Laporan PKPA Apotek
Laporan PKPA Apotek
FARMASI PERAPOTEKAN
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA PETTARANI
GELOMBANG I
PERIODE 01 SEPTEMBER – 30 SEPTEMBER 2021
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA PETTARANI
GELOMBANG I
PERIODE 01 SEPTEMBER – 30 SEPTEMBER 2021
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator PKPA Farmasi Pembimbing PKPA Farmasi
Perapotekan Perapotekan
Program Studi Profesi Apoteker Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Perapotekan di Apotek Kimia Farma Pettarani
Makassar, dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi pada Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada kedua orang tua
dan saudara yang senantiasa memberi dukungan kepada penulis, serta kepada
apoteker penanggung jawab apotek, seluruh asisten apoteker dan pegawai Apotek
Kimia Farma Pettarani yang telah membantu penulis selama melaksanakan PKPA
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan sehingga laporan ini jauh
dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Makassar, 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1
penggunaannya. Dampak negatif ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek
samping dan biaya yang mahal) maupun oleh populasi yang lebih luas (resistensi
kuman terhadap antibiotika tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan secara
umum (PerMenKes, No.51, 2009).
Untuk mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan
beberapa upaya perbaikan, baik di tingkat pembuat resep, penyerah obat, dan
pasien/masyarakat, hingga sistem kebijakan obat nasional. Masih kurang
tertatanya sistem informasi pengobatan ke pasien menjadi salah satu masalah
dalam proses terapi (PerMenKes, No.51, 2009).
Berdasarkan hal tersebut, laporan pelayanan resep disusun untuk
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan
program studi profesi apoteker. Praktik kerja profesi apoteker (PKPA) yang
dilakukan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan mahasiswa profesi
apoteker dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh terutama
pelayanan kefarmasian serta melaksanakan perannya dalam menjalankan tugas
sebagai pusat informasi obat sehingga mampu berkompeten.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelayanan resep adalah memberikan kesempatan kepada calon
apoteker agar dapat :
1. Mengetahui tahapan-tahapan atau alur dalam pelayanan resep
2. Meningkatkan keterampilan dan sikap dalam pelayanan resep di apotek
mulai dari penerimaan resep hingga penyerahan obat kepada pasien
3. Mengetahui cara berkomunikasi yang baik kepada pasien dalam hal yang
berkaitan dengan obat sehingga dapat dimengerti oleh pasien
4. Mampu mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
berkaitan dengan resep untuk meminimalkan terjadinya medication error
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
II.2 Apoteker
II.2.1 Definisi Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker (PERMENKES, 2016). Apoteker
pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek
(SIA). Apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan yang sudah
ditentukan:
1. Persyaratan administrasi:
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi.
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku.
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
3
4
4
5
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana
(PERMENKES, 2016).
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). (PERMENKES,
2016).
Standar pelayanan kefarmasian menurut permenkes no.73 tahun 2016
mempunyai 4 parameter:
A. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai undang-undang yang berlaku meliputi:
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan maka pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus melalui
jalur resmi.
3. Penerimaan
Untuk menjamin kesesuaian maka kegiatan penerimaan harus
memperhatikan kesesuaian yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik kecuali
jika harus dipindahkan ke wadah lain maka wadah baru harus
memuat informasi obat.
b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi sesuai.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
5
6
6
7
7
8
8
9
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam. Contoh obat bebas terbatas yaitu Antimo®, Combantrin®, dan
Rohto®.
9
10
10
11
11
12
12
13
II.1.5.2 Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU RI No. 35, 2009).
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
g. Lysergic Acid
h. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-Propanone
i. Norephedrine
j. 1-Phenyl-2-Propanone
k. Piperonal
l. Potassium Permanganat
m. Pseudoephedrine
n. Safrole
2. Prekursor tabel 2, meliputi
a. Acetone
b. Anthranilic Acid
c. Ethyl Ether
d. Hydrochloric Acid
e. Methyl Ethyl Ketone
f. Phenylacetic Acid
g. Piperidine
h. Sulphuric Acid
i. Toluene
II.1.7 Obat Herbal
Obat herbal atau obat bahan alam Indonesia merupakan obat bahan alam
yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat herbal dikelompokkan menjadi
3 (tiga) yaitu (KepKBPOM No. HK 00.05.4.2411, 2004) :
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Contoh obat jamu yaitu
Tolak Angin® dan Laxing® (PerBPOM No. 32, 2019).
Logo jamu dibuat dengan memenuhi beberapa ketentuan seperti :
18
19
19
20
dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna
lain yang mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR”
20
BAB III
PELAYANAN RESEPDI APOTEK
III.1 Resep
Tn R.
Gambar 9. Resep
32
33
R/
1 - Krim
Bentuk Sediaan
R/
2 - Serbuk
R/ 1 - Untuk pemakaian luar
Aturan Pakai
R/ 2 - 3 kali sehari 1
Nama Pasien - An. A
Jenis Kelamin - Tidak Tercantum
Signatura
Umur Pasien - 2 tahun
Berat Badan - Tidak Tercantum
Alamat Pasien - Tidak Tercantum
No. Telp Pasien - Tercantum
Subscriptio Paraf Dokter - Tercantum
III.2.2.2 Stabilitas
pulveres.
R/ Gentamicin No.I
S. u. e
R/ Amoxicillin No.IV
CTM No.III
Dexamethason No.III
M. f. pulv. No.X
S. 3 d d I
3. Mekanisme Kerja
Aminoglikosida diambil ke dalam sel bakteri sensitif melalui proses transpor
aktif yang dihambat dalam lingkungan anaerobik, asam, atau hiperosmolar. Di
dalam sel mereka mengikat 30S, dan sampai batas tertentu ke 50S, subunit
ribosom bakteri, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan
dalam transkripsi kode genetik. Cara terjadinya kematian sel belum
sepenuhnya dipahami, dan mekanisme lain mungkin berkontribusi, termasuk
efek pada permeabilitas membrane.
4. Indikasi
Infeksi kulit
5. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap gentamisin dan aminoglikosida lainnya myasthenia
gravis, membran timpani berlubang (otic)
6. Efek Samping
Hipersensitivitas, nefrotoksisitas, blokade neuromuskular, paralisis
pernapasan, neurotoksisitas, ototoksisitas; superinfeksi (penggunaan jangka
panjang), gangguan kulit dan jaringan subkutan: Eritema, pruritus (topikal),
ruam
7. Peringatan dan Perhatian
Pasien dengan hipokalsemia, hipokalemia, hipomagnesemia; vertigo, tinnitus,
atau gangguan pendengaran yang sudah ada sebelumnya; riwayat keluarga
ototoksisitas, gangguan ginja, anak-anak, kehamilan dan menyusui
8. Interaksi Obat
Tidak sesuai dengan penisilin, sefalosporin, eritromisin, furosemide, heparin,
natrium bikarbonat
9. Dosis dan Aturan Pakai
Dewasa : Sebagai krim 0,1%: Oleskan dengan lembut ke area yang
dibersihkan 3-4 kali sehari
Anak : Sama seperti dosis dewasa
10. Farmakokinetik
Absorpsi : Kurang diserap dari saluran pencernaan. Cepat diserap (IM).
44
Pasien dengan penurunan produksi urin, riwayat kejang, epilepsi yang diobati
atau gangguan meningeal; leukemia limfatik, individu atopic, gangguan ginjal
dan hati, anak-anak, kehamilan dan menyusui
8. Interaksi Obat
Penurunan sekresi tubulus ginjal mengakibatkan peningkatan dan
pemanjangan konsentrasi serum dengan probenesid, peningkatan risiko reaksi
alergi (misalnya ruam) dengan allopurinol tetrasiklin, kloramfenikol,
makrolida, dan sulfonamid dapat mengganggu efek bakterisida amoksisilin.
Dapat memperpanjang waktu protrombin atau meningkatkan INR bila
digunakan dengan antikoagulan oral (misalnya warfarin, acenocoumarol).
Dapat mengurangi ekskresi dan meningkatkan toksisitas metotreksat. Dapat
mengurangi kemanjuran kontrasepsi oral (misalnya kombinasi
estrogen/progesteron).
9. Dosis dan Aturan Pakai
Dewasa : 250 - 500 mg setiap 8 jam, atau 500 - 875 mg setiap 12 jam
Anak : >3 bulan < 40 kg : 20 - 40 mg/kgBB/hari setiap 8 jam, atau 25-
45mg/kgBB/hari setiap 12 jam
< 3 bulan : dosis maksimum harus 30 mg/kgBB/hari setiap 12
jam.
10. Farmakokinetik
Absorpsi : Cepat dan baik diserap dari saluran pencernaan.
Bioavailabilitas: Sekitar 70% (oral). Waktu untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak: 1-2 jam (oral).
Distribusi : Mudah didistribusikan di kandung empedu, jaringan perut,
paru-paru, hati, prostat, efusi telinga tengah, sekret sinus
maksilaris, kulit, lemak, tulang, jaringan otot, cairan peritoneal
dan sinovial, empedu, nanah; penetrasi yang buruk ke dalam otak
dan CSF (kecuali ketika meningen meradang). Melintasi plasenta
dan memasuki ASI (dalam jumlah kecil). Volume distribusi:
Kira-kira 0,3-0,4 L/kg. Ikatan protein plasma: Sekitar 20%.
46
5. Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik; infeksi sistemik kecuali diobati dengan anti infeksi
spesifik, perforasi membran gendang (otic), pemberian vaksin virus hidup.
6. Efek Samping
Muskuloskeletal, saluran pencernaan, dermatologi, sistem saraf, gangguan
cairan dan elektrolit, endrokrin, metabolic dan reaksi hipersensitifitas
7. Peringatan dan Perhatian
Pasien dengan hipertensi, infark miokard akut, gagal jantung, diabetes
mellitus, penyakit gastrointestinal (misalnya divertikulitis anastomosis usus,
kolitis ulseratif ulkus peptikum aktif atau laten); penyakit mata (misalnya
katarak, glaukoma, riwayat herpes simpleks okular); osteoporosis, riwayat
gangguan kejang, penyakit tiroid, gangguan ginjal dan hati, anak-anak, lansia,
kehamilan dan menyusui, hindari penghentian mendadak atau pengurangan
dosis secara cepat.
8. Interaksi Obat
Penurunan konsentrasi plasma dengan penginduksi CYP3A4 (misalnya
barbiturat, karbamazepin, efedrin, fenitoin, rifabutin, rifampisin). Peningkatan
konsentrasi plasma dengan inhibitor CYP3A4 (misalnya eritromisin,
ketoconazole, ritonavir). Dapat meningkatkan pembersihan ginjal dari
salisilat. Dapat meningkatkan efek hipokalemia diuretik (acetazolamide, loop,
thiazide), injeksi amfoterisin B, kortikosteroid, karbenoksolon, dan agen
penipis K. Dapat meningkatkan efek antikoagulan warfarin.
Berpotensi Fatal: Dapat mengurangi efek terapeutik dari vaksin virus hidup.
9. Dosis dan Aturan Pakai
Dewasa : Awalnya, 0,5-9 mg/hari dalam dosis terbagi. Maks: 1,5 mg/hari
Anak : Awalnya, 0,02-0,3 mg/kg setiap hari dalam 3-4 dosis terbagi
10. Farmakokinetik
49
IV.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengkajian resep yang mencakup skrining
administratif, skrining farmasetik dan skrining klinis, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Secara administratif, resep dianggap tidak lengkap karena ditemukan beberapa
bagian yang tidak tercantum meliputi nama, SIP, alamat, nomor telepon
dokter, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Secara farmasetik, resep telah memenuhi kesesuaian bentuk sediaan obat
untuk pasien berusia 2 tahun yaitu krim dan serbuk pulveres.
3. Secara klinis, peresepan beberapa obat dianggap tidak rasional berkaitan
dengan tidak tepat obat dan tidak tepat dosis. Tidak tepat dosis ditemukan
pada obat amoxicillin dimana dosisnya melebihi dosis lazim. Tidak tepat
pemilihan obat ditemukan pada pemberian gentamicin sebagai antibiotik,
dimana gentamicin diracik bersama dengan obat-obat simptomatik.
IV.2 Saran
Untuk meningkatkan keamanan dan efikasi obat yang diberikan kepada
pasien serta menghindari terjadinya kesalahan dalam pengobatan (medication
error), proses dan alur pelayanan serta pengkajian resep harus dilakukan secara
menyeluruh dan sebaik mungkin.
53
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V. 2009. Beyond-Use Dates and Stability Indicating Assay Methods in
Pharmaceutical Compounding. Secundum Artem; 15(3):1-6.
Anief, 1995. Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook 17th Edition, American Pharmacist Association
DitJen Binfar dan Alkes DepKes RI. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas
dan Bebas Terbatas. Jakarta: DepKes RI.
Garnett, S., Winland-Brown, J., & Porter, B. (2019). Bacterial skin infections. In
L. Dunphy, J. Winland-Brown, B. Porter, & D. Thomas (Eds.), Primary
care: The art and science of advanced practice nursing – an
interprofessional approach (5th ed., pp. 185-199). Philadelphia, PA: F. A.
Davis.
Harlim, Ago. 2019. Buku ajar ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Jakarta: FK UKI.
Katzung, B, G. 2004. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 4 Tahun 2018 tentang
54
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika,
55
55
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 14 Tahun 2019 tentang
Penarikan dan Pemusnahan Obat yang Tidak Memenuhi Standar
dan/atau Persyaratan Keamanan, Khasiat, Mutu dan Label. 2019. Jakarta.
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 Tentang
Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional. 2019. Jakarta,
Wells, Barbara G, DiPiro, Joseph T., Schwinghammer, Terry L., DiPiro, Cecily
V.. 2017. Pharmacotherapy Handbook, Tenth Edition. New York: Mc
Graw Hill Education.
57
LAMPIRAN