PELAYANAN RESEP
DI APOTEK INGGIT FARMA
GELOMBANG I
PERIODE 03 – 29 OKTOBER 2022
SUHARMADINAH SUWAKBUR
N014221015
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK INGGIT FARMA
GELOMBANG I
PERIODE 03 – 29 OKTOBER 2022
SUHARMADINAH SUWAKBUR
N014221015
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator PKPA Farmasi Pembimbing PKPA Farmasi
Perapotekan Program Studi Profesi Perapotekan Program Studi Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. apt. Hj. Latifah Rahman, DESS. Yayu Mulsiani Evary, S.Si., M.Pharm.Sci., Apt.
NIP. 19570615 198403 2 002 NIP. 19850417 201504 2 001
Makassar, 2022
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
iii
Tidak lupa penulis ucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada
ayahanda H.Supardi dan ibunda Hj.Hasnah W yang begitu banyak memberikan
kasih sayang dan motivasi serta pengorbanan yang besar baik moril maupun
materil, saudara penulis, serta teman-teman seperjuangan PKPA penulis.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa
laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan. Besar harapan kiranya laporan ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Farmasi. Amin
Ya Rabbal Alamin.
Suharmadinah Suwakbur
iv
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Tujuan Pelayanan Resep 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
II.1 Definisi Apotek 3
II.2 Tujuan Apotek 3
II.3 Legalitas Pendirian Apotek 3
II.4 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 5
II.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) 6
II.6 Pelayanan Farmasi Klinik 11
II.7 Penggolongan Obat 17
II.7.1 Berdasarkan Permenkes No 917 tahun 1993 17
II.7.2 Berdasarkan Permenkes No 3 tahun 2015 26
II.7.3 Golongan Obat Tradisional 27
BAB III PELAYANAN RESEP DI APOTEK 31
III.1 Contoh Resep 31
III.2 Skrining Resep 31
III.2.1 Skrining Adminstratif 32
III.2.2 Skrining Farmasetik 33
III.2.3 Skrining Klinis 34
III.2.4 Pertimbangan Klinis 36
v
III.3 Uraian Obat 38
III.4 Penyiapan Obat 44
III.4.1 Obat Racikan 44
III.4.2 Obat non-racikan 44
III.5 Etiket dan Copy Resep 45
III.6 Penyerahan Obat 47
BAB IV PENUTUP 52
IV.1 Kesimpulan 52
IV.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN 56
vi
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Kelengkapan Administratif Resep 32
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Penandaan Golongan Obat Bebas 17
2. Penandaan Golongan Obat Bebas Terbatas 18
3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas 18
4. Penandaan Golongan Obat Keras 19
5. Penandaan Golongan Obat Narkotika 23
6. Penandaan Jamu 28
7. Penandaan Obat Herbal Terstandar 28
8. Penandaan Fitofarmaka 28
9. Contoh Resep 31
10. Etiket Resep Racikan 45
11. Etiket Resep Non Racikan 45
12. Copy Resep 47
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Form Surat Pesanan Narkotika 56
2. Form Surat Pesanan Psikotropika 56
3. Form Surat Pesanan Prekursor 57
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
30
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
2. Pelayanan farmasi klinik
II.1.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan, dan pelaporan (PerMenKes RI, No. 73, 2016).
a. Perencanaan
Pada proses perencanaan ini, perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (PerMenKes,
No. 73, 2016).
Tujuan perencanaan: (JukNis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
2019)
Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP yang mendekati kebutuhan
meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
secara rasional
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih
efisiensi biaya
memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan
biaya distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
Proses Perencanaan: (JukNis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
2019)
Persiapan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun rencana
kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP:
30
dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan), menyimpan
resep pada tempatnya, dan apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebas terbatas yang sesuai.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
obat termasuk obat yang tercantum dalam resep, obat bebas dan obat bebas
terbatas serta herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
kontraindikasi, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia
dari obat dan lain- lain yang menunjang keamanan, kualitas, dan efikasi obat.
Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi menjawab pertanyaan
baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan), memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi, melakukan penelitian penggunaan obat,
membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah, dan melakukan
program jaminan mutu.
Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Adapun hal-hal yang
harus diperhatikan dokumentasi pelayanan informasi obat:
Topik pertanyaan
Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan
Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
30
Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium
Uraian pertanyaan
Jawaban pertanyaan
Referensi
Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data apoteker
yang memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien harus
didokumentasikan
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan
sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Tahap kegiatan konseling,
yaitu:
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:
Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima terapi obat tersebut?
Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter. Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi
berwarna hitam, dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. Obat ini
hanya boleh dijual di apotik dan harus dengan resep dokter pada saat membelinya
(BPOM, 2020).
Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam: (BPOM, 2020).
1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/ MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat
Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
Contoh: Bromhexin, Levonorgestrel, Salbutamol
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/ Menkes / Per / X / 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No.2
Contoh: Dexametason, Omeprazol, Sukralfat
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No.3
Contoh: Famotidin, Cetirizin, Allopurinol
b. Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah zat/ bahan baku atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku (PerMenkes RI, No.3, 2015).
Menurut PerMenkes No. 2 tahun 2021 tentang Penetapan dan
Perubahan Psikotropika:
1. Psikotropika golongan I adalah psikotopika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan,
contohnya antara lain : Deskloroketamin, Flubromazolam, Flualprazolam
2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya antara lain: Amineptina, Metilfenidat, Sekobarbital,
Etizolam, Diclazepam
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya antara lain penthobarbital, amobarbital dan
Flunitrazepam
30
4. Obat Narkotika
Berdasarkan PerMenKes No. 3 tahun 2015, narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi
sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
3. Fitofarmaka
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan
uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
herbal di sarana pelayanan kesehatan (BPOM RI, 2015).
29
32
B. Obat non-racikan
1. Ciprofloxacin ()
Dosis lazim (sehari) : 500 mg 2 kali sehari
Dosis maksimum : 1000 mg perhari
Dosis yang diterima pasien
Dosis sekali : 500 mg
Dosis sehari : 500 mg x 2 = 1000 mg
R/ Ciprofloxacin 50 mg No.IV
S 2 dd 1
det
R/ Paracetamol 300 mg
Natrium Diclofenac 25 mg
m.f pulc da in caps No. IV
S 2 dd 1
det
R/ Vit. B Comp No. II
S 1 dd 1
det
PCC
2. Obat racikan kapsul diindikasikan untuk anti nyeri diminum 2 kali sehari 1
kapsul setelah makan.
3. Ciprofloxacin® diindikasikan untuk pengobatan antibakteri diminum 2 kali
sehari setelah makan.
4. Vitamin B Complex® diindikasikan sebagai suplementasi atau vitamin untuk
memenuhi kebutuhan vitamin B dalam tubuh diminum 1 kali sehari setelah
makan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan resep yang telah dikaji sebelumnya, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan obat dan dosis yang diresepkan, pasien diduga mengalami
nyeri
2. Berdasarkan skrining administratif yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
pada resep tersebut tidak memiliki beberapa data pasien seperti bobot badan,
jenis serta adanya ketidak lengkapan dari data dokter berupa nomor SIP
dokter. Apoteker sangat perlu untuk menanyakan kembali kepada orang tua
atau wali pasien mengenai data pasien pada saat resep ditebus.
3. Berdasarkan skrining farmasetik, bentuk sediaan kapsul yang diberikan
kepada pasien kurang tepat meskipun tidak terdapat inkompatibilitas pada
obat racikan. Karna natrium diclofenac merupakan obat tablet salut yang
tidak untuk digerus
4. Berdasarkan pertimbangan klinis, adanya dosis obat yang kurang tepat serta
lama penggunaan obat yang tidak sesuai.
4.2 Saran
Diharapkan bagi seorang tenaga kefarmasian untuk memeriksa secara teliti
kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, pemberian konseling dan
edukasi pada saat melayani resep. Serta melakukan komunikasi antara apoteker
dengan dokter terkait pemberian obat agar pasien mendapatkan obat yang aman
sesuai dengan dosis terapi sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Aberg J.A., Lacy C., Amstrong L., G. M. 2009. Drug Information Handbook,
17th Edition. In American Pharmacists Association.
Ari Estuningtyas., Azalia Arif. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan Terapi.
Edisi V. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal 517-41
Anonim. 2012. Informasi Ipesialite Obat Indoneisa (ISO). Isfi Penerbit. Jakarta.
Vol. 48
Badan Pengawa Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. BPOM
Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2019. Peraturan BPOM
Nomor 32 Tahun 2019 Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat
Tradisional. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2020. Pusat Informasi
Obat Nasional. www.pionas.pom.go.id diakses tanggal 19 Oktober 2021
Dipiro, J. T., Yee, G. C., Posey, L. M., Haines, S. T., Nolin, T. D., & Ellingrod,
V. 2020. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. Depkes RI. Jakarta.
53
54
Katzung, Bertram G. 2004. Histamine, serotonin, & the ergot alkaloids. In:
Katzung, Bertram G., ed. Basic & clinical pharmacology. 9th edition.
Singapore. The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 270.
Katzung, B.G., Hall, M.K., dan Trevor, A.J. 2019. Katzung 2019’s and
Trevors’s Pharmacology Examination and Board Review 12th Ed. New
York: McGraw Hill Education.
Linnisaa, U.H. dan Wati, S.E. 2014. Rasionalitas Peresepan Obat Batuk
Ekspektoran dan Antitusif di Apotek Jati Medika Periode Oktober-
Desember 2012. Indonesia Journal on Medical Science (IJMS).
MIMS. 2021. MIMS drug Research. Diakses pada Tanggal 19 Oktober 2021.
Makassar
Munawaroh, S., Munasir, Z., Bramantyo, B., & Pudjiadi, A. 2008. Insidens dan
Karakteristik Otitis Media Efusi pada Rinitis Alergi Anak. 10(3), 212–
218.
Palmer RB, Reynolds KM, Banner W, et al. Adverse events associated with
diphenhydramine in children, 2008–2015. Clin Toxicol.
Scadding, G. K. Ã., Durham, S. R., Mirakian, R., Jones, N. S., Leech, S. C.,
Farooque, S., & Dixon, T. A. 2008. Guidelines for the management of
allergic and non-allergic rhinitis. Clinical and Experimental Allergy,
38(1), 19–42.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale 36th The Complete Drug Reference. London:
The Pharmaceutical Press.
Sweetman, S.C. 2014. Martindale 38th The Complete Drug Reference. London:
The Pharmaceutical Press
Yuni Tiara. 2014. Koloni bakteri yang ditemukan pada pasien Rhinitis alergi
melalui swab mukosa nasal. Jakarta. EGC Medical Publisher.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Form Surat Pesanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Keras, dan Obat
Wajib Apotek
56
57