FARMASI PERAPOTEKAN
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA URIP MAKASSAR
GELOMBANG I
PERIODE 03 – 29 OKTOBER 2022
ISWANTO
N014221073
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA URIP MAKASSAR
GELOMBANG I
PERIODE 03 – 29 OKTOBER 2022
ISWANTO
N014221073
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator PKPA Farmasi Perapotekan Pembimbing PKPA Farmasi Perapotekan
Program Studi Profesi Apoteker Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt. Muhammad Nur Amir, S.Si., M.Si., Apt.
NIP. 19570615 198403 2 002 NIP. 19861111 201504 1 001
Makassar, 2022
2
KATA PENGANTAR
iii
4. Bapak Abdul Rahim, S.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
5. Dekan dan Wakil Dekan beserta jajarannya yang selalu memberikan kontribusi
dalam hal peningkatan mutu dan kualitas Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin sehingga kami dapat menikmati hasil terbaik dari kerja keras
mereka.
6. Bapak dan Ibu dosen, serta seluruh sivitas akademika Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan dan mengajarkan banyak ilmu,
serta memberikan banyak bantuan dari awal penulis menyandang status
mahasiswa Farmasi Unhas hingga saat ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin angkatan 2022/2023.
Penulis tidak akan pernah bisa membalas segala dukungan dan doa yang
mereka berikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan hal-hal
yang jauh lebih baik, Aamiin. Akhir kata, semoga karya ini dapat memberikan
manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan Ilmu pengetahuan dalam bidang
kefarmasian.
Iswanto
iv
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN 1
II.1 Apotek 3
II.2 Apoteker 14
II.3 Resep 14
II.4.5 Psikotropika 19
II.4.6 Narkotika 22
v
II.4.8 Obat Tradisional 28
III.3.2 Tremenza® 45
III.3.3 Ambroxol 46
III.3.4 Salbutamol 47
III.3.5 Sinocort® 48
III.3.6 Longatin® 49
III.3.7 Sanprima® 50
III.5.1 Etiket 53
BAB IV PENUTUP 57
IV.1 Kesimpulan 57
vi
IV.2 Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN 60
vii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
3. Penandaan P. No. 1 17
4. Penandaan P. No. 2 17
5. Penandaan P. No. 3 17
6. Penandaan P. No. 4 17
7. Penandaan P. No. 5 18
8. Penandaan P. No. 6 18
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Berdasarkan uraian di atas, tentunya kita sadar bahwa peran dan tanggung
jawab seorang apoteker sangat besar khususnya pada pelayanan kefarmasian di
apotek. Seorang apoteker harus memiliki ilmu pengetahuan, kemampuan
komunikasi dan keterampilan yang baik agar dapat menjalankan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Oleh karena
itu, Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
bekerja sama dengan apotek Kimia Farma menyelenggarakan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada
mahasiswa calon apoteker dalam melakukan dan menerapkan standar pelayanan
kefarmasian di apotek.
I.2 Tujuan Pelayanan Resep
Pelayanan resep pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di apotek bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memahami alur pelayanan resep yang benar dan
meningkatkan keterampilan dalam memberikan pelayanan resep mulai dari
penerimaan resep hingga penyerahan obat kepada pasien.
2. Memastikan kesesuaian komponen-komponen resep yang meliputi
kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
3. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi adanya kesalahan dalam resep agar
meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pengobatan.
4. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi yang baik dan efektif serta dengan
mengedepankan sopan santun dalam memberikan informasi terkait obat yang
diberikan kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker. Apotek menyelenggarakan fungsi: (a) pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan (b) pelayanan
farmasi klinik, termasuk di komunitas (PerMenKes RI No. 9, 2017). Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau (PerMenKes RI No. 73, 2016).
Pengaturan apotek bertujuan untuk (PerMenKes RI No. 9, 2017):
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek;
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di apotek; dan
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek.
II.1.1 Perizinan dan Persyaratan Pendirian Apotek
Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin dari menteri. Menteri
melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana kepada pemerintah daerah
kabupaten/ kota. Izin yang dimaksud berupa SIA (Surat Izin Apotek) yang berlaku
5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Apoteker dalam
memperoleh SIA, harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, yang ditandatangani oleh apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi (PerMenKes RI No. 9, 2017):
1. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dengan menunjukkan
STRA asli
3
4
yang dimaksud wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Surat izin praktik yang dimaksud yaitu SIPA
(Surat Izin Praktik Apoteker) untuk Apoteker, dan SIPTTK (Surat Izin Praktik
Tenaga Teknis Kefarmasian) untuk Tenaga Teknis Kefarmasian yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pemberian kewenangan
untuk menjalankan praktik kefarmasian (PerMenKes RI No. 9, 2017).
II.1.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek bertujuan untuk
meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian; menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian; dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Standar
pelayanan kefarmasian di apotek terbagi menjadi 2 standar yakni pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, danbahan medis habis; dan pelayanan farmasi
(PerMenKes RI No. 73, 2016).
II.1.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan
sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan
secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya (KeMenKes RI, 2019). Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan (PerMenKes RI No. 73, 2016).
7
1. Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
merupakan tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan kebutuhan
(KeMenKes RI, 2019). Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan
pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat
(PerMenKes RI No. 73, 2016).
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian (KeMenKes RI, 2019).
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (PerMenKes RI No. 73, 2016).
Dalam proses Pengadaan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut
(KeMenKes RI, 2019):
a. Sediaan farmasi diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang
memiliki izin.
b. Alat Kesehatan dan bahan medis habis pakai diperoleh dari Penyalur Alat
Kesehatan (PAK) yang memiliki izin.
c. Terjaminnya keaslian, legalitas dan kualitas setiap sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dibeli.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dipesan
datang tepat waktu.
e. Dokumen terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai mudah ditelusuri
f. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai lengkap
sesuai dengan perencanaan
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
8
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima (PerMenKes RI No. 73,
2016). Penerimaan sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker.
Bila Apoteker berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat
didelegasikan kepada Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker
Pemegang SIA (KeMenKes RI, 2019).
Pemeriksaan sediaan farmasi yang dilakukan meliputi (KeMenKes RI,
2019):
a. Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik.
b. Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip
surat pesanan dengan obat yang diterima.
c. Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat
Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi kebenaran nama produsen, nama
pemasok, nama obat, jumlah, bentuk, kekuatan sediaan obat dan isi
kemasan; dan nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan
farmasi. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan,
serta memudahkan pencarian dan pengawasan (KeMenKes RI, 2019).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan meliputi
(PerMenKes RI No. 73, 2016):
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Pengecualian untuk keadaan darurat obat dipindahkan pada wadah lain,
dengan tetap mencegah terjadinya kontaminasi dan tetap memperhatikan
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya
memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
9
6. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan (KeMenKes RI, 2019). Pengendalian dilakukan untuk
mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan,
melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,
kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan (PerMenKes RI No. 73, 2016). Pengendalian
persediaan obat terdiri atas pengendalian ketersediaan; pengendalian
penggunaan; dan penanganan ketika terjadi kerusakan, recall dan kedaluwarsa
(KeMenKes RI, 2019).
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di apotek. Adanya
pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila
terjadi adanya mutu sediaan farmasi yang sub standar dan harus ditarik dari
peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital
maupun manual (KeMenKes RI, 2019). Pencatatan dilakukan pada setiap
proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan (PerMenKes RI No. 73, 2016).
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan (KeMenKes RI, 2019). Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan
11
II.2 Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PerMenKes RI No. 34, 2021). Apoteker
memiliki peranan yang besar dalam permasalahan obat. Selain itu, apoteker juga
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
menjalankan profesi secara professional dan berinteraksi langsung dengan pasien,
termasuk untuk pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang
membutuhkan. Apoteker harus juga memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error), mengidentifikasi, mencegah,
mengatasi masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial
(sociopharmacoeconomy). Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan
obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, Apoteker juga dituntut
untuk melakukan monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya (PerMenKes RI No. 73, 2016).
Dalam menjalankan praktik kefarmasian, apoteker harus menerapkan
standar pelayanan kefarmasian sehingga pelayanan yang diberikan optimal dan
bermutu, mampu melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), serta menjamin
kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian (PerMenKes RI No. 34, 2021).
II.3 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi
pasien. Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun
(PerMenKes RI No. 9, 2017). Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu
5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (PerMenKes
RI No. 73, 2016).
15
3. P. No. 3 Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan, misalnya,
Canesten, Kalpanax, Peditox, Insto.
4. P. No. 4 Awas! Obat Keras. hanya untuk dibakar, misalnya skapolamin (obat
asma).
6. P. No: 6 Awas! Obat Keras, obat wasir, jangan ditelan, misalnya Anusol dan
Superhoid.
1. Narkotika golongan I
Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Hal ini
menyebabkna narkottika golongan I dilarang diproduksi dan atau digunakan
dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilakukan dengan
pengawasan secara ketat oleh Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM).
Contoh dari narkotika golongan I yaitu heroin, asetorfina, kokain, tanaman
ganja, dan opium.
2. Narkotika golongan II
Narkotika golongan II adalah adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh dari narkotika golongan II yaitu
alfasetilmetadol, morfin, isometadona, petidin, dan fentanil.
3. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh dari narkotika golongan III yaitu asetildihidrokodeina, kodein,
propiram, polkodina, dan norkodeina.
huruf), tujuan pemesanan narkotika. Satu surat pesanan terdiri dari sekurang-
kurangnya 3 rangkap dan tiap surat pesanan hanya untuk satu jenis obat
narkotika serta terpisah dari barang lain (PerMenKes RI No. 3, 2015).
2. Cara penyimpanan narkotika
Tempat penyimpanan narkotika harus mampu untuk menjaga keamanan,
khasiat, dan mutu dari narkotika. Tempat penyimpanannya dapat berupa
gudang, ruangan, atau lemari khusus. Lemari khusus yang dimaksud harus
terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan, dan mempunyai 2
buah kunci yang berbeda, serta diletakkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh orang umum di apotek, dan kunci lemari khusus dikuasai oleh
Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan. Tempat penyimpanan narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain narkotika (PerMenKes RI No. 3, 2015).
3. Cara penyerahan narkotika
Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, puskesmas,
instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik dan dokter. Maksud dari
penyerahan oleh apotek adalah apotek hanya dapat menyerahkan narkotikaa
kepada apotek lainnya, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi
farmasi klinik, dokter dan pasien. Penyerahan kepada pasien hanya boleh
dilakukan berdasarkan resep dari dokter (PerMenKes RI No. 3, 2015).
4. Cara pemusnahan narkotika
Pemusnahan narkotika dilakukan apabila diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali, telah
kedaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dibatalkan izin
edarnya dan jika berhubungan dengan tindak pidana. Pemusnahan narkotika
dilakukan tanpa mencemari lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat. Pemusnahan narkotika wajib dibuat berita acara pemusnahan yang
memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; tempat pemusnahan;
nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan; nama
25
petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut;
nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; dan tanda
tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan
(PerMenKes RI No. 3, 2015).
5. Cara pencatatan dan pelaporan narkotika
Apotek yang melakukan penyerahan narkotika wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika. Pencatatan terdiri atas
(PerMenKes RI No. 3, 2015):
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika.
b. Jumlah persediaan.
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan.
f. Jumlah yang disalurkan.
g. Nomor batch dan kadaluwarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan.
h. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
prekursor farmasi dalam bentuk bahan baku/obat jadi. Satu surat pesanan bisa
digunakan untuk satu atau beberapa jenis prekursor farmasi dalam bentuk
bahan baku/obat jadi dan harus terpisah dari pesanan barang lain (PerMenKes
RI No. 3, 2015).
2. Cara penyimpanan prekursor farmasi
Tempat penyimpanan prekursor farmasi harus mampu untuk menjaga
keamanan, khasiat, dan mutu dari prekursor farmasi. Tempat penyimpanannya
dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus. Lemari khusus yang
dimaksud harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan, dan
mempunyai 2 buah kunci yang berbeda, serta diletakkan di tempat yang aman
dan tidak terlihat oleh orang umum di apotek, dan kunci lemari khusus dikuasai
oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain
yang dikuasakan. Tempat penyimpanan prekursor farmasi dalam bentuk bahan
baku dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain prekursor farmasi
dalam bentuk bahan baku. Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi disimpan
di tempat penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko
(PerMenKes RI No. 3, 2015).
3. Cara penyerahan prekursor farmasi
Penyerahan prekursor farmasi hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat
jadi. Penyerahan prekursor farmasi hanya dapat dilakukan oleh apotek,
puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, dokter, dan
toko obat. Apotek hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat
keras kepada kepada apotek lainnya, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit,
instalasi farmasi klinik, dokter dan pasien. Penyerahan kepada pasien hanya
boleh dilakukan berdasarkan resep dari dokter (PerMenKes RI No. 3, 2015).
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras oleh apotek kepada
apotek lainnya, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi
klinik hanya dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Prekursor Farmasi
golongan obat keras berdasarkan resep yang telah diterima. Penyerahan
Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek kepada Apotek
lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
28
dan Toko Obat hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan
harian Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas yang diperlukan untuk
pengobatan. Penyerahan Prekursor Farmasi oleh Apotek kepada dokter hanya
dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan tugas/praktik di daerah
terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (PerMenKes RI No. 3, 2015).
4. Cara pemusnahan prekursor farmasi
Pemusnahan prekursor farmasi dilakukan apabila diproduksi tanpa
memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah
kembali, telah kedaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
dibatalkan izin edarnya dan jika berhubungan dengan tindak pidana.
Pemusnahan prekursor farmasi dilakukan tanpa mencemari lingkungan dan
tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Pemusnahan prekursor farmasi
wajib dibuat berita acara pemusnahan yang memuat hari, tanggal, bulan, dan
tahun pemusnahan; tempat pemusnahan; nama penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan; nama petugas kesehatan yang menjadi
saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut; nama dan jumlah prekursor farmasi
yang dimusnahkan; cara pemusnahan; dan tanda tangan penanggung jawab
fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan (PerMenKes RI No. 3, 2015).
II.4.8 Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (PerBPOM
No. 32, 2019).
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat tradisional dikelompokkan menjad (Keputusan Kepala
BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004):
29
1. Jamu
Jamu adalah Obat Tradisional yang dibuat di Indonesia (PerBPOM No. 32,
2019). Jamu harus memenuhi beberapa kriteria yaitu aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data
empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim
penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat
pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
Penandaan obat golongan jamu berupa tulisan “JAMU” dan logo “Ranting
daun terletak dalam lingkaran” ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari
wadah/ pembungkus/ brosur. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”. Logo dicetak dengan warna hijau
di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna
logo (Keputusan Kepala BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004). Contoh obat
jamu adalah Antangin® Junior, Entrostop® anak, Tolak Angin® Anak, Woods’
Naturals, Nutrafor Wazzir, Curcuma Plus Fruit & Veggie.
ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik, telah dilakukan
standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, dan
memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai
dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
(Keputusan Kepala BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004).
Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT
HERBAL TERSTANDAR”. Logo yang dimaksud berupa” JARI-JARI DAUN
(3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur. Logo (jari-jari daun
dalam lingkaran) sebagaimana dicetak dengan warna hijau di atas warna putih
atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “OBAT
HERBAL TERSTANDAR” yang harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok
kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” (Keputusan
Kepala BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004). Contoh obat herbal terstandar
adalah Gastin Force, Tulak®, Lelap®, Tolak angin®, dan OB Herbal®.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik serta bahan
baku dan produk jadinya telah distandardisasi (PerBPOM No. 32, 2019).
Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, kaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik,
telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
31
produk jadi, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim
penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi (Keputusan
Kepala BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004).
Obat golongan Fitofarmaka harus mencantumkan logo dan tulisan
“FITOFARMAKA”. Logo yang dimaksud berupa “JARI-JARI DAUN (YANG
KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM
LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/
pembungkus/ brosur. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan
warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan
warna logo. Tulisan “FITOFARMAKA” yang dimaksud harus jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain
yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA” (Keputusan Kepala
BPOM RI No. HK. 00.05.4.2411, 2004). Contoh fitofarmaka adalah
Diabetadex, X-gra®, Stimuno® Forte, VipAlbumin® Plus, dan Tensigard®.
32
33
Kelengkapan
No. Komponen Resep Keterangan
Ada Tidak ada
7 Tanda R/ √ - Terdapat 2 tanda R/
2. R/ Sanmol Drops I
1. S. 3 d.d. I
9 Aturan pakai √ -
2. S. 3 d.d. I 1 ml
10 Nama pasien √ - BY. MHH
11 Umur pasien √ - 0 tahun 9 bulan 0 hari
12 Alamat Pasien - √ Tidak tercantum
13 Nomor telepon pasien - √ Tidak tercantum
14 Bobot badan pasien - √ Tidak tercantum
15 Jenis kelamin pasien - √ Tidak tercantum
Kunyah.
b. Tremenza®
Tiap tablet mengandung 60 mg Pseuodoefedrin HCl dan 2,5
mg Triprolidine HCl
Pseuodoefedrin HCl (Brayfield, 2014)
Dosis lazim sekali pakai = 60 mg (setara dengan kandungan pseudoefedrin
pada 1 tablet tremenza)
Dosis maksimum sehari pakai = 240 mg (setara dengan kandungan
pseudoefedrin pada 4 tablet tremenza)
d. Salbutamol
Dosis Maksimum (DM) (1–24 bulan) (Brayfield, 2014):
sekali pakai = 2 mg
sehari pakai = 8 mg
3
% DM sehari pakai = × 100 % = 37,5 % ( tidak melampaui DM)
8
f. Longatin®
Kandungan dari longatin® adalah noscapine
Dosis Maksimum (DM) (Brayfield, 2014):
sekali pakai = 50 mg
sehari pakai = 150 mg
39
g. Sanprima®
Tiap tablet sanprima® megandung 80 mg trimethoprim dan 400 mg
sulfametoksazol
Dosis Lazim (DL) 6 bulan – 6 tahun (Brayfield, 2014):
sekali pakai = 240 mg
sehari pakai = 480 mg
atas (Acute Upper Respiratory Tract Infection). Infeksi saluran pernapasan atas
yang akut dapat mempengaruhi hidung, tenggorokan, saluran udara dan sinus.
Infeksi saluran pernapasan atas umumnya disebabkan oleh bermacam jenis virus
dan bakteri. Anak-anak sangat rentan terhadap penyakit ini khusunya mereka yang
berusia di bawah lima tahun. Gejala-gejala yang terjadi saat terkena infeksi saluran
pernapasan akut adalah hidung tersumbat atau berair, batuk, sakit tenggorokan
biasanya terjadi peradangan, demam, dan nafsu makan berkurang. Gejala-gejala
pada infeksi saluran pernapasan akut bagian atas biasanya bersifat ringan dan akan
mulai membaik selama beberapa hari. Infeksi saluran pernapasan atas akut
meliputi pilek, sinusitis akut, faringitis akut, laringotrakeobronkitis akut,
epiglotitis akut, rinosinusitis akut dan otitis media akut (OMA) (Hao, et al. 2015;
St George’s Hospital, 2022).
Pada resep yang diberikan kepada pasien terdapat 2 R/. R/ yang pertama
merupakan resep racikan yang mengandung eritromisin, triprolidine HCl,
pseudoefedrin HCl, ambroxol, salbutamol, triamcinolon, noscapine, trimetoprim,
dan sulfametoksasol. Resep racikan ini dibuat dalam bentuk puyer sebanyak 15
bungkus dengan aturan pakai 3 kali sehari sebanyak 1 bungkus. Resep racikan ini
diberikan untuk pengobatan batuk, flu, radang tenggorokan, gangguan pernapasan
dan infkesi bakteri. R/ yang kedua merupakan resep non racikan yaitu Sanmol®
drops yang mengandung paracetamol untuk pengobatan demam pada pasien.
Pasien diberi 2 jenis antibiotik yakni Erysanbe® tablet kunyah yang
mengandung eritromisin dan Sanprima® yakni kombinasi antara sulfametoksazol
dan trimetorpim. Eritromisin adalah antibiotik yang digunakan pada pengobatan
infeksi saluran pernapasan. Eritromisin merupakan golongan makrolida yang
bersifat bakteriosid dengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein melalui
pengikatan pada subunit 50S ribosom di dekat peptidiltransferase. Eitromisin
merupakan pilihan pengobatan bagi pasien infkesi saluran pernapasan yang
memiliki riwayat alergi dengan antibiotik penisilin (Katzung, 2018). Antibiotik
kedua yakni kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim. Sulfametoksazol akan
mengganggu sintesis dari asam nukleat dalam mikroba dengan cara menghalangi
konversi asam p-aminobenzoat menjadi koenzim asam dihidrofolat. Trimethoprim
42
Ambroxol bekerja dengan cara mengurangi viskositas lendir dari sekresi saluran
napas sehingga memudahkan membuangnya dengan cara meludah (Brayfield,
2014). Pemberian ambroxol pada pasien akan mengatasi produksi dahak berlebih
yang dialami oleh pasien. Pemberian ambroxol untuk pasien sudah tepat indikasi
dan juga tepat dosis sesuai perhitungan dosis ambroxol untuk pasien.
Salbutamol merupakan obat golongan beta adrenergik agonis yang
digunakan sebagai agen bronkodilator. Salbutamol akan bekerja dengan cara
melemaskan otot-otot di bagian bronkus atau sekitar saluran pernapasan yang
menyempit. Hal ini akan menyebabkan udara dapat mengalir lancar ke dalam
paru-paru (Brayfield, 2014). Pemberian salbutamol pada pasien akan meringankan
gangguan pernapasan yang dialami oleh pasien akibat infeksi saluran pernapasan
atas. Pemberian salbutamol untuk pasien sudah tepat indikasi dan juga tepat dosis
sesuai perhitungan dosis salbutamol untuk pasien.
Sinocort® tablet mengandung triamcinolone yang digunakan untuk
meredakan peradangan tenggorokan pada pasien. Triamcinolone merupakan
golongan kortikosteroid dan bekerja dengan masuk ke dalam sel dan berikatan
dengan reseptor sitosol yang mengangkut steroid ke dalam nukleus. Kompleks
(ikatan) steroid-reseptor mengubah ekspresi gen dengan mengikat elemen respon
glukokortikoid atau elemen spesifik mineralokortikoid (Brayfield, 2014).
Berdasarkan perhitungan dosis, dosis Sinocort® yang berikan melampaui dosis
maksimum sehari pakai untuk pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penurunan
dosis agar tidak menimbulkan efek toksik.
Longatin® mengandung noscapine yang merupakan obat untuk menekan
batuk. Obat ini bekerja pada refleks batuk di sistem saraf pusat atau perifer atau
kombinasi keduanya. Mekanisme kerja untuk sistem saraf pusat akan
meningkatkan ambang batas pusat batuk di otak terhadap rangsangan yang masuk
sedangkan yang bekerja di sistem saraf perifer akan mengurangi sensitivitas
reseptor di saluran pernapasan (Brayfield, 2014). Berdasarkan perhitungan, dosis
Longatin® yang diberikan untuk pasien melampaui dosis maksimum baik sekali
pakai maupun sehari pakai. Untuk itu, perlu dilakukan penurunan dosis agar tidak
terjadi efek toksik.
44
c. Farmakologi
Noscapine merupakan obat untuk menekan batuk. Obat ini bekerja pada refleks
batuk di sistem saraf pusat atau perifer atau kombinasi keduanya. Mekanisme
kerja untuk sistem saraf pusat akan meningkatkan ambang batas pusat batuk di
otak terhadap rangsangan yang masuk sedangkan yang bekerja di sistem saraf
perifer akan mengurangi sensitivitas reseptor di saluran pernapasan.
d. Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan batuk
e. Kontra indikasi
Hipersensitivitas tidak boleh diberikan kepada pasien yang berisiko terjadi
gagal napas
f. Efek samping
Pusing dan gangguan pencernaan
g. Peringatan dan penandaan
Jangan konsumsi bersamaan dengan alkohol atau obat antidepressan.
h. Interaksi
Jika digunakan bersamaan dengan warfarin maka akan meningkatkan aktivitas
antikoagulan dari warfarin
i. Dosis dan aturan pakai
Diberikan dalam dosis oral hingga 50 mg tiga kali kali sehari.
III.3.7 Sanprima® (Brayfield, 2014)
a. Komposisi dan kekuatan sediaan
Tiap tablet Sanprima® mengandung
Trimetoprim 80 mg
Sulfametoksazol 400 mg
b. Nama generik dan nama dagang
Cotrimoxazole (generik), Bactrim®, Erphatrim®
c. Farmakologi
Sulfametoksazol akan mengganggu sintesis dari asam nukleat dalam mikroba
dengan cara menghalangi konversi asam p-aminobenzoat menjadi koenzim
asam dihidrofolat. Trimethoprim adalah inhibitor reduktase dihidrofolat yang
51
f. Efek samping
Gangguan pencernaan (terutama mual dan muntah) dan reaksi alergi pada kulit
seperi gatal
g. Peringatan dan penandaan
Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan hati ringan
h. Interaksi
Jika diberikan bersamaan dengan obat methotrexate akan mengakibatkan
terjadinya anemia megaloblastik. Jika diberikan bersamaan dengan warfarin
akan meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin. Dapat menghambat proses
metabolism dari fenitoin jika diberikan secara bersamaan.
i. Dosis dan aturan pakai
Untuk pemakaian secara oral diberikan dalam dosis 960 mg (trimetoprim 160
mg dan sulfametoksazol 800 mg) dua kali sehari
III.3.8 Sanmol® Drops (Brayfield, 2014)
a. Komposisi dan kekuatan sediaan
Tiap 0,6 ml Sanmol® Drops mengandung 60 mg paracetamol
b. Nama generik
Paracetamol
c. Farmakologi
52
Memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin di jaringan dan sistem saraf pusat.
Menghambat COX-1 dan COX-2, dengan mekanisme penghambatan yang
lemah. Paracetamol tidak memiliki efek antiinflamasi yang signifikan.
d. Indikasi
Parasetamol memiliki altivitas analgesic, antipiretik dan anti-inflamasi. Obat
ini berguna untuk mengatasi nyeri sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri
postpartum.
e. Kontra indikasi
Dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat,
hipersensitivitas.
f. Efek samping
Hepatotoksisitas, Ruam dan reaksi hipersensitivitas lainnya kadang-kadang
terjadi.
g. Peringatan dan penandaan
Parasetamol harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau hati.
h. Interaksi
Risiko toksisitas parasetamol dapat meningkat pada pasien menerima obat lain
yang berpotensi mengakibatkan hepatotoksik Penyerapan parasetamol dapat
dipercepat oleh obat-obatan seperti metoklopramid. Ekskresi akan terpengaruh
dan konsentrasi dalam plasma akan berubah ketika diberikan dengan
probenesid. Colestyrantine mengurangi penyerapan parasetamol jika diberikan
dalam waktu 1 jam setelah pemberianparasetamol.
i. Dosis dan aturan pakai
Untuk pemakaian oral dapat diberikan Untuk pemakaian oral, dapat diberikan
dosis 0,5 hingga 1 g setiap 6 jam (maksimal 4 g) setiap hari.
III.4 Penyiapan Obat
III.4.1 Resep Racikaan
1. Perhitungan bahan
53
Pada resep pertama yaitu resep racikan puyer dibuat sebanyak 15 bungkus,
perhitungan bahannya sebagai berikut:
Tabel 2. Perhitungan bahan resep racikan
Dosis resep per Kekuatan
Nama Obat Jumlah tablet
puyer sediaan
Erysanbe® Tablet Kunyah 100 mg 200 mg (15 x 100) : 200 = 7,5
Tremenza® 1/8 tablet 62,5 mg 15 x 1/8 = 1,875 ≈ 1,5
2. Peracikan obat
Setelah semua bahan telah dihitung, selanjutnya dilakukan peracikan obat
dengan langkah – langkah sebagai berikut:
a. Disiapkan semua alat dan bahan.
b. Disiapkan obat sesuai dengan perhitungan bahan.
c. Dimasukkan Erysanbe® Tablet Kunyah, Tremenza®, Ambroxol, Salbutamol,
Sinocort®, Longatin®, dan Sanprima® sesuai perhitungan ke dalam blender,
kemudian diblender hingga halus dan homogen.
d. Setetelah serbuk homogen, dituang campuran serbuk di atas kertas perkamen.
e. Serbuk kemudian dibagi rata ke dalam 15 bungkus.
f. Serbuk puyer dikemas, kemudian dimasukkan ke dalam sak obat dan diberi
etiket berwarna putih dengan aturan pakai 3 kali sehari 1 bungkus sesudah
makan.
III.4.2 Resep Non-racikan
Obat non racikan dalam resep yaitu Sanmol® drops sebanyak 1 botol.
Diambil Sanmol® drops sebanyak 1 botol, kemudian dimasukkan ke dalam sak
obat dan diberi etiket berwarna putih dengan aturan pakai 3 kali sehari 1 ml
sesudah makan.
54
Gambar 15. Etiket resep racikan Gambar 16. Etiket Sanmol® Drops
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan resep yang telah dikaji, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan skrining administratif, terdapat kekurangan kelengkapan resep
seperti nomor telepon dokter, bobot badan pasien, jenis kelamin pasien,
nomor telepon pasien dan alamat pasien.
2. Berdasarkan pertimbangan klinis, terapat beberapa obat yang melampaui
dosis maksimum, sperti Erysanbe® Tablet Kunyah, Tremenza®, Sinocort®, dan
Longatin®.
3. Pada resep, terdapat pencampuran obat kausatif yang diracik bersamaan
dengan obat simptomatik.
IV.2 Saran
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek, seorang apoteker
sebaiknya meningkatkan ketelititian dalam melakukan skrining resep meliputi
kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis saat
melayani resep. Seorang apoteker juga sebaiknya memberikan pelayanan
konseling serta edukasi terkait obat yang diberikan kepada pasien agar dapat
meningkatkan ketepatan serta kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat serta
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek. Selain itu, dokter penulis
resep sebaiknya memperhatikan kelengkapan administratif resep, dan
mempertimbangkan aspek klinis dalam peresepan obat.
58
59
DAFTAR PUSTAKA
Dina, T. A., & Sukohar, A. 2014. Rational Drug Prescription Writing. Jurnal
Kedokteran, 4(7), 1-30.
Greenwood, D., Finch, R., Davey, P., Wilcox, M., 2007. Handbook of
Antimicrobial Chemotheraphy, 5th edition. Oxford: Oxford University
Press.
Hao, Q., Dong, B. R., & Wu, T. 2015. Probiotics for Preventing Acute Upper
Respiratory Tract Infections. Cochrane database of systematic reviews.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional. Jakarta.
60
Seifart, C., Clostermann, U., Seifart, U., Müller, B., Vogelmeier, C., von Wichert,
P., & Fehrenbach, H. 2005. Cell-Specific Modulation of Surfactant Proteins
by Ambroxol Treatment. Toxicology and Applied Pharmacology, 203(1),
27-35.
Zeind, C. S., & Carvalho, M. G. 2018. Applied Therapeutics: The Clinical Use of
Drugs. Wolters Kluwer.
61
LAMPIRAN
Nama Apoteker
No.SIPA
*Coret yang tidak perlu
Cat:
- Satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis Narkotika
- Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Rangkap
62
63
Nama Apoteker
No.SIPA
*Coret yang tidak perlu
Cat:
Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap
64
Apoteker
66
Lampiran 5. Contoh laporan penggunaan Morphin, Pethidin, dan derivatnya (PerMenKes, No. 3, 2015)
(...........................................)
No. SIPA
67
Lampiran 6. Contoh laporan penggunaan sediaan jadi psikotropika (PerMenKes, No. 73, 2016)
Apoteker
68
Lampiran 7. Contoh laporan penggunaan sediaan mengandung prekursor (PerMenKes, No. 3, 2015)
Pengeluaran
Nama Persediaan Jumlah Untuk Persediaan
Pemasukan
No Bahan Satuan Awal Keseluruhan Akhir Ket.
Lain Jumlah
Sediaan Bulan (4+7) Pembuatan (8-11)
Tgl Dari Jumlah -lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Makassar,……………… 20…….
Apoteker Pengelola Apotek
(...........................................)
No. SIPA
69