membutuhkan pengobatan jangka Panjang.
Penyakit ini perlu perhatian khusus karena dapat menyerang siapa saja dari segala
usia, karena penyebab seseorang dapat menderita diabetes melitus tidak hanya
karena defisiensi insulin dan resistensi insulin tapi juga gaya hidup seperti
kurangnya aktivitas fisik serta kebiasaan konsumsi makanan tinggi kalori dan
kurang sehat
II.1.2 Etiologi
Etiologi dari diabetes melitus tipe 2 adalah resistensi insulin atau gangguan
progresif dari sensitivitas insulin, sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan
baik (8). Secara umum terdapat 3 jenis diabetes melitus berdasarkan penyebabnya,
antara lain :
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus umumnya disebabkan oleh autoimun pada sel-sel pankreas.
Selain autoimun, faktor genetika sangat berpengaruh terhadap seseorang
mengidap diabtes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 paling sering
berkembang pada masa kanak-kanak atau dewasa namun tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi di segala usia. Proses autoimun dipengaruhi oleh
makrofag dan milfosi T. antibody yang sering terdeteksi dan terkait dengan
DM tipe 1 adalah islet cell autoantibodies (ICAs).

3
4

b. Diabetes Melitus tipe 2


Diabtes Melitus tipe 2 disebabkan oleh disfungsi sel B pankreas dan terjadi
resistensi insulin, hal ini dipengaruhi juga oleh faktor genetik yang
mempengaruhi perkembangan dan fungsi sel, sensitivitas sel terhadap kerja
insulin, atau perkembangan obesitas.
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang berkembang selama
kehamilan. Perubahan hormon selama masa kehamilan mengakibatkan
peningkatan resistensi insulin dan diabetes melitus gestasional ini dapat terjadi
jika penderita tidak meningkatkan sekresi insulin untuk mengimbangi kadar
glukosa dalam darah. Kebanyakan kasus, intoleransi glukosa pertama kali
muncul ketika di awal trimester ketiga, oleh karena itu deteksi dini diperlukan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal (9)
II.1.3 Patofosiologi
Terdapat dua mekanisme yang paling umum yaitu destruksi autoimun dari
sel pankreas sehingga mengakibatkan produksi insulin tidak mencukupi atau
kekurangan, serta adanya resistensi endogen sel tubuh terhadap mekanisme kerja
insulin (7)
Menurut World Health Organization (WHO) diabetes melitus adalah
penyakit metabolic kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah.
Sebagian besar penderita diabetes melitus ditandai dengan obesitas atau memiliki
persentase lemak tubuh yang lebih tinggi. Lebih dari 90% kasus diabetes melitus
adalah kasus diabetes melitus tipe 2 yaitu keadaan yang ditandai dengan defisiensi
sekresi insulin oleh sel beta-pankreas, resistensi insulin jaringan dan sensitifivitas
dari sel jaringan terhadap insulin yang menurun. Perkembangan diabetes melitus
yang secara terus menerus ini menyebabkan sekresi insulin tidak dapat
mempertahan homeostasis glukosa sehingga terjadi hiperglikemia (7).
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan ketidakmampuan sel
jaringan insulin dalam merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut
dengan resistensi insulin. Resistensi insulin ini dapat disebabkan oleh indeks masa
tubuh yang tinggi atau obesitas, serta kurangnya aktivitas fisik dan penuaan. pada
5

DM tipe 2 umumnnya ditemukkan dua faktor yaitu resistensi insulin dan


defisiensi insulin dimana untuk defisiensi insulin ini dimulai dari perkembangan
awal diabetes melitus ditunjukkan oleh sel B pankreas yang mengalami gangguan
pada sekresi insulin fase pertama, jika hal ini terus dibiarkan maka akan
menyebabkan defisiensi insulin sehingga penderita memerlukan insulin eksogen
(10).
Secara garis besar, pathogenesis dari hiperglikemia disebabkan oleh
beberapa hal seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. The Egregious Eleven (11)

The Egregious Eleven adalah hal – hal yang mendasari pathogenesis dari
hiperglikemia:
a. Kegagalan sel beta pankreas
Pada saat seseorang didiagnosis menderita DM tipe 2, maka fungsi sel beta
pankreas sudah berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui kegagalan
sel beta pankreas ini antara lain sulfonilurea, meglitinide, agonis glucagon-
like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptil peptidase-4 (DPP-4)
b. Disfungsi sel alfa pankreas
Sel alfa pankreas terlibat dalam terjadinya hiperglikemia. Sel ini memiliki
fungsi untuk mensintesis glukagon yang dalam keadaan puasa, kadarnya akan
meningkat dalam plasma. Peningkatan ini akan memicu produksi glukosa oleh
6

hati. Obat yang bekerja dengan menghambat sekresi glukagon atau reseptor
glucagon ini antara lain GLP-1 reseptor agonist (GLP-1 RA), DPP-4 Inhibitor
dan amilin
c. Sel lemak
Pada saat sel lemak resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, maka
terjadi peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA ini merangsang terjadinya proses
glukoneogenesis serta mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot yang
akhirnya mengganggu sekresi insulin. Gangguan ini disebut sebagai
lipotoksisitas. Adapun terapi farmakologi yang dapat mengatasi gangguan ini
adalah golongan tiazolidinedion
d. Otot
Pada penderita DM tipe 2 dilaporkan bahwa dapat terjadi gangguan kinerja
insulin yang multipel di intramioselular , keadaan ini diakibatkan oleh adanya
gangguan dari fosforilasi tirosin, sehingga mengganggu transport glukosa
dalam sel otot kemudian terjadi penurunan sintesis glikogen dan penurunan
oksidasi glukosa. Keadaan ini dapat diatasi oleh metformin dan tiazolidindion
e. Hepar
Resistensi insulin yang berat pada pasien dengan DM tipe 2 dapat memicu
proses gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja dengan
menekan proses gluconeogenesis ini adalah metformin
f. Otak
Pada individu obesitas baik menderita DM maupun non-DM didapatkan
keadaan hiperinsulinemia, karena diketahui insulin merupakan penekan nafsu
makan yang kuat. Pada keadaan ini asupan makan menjadi meningkat akibat
resistensi insulin yang terjadi di bagian otak, dengan begitu obat yang dapat
direkomendasikan pada keadaan ini adalah GLP-1 RA, amilin dan
bromokriptin
g. Kolon / Mikrobiota
7

Microbiota usus telah dibuktikan memiliki keterkaitan dengan kejadian


Diabetes Melits (tipe 1 & tipe 2) serta obesitas. Hal ini karena perubahan
komposisi dari microbiota pada kolon dapat memicu terjadinya hiperglikemia
sehingga beberapa individu dengan berat badan berlebih akan berkembang
menjadi DM
h. Usus halus
Efek inkretin diketahui dipengaruhi oleh 2 hormon yaitu: glucagon-like-
polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent-insulinotrophic polupeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP). Ketika pasien
didiagnosa DM tipe 2 maka terjadi defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap
hormon GIP. Pada keadaan ini, hormon inkretin segera dipecah oleh enzim
DPP-4. Obat yang bekerja dengan menghambat enzim ini adalah DPP-4
inhibitor.
Saluran pencernaan juga memegang peranan penting dalam penyerapan
karbohidrat dengan bantuan enzim alfa glukosidase yang akan memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian akan diabsorbsi oleh usus
sehingga meningkatkan glukosa darah setelah makan. obat yang bekerja
menghambat enzim alfa glukosidase ini adalah akarbose
i. Ginjal
Umumnya ginjal memfiltrasi sekitar 163 g glukosa setiap hari. 90% dari
glukosa yang telah difiltrasi ini akan di reabsorbsi dengan bantuan enzim
sodium glucose co-transporter -2 (SGLT-2) di bagian convulated tubulus
proksimal, kemudian 10% akan diabsorbsi dengan bantuan enzi sodium
glucose co-transporter -1 (SGLT-1) di bagian tubulus desenden dan asenden.
Sehingga secara normal tidak ada glukosa dalam urin. Namun pada pasien
dengan DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga terjadi
peningkatan reabsorbsi glukosa dalam tubulus ginjal yang menyebabkan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Oleh karena itu terdapat terapi farmakologi
yaitu obat yang bekerja dengan menghambat kerja SGLT-2 sehingga terjadi
penurunan reabsorbsi glukosa yang kemudian glukosa akan dikeluarkan lewat
urin. Contoh obatnya adalah Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin
8

j. Lambung
Penurunan kadar amilin pada pasien dengan diabetes menyebabkan percepatan
pengosongan lambung dan meningkatkan penyerapan glukosa di bagian usus
halus. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial
k. Sistem Imun
Sitokin dapat menginduksi respon inflamasi dengan derajat rendah yang
merupakan bagian dari aktivitas sistem imun bawaan. Inflamasi derajat rendah
ini berperan dalam induksi stress pada endoplasma akibat adanya peningkatan
kebutuhan metabolisme untuk insulin (11)
II.1.4 Parameter Pemeriksaan Penyakit Diabetes Melitus
Berikut parameter pemeriksaan penyakit Diabetes Melitus:
1. HbA1c
HbA1c atau Hemoglobin A1c adalah hemoglobin terglikolisasi berupa
ikatan antara hemoglobin dan glukosa (12). HbA1c digunakan sebagai
acuan utama dalam mengendalikan penyakit diabetes melitus karena
dnegan HbA1c dapat menggambarkan kadar gula dalam darah pada 3
bulan terakhir disesuaikan dengan usia dari sel darah merah yaitu sekitar
120 hari. Oleh karena itu, pada pasien dengan diabetes melitus disarankan
untuk melakukan pemeriksaan HbA1c rutin dengan tujuan mengontrol
kadar gula darah dan untuk menyesuaikan terapinya (13).
Pasien dewasa atau yang lebih tua dengan sedikit penyakit penyerta dan
fungsi kognitif yang utuh memiliki sasaran A1c < 7,5 % (58mmol/mol).
Kemudian untuk pasien dewasa denngan beberapa penyakit penyerta atau
penyakit kronis memiliki sasaran A1c 8,0-8,5 % (64-69 mmol/mol) (14)
2. Gula Darah Sewaktu (GDS)
Gula Darah Sewaktu adalah parameter pemeriksaan kadar gula darah yang
diambil pada waktu kapan saja. Diabetes melitus dapat ditetapkan jika
nilai GDS bernilai ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
3. Gula Darah Puasa (GDP)
Gula Darah Puasa merupakan parameter pada pemeriksaan kadar gula
darah yang diperiksa setelah berpuasa lebih dari 8 jam (15). Diabetes
9

melitus dapat ditetapkan jika nilai GDP bernilai bernilai ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L).
4. Glukosa Plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral. Diabetes
melitus dapat ditetapkan jika bernilai ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

II.1.5 Tatalaksana Diabetes Melitus


Penatalaksanaan diabetes melitus dilakukan untuk menurunkan tingkat
morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Umumnya prinsip penatalaksanaan
diabetes melitus yang sesuai dengan konsensus pengelolaan DM di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Diet
Prinsip pengaturan makanan pada penderita diabetes melitus umumnya sama
dengan makanan sehat yang dianjurkan untuk masyarakat umum yaitu gizi
yang seimbang dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing
individu. Namun khusus pada penderita diabetes melitus perlu diperhatikan
jenis makanan yang memiliki kadar gula yang tinggi sebisa mungkin
dihindari, agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan baik. Standar
persentase komposisi kandungan makanan yang seimbang adalah 60-70%
karbohidrat, 20-25% lemak, dan 10-15% protein. Untuk menentukan status
gizi perlu diketahui Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dapat memantau status
gizi berdasarkan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Berat Badan( Kg)
IMT =
Tinggi Badan ( m ) X tinggi badan(m)
2. Exercise (Latihan fisik/olahraga)
Direkomendasikan pada penderita diabetes melitus untuk Latihan secara
teratur dengan frekuensi 3-4 kali dalam satu minggu selama kurang lebih 30
menit.
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam penatalaksanaan ini. Edukasi
Pendidikan kesehatan ini meliputi edukasi pencegahan, kemudian
10

penanganan pada pasien dengan diabetes melitus dan pencegahan serta


penanganan pada pasien yang sudah mengidap diabetes melitus dan
komplikasi menahun
4. Farmakologi
Terapi farmakologi merupakan pilihan ketika pengaturan makanan dan
Latihan fisik tidak lagi berhasil untuk mengendalikan kadar glukosa dalam
darah. Umumnya terdapat pilihan antidiabetik oral yang digunakan dalam
jangka waktu yang lama serta terdapat pula insulin yang merupakan protein
(10)

a. Obat Antihiperglikemik Oral


1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Sulfonilurea merupakan golongan obat antihiperglikemik yang
bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Namun sulfonilurea ini memiliki efek samping utama yaitu
hipoglikemia dan peningkatan berat badan, oleh karena itu
penggunaan secara hati hati pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia seperti geriatrik, pasien dengan gangguan fungsi hati
dan ginjal. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain: glibenklamid, glipzid, glimepiride, gliquidone dan glicazid
2. Peningkat Sensitivitas Terhadap Insulin (Insulin Sensitizers)
 Metformin
Metformin merupakan obat antihiperglikemia yang bekerja dengan
cara mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan
memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
merupakan first line therapy pada pasien dengan diabetes melitus
tipe 2.
 Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion adalah golongan obat yang merupakan agonis dari
peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR-gamma).
11

Reseptor ini merupakan reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak
dan hati. Tiazolidindion memiliki efek penurunan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa di jaringan
perifer. Golongan ini dapat menyebabkan retensi cairan tubuh, oleh
karena itu penggunannya dikontraindikasikan pada pasien gagal
jantung khususnya. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
pioglitazon
3. Penghambat Alfa Glukosidase
Golongan obat ini memiliki mekanisme kerja dengan menghambat kerja
enzim alfa glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat
absorbsi glukosa dalam usus halus. Contoh obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah akarbose
4. Penghambat enzim Dipeptidil Peptidase-4
Enzim Dipeptidil Peptidase-4 dapat memecah dua asam amino dari
peptide yang mengandung alanin atau prolin di kedua peptide-N-
terminal. Enzim DPP-4 terdapat diberbagai organ tubuh seperti usus, dan
membrane ginjal, di hepatosit, dan dalam bentuk plasma. Adanya
penghambatan enzim Dipeptidil Peptidase-4 maka inaktivasi glucagon-
like peptide (GLP)-1 dicegah. Inaktivasi ini akan mempertahankan kadar
GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dalam
bentuk aktif sehingga dapat memperbaiki toleransi sekresi glucagon.
Berikut obat yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sexagliptin, dan alogliptin
5. Penghambat enzim Sodium Glukose co-Transporter 2
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat reabsorbsi glukosa di
tubulus proksimal serta meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin.
Pada pasien DM dengan gangguan ginjal perlu diperhatkan pemberian
obat ini dengan melakukan penyesuaian dosis, karena obat ini dapat
mencetus ketoasidosis.
b. Obat Antihiperglikemik Suntik
 Insulin
12

insulin secara fisiologis disekresikan basal dan prandial. Oleh karena


itu terapi insuslin diupayakan menyerupai pola sekresi insulin yang
sebenarnya dalam tubuh. Sasaran utama dalam terapi hiperglikemia
adalah mengendalikan glukosa darah basal, hal ini dapat dicapai
dengan pemberian insulin. Pemberian insulin secara disuntikkan ini
dapat dikombinasi dengan antihiperglikemik oral untuk menurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan glinid, akarbose atau
metformin
 Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Inkretin merupakan hormon yang disekresikan gastrointestinal
setelah makanan dicerna, inkretin memiliki potensi untuk
meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi glukosa, dua jenis
inkretin yang dominan adalah GIP dan GLP-1.
GLP-1 RA merupakan obat yang disuntikkan secara subkutan yang
bekerja dengan meningkatkan jumlah GLP-1 dalam darah.
Berdasarkan mekanisme kerjanya terbagi dua yakni kerja panjang
dan kerja pendek. GLP-1 RA kerja pendek memiliki waktu paruh <
24 jam dan diberikan 2 kali sehari contohnya exenatide, sedangkan
GLP-1 RA jangka panjang diberikan 1 kali dalam sehari contohnya
exenatid LAR, dulaglutid dan samaglutid.
13

Gambar 2. Algoritma Diabetes Melitus Tipe 2 (22)

Penatalaksaan diabetes melitus dengan terapi farmakologi memberikan konsep


sebagai berikut:
1. Pengobatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan pathogenesis, tidak hanya
untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang dibutuhkan harus berdasarkan pada kinerja atau
mekanisme obat yang sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2
3. Pengobbatan harus dimulai lebih awal atau sedini mungkin untuk mencegah
atau memperlambat progresivitas kerusakan sel B pankreas yang sudah terjadi
pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa (11)
BAB III
STUDI KASUS

III.1 Profil Pasien


Nama : Tn.W
Umur : Tn. S
Umur : 63 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : BTN Makko Baji Blok A1 1B
Cara Bayar : Bpjs Kesehatan
No. Rekam medik : 39.XX.XX
Masuk Rumah Sakit : 11 Oktober 2022
Keluar Rumah Sakit :-
III.2 Profil Penyakit
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan
sulit makan (luka di bagian mulut)
Riwayat Penyakit : Diabetes Melitus
Diagnosa Primer : Diabetes Melitus tipe 2
Diagnosa Sekunder : Hipoglikemia

13
14

III.3 Data Klinik


Berikut hasil pemeriksaan data klinik pasien selama di rawat inap:
Tabel 1. Data Pemeriksaan Klinik
No Hasil Pengamatan
Pemeriksaan
11/10 12/10 13/10 14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 20/10 21/10
Tekanan Darah
1 (120/80-140/90 143/84 135/82 155/73 200/124 157/82 110/80 121/92 150/100 160/100 -
mmHg)
Denyut Nadi (60-
2 80 102 83 84 95 87 103 95 85 -
100 denyut/min)
Pernapasan (12-22
3 24 - 20 22 20 20 20 24 22 -
kali/min)
4 SPO2 (90-100 %) - 98 97 - 95 97 - - - -
Suhu Badan (36-
5 36 36 36.1 36.4 36.2 36 36.2 36.5 36.5 -
380C)
GDS
6 - 68 345 407 223 - 133 - - -
(<200 mg/dL)
6 Luka (area mulut) + + + + ↑ + + + + +
7 Batuk berdahak + + - - - - - - - -
8 lemas + + + + + - - - - -
9 Nyeri ulu hati + + ↓ - - - - - - -
Keterangan (+) = ada keluhan; (-) = Tidak ada keluhan; Merah diatas Normal; Biru =dibawah normal
15

III.4 Data Laboratorium


Berikut hasil pemeriksaan Laboratorium Pasien:
Tabel 2. Data Pemeriksaan Laboratorium Pasien
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1 WBC 1.20 4.11-11.30 103/uL
2 RBC 3.28 4.10 – 5.10 (106/uL)
3 HGB 10.2 12.3 -15.3 g/dL
4 HCT 30.5 35.9 - 44.6 %
5 MVC 79.8 80.0 -96.1 fL
6 MCH 26.7 27.5 – 33.2 pg
7 MCHC 33.4 33.4 – 35.5 g/dl
8 PLT 166 172 – 450 103/uL
9 RDW-SD 39.4 37.0 – 54.0 fL
10 RDW-CV 13.6 11.6 – 14.6 %
11 PDW 9.4 9.0 – 17.0 fL
12 MPV 9.4 9.0 – 13.0 fL
13 P-LCR 20.0 13.0 – 43.0 %
14 PCT 0.16 0.17 – 0.35 %
15 NEUT 0.69 1.80 – 7.70 103/uL
16 LYMPH 0.39 1.00 – 4.80 103/uL
17 MONO 0.05 0.00 – 0.80 103/uL
18 EOS 0.07 0.00 – 0.60 103/uL
19 BASO 0.00 0.00 – 0.20 103/uL
20 IG 0.02 0.00 – 7.00 103/uL
21 RET 0.19 0.50 – 1.50 %
22 IRF 2.8 3.1 – 15.5 %
23 LFR 97.2 87.0 – 98.6 %
24 MFR 2.8 2.8 – 12.4 %
25 HFR 0.0 0.1 – 1.5 %
26 RET-He 26.1 30.2 – 36.2 pg
27 LED 2.5 1.6 – 6.1%

Keterangan: Merah = Diatas Normal; Biru = Dibawah Normal


16

III.5 Profil Pengobatan


Tabel 3. Profil Pengobatan
No Nama Obat Dosis Aturan Pakai Tanggal Pemberian Obat
11/10 12/10 13/10 14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10
1 RL infus 50 mg/2 mL Intra vena 20 tpm  -         

2 Dextrose infus 10% Intra vena 28 tpm -  - - - - - - - -


Intra vena 40
 - - - - - - - - - -
mg/10mL/24 jam
3 Omeprazole Inj 40 mg/10 mL
Intra vena 40
- -        - 
mg/10mL /12 jam
Intra vena 40
4 Gentamisin Inj 40 mg/mL - -  - - -   - - 
mg/mL /12 jam
Metil Intra vena 125
5 125mg/2ml -   - - - - - - - -
prednisolone Inj mg/2ml/24 jam
Intra vena 1g /12
6 Ceftriaxone Inj 1g - - -    - -  - 
jam
Intra vena 4
- - - - - -  -   -
7 Dexametason mg/mL/12 jam
4 mg/mL
Inj Intra vena 4
- - - - - - - - - - 
mg/mL/24 jam
Intra vena 30
8 Ketorolac Inj 30 mg/mL - - - - - - - -  - -
mg/mL /8 jam
Intra vena 250
9 Metamizole Inj 250 mg/mL - - - - - -  - - - -
mg/mL /8 jam
Oral/200 mg /24
10 Fluconazol 200 mg - - -        
jam
11 Adalat oros 30 mg Oral/30 mg /24 jam - - -       - 
12 Ifalmin 500 mg Oral/1g/8 jam - - - - - -  - - - -
17

13 Nystatin Drop 15 mL Oral 1 tets/6 jam - - -    -   - 


14 Subkutan/10 U/8
Novorapid 100 U/mL - -         -
jam
15 Subkutan/10 U/24
Lantus 100 U/mL - -      - - - -
jam
16 Betadin kumur 1% /12 jam -   -    - - - -
17 Kenalog in
5g /12 jam -      - - - - -
orabase
18 Gentamisin cr 0,1 % / 12 jam - -     - - - - -
19 Desoximetason
0.25 % /24 jam - -  - - -  -   -
cr
18

III.6 Analisis Rasionalitas


Tabel 4. Analisis Rasionalitas
Rute Aturan Pakai Rasionalitas
No Nama Obat Dosis/Kekuatan
Sediaan
Indikasi Obat Dosis Aturan Pasien Cara Lama
pakai Pemberian Pemberian
1
RL infus i.v. 500 mL Intra vena 20 tpm IR IR IR IR IR IR IR
2 Dextrose infus i.v. 10% Intra vena 28 tpm R R R R R R R
Intra vena 40
40 mg/10mL R R R R R R IR
3 mg/10mL/24 jam
Omeprazole Inj i.v.
Intra vena 40
40 mg/10mL R R IR IR R R IR
mg/10mL /12 jam
Intra vena 40
4 Gentamisin Inj i.v. 40 mg/mL IR IR IR IR IR R IR
mg/mL /12 jam
Metil Intra vena 125
5 i.v. 125 mg/2ml R R R R R R R
prednisolone Inj mg/2ml/24 jam
Intra vena 1g /12
6 Ceftriaxone Inj i.v. 1g IR IR R R IR R IR
jam
Intra vena 4
4 mg/mL R R R R R R R
mg/mL/12 jam
7 Dexametason Inj i.v.
Intra vena 4
4 mg/mL R R R R R R R
mg/mL/24 jam
Intra vena 30
8 Ketorolac Inj i.v. 30 mg/mL R IR R R IR R R
mg/mL /8 jam
Intra vena 250
9 Metamizole Inj i.v. 250 mg/mL R IR R R IR R R
mg/mL /8 jam
Oral/200 mg /24
10 Fluconazol po 200 mg R R R R R R R
jam
Oral/30 mg /24
11 Adalat oros po 30 mg R IR R R R R IR
jam
19

12 Ifalmin Po 1g Oral/1g/8 jam R R R R R R R


13 Nystatin Drop o 4 x 1 tetes Oral 1 tets/6 jam R R R R R R IR
14 Novorapid i.m. 10 U 10 U/8 jam R R R R R R R
15 Lantus i.m. 10 U 10 U/24 jam R R R R R R R
16 Betadin kumur o 2x1 /12 jam R R R R R R IR
Kenalog in
17 o 2x1 /12 jam IR IR R R IR R R
orabase
18 Gentamisin cr Topical 2x1 / 12 jam IR IR R R IR IR IR
Desoximetason
19 Topical 1x1 /24 jam IR IR R IR IR R R
cr
20

III.7 Analisis SOAP


Tabel 5. Analisis SOAP
Problem
Objektif Terapi DRP’s Assesment Plan Monitoring
Medik
Penggunaan dosis insulin basal tidak
Insulin basal diberikan
memenuhi dosis berdasarkan hasil
14 IU dimalam hari
perhitungan kebutuhan insulin basal
Diabetes dan insulin prandial
- insulin Tidak tepat dosis pasien. Kemudian pemberikan dosis Kadar GDS
melitus dibeirkan masing
insulin prandial yang diberikan kepada
masing 4 IU sebelum
pasien melebihi hasil perhitungan
makan sebanyak 3x1
kebutuhan insulin prandial
Ringer laktat dilaporkan dapat
Rekomendasi
Diabetes Infus Ringer meningkatkan risiko hiperkalemia
- Tidak tepat obat penggantian cairan Kadar Kalium
Melitus Laktat serta memicu ketoasidosis pada pasien
infus yang lebih aman
Diabetes Melitus (16)
Nyeri dada - Omeprazole tidak tepat dosis Dosis omeprazole 2 x 40 mg dianggap Direkomendasikan Nyeri ulu hati
inj dan tidak tepat melebihi batas dosis yang pemberian omeprazole yang dirasakan
lama pemberian diperbolehkan, kemudian keluhan nyeri inj 1 x 40mg dan pasien
ulu hati yang dirasakan pasien telah menghentikan
menurun Pada hari ke 3 (13/10) dan penggunaan pada hari
tidak ada keluhan pada hari ke 4 namun ke-4
21

omeprazole masih terus diberikan pada


hari ke 10
(17)
Candidiasis - Kenalog in Tidak tepat obat Pemberian kenalog in orabase dianggap Direkomendasikan Luka pada area
oral orabase tidak tepat obat terhadap penyembuhan untuk menghentikan mulut
candidiasis oral yang dapat diatasi penggunaan Kenalog
dengan pemberian nystatin (first line in orabase
therapy). Pertimbangan pengeluaran
biaya menjadi perhatian dalam
penggunaan obat obatan ini. (18)

Luka akibat - Gentamisin cr Tidak tepat obat & Pasien telah diperiksa terinfeksi Direkomendasikan Nyeri pada luka
infeksi tidak tepat indikasi candidia yang tergolong pada fungi, untuk menghentikan
sedangkan gentamicin cr merupakan penggunaan
obat yang bekerja dengan menghambat gentamisin cr
pertumbuhan mikroba. Gentamisin ini
juga merupakan cream untuk
pemakaian luar dan tidak
direkomendasikan digunakan pada area
mulut karena dapat tertelan (17):
22

desoximetason Desoximetason merupakan sediaan


topical untuk penggunaan luar dan
tidak dapat digunakan secara oral.
Desoximetason ini juga termasuk
dalam golongan obat kortikosteroid,
sehingga tidak sesuai dengan luka
infeksi pada pasien yang telah
diketahui disebabkan oleh infeksi fungi
Candida
- - Gentamisin Tidak ada keluhan Luka pada area mulut yang dialami Direkomendasikan -
Inj ada obat pasien telah diketahui penyebabnya untuk menghentikan
adalah infeksi fungi yang dikenal penggunaan
dengan candidiasis oral. Oleh karena gentamisin Inj dan
itu, pemberian antibiotic pada keadaan ceftriaxone Inj
Ceftriaxone
ini tidak sesuai
Inj
(17):
Hipertensi TD: Adalat oros Tidak tepat obat Agen hipertensi pada pasien DM harus Direkomendasikan Tekanan darah
200/124 disesuaikan agar tidak meningkatkan penggantian obat
risiko adanya komplikasi lain. Adalat Adalat oros dengan
oros merupakan golongan CCB yang valsartan 80 mg
bukan merupakan terapi lini pertama.
23

ACEi atau ARB merupakan terapi lini


pertama yang memiliki keunggulan
dalam perlindungan ginjal, kemudian
biaya yang dikeluarkan untuk valsartan
lebih kecil dibandingkan dengan
penggunaan Adalat oros. (19)
Nyeri - Metamizole Tidak tepat obat Metamizole memiliki efek samping Direkomendasikan Nyeri pada luka
yang umum yaitu agranulositosis, yang untuk menghentikan
ditandai dengan peradangan pada penggunaan
mukosa, sakit tenggorokan dan demam. metamizole inj
Adanya efek samping ini
dikontraindikasin dengan pasien dilihat
dari nilai neutrophil yang rendah serta
adanya luka dan infeksi pada area
mukosa mulut pasien. (20)
Nyeri - ketorolac Tidak tepat obat Pilihan obat ketorolac telah dilaporkan Direkomendasikan Nyeri pada luka
dapat meningkatkan risiko untuk menghentikan
kardiovaskular pada pasien DM tipe 2. penggunaan ketorolac.
penggunaan ketorolac dibatasi selama 2
hari sedangkan nyeri pada luka masih
terus dikeluhkan pasien, oleh karena itu
24

penggunaannya terbatas. (17), (Nisa,


Priatna and Sukmawan, 2018)
25

III.8 Uraian Obat


III.8.1 RL Infus (17; 23)
Komposisi Setiap 1000mL mengandung: Na 130meq, Cl 109meq, K
4 meq, Ca 2.7meq, Laktate 28 meq, (NaCl 6g, KCl 0.3 g,
Ca chloride0.2 g, Na laktate 3.1g). Osmolarity: 273
mOsm
Indikasi Penurunan volume cairan Ketika rehidrasi oral tidak
memungkinkan
Mekanisme Kerja Memulihkan ketidakseimbangan elektrolit dan air untuk
tujuan hidrasi. Selain itu, kandungan Na laktat bertindak
sebagai agen alkalinisasi yang menormalkan pH untuk
keseimbangan asam-basa tubuh
Dosis Dosis tunggal
Kontraindikasi Hipernatremia, asidosis metabolik berat, gangguan
laktate, CHF, hiperkalemia, pasien hipovolemik atau
overhidrasi.
Perhatian Digunakan secara hati-hati pada pasien hypernatremia,
hiperkloremia, hiperkalsemia atau beresiko. Pasien
dengan riwayat batu ginjal
Efek Samping Kelebihan cairan, ketidakseimbangan elektrolit
Interaksi Obat Risiko retensi cairan jika menggunakan bersama
kortikosteroid. Dapat meningkatkan risiko hiperkalemia
berat jika mengggunakan diuretic hemat kalium, ACEi,
tacrolimus dan siklosporin

III.8.2 Dextrose Infus (17; 23)


Komposisi Glukosa, gula alami yang terdapat dalam darah
Indikasi Sebagai sumber energi utama dalam metabolism sel
Mekanisme Kerja gula yang menjadi sumber energi metabolism sel dan
diubah menjadi lemak yang menyediakan simanan energi
26

yang kaya dalam bentuk terkonsentrasi, trombositopenia


Dosis Dapat diberikan dekstrose 10% dalam 0,9% atau dextrose
5% dengan dosis awal 10 mL/kg melalui infus cepat
Kontraindikasi Hipersensitivitas, pasien dengan penyakit ginjal (oliguria
atau anuria parah)
Perhatian Pasien dengan atau berisiko gagal jantung, perdarahan
aktif, Diabetes Melitus
Efek Samping Kelebihan cairan, perpanjangan waktu perdarahan, gagal
ginjal akut
Interaksi Obat Dapat meningkatkan efek antikoagulan heparin,
abciximab atau desirudin

III.8.3 Omeprazole Injeksi (17; 23)


Komposisi Omeprazole tablet mengandung Omeprazole 20 mg
Omeprazole injeksi mengandung Omeprazole sodium 40
mg/amp
Indikasi Dapat digunakan pada pasien dengan dispepsia, tukak
lambung, ulkus
Mekanisme Kerja Omeprazole merupakan golonga PPI (Proton Pump
Inhibitor) yang bekerha dengan menekan sekresi asam
melalui penghambatan enzim H+/.K+ATPase yang
membantu dalam proses pompa proton di lambung.
Dengan begitu asam atau H+ terhambat sekresinya
Dosis • Omeprazole tablet dapat diberikan dengnan dosis 10-
20mg selama 2 hingga 4 minggu. Dapat diberikan
sebagai dosis tunggal sekali sehari 20mg-40mg
• Omeprazole injeksi (iv) diberikan dengan dosis 40 mg
Kontraindikasi Pasien dengan terapi nelfinavir
Perhatian Pemberian omeprazole disarankan untuk melakukan
penyesuain dosis pada pasien dengan gangguan hati
27

Efek Samping Efek samping paling banyak dilaporkan adalah sakit


kepala, diare, dan ruam kulit. Efek lain yang jarang
dikeluhkan adalah pusing, kelelahan, sembelit, mual dan
muntah, perut kembung, sakit perut dan mulut kering
Interaksi Obat omeprazole dapat berinteraksi dengan memperpanjang
eliminasi diazepam, fenitoin, dan warfarin. Selain itu,
omeprazole dapat mengurangi penyerapan obat obatan
seperti dasatinib, ketokonazol, dan itraconazole yang
penyeraapannya bergantung pada pH asam lambung

III.8.4 Gentamisin Injeksi (17; 23)


Komposisi Gentamisin terdiri dari beberapa sediaan, antara lain:
gentamisin sulfat injeksi
Indikasi Gentamisin merupakan antibiotic yang biasa digunkan
untuk mengobati infeksi sistemik yang disebabkan oleh
adanya organisme. Infeksi yang dapat diatasi dengan
gentamisin antara lain: infeksi saluran empedu, infeksi
karena cakaran hewan, cyctic fibrosis, endometritis,
meningitis, otitis eksterna, otitis media dan pneumonia
serta infeksi kulit berupa luka bakar
Mekanisme Kerja Gentamisin termasuk dalam golongan antibiotic
aminogliksodia dengan aksi bakteriosid secara spektrum
luas. Mekanisme kerja dari gentamisin adalah dengan
menghambat sintesis protein dengan mengikat subunit
ribosom bakteri 30S sehingga terjadi kesalahan dalam
transkripsi kode genetik
Dosis • Gentamisin injeksi: 40 mg, atau 3-5mg/kgBB, dalam
profilaksis atau pengobatan endocarditis streptococcus
dapat diberikan 1mg/kgBB. Penggunaan gentamisin
selama 7-10 hari
28

• Gentamisin salep: 0.1-0.3%


Kontraindikasi Pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap
gentamisin, atau obat dengan golongan aminoglikosida
yang lain. Perlu diperhatikan penggunannya juga pada
pasien dengan Parkinson atau kondisi dengan kelemahan
otot
Perhatian Aminoglikosida meningkat pada konsentrasi plasma
tinggi, oleh karena itu pada pasien yang menerima
rejimen dosis ganda perlu penyesuaian dosisi untuk
menghindari konsentrasi plasma puncak di atas
10mcg/mL. selain itu khsus pada pasien dengan
gangguan ginjal perlu disesuaikan dosis yang diberikan
agar tidak memberatkan kerja ginjal
Efek Samping Gangguan pendengaran, nefrotoksisitas reversible dapat
terjadi dan gagal ginjal telah dilaporkan dari penggunaan
gentamisin. Namun, gangguan ginjal skala ringan yang
biasa terjadi. Selain itu, gangguan elektrolit terutama
hypomagnesemia serta hipokalesemia dan hipokalemia
Interaksi Obat Pemberian gentamisin bersama dengan obat nefrotoksik
lainnya (seperti aminoglikosisda lain, vankomisin,
sefalosporin. Siklosporin, sisplatin dan fludarabin) atau
obat obatan yang berpotensi ototoksik seperti asam
etacrynic dan furosemid dapat meningkatkan risiko
toksisitas aminoglikosida

III.8.5 Metil Prednisolon (17; 23)


Komposisi Metil prednisolone injeksi mengandung: metil
prednisolone sodium succinate 125 mg
Metil prednisolone tablet terdapat dalam beberapa
kekuatan sediaan, antara lain metil prednisolone 4 mg,
29

metil prednisolone 8 mg dan metil prednisolone 16 mg


Indikasi Metil prednisolone adalah golongan kortikosterroid
dengan aktivitas utama adalah glukokortikoid atau
dikenal sebagai anti inflamasi
Mekanisme Kerja Metil prednisolone adalah glukokortikoid sintesis dan
turuan metil dari prednisolone yang memiliki sifat anti
inflamasi dan imunosupresan yang kuat. Mekanisme
kerja metil prednisolone adalah mengatur ekspresi gen
setelah mengikat reseptor intraseluler secara spesifik dan
translokasi ke dalam nucleus. Selain itu metil
prednisolone mengurangi peradangan dengan
menghambat migrasi leukosit dan mengembalikann
peningkatan permeabilitas kapiler
Dosis Ketika diberikan secara oral, dosis metilprednisolon awal
4 mg-48mg setiap hari, jika diberikan secara intravena
dosis metil prednisolone mulai dari 10mg – 500mg setiao
hari dan diberikan secara perlahan selama kurang lebih
30 menit
Kontraindikasi Hipersensitivitas, pasien dengan infeksi jamur sistemik
serta penggunaan jangka Panjang pada pasien dengan
tukak duodenum, osteoporosis berat, herpes dan riwayat
psikosis
Perhatian Dosis tinggi metil prednisolone umumnya tidak dapat
diberikan dalam waktu yang lama, perawatan darurat
hanya boleh digunakan hingga pasien stabil
Efek Samping Injeksi intraveni dari metil prednisolone telah dikaitkan
dengan kolaps lardiovaskular.

Interaksi Obat Penggunaan metil prednisolone sebagai kortikosteroid


bersama dengan golongan barbiturate, karbamazepin,
30

fenitoin, primidone atau rifampisin dapat meningkatkan


metabolism dan mengurangi efek kortikosteroid sistemik.
Sebaliknya, jika digunakan bersama kontrasepsi oral atau
ritonavir dapat meningkatkan konsentrasi kortikosteroid
dalam plasma. penggunaan kortikosteroid bersama
dengan diuretic juga menimbulkan interaksi yang dapat
menyebabkan kehilangan kalium yang berlebihan

III.8.6 Ceftriaxone Injeksi (17; 23)


Komposisi Ceftriaxone injeksi mengandung serbuk ceftriaxone 1g
Indikasi Ceftriaxone adalah antibiotic golongan sefalosporin
generasi ketiga yang digunakan untuk mengatasi
endocarditis, gastro-enteritis, gonore, meningitis,
pneumonia, septikemia, sifilis, demam tifoid
dan Perhatian
Mekanisme Kerja Ceftriaxone termasuk dalam golongan sefalosporin
generasi ke tiga yang sensitive pada bakteri dengan
spektrum luas
Dosis Dosisi ceftriaxone injeksi adalah 1g-2g setiap hari
sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi, pada infeksi
berat dapat diberikan hingga 4g
Dosis untuk bayi dan anak di bawah 50kg adalah 20-50
mg/kgBB sekali sehari. Pada neonates dosis maksimum
tidak boleh melebihi 50mg/kgBB
Kontraindikasi Penggunaan ceftriaxone dikontraindikasikan pada pasien
yang telah mengkonsumsi produk atau larutan yang
mengandung kalsium terutama pada neonatus
Perhatian Perlu digunakan secara hati hati pada pasien dengan
gangguan paru paru dan ginjal karena telah dilaporkan
penggunaan ceftriaxone dapat menyebabkan
31

pengendapan kalsium pada paru-paru dan ginjal.


Efek Samping Efek samping telah dilaporkan dari penggunaan
ceftriaxone adalah diare, khususnya anak anak.
Ceftriaxone ini sangat terikat pada protein dan mampu
menggantikan bilirubin dari ikatannya dengan albumin
sehingga menyebabkan hiperbilirubinemia
Interaksi Obat Ceftriaxone memiliki rantai samping N-
methylthiotriazine yang memiliki potensi untuk
meningkatkan efek antikoagulan serta menyebabkan
reaksi seperti disulfiram jika dikonsumsi bersma alkohol

III.8.7 Dexametason Injeksi (17; 23)


Dexametason injeksi mengandung 5mg/mL
dexamethasone sodium phosphate
Dexametason tablet mengandung 0.5mg dexametason
Indikasi Dexametason merupakan kortikosteroid dengan aktifitas
utama glukokortikoid atau dikenal sebagai antiinflamasi
Mekanisme Kerja Dexametason adalah glukokortikoid kuat dan bekerja
sebagai agen anti inflamasi dengan menekan migrasi
neutrophil, mengurangi produksi mediator inflamasi dan
mengembalikan permeabilitas kapiler yang meningkat
serta menekan respon imun.
Dosis Untuk dexamethasone oral diberikan dalam dosis 0.5-10
mg setiap hari
Untuk dexametason injeksi dosis awal yang diberikan
adalah 0.4 – 20 mg deksametason
Kontraindikasi Pasien dengan infeksi jamur sistemik
Perhatian Penggunaan jangka Panjang untuk preparate oftalmik
yang mengandung kortikosteroid telah menyebabkan
peningkatan tekanan intraocular dan penurunan fungsi
32

visual
Efek Samping Efek samping glukokortikoid yang merugikan dapat
menyebabkan mobilisasi kalsium, dan fosfor serta
osteoporosis dan patah tulang spontan. Pengecilan otot
dan penipisan nitrogen serta hiperglikemia juga
dilaporkan dapat terjadi
Interaksi Obat Penggunaan metil prednisolone sebagai kortikosteroid
bersama dengan golongan barbiturate, karbamazepin,
fenitoin, primidone atau rifampisin dapat meningkatkan
metabolism dan mengurangi efek kortikosteroid sistemik.
Sebaliknya, jika digunakan bersama kontrasepsi oral atau
ritonavir dapat meningkatkan konsentrasi kortikosteroid
dalam plasma. penggunaan kortikosteroid bersama
dengan diuretic juga menimbulkan interaksi yang dapat
menyebabkan kehilangan kalium yang berlebihan

III.8.8 Ketorolac Injeksi (17; 23)


Komposisi Ketorolac injeksi mengandung ketorolac trometamol 30
mg/mL
Ketorolac tablet mengandung 10 mg ketorolac
Indikasi Digunakan terutama sebagai analgesik
Mekanisme Kerja Ketorolac termasuk dalam golongan anti inflamasi non-
steroid sebagai antipiretik dan analgesic yang bekerja
secara reversible menghambat enzim siklooksigenase 1
dan 2, sehingga menurunkan pembentukan precursor
prostaglandin
Dosis Ketorolac dengan rute parenteral dapat diberikan 10-
30mg setiap 4-6 jam. Total dosis harian maksimum
adalah 90 mg
Kontraindikasi Ibu hamil dan menyusui, pada pasien dengan
33

hipersensitivitas ketorolac atau AINS lainnya, pada


psaien dengan gangguan ginjal sedang atau berat dan
pada pasien dengan hypovolemia atau dehidrasi.
Ketorolac tidak dapat diberikan pada pasien dengan
gangguan koagulasi atau hemoragik
Perhatian Durasi maksimum yangdirekomendasikan untuk terapi
parenteral adalah 2 hari, dan sesegera mungkin setelah itu
pasien diberikan secara oral, penggunaan oral dibatasi
hingga 7 hari. Kemudian untuk penggunaan kombinasi
injeksi dan oral dibatasi maksimum penggunaan
ketorolac tidak boleh melebihi 5 hari
Efek Samping Gangguan gastrointestinal (terutama pada geriatrik) dan
ulkus peptikum. Efek lain yang dilaporkan termaasuk
mengantuk, pusing, sakit kepala, perubahan mental dan
sensorik, reaksi psikotik, berkeringan, mulut kering,
haus, demam, kejang, myalgia, meningitis aseptic,
hipertensi, sesak napas, edema paru, brikardia, nyeri dada
dan retensi cairan
Interaksi Obat Ketorolac tidak dapat diberikan bersama dengan
antikoagulan, pemberian bersama dengan obat AINS lain
atau aspirin dapat meningkatkan risiko perdarahan

III.8.9 Metamizol Injeksi (17; 23)


Komposisi Metamizole natrium
Indikasi Nyeri akut atau kronis, sakit kepala, sakit gigi, tumor,
pasca operasi atau cedera, nyeri hebat yang berhubungan
dengan spasme otot polos
Mekanisme Kerja Metamizole adalah antiinflamasi non steroid yang
memiliki sifat analgesic dan antipiretik. Mekanisme kerja
metamizole adalah dengan menghambat siklooksigenase
34

1 dan 2, metamizole juga dapat merangsang sekresi


endorphin oleh hipotalamus dan mempengaruhi pusat
termoregulasi di hipotalamus
Dosis Metamizole oral diberikan dengan dosis 0.5 – 4 g setiap
hari dalam dosis terbagi
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap analgesic dan antirematik
kemudian pada pasien dengan tekanan darah sistolik <
100mmHg
Perhatian Karena risiko efek samping yang serius maka
penggunaan metamizole dibenarkan hanya pada sakit
yang serius atau demam dimana tidak ada alternatif lain
yang tersedia atau sesuai dengan pasien
Efek Samping Penggunaan metamizole dikaitkan dengan peningkatan
risiko agranulositosis dan syok
Interaksi Obat Golongan siklosporin

III.8.10 Fluconazol (17; 23)


Komposisi Flukonazol terdapat dalam beberapa kekuatan sediaan
antara lain, fluconazole 50mg, fluconazole 150 mg,
fluconazole 200mg
Indikasi Flukonazol adalah antifungi yang biasa digunakan untuk
kandidias mukosa dan untuk infeksi kulit oleh jamur.
Flukonazol dapat diberikan juga untuk pasien dengan
infeksi sistemik termasuk kandidiasis sistemik,
kriptokokosis dan juga sporotrikosis.
Mekanisme Kerja Flukonazol merupakan antifungi triazol yang sensitive
menghambat enzim sitokrom P450 sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan sintesis ergosterol
pada membrane sel jamur
Dosis Dosis flukonazol oral biasa diberikan 50mg setiap hari.
35

Dosis tinggi juga dapat diberikan yaitu 200mg diikuti


100 mg setiap hari dengan periode pengobatan 14 hari
Kontraindikasi Ibu hamil dan menyusui
Perhatian Flukonazol harus digunakan dengan hati hati pada pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal
Efek Samping Efek samping yang paling sering dilaporkan dari
penggunaan flukonazol adalah mempengaruhi saluran
pencernaan seperti sakit perut, diare, perut kembung,
mual dan muntah. Selain itu adalah sakit kepala, pusing,
leukopenia, trombositopenia dan hiperlipidemia
Interaksi Obat Penggunaan flukonazol degan rifammpisin secara
bersamaan dapat menurunkan konsentrasi plasma
flukonazol. Penggunaan bersama hidroklorotiazid dapat
menghasilkan peningkayan konsentrasi flukonazol dalam
plasma

III.8.11 Adalat oros (17; 23)


Komposisi Adalat oros tersedia dalam beberapa kekuatan sediaan
antara lain, mengandung zat akftif nifedipine 30 mg,
mengandung nifedipine 20 mg dan nifedipine 10mg
Indikasi Antihipertensi, angina pektoris
Mekanisme Kerja Nifedipin merupakan obat antihipertensi dolongan
calcium channel blocker atau penghambat saluran
kalsium dihidropiridin.
Dosis Untuk hipertensi, persiapan jangka Panjang nifedipine
dapat diberikan 10-40 mg dua kali sehari atau 20-90 mg
sekali sehari
Untuk angina pektoris, nifedipine dapat diberikan dengan
dosis 10-40 mg dua kali sehari atau 30-90 mg sekali
sehari
36

Adapunn untuk sediaan kapsul berisi cairan dapat


diberikan dengan dosis 5-20 mg tiga kali sehari
Kontraindikasi Pasien dengan infark miokard yang dalam 2-4minggu
sebelumnya atau pada angina tidak stabil. Pada pasien
dengan stenosis aorta parah, karena nifedipine dapat
meningkatkan risiko mengembangkan gagal jantung
Perhatian Nifedipine perlu digunakan dengan hati hati pada pasien
dengan keadaan jantung yang buruk atau gagal jantung.
Dosis nifedipine perlu dikurangi pada pasien dengan
gangguan hati. Nifedipine perlu langsung dihentikan
penggunannya Ketika pasien mengalami nyeri iskemik
Efek Samping Efek samping yang sering dilaporkan adalah pusing,
kemerahan, sakit kepala, hipotensi, edema perifer,
takikardi dan palpitasi. Selain itu mual dan dangguan
gastrointestinal lainnya, gangguan penglihatan dan
depresi mental juga terjadi
Interaksi Obat Penggunaan nifedipine bersama obat golongan beta
bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi.
Peningkatan efek antihipertensi juga dapat terjadi jika
digunakan dengan obat-obatan seperti aldesleukin dan
antipsikotik yang menyebabkan hipotensi

III.8.12 Ifalmin (17; 23)


Komposisi Ekstrak Daging Ikan Toman
Indikasi Membantu proses penyembuhan luka ringan
Mekanisme Kerja -
Dosis 3 kali sehari 1-2 kapsul
Kontraindikasi -
Perhatian Jangan diberikan pada penderita hipersensitivitas salah
37

satu komposisi
Efek Samping -
Interaksi Obat -

III.8.13 Nystatin Drop (17; 23)


Komposisi Nystatin drop mengandung nystatin 100.000 IU/mL
Indikasi Antifungi khususnya pada kandidias kulit dan selaput
lender. Nystatin juga dapat menekan pertumbuhan
berlebih flora gastrointestinal
Mekanisme Kerja Nystatin merupakan antifungi golongan polien yang
bekerja dengan mengganggu permeabilitas membrane sel
jamur dan sensitive mengikat sterik terutama ergosterol
Dosis Untuk kandidiasis usus atau esofagus, nystatin diberikan
dlam dosis oral 500.000 atau 1.000.000 unit sebagai
tablet atau kapsul 3-4 kali sehari
Pada bayi dan anak anak dosis 100.000 unit atau lebih
diberikan 4 kali sehari sebagai suspense oral.
Untuk pengobatan kesi mulut, suspense dapat diberikan
dalam dosis 100.000 unit 4 kali sehari
Kontraindikasi hipersensitivitas
Perhatian Beberapa sediaan nystatin intravaginal dapat merusak
kontrasepsi lateks
Efek Samping Mual, muntah, dan diare. Selain itu telah dilaporkan
adanya ruam termasuk urtikaria namun iritasi jarang
terjadi setelah penggunaan topical nystatin
Interaksi Obat Konsumsi bersama Saccharomyces boulardii secara oral
dapat mengurangi efek terapetiknya

III.8.14 Novorapid (17; 23)


Komposisi Aspart 100 U/mL
38

Indikasi Pengobatan Diabetes Melitus pada dewasa, remaja dan


anak ≥2 tahun.
Mekanisme Kerja Insulin aspart termasuk dalam golongan insulin rapid
acting. Yang bekerja dengan onset yang lebih cepat
dibandingkan dengan insulin manusia yang larut.
Dosis Dosis novorapid bersifat individual atau disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Biasanya insulin aspart
digunakan dalam kombinasi dengan insulin yang lain
seperti insulin intermediate-acting atau long acting.
Kebutuhan insulin pada dewasa dan anak anak umumnya
0,5-1 U/kg/hari
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap insulin aspart atau salah satu
eksipien Novorapid
Perhatian Hipoglikemia dapat terjadi jika dosis insulin terlalu tinggi
atau melebihi kebutuhan insulin pasien
Efek Samping Reaksi yang paling sering dilaporkan pada penggunaan
novorapid adalah hipoglikemia
Interaksi Obat Terdapat beberapa obat yang berinteraksi dengan
mengurangi kebutuhan insulin pasien seperti obat
antidiabetik oral, MAOI, beta bloker, ACEi, salisilat.
Selain itu terdapat obat obatan yang dapat meningkatkan
kebutuhan insulin pasien: kontrasepsi oral. Tiazid,
glukokortikoid, hormon tiroid dan danazol

III.8.15 Lantus (17; 23)


Komposisi Glargine 100 IU/mL
Indikasi Lantus adalah insulin long acting yang diindikasikan
untuk meningkatkan control kadar gula darah pada pasien
dewasa maupun anak anak dengan Diabetes Melitus
Mekanisme Kerja Insulin glargrine adalah insulin manusia yang dibuat larut
39

pada pH asam. Setelah diinjeksikan, larutan asam ini


akan dinetralkan dan membentuk endapan mikro yang
kemudian sejumlah insulin glargine dilepaskan secara
terus menerus yang memberikan profil konsentrasi
terhadap waktu tanpa puncak dengan aksi yang panjang
Dosis Sekali sehari dengan dosis disesuaikan dengan BB
pasien. Kebutuhan insulin pada dewasa dan anak anak
umumnya 0,5-1 U/kg/hari
Kontraindikasi Pasien dengan hipoglikemia dan hipersensitivitas
terhadap glargine atau salah satu dari eksipien pada
sediaan lantus
Perhatian Selalu pantau kadar glukosa pasien, insulin bukan
merupakan pilihan terapi pada pasien dengan
ketoasidosis diabetik
Efek Samping Hipoglikemia merupakan efek samping yang umum
terjadi pada penggunaan insulin dengan dosis yang
terlalu tinggi
Interaksi Obat Obat yang dapat meningkatkan efek pneurunan glukosa
darah dan meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia
antara lain antidiabetes oral, ACEi disopyramide, fibrat,
fluoxetine, MAOi pentoxifylline, propoxyphene, salisilat
dan antibiotic sulfonamida. Zat yang dapat mengurangi
efek penurunan kadar glukosa darah meliputih
kortikosteroid, danazol, isoniazid, estrogen dan
progestero (kontrasepsi oral)

III.8.16 Betadin kumur (17; 23)


Komposisi povidone iodine 1%
Indikasi Membersihkan mulut, untuk kondisi radang mulut dan
sakit tenggorokan
40

Mekanisme Kerja Bekerja sebagai antimikroba yang digunakan untuk


desinfeksi kulit tanpat risiko toksisitas sistemik
Dosis Berkumur selama 30 detik dan dapat diulangi selama 2-4
jam
Kontraindikasi Hipersensitivitas, hipertiroid, penderita gondok dan tidak
untuk anak anak < 6 tahun.
Perhatian Perlu pemantauan pada pasien dengan disfungis tiroid
Efek Samping Dapat terjadi iritasi lokal
Interaksi Obat Pvp iodine yang efektif pada pH 2-7 diperkirakan dapat
berinteraksi dengan protein dan senyawa organic tak
jenuh lainnya yang dapat menurunkan efektivitasnya.
Penggunaan bersamaan dengan produk yang
mengandung komponen enzimatik seperti hidrogen
peroksida, perak dan taurolidine menyebabkan efek
pelemahan kedua zat tersebut

III.8.17 Kenalog in orabase (17; 23)


Komposisi Triamcinolone acetonide 0,1% dalam emolien yang
mengandung bovine gelatin, pullulam dam natrium
karboximetilselulose
Indikasi Pengobatan tambahan untuk meredakan sementara gejala
yang terkait dengan lesi inflamasi oral dan lesi ulseratif
akibat trauma
Mekanisme Kerja Triamcinolone merupakan kortikosteroid yang memiliki
efek antiinflamasi, antipruritus dan antialergi. Emolien
yang terdapat pada sediaan berperan sebagai perekat
untuk pengaplikasiannya ke jaringan aktif di mulut
Dosis Sesuai dengan tingkat keparahan lesi, dapat diberikan 2-3
kali sehari setelah makan selama 7 hari
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap salah satu komposisi Kenalog
41

in orabase. Karena mengandung kortikosteroid, Kenalog


in orabase dikontraindikasikan dengan infeksi jamur,
virus, atau bakteri pada mulut atau tenggorokan
Perhatian Pasien dengan TBC, Diabetes Melitus tidak boleh diobati
dengan kortikosteroid tanpa saran dokter.
Efek Samping Pemberian jangka Panjang dapat menimbulkan reaksi
merupkan seperti supresi adrenal, perubahan metabolism
glukosa, katabolisme protein, aktivitas ulkus peptikum.
Interaksi Obat Antagonis terhadap efek antikolinesterase, dapat
mempotensiasi atau mengurangi efek antikoagulan dari
antikoagulan oral, dapat mengurangi penurunan tekanan
darah oleh efek diuretic, serta mengurangi konsentrasi
serum isoniazid

III.8.18 Desoximetason (17; 23)


Komposisi Sebagai krim/gel/lotiom/salep 0,05-0,25 %
desoximetason
Indikasi Mengatasai inflamasi area kulit dan pruritus dari
dermatosis yang responsive terhadap kortikosteroid
Mekanisme Kerja Desoximetason adalah kortikosteroid topical yang
bekerja dengan menginduksi protein penghambat
fosfolipase A2 (lipokortin) serta menghambat pelepasan
asam arakidonat sehingga menekan pembentukan dari
aktivitas mediator seperti kinin, histamin, ensim
liposomal dan prostaglandin
Dosis Diberikan 1-2 kali sehari (oleskan secara tipis)
Kontraindikasi Hipersensitivitas, TBC kulit, cacar air, pruritus perioral
& genital, dermatitis perioral, acne vulgaris
Perhatian Perlu diperhatikan penggunannya pada anak anak.
Hindari sediaan desoximetason spray topical dari paparan
42

panas dan nyala api karena mudah terbakar


Efek Samping Atrofi, rasa terbakar, gatal, iritasi, dehidrasi, erupsi
seperti jerawat, dermatitis perioral, dermatitis kontak,
alergi
Interaksi Obat Dapat mengurangi efek antineoplastic aldesleukin dan
dapat mempotensiasi efek hiperglikemik dari ceritinib
dan hyaluronidase. Dapat meningkatkan efet samping
dari deferasirox
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn S berusia 63 tahun dengan berat badan 50 kg di bawa ke rumah sakit


Labuang Baji pada tanggal 11 oktober melalui Unit Gawat Darurat (UGD) dengan
keluhan utama nyeri ulu hati dan sulit makan karena terdapat luka pada area
mulut, serta lemas. Pasien memiliki riwayat penggunaan beberapa obat, antara
lain pioglitazone, glibenklamide, ISDN, ramipril, mecobalamin, metformin,
furosemide, spironolakton dan rheu-trex. Berdasarkan pemeriksaan data klinik
dan data laboratorium dokter mendiagnosa pasien mengalami Diabetes Melitus
tipe 2 dengan diagnosis sekunder Hipoglikemia. Pada hari yang sama pasien
dipindahkan ke ruangan Baji Ampe. Selama dirawat pasien diberikan terapi
farmakologi berupa obat-obatan, namun terdapat beberapa penggunaan obat yang
dianggap kurang tepat dan tidak direkomendasikan sesuai dengan keadaan pasien.
Terapi hari pertama pasien diberikan infus Ringer Laktat sebagai pengganti
cairan sebanyak 24 tpm, Omeprazole Injeksi 40mg/ml setiap 24 jam. Ringer
laktat dilaporkan dapat memicu ketoasidosis pada pasien Diabetes Melitus, oleh
karena itu direkomendasikan penggantian cairan yang lebih aman. (16)
Terapi hari kedua, diberikan infus dextrose 10%, metil prednisolone injeksi,
dan betadin kumur untuk membersihkan area luka pada mulut yang kemudian
dioleskan kenalog in orabase. Penggantian cairan Ringer Laktate ke dextrose 10%
ini dilakukan karena berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu pasien
menunjukkan hasil 68 mg/dl yang mengindikasikan terjadi hipoglikemia oleh
karena itu infus dextrose 10% digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa
darah pasien. Pemberian Kenalog in orabase dianggap tidak perlu karena
candidiasis oral pasien dapat diatasi dengan pemberian nystatin sebagai first line
therapy (18). Pertimbangan pengeluaran biaya menjadi perhatian juga dalam
penggunaan obat, melihat bahwa Kenalog in orabase tidak termasuk dalam
formularium rumah sakit.

43
44

Terapi hari ketiga, pasien diberikan kembali infus RL 20 tpm, omeprazole


injeksi 40mg/10ml setiap 12 jam, gentamisin injeksi 40mg/mL setiap 12 jam,
metil prednisolone 125mg/2ml setiap 24 jam, novorapid 10 Unit setiap 8 jam,
lantus 10 Unit pada malam hari setiap 24 jam, betadine kumur, Kenalog in
orabase, gentamisin cr, desoximetason cr. Pemberian dextrose 10% dihari
sebelumnya dihentikan karena pemeriksaan GDS pasien menunjukkan
peningkatan yaitu 136 mg/dL. Perubahan aturan pakai omeprazole injeksi
40mg/mL yang sebelumnya diberikan tiap 24 jam menjadi per12 jam dianggap
tidak tepat aturan pakai karena melebihi dosis sehari yang seharusnya diberikan
(17). Pemberian gentamisin injeksi tidak direkomendasikan karena gentamisin
merupakan antibiotik yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan mikroba
(17), sedangkan infeksi yang dialami pasien telah diketahui penyebabnya yaitu
Candida atau dikenal dengan candidiasis oral oleh karena itu, pemberian antifungi
lebih direkomendasikan. Kemudian dengan adanya riwayat DM tipe 2 pasien
maka diberikan kombinasi 2 jenis insulin yaitu Novorapid 10 Unit yang diberikan
30 menit sebelum makan dan Lantus 10 Unit setiap malam sebelum tidur,
pemberian dosis ini tidak sesuai dengan perhitungan dosis insulin berdasarkan
berat badan yang terlampir pada lampiran perhitungan. Selanjutnya untuk
penanganan luka pada area mulut masih sama dengan hari sebelumnya yaitu
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan betadin kumur dan kemudian dioleskan
Kenalog in orabase, gentamisin cr dan desoximetason cr, pemberian gentamisin cr
dan desoximetason cr ini dianggap tidak tepat obat dan tidak tepat indikasi karena
diketahui bahwa gentamisin merupakan golongan antibiotik dengan indikasi pada
pasien infeksi bakteri dan desoximetason merupakan golongan kortikosteroid
dengan indikasi pada pasien yang mengalami peradangan dan alergi pada
permukaan kulit, kedua cream ini tidak diperuntukkan pada penggunaan oral (17).
Oleh karena itu pemberiannya tidak direkomendasikan pada pasien yang telah
diketahui terinfeksi Candida yang merupakan golongan fungi.
Terapi hari keempat, untuk pembersihan luka pada area mulut masih sama
dengan hari sebelumnya namun pemberian desoximetason dihentikan dan
digantikan dengan nystatin drops, kemudian diberikan flukonazol tablet,
45

omeprazole injeksi serta penggantian antibiotic gentamisin dengan ceftriaxone.


Penggantian desoximetason dengan nystatin drop dan tambahan flukonazol tablet
dianggap tepat karena nystatin drop dan flukonazol tablet merupakan terapi lini
pertama pada candidiasis oral (21). Kemudian pemberian omeprazole 40 mg/10ml
dihari ke 4 ini dianggap tidak tepat lama pemberian karena sesuai dengan data
subjektif pasien tidak lagi mengalami keluhan nyeri pada ulu hati. Adapun
penggantian antibiotik gentamisin dengan ceftriaxone ini dianggap tidak tepat
obat dan tidak tepat pasien (17), karena telah diketahui bahwa luka pada area
mulut pasien disebabkan oleh infeksi fungi dan bukan dari bakteri, oleh karena itu
pemberian nystatin dan flukonazol dianggap lebih tepat untuk mengatasi problem
medik ini. Pemberian Adalat oros sebagai antihipertensi dianggat tidak tepat obat
karena untuk mengatasi hipertensi pada pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2,
antihipertensi golongan ACEi/ARB merupakan terapi lini pertama sedangkan
Adalat oros mengandung nifedipine yang merupakan golongan CCB (19). Oleh
karena itu direkomendasikan penggantian Adalat oros dengan valsartan 80 mg
yang merupakan golongan ARB sebagai lini pertama pada pasien hipertensi dan
Diabetes Melitus
Terapi pada hari keempat terus dilanjutkan hingga hari keenam. Namun pada
hari ketujuh ceftriaxone injeksi digantikan kembali dengan pemberian gentamisin
injeksi, selain itu desoximetason cr kembali diberikan, kemudian diberikan
dexametason injeksi, metamizole injeksi, ifalmin. Terapi lokal untuk infeksi area
mulut berupa pembersih seperti betadine kumur tidak diberikan pada hari ini.
Pemberian dexametason injeksi sebagai kortikosteroid pada pasien dianggap tepat
untuk mengatasi inflamasi. Metamizole termasuk dalam golongan AINS sebagai
anti nyeri yang diberikan pada pasien ini dianggap tidak tepat pasien karena
metamizole memiliki efek samping umum yaitu agranulositosis, yang ditandai
dengan peradangan pada mukosa, sakit tenggorokan dan demam (20). Adanya
efek samping ini dikontraindikasin dengan pasien dilihat dari nilai neutrophil yang
rendah serta adanya luka dan infeksi pada area mukosa mulut pasien. Ifalmin
diberikan kepada pasien, yang merupakan obat herbal dianggap rasional karena
46

ifalmin adalah suplemen makanan yang mengandung tinggi albumin dan dapat
meningkatkan efek anti-diabetes.
Terapi pada hari ke delapan, terdapat beberapa penggunaan obat yang
dihentikan dari terapi hari sebelumnya, diantaranya dexametason injeksi, ifalmin,
lantus dan desoximetason. Kemudian pada hari ke Sembilan pemberian
omeprazole dihentikan dan terdapat beberapa obat yang diberikan kembali seperti
ceftriaxone injeksi, dexametason injeksi dan desoximetason cr dan ketorolac
injeksi. Pemberian ketorolak ini telah dilaporkan dapat meningkatkan risiko buruk
kardiovaskular pada pasien DM tipe 2 (17), oleh karena itu pemberian ketorolac
direkomendasikan untuk dihentikan karena berdasarkan data klinik tekanan darah
pasien meningkat diatas tekanan darah normal.
Terapi pada hari ke sepuluh terdapat beberapa obat yang dihentikan
penggunaannya yaitu omeprazole injeksi, ceftriaxone injeksi, Adalat oros dan
nystatin drop. Begitu juga pada hari ke sebelas terdapat terapi yang diberikan
kembali, antara lain omeprazole injeksi, gentamisin injeksi, ceftriaxone injeksi,
dexametason injeksi Adalat oros dan nystatin drops. Namun pada hari ini insulin
novorapid tidak lagi diberikan. Hari ke sebelas pasien diperbolehkan pulang oleh
dokter dikarenakan kondisinya yang membaik. Pasien yang pulang ini perlu di
lakukan follow up terkait obat pulang yang diberikan dan dapat dilakukan via
telepon.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terkait pemberian terapi pada Tn. S selama masa
perawatan, maka dapat disimpulkan terdapat 3 DRPs (Dug Related Problems).
Adanya beberapa obat yang tidak tepat obat dan tidak tepat indikasi seperti Ringer
Laktat, kenalog in orabase, gentamisin cr, desoximetason cr, metamizole Inj dan
ketorolac Inj. Kemudian adanya obat yang diberikan namun tidak ada keluhan
dari pasien seperti gentamisin Inj dan Ceftriaxone Inj. Kemudian perlu
penyesuaian dosis dari insulin dan omeprazole.
V.2 Saran
Pada kasus ini disarankan agar meningkatkan kerja sama antara tenaga
kesehatan khususnya dokter dan apoteker dalam pemilihan terapi obat yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Kemudian diperlukan pemeriksaan kadar glukosa darah
pasien setiap hari agar penyesuain terapi tetap dilakukan sesuai keadaan pasien.
Selain itu, disarankan pada saat pasien pulang hendaklah dilakukan follow up oleh
apoteker terkait keadaan pasien setelah mengkonsumsi obat pulang yang diberikan
hal ini perlu untuk memantau terapi obat dan meminimalisir terjadinya
medication error selama pasien mengkonsumsi obat pulang serta disarankan
untuk rumah sakit agar membuat clinical pathway yang terintegrasi antar tenaga
profesi kesehatan agar dapat mencapai pelayanan yang prima.

47
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Jakarta. GERMAS 2019;
2. Manolis A. The Growing Epidemic of Diabetes Mellitus. 2020;104–9.
3. Suputra PA, Kedokteran P, Ganesha UP, Kedokteran P, Ganesha UP,
Kedokteran P, et al. DIABETES MELITUS TIPE 2 : FAKTOR RISIKO ,
DIAGNOSIS , DAN. 2021;1(2):114–20.
4. Azam M, Sulistiana R, Fibriana AI, Savitri S, Aljunid SM. Prevalence of
Mental Health Disorders among Elderly Diabetics and Associated Risk
Factors in Indonesia. 2021;1–9.
5. Care D, Suppl SS. 12 . Older Adults : Standards of Medical Care in
Diabetes d 2021. 2021;44(January):168–79.
6. Siagian HS, Harahap C, Medan UI, Info A. PENYAKIT DIABETES
MELITUS TIPE II DI INSTALASI. 2021;4(2):64–9.
7. Galicia-garcia U, Benito-vicente A, Jebari S, Larrea-sebal A.
Pathophysiology of Type 2 Diabetes Mellitus. :1–34.
8. Javeed N. Circadian Etiology of Type 2 Diabetes. 2022;(51):138–50.
9. Hayes PE. Past Editors of Pharmacotherapy [Internet]. 2020. 732–820 p.
Available from: www.mhprofessional.com.
10. Fatimah RN. DIABETES MELITUS TIPE 2. 2015;4:93–101.
11. PERKENI. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. PB. Perkeni; 2021.
12. Destiani AB, Chondro F. Hubungan kadar hemoglobin A1c dengan kualitas
tidur pada pasien diabetes mellitus tipe-2. J Biomedika dan Kesehat.
2018;1(1):93–100.
13. Ramadhan N, Marissa N. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
Berdasarkan Kadar HBA1C DI Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh
Related papers Dominant Fact or of Diabet ic Neuropat hy on Diabet es
Mellitus Type 2 Patients. Sel. 2015;2(2):49–56.
14. American Diabetes Association. 2020;
49

15. Andreani FV, Belladonna M, Hendrianingtyas M. Hubungan antara gula


darah sewaktu dan puasa dengan perubahan skor Nihss pada stroke iskemik
akut. J Kedokt Diponegoro. 2018;7(1):185–98.
16. Gershkovich B, English SW, Doyle MA, Menon K, McIntyre L. Choice of
crystalloid fluid in the treatment of hyperglycemic emergencies: A
systematic review protocol. Syst Rev. 2019;8(1):1–7.
17. Sweetman. Martindale The Complete Drug Reference. 2019;
18. Kristina SARI, Endarti DWI, Andayani TRIM, Widayanti AW. Direct and
Indirect Cost of Diabetes Mellitus in Indonesia: A Prevalence Based Study
with Human Capital Approach. Int J Pharm Res. 2020;13(01).
19. Yildiz M, Esenboğa K, Oktay AA. Hypertension and diabetes mellitus:
highlights of a complex relationship. Curr Opin Cardiol. 2020;35(4):397–
404.
20. Miljković M, Rančić N, Simić R, Stamenković D, Dragojević-Simić V.
Metamizole: Current status of the safety and efficacy. Hosp Pharmacol - Int
Multidiscip J. 2018;5(3):694–704.
21. Rençber S, Karavana SY, Yilmaz FF, Eraç B, Nenni M, Gurer-Orhan H, et
al. Formulation and evaluation of fluconazole loaded oral strips for local
treatment of oral candidiasis. J Drug Deliv Sci Technol.
2019;49(January):615–21.
22. Thrasher J. Pharmacologic Management of Type 2 Diabetes Mellitus:
Available Therapies. Am J Cardiol [Internet]. 2017;120(1):S4–16.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.amjcard.2017.05.009
23. Mims (2022) MIMS. Tersedia pada:
https://www.mims.com/indonesia/drug/info. Diakses pada november 2022
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Insulin


IHT = 0,5 x BB
= 0,5 x 50 kg = 25 IU
 Insulin Basal (Lantus)
50
x 25=12 ,5 IU
100
 Insulin Prandial (Novorapid)
50
x 25=12 ,5 IU
100

12, 5
Sekali pakai : =4 , 1 IU
3

Jadi insulin basal diberikan 14 unit malam hari sebelum tidur, dan insulin
prandial diberikan 4-4-4 IU sebelum pasien makan

50

Anda mungkin juga menyukai