Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
Naimah Novianti
46114120126
ABSTRACT
Naimah Novianti
46114120126
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Setiap individu pasti mengalami masa senang dan masa sulit, masa
senang akan menunjukkan ekspresi emosi positif dan masa sulit akan
jarang peristiwa sulit diekspresikan dengan cara sedih, kecewa, marah dan
masa senang dimaknai secara positif seperti bahagia, bersyukur, ikhlas dan
yang tidak dapat dilupakan karena sifatnya yang membekas dalam ingatan.
Reaksi emosi terhadap pengalaman buruk yang aktif akan di proses dalam
prefrontal cortex atau lobus frontal dan disimpan dalam long term memory
retaknya keluarga atau Broken Home. Broken Home adalah suatu kondisi
ataupun tidak harmonis. Kondisi sulit ini tak dipungkiri berdampak signifikan
khusus daerah DKI Jakarta saja telah tercatat sebanyak 10.000 ribu kasus
(Nurilah, 2016). Secara garis besar, Indonesia menurut data statistik KPAI
2011 hingga 2016 menduduki peringkat kedua dengan jumlah kasus 4.294
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2016). Selain itu, fakta lain ditemukan
Meskipun demikian individu yang besar dan tumbuh dari tekanan dan
masalah yang cukup berat, sering kali lebih mampu mengambil jarak diri
diri dan mengambil makna dari pengalaman negatif ia alami (Kross & Ayduk,
tangan, peristiwa sulit yang mungkin dialami individu (e.g korban perceraian
orang tua) perlu adanya refleksi diri secara adaptif (Bahiyah & Savitri, 2018).
Ketika individu telah mampu mengekspresikan atau mengungkapkan
masalah yang ia rasakan ketika ibu tiri KN bersikap baik hanya disaat ada
ayah subjek.
KN.3.3.1)
Ketika pusat perhatian terfokus pada diri sendiri, seseorang akan larut
mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi (Kross & Ayduk, 2017).
secara internalisasi dan mengolah setiap kata demi kata menjadi kalimat
dalam pikirannya. Dalam dunia psikologi ini disebut Inner Speech yang
aktivitas berbicara sendiri dalam pikiran dan tanpa suara (silence). Dialog
dirinya sendiri tentang apa yang ia pikirkan dan rasakan (Morin, 2012).
Sebagai contoh dalam peristiwa sulit yang dialami oleh KN, subjek
KN.3.3.2; KN.3.3.3).
yang sulit terlupakan karena sifatnya yang terus berulang setiap hari. Sehingga
intensitas dari setiap potongan puzzle pengalaman itu otomatis terekam dan
Refleksi diri merupakan ciri khas dalam diri manusia dan berfungsi
memaknai dari setiap kejadian yang ia alami. Refleksi diri adalah proses
untuk fokus pada suatu hal seperti pengalaman, pikiran dan perasaan. Refleksi
diri yang adaptif akan menghasilkan penyelesaian konflik batin yang dialami
depresi, cemas, dan psikopatologi lainnya yang disebut ruminasi saat manusia
melakukan dialog dalam pikirkannya dan berusaha mencari jalan keluar dari
peristiwa sulit yang sedang dihadapinya. Gillespie (dalam Bahiyah & Savitri,
insight atau menemukan AHA moment. Namun, proses otak di saat inilah
menghindarinya (flight), atau justru melawan (fight) (Seng & Group, 2018).
diri. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa Inner Speech dapat
manfaat untuk regulasi diri atau Self-regulation (Morin & Uttl, 2013).
teori terkait diri dan pikiran yang terus dikembangkan oleh peneliti-peneliti
terkait dialog internal dalam proses kognitif individu yang mengalami broken
home. Sehingga, hal ini membuka peluang untuk peneliti mengkaji lebih
dalam.
broken home. Selain itu, peristiwa sulit yang subjek ceritakan melalui media
teks atau tulisan selama 4 hari berturut-turut pada studi awal penelitian
broken home ?”
dialog.
1.4. Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
yang terjadi pada manusia secara implisit di dalam dirinya membentuk sebuah
internal yaitu, suatu “percakapan” yang terjadi antara dua kognitif berbeda
dalam diri, namun fungsinya tidak terpisahkan sebagai yang pertama atau
tanpa suara yang memiliki peran dalam proses mengelola informasi secara
(Solokov, 1972).
dengan diri sendiri demi mencapai kesadaran diri dan mengolah informasi
internal sebagai solusi untuk merepresentasikan masalah yang sering kali di-
repress dan diabaikan oleh klien (Goldstein & Kenen, 1988). Lebih lanjut,
dialog internal sangat berpotensi sebagai proses melihat diri “self” yang lain
sangat berkaitan erat dengan dialog internal yang dilakukan individu, maka
manusia secara pribadi dapat membentuk dua pemikiran yang berbeda, hal
ini disebut dengan Inner speech yaitu, suatu aktivitas percakapan batin
atau ekspresi yang dimunculkan hanya dalam pikiran secara sadar pada diri
Speech juga digambarkan sebagai situasi yang terjadi dalam pikiran segera
(Jun, 2018). Selain itu, Morin (2012) percaya bahwa ketika manusia
adanya fenomena dialog internal dalam diri yang terjadi secara laten dan
A. Regulasi Diri
akan memberikan dampak positif ketika kita berada pada situasi baru,
diri sendiri (e.g., memahami teori, peristiwa yang terjadi). Dalam hal
meregulasi diri, kesadaran diri dan berpikir kritis. Dari ketiga hal ini,
mengamati diri sendiri dari sudut pandang orang lain dalam menilai dirinya,
sehingga refleksi diri saling berkaitan dengan proses pencerminan diri (Barkai
diri adalah kemampuan kognitif individu untuk fokus pada diri sebagai objek
memahami diri dengan fokus pada pengalaman dan perasaan negatif yang
Maka kesimpulan yang dapat peneliti tarik bahwa refleksi diri adalah
kesadaran diri yang dialami menginjak usia remaja (Barkai & Rappaport,
Potensi negatif ini perlu untuk dicegah, agar tidak menjadi ruminasi
menggunakan perspektif individu dan perspektif yang lain yang ada dalam diri
tekadang individu bisa saja larut ataupun berjarak dengan dirinya untuk
mendapatkan perspektif lain. Selain itu aktivitas refleksi diri berkaitan dengan
A. Self Distancing
lain. Jarak diri memberikan peluang untuk diri sendiri melihat dan
B. Self-Immersed
muncul sikap untuk menjadi lebih larut dan masuk ke dalam peristiwa
immersed atau larut pada diri sendiri, larut dengan peristiwa yang
detail situasi dan emosi yang ia alami (e.g., apakah aku tak pantas
Kross, 2010b).
dilakukan oleh broca area atau left inferior frontal gyrus tidak akan
Ayduk, 2017).
Secara singkat, kerangka konseptual dari teori Kross & Ayduk (2017), peneliti
1. Reaksi Emosi
2. Konten Pikiran
3. Penghindaran
keingintahuan epistemis
dalam diri
Ruminasi Tenggelam dalam
membentuk persepsi
mengekspresikan persepsi
penyelesaian, realisasi
berbeda tentang
pengalamannya.
Penghindaran Mengabaikan Mencoba menekan
membuatnya merasakan
yang dialami secara sadar dan menjadikan menulis sebagai mediasi untuk
(Smyth, True, & Souto, 2001). Namun, mengekspresikan pikiran dan perasaan
saja dirasa masih kurang, untuk itu dibutuhkan struktur narasi untuk menulis
ekspresif. Selain itu, membuat cerita dalam bentuk narasi dapat membentuk
kognisi seseorang dan secara tidak langsung individu telah melakukan regulasi
diri dengan story making yang mereka buat (Graybeal, Sexton, & Pennebaker,
2002).
diri yang menjadi landasan untuk bertindak, sama seperti ketika melakukan Inner
speech writing atau menulis dengan berdialog dalam pikiran secara internal
(Moffett, 1982; Perrone-Bertolotti et al., 2014). Ketika hal ini terjadi seseorang
kejadian atau daftar belanjaan apa yang ingin dibelinya (Morin, 1995; 2017).
mental dan fisik. Emotional writing yang terjadi pada individu memperlihatkan
otak dan diproses setiap kata per kata hingga dapat membentuk suatu kalimat
disaat seseorang akan menuliskan suatu peristiwa negatif yang ia hadapi, ketika
terjadi proses mengingat kembali informasi dan ingatan dalam pikiran, maka
kinerja otak akan meningkat dan memutar kembali peristiwa yang pernah dialami.
Proses working memory ini akan menghasilkan speech atau percakapan dalam
Proses ini memberikan suatu kepadatan berpikir yang melibatkan fungsi persepsi
membantu seseorang yang bisa saja terbiasa atau pun tidak terbiasa untuk
refleksi dalam bentuk tulisan. Manfaat dari menulis pun dapat membantu
sendiri.
hanya dengan salah satu orang tua kandung dalam rumah, yang sering juga
dikaitkan dengan keluarga tidak harmonis (Elrod, P., & Ryder, 2011). Broken
home adalah situasi sulit yang di hadapai keluarga ketika salah satu diantaranya
(ibu atau ayah) memilih untuk berpisah dan anggota keluarga lainnya (anak)
terlahir dari orang tua yang bercerai akan mengalami pengalaman yang berbeda
dengan anak yang memiliki keluarga ideal. Peristiwa sulit seperti broken home
dapat mengganggu dan membingungkan untuk anak-anak. Hal ini menjadi dasar
pandangan anak terhadap orang tua akan berubah menjadi negatif (Haryanti,
2018).
2.4.2. Penyebab Broken Home
satu orang tua, pengaruh orang luar (e.g., teman, mertua) dan juga kekerasan
dalam rumah tangga yang memberi dampak signifikan pada fungsi suatu
keluarga (Saikia, 2017). Dengan kata lain, penyebab broken home adalah tidak
masalah secara dewasa, dan juga tidak saling percaya satu sama lain. Faktor-
orang tua karena harus ikut mengalami situasi sulit yang diciptakan oleh orang
keluarga yaitu, konflik orang tua, kriminalitas atau sikap anti sosial orang tua,
stress dan traumatik pengalaman masa lalu orang tua. Lanjut, anak-anak yang
mengalami keretakan keluarga (broken home) memiliki kontrol diri yang rendah,
Dampak negatif dari keluarga tak utuh atau broken home pada anak adalah
keluarga tak utuh sering kali mencari masalah di luar rumah demi mendapatkan
(Amato, 2000; Ongider, 2013). Di sisi lain, dampak positif dari keretakan
keluarga dapat membuat anak lebih optimis dan memotivasi diri untuk belajar
individu tidak mampu beradaptasi dan terus menyalahkan keadaan seperti jika
gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis, akan menganggap hal tersebut
terjadi akibat riwayat atau latar belakang keretakan keluarga (Friesen, John
Horwood, Fergusson, & Woodward, 2017). Secara dinamika keluarga pun anak
menentang keluarga akibat dari frustasi yang dialami anak, rendahnya interaksi
anak dengan orang tua, masalah penyesuaian diri karena rendahnya self-esteem.
Lebih rinci dampak lain yang mungkin ditimbulkan seperti, mudah tersinggung,
sensitif, sedih, khawatir melihat orang tua bersedih, merasa malu, kesepian
tanggung jawab terhadap kebutuhan anak, dan terus membimbing anaknya pasca
2000).
terhadap generasi penerus dalam keluarga tersebut. Sebab dan dampak kerekatan
dan emosi anak. Selain itu, anak yang tumbuh dewasa dari keluarga yang tak
dibuatnya sendiri.
dengan keluarga tidak utuh yang bisa disebabkan oleh orang tua yang bercerai
refleksi diri tidak dipungkiri berkaitan erat dengan emosi negatif dan positif yang
terbagi menjadi tiga bagian yaitu reconstruing, emosi positif, dan pemaknaan.
kalimat dialog internal ruminasi yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu
Refleksi Reconstruing
Emosi Positif
PERISTIWA
BROKEN Pemaknaan
HOME Internal Dialog
Recounting
Ruminasi
Emosi Negatif
Penghindaran
Tabel 2.6.2. Penelitian Terdahulu mengenai Inner Speech dan Refleksi Diri
METODOLOGI PENELITIAN
penunjang dengan metode analisis isi. Pendekatan kualitatif Analisis isi atau
teks atau pesan yang terdapat dalam tulisan (Ferdiansyah, 2015). Sedangkan,
teks yang tampak (manifest) yang dilakukan secara objektif, valid, reliable
(Eriyanto, 2011).
Adapun karakteristik yang khas dari subjek penelitian ini peneliti pilih
yaitu :
Penelitian ini merupakan preliminary atau studi awal dari riset payung
writing therapy yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini dibagi dalam
penjelasannya:
Tabel 3.4.1 Instruksi Manipulasi Pengambilan Data
berikut:
Jika Anda sudah mengingat peristiwa sulit itu dan perasaan negatif
Anda pada waktu itu, tulislah peristiwa sulit tersebut dan perasaan
negatif yang Anda rasakan dengan menggunakan Nama Diri atau
Kamu atau Dia, fokuslah pada Nama Diri Anda dan perbanyaklah
menggunakan kata ganti personal Nama Diri atau Kamu atau Dia
untuk menceritakan perasaan Anda, mengamati perasaan Anda
pada saat peristiwa sulit itu Anda alami.
Jika Anda sudah mengingat peristiwa sulit itu dan perasaan negatif
Anda pada waktu itu, tulislah peristiwa sulit tersebut dan perasaan
negatif yang Anda rasakan dengan menggunakan kata ganti
personal (Saya atau Aku), fokuslah pada diri Anda dan
perbanyakanlah menggunakan kata ganti personal (Saya atau Aku)
untuk menceritakan perasaan Anda, mengamati perasaan Anda
pada saat peristiwa sulit itu Anda alami.
Jika Anda sudah mengingat peristiwa sulit itu dan perasaan negatif
Anda pada waktu itu, tulislah peristiwa sulit tersebut dan perasaan
dan mengamati perasaan Anda saat peristiwa sulit yang Anda alami
terjadi.
penelitian ini.
sendiri.
✓ Hasil cerita yang telah ditulis oleh subjek dikirimkan (word tulisan
sebelumnya.
✓ Dilakukan debriefing
bentuk lembar data (Coding Sheet) untuk menganalisis konten kualitatif dan
internal yang terjadi pada individu yang mengalami peristiwa sulit dilihat dari
sisi refleksi dan ruminasi. Sedangkan, model analisis yang digunakan ialah
model analisis naratif. Model ini memiliki struktur luar dan dalam untuk
ke-/kalimat ke-).
broken home.
yang dimiliki.
Menganalisis berdasarkan kalimat tulisan subjek yang sesuai
subjek.
menggunakan tabel distribusi frekuensi pada unit analisis dialog internal yang
secara sistematis dengan menjumlah kalimat yang muncul dan mengukur data
menggunakan presentase.
analisa Miles dan Huberman yang terdiri dari mereduksi data, menyajikan
data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi data. Berikut ini tahapan dalam
konstruk.
writing therapy.
akurasi antar coder yang peneliti lakukan dengan dosen pembimbing dan
sumber atau subjek yang sama dengan metode berbeda (Ferdiansyah, 2015).
Pada bab empat penulis akan mengaitkan tulisan subjek selama empat hari
dengan teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Peneliti ingin
menggambarkan dialog internal anak broken home terkait dengan refleksi diri.
Peneliti akan menjelaskan analisis intra kasus dan inter kasus dengan teori yang
4.2.1. Subjek SS
24 Oktober 1995 dan kini berusia 23 tahun. Subjek SS bersuku etnis Jawa,
mengalami kebingungan, marah dan sedih karena tak tahu harus berbuat
mengakui bahwa ia memiliki sikap cuek dan enggan untuk bertanya apa
menjadi salah satu penghalang besar bagi SS dapat berbuat sesuatu untuk
orangtuanya.
Sebaliknya, sikap ayah subjek SS lebih cenderung dingin dan diam dalam
bertanya dan mengajak bicara anaknya, yaitu subjek SS. Hal ini
pengertian dan penjelasan atas apa yang menimpa kedua orangtuanya dan
terasa berat untuk subjek SS, subjek pun seketika saat memikirkan
mengalahkan egonya agar ia bisa dekat kembali seperti dulu dengan ayah
subjek. Pada dasarnya subjek melihat karakter ayah subjek dengan ia
oleh subjek. Di hari ketiga subjek mulai menunjukkan sikap menutup diri
keempat, hal ini terlihat dari tulisan subjek yang berusaha berpikir positif
sangat terpukul dengan apa yang dialami kedua orangtuanya dan khawatir
memunculkan refleksi diri yang baik di akhir cerita. Berikut ini gambaran
• Recounting
“…SS tak sengaja melihat surat2 di meja kerja ibunya yang berisi
panggilan sidang. Perasaan SS langsung down lagi. Berpikir lagi
"mengapa hal tsb benar terjadi??..."
( SS.2.4.3; SS.2.4.4;SS.2.4.5)
• Emosi Negatif
akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut pada
permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir objektif.
Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri berkaitan erat
dengan dengan emosi negatif yang timbul ketika individu berdialog secara
• Penghindaran
tua dan anak dengan tetap menghargai ibu dan ayahnya. Tetapi karena
pergi dari rumah dan tinggal bersama kakek dan neneknya. Sehingga SS
bersama temannya.
“…SS pun mulai merasa tak nyaman dan lebih sering menghabiskan
waktu dengan teman2(SS.3.2.3)…”
• Reconstruing
telah mampu melepaskan (release) dan melihat bahwa apa yang dialami
ayah subjek.
“…SS selalu coba ingat hal itu dan mencoba untuk tidak
membenci mereka…”(SS.1.11.2)
• Pemaknaan
lain. Subjek SS yang menyadari kekakuan antara ayah dan anak juga
bahwa kekakuan mulai terasa semenjak ibu dan ayahnya memilih untuk
berpisah.
Dukungan dan nasihat pun diberikan kepada SS. Hal ini terungkap
dari sikap ibu teman subjek dan pamannya yang mencoba memberikan
mirip dengan ayahnya. Hal ini terungkap kembali dari cara subjek SS
4.2.2. Subjek OB
dengan sepupunya yang tak lain adalah anak dari ayah kandung subjek
OB.
Berdasarkan tulisan subjek ayah subjek OB tidak pernah
subjek selalu mengingatkan untuk tetap dekat dengan ayah subjek apapun
alasannya. Subjek OB anak yang tegar dan tidak pantang menyerah untuk
untuk bisa menjadi anak kebanggan ibu dan membuktikan bahwa subjek
OB anak dari ayah kandungnya yang berbeda karena ibu OB sendiri yang
dulu dan sekarang dengan menjaga jarak diri sebagai seorang pengamat
sebagai anak keturunan arab dari ibu single parent. Subjek OB telah
tidak adanya bonding yang diberikan oleh sang ayah, membuat kelekatan
memiliki kalimat emosi positif hingga akhir tulisan dan pemaknaan pun
dari teman dan perhatian dari keluarga besar. Peneliti melihat bahwa
eksternal dari ayahnya yang pergi bergitu saja disaat ulang tahun subjek
terkait ayahnya.
“…Pengamat melihat saya sangat bersedih dan menyayangkan,
jika memang ingin pergi selamanya dan tidak akan kembali untuk
bertemu anaknya lagi, kenapa tidak pamit? Kenapa tidak
meninggalkan sesuatu ucapan jika memang tidak bisa
mengucapakannya sendiri? Kenapa dihari ulang tahun saya?...”
(O.B.2.4.1)
( O.B.2.4.2)
• Recounting
sekolah hanya karena ia keturunan arab dan bukan dari kalangan pribumi
Subjek merasa bahwa sebagai seorang ayah yang memiliki usaha cukup
besar, ayah OB hanya memberikan nilai uang sangat kecil di hari ulang
tahun subjek.
rumah karena sudah tidak tahan dengan sikap paman subjek yang terus
• Emosi Negatif
negatif akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut
pada permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir
objektif. Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri
berkaitan erat dengan dengan emosi negatif yang timbul ketika individu
subjek.
kondisi paman subjek OB yang tidak terkendali. Kondisi rumah yang tak
gejala stress.
• Penghindaran
kejadian tersebut dan semakin merasakan emosi negatif. Pada kasus ini,
subjek OB.
“…Kejadian ini pun berakhir setelah perkemahan dan masih
menyisakan kejanggalan dalam diri saya, namun saya tidak
begitu banyak mencari tahu dan ambil pusing…” (O.B.1.5.1)
teman di sekolah saat jam istirahat. Bahkan subjek OB tidak berani pergi
arab.
salah satu bentuk dari refleksi diri. Perceraian yang dialami kedua
• Reconstruing
mendapatkan hal tersebut dan merasa kado yang akan diberikan ayah
memberikan makanan yang ibu subjek buat dari uang yang ayah
tanpa berpamitan.
“…Namun pada saat itu hal tersebut tetap menjadi
kebahagiaan bagi saya karena memang kado yang bapak saya
berikan tidak selalu rutin tiap tahun, jadi pengamat melihat saya
tetap merasakan di istimewakan…”(O.B.2.2.2)
subjek. OB adalah anak yang ia besarkan sendiri, jadi tak pantas untuk
“…Saya dikuatkan oleh ibu saya, ibu saya berkata kamu tidak
boleh kehilangan kepercayaan diri, memang dia adalah bapak
kamu tapi ingat yang membesarkan kamu dari kecil adalah
ibu…”(O.B.2.4.4)
• Pemaknaan
dan dukungan terus keluarga berikan meskipun tanpa sosok seorang ayah.
Semarang. Subjek DV beretnis Jawa, saat ini tinggal di Jakarta bersama ayah
kepada seorang wanita pada gawai ibu kandung subjek DV. Subjek DV yang
begitu sayang dan bangga akan ayahnya seketika terkejut dengan apa yang
wanita tersebut. Awalnya subjek sempat janggal dengan wanita itu, namun ia
mencoba menepis kecurigaannya. Ia pun tidak tinggal diam dan langsung
tak tega dengan kondisi ibunya telah di bohongi oleh ayahnya sendiri
terlihat ketakutan jika keluarga subjek akan mengalami hal yang sama seperti
selingkuh, ia masih belum bisa kembali akrab seperti sediakala dengan ayah
subjek. Hingga saat ini subjek DV masih belum menemukan solusi atas sikap
ia terhadap ayahnya, walaupun ayah subjek telah meminta maaf kepada ibu
dan subjek DV. Subjek DV pun mulai khawatir dan memikirkan jika
keluarganya akan berpisah, maka akan hancur keluarga humoris dan berubah
menjadi keluarga broken home serta tidak akan ada lagi canda tawa, bermain
game bersama.
Kekecewaan subjek memuncak di hari kedua, hal ini terlihat dari tabel
mendalam berlanjut hingga tulisannya yang di hari ketiga. Subjek pun ikut
larut dengan penderitaan yang ibu DV alami, sehingga tulisan subjek begitu
berusaha untuk tegar dan memperlihatkan sikap yang biasa saja seolah-olah
Pemaknaan yang terlihat dihari keempat merupakan usaha yang ayah subjek
attention. Hal ini dapat dibuktikan dari keputusan subjek untuk memendam
solusi untuk dapat menerima ayahnya kembali. Berikut ini gambaran analisis
writing therapy:
terlihat kaget dan seketika terdiam melihat pesan yang di kirim ayah
ibu tentang apa yang ia temukan di gawai ibu subjek. Subjek DV pun
• Recounting
ayahnya akan mengkhianati ibu dan keluarga demi seorang wanita. Subjek
“…Siapa yang tidak sakit melihat orang yang selama ini kita
bangga – banggakan di depan semua orang namun kenyataan
nya dibelakang menghianati kita, gumam hati saya saat itu…”
(DV.1.3.4)
“…Tidak terima ibu saya di sakiti begitu saja pun saya akhirnya
mengirimi pesan singkat yang isinya tidak jauh dari isi pesan di
wa atau tentang pelakor…”(DV.1.4.12)
“…Yang ada dipikiran saya saat itu hanya kenapa ayah saya
tega, kenapa ayah saya yang selalu saya bangga-banggakan
akhirnya seperti ini. Kenapa? Saya terus saja berpikir seperti
itu. Saya berfikir kalau keluarga saya berantakan, kalau ayah
dan ibu saya sampai pisah maka saya bukanlah orang yang
beruntung, saya sama dengan beberapa teman saya yang
keluarganya pun hancur …”
(DV.2.3.2; DV.2.3.3; DV.2.3.4)
• Emosi Negatif
akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut pada
permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir objektif.
Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri berkaitan erat
dengan dengan emosi negatif yang timbul ketika individu berdialog secara
selama ini subjek miliki harus hancur berantakan karena orang ketiga
dan melupakannya.
olah mundur selangkah dan melihat diri dengan cara mengobservasi dalam
keadaan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan salah satu bentuk dari
refleksi diri. Pada kasus DV, terlihat bahwa DV sejenak berfikir setelah
• Reconstruing
berusaha mengingatkan DV untuk bisa bersikap biasa saja agar orang lain
Subjek juga banyak mengalami refleksi diri, hal ini terbukti dari
subjek.
menemukan caranya.
“…Dan akhirnya sampai sekarang saya tidak mempunyai
solusi bagaimana cara agar saya bisa menerima ayah saya
seperti dulu lagi…”(DV.4.4.6)
• Emosi Positif
mempercayainya sebagai value atau nilai dalam dirinya, maka akan ada
positif. Dalam diri subjek DV, ia terus berusaha membuat dirinya tenang
sendiri…”(DV.1.4.8).
• Pemaknaan
sempat ayah subjek perbuat dengan meminta maaf dan mengajak subjek
4.2.4. Subjek BM
laki-laki beretnis Sunda dan lahir di Bekasi, 26 Maret 1996, kini ia berusia 22
gawai dari ayah BM yang tidak sengaja diangkat oleh ibu subjek dan
mengetahui hal itu segera merebut gawainya dan membentak ibu BM. Subjek
BM saat itu masih kecil dan kedua adiknya sontak kaget dan menangis.
setelah kejadian tersebut. Sejak peristiwa pertengkaran ibu dan ayah BM, ibu
dan kedua adik subjek ikut tinggal bersama neneknya. Suatu ketika ada
Perempuan tersebut mengatakan bahwa ia adalah istri dan anak dari ayah
subjek BM. Sebagai orang tua dari ayah subjek, nenek subjek tidak dapat
menerima istri dan anak tersebut. Bahkan nenek subjek mengatakan kepada
orang-orang di lingkungan sekitar rumah bahwa ayah BM telah tiada dan ia
bahwa hal ini merupakan bagian terberat dalam hidup subjek karena harus
yang bertambah dewasa semakin menutup diri, tidak suka keramaian hingga
peran ayah yang sebenarnya dalam kehidupan BM, hingga menginjak usia
dewasa awal, ia hanya mampu melihat interaksi antara anak dan ayah di
positif. Hari kedua subjek mencoba mengingat kembali peristiwa saat harus
yang ia alami. Sebagai anak pertama yang memiliki ingatan negatif terhadap
peristiwa sulit yang ibunya alami. Tentu bukanlah hal mudah, ditambah
subjek juga tetap harus menjalani hidupnya dan meraba perjalanan hidup ia di
masa depan.
reflektif hingga tulisan di hari keempat. Hal ini terlihat dari kalimat
merubah pandangan dirinya terhadap masa lalu yang pernah ia alami. Berikut
ini gambaran analisis refleksi diri subjek BM secara rinci ketika mengikuti
• Recounting
dan ibu BM. Saat ibu subjek dibentak oleh ayah subjek karena ibu BM
kesulitan dalam memahami bahasa daerah tersebut dan ingin sekali segera
menyelesaikan kelas.
dirinya.
kehidupannya.
kehadiran seorang ayah, namun rasa kecewa dan marah BM lebih besar
negatif akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut
pada permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir
objektif. Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri
berkaitan erat dengan dengan emosi negatif yang timbul ketika individu
ketika mengingat pertengkaran ayah dan ibu BM. Subjek BM tidak bisa
kandungnya.
• Penghindaran
Bahiyah & Savitri (2018) menyatakan bahwa individu ketika
salah satu bentuk dari refleksi diri. Bentuk refleksi yang subjek BM
• Reconstruing
tersebut.
sosok ayah begitu besar namun ia menyadari bahwa hal itu tidak mungkin
bisa ia dapatkan.
mempercayainya sebagai value atau nilai dalam dirinya, maka akan ada
Hal lain yang subjek rasakan adalah saat menangis, ia akan merasa
• Pemaknaan
Surabaya, 06 May 1997 dan kini berusia 21 tahun. GZ saat ini sedang
yang lebih tua kurang lebih 2 tahun dari GZ. Namun, kakak perempuan GZ
salah satu anak yang terlahir dari keluarga broken home. Apa yang dialami
yang memiliki wanita lain sejak ia berusia 8 tahun, ketika itu awal tahun 2006.
ibu GZ menangis setiap malam dan memohon kepada ayah GZ untuk tidak
yang tidak tega dengan ibunya, mencoba untuk bertanya perihal masalah yang
ayahnya telah memiliki anak dari wanita lain. Subjek GZ mencoba untuk
ketahui. Ibu GZ pun akhirnya mengetahui hal tersebut, begitu banyak cobaan
negatif yang ia alami yang menyebabkan dirinya immersed. Hal ini terlihat
awal. Di hari kedua tulisan subjek, ia mencoba mengingat kembali awal mula
perbuat. Perasaan ruminasi dalam diri subjek masih terlihat jelas dalam
peristiwa yang membuat dirinya immersed, terlihat dari tulisan subjek yang
perubahan drastis dalam dirinya. Hal ini terlihat dari kalimat reconstruing,
sekian lama rasa sakit dialami ibu GZ justru membuat ibu GZ mampu untuk
ikhlas dengan apa yang ia alami. Hal inilah yang membuat GZ kuat menerima
hingga ketiga mampu memaknai peristiwa sulit ia alami dengan lebih reflektif
di hari keempat.
ruminatif yang dialami oleh subjek sejak adanya perubahan sikap ayah
Sejak saat itu situasi di rumah subjek semakin tidak kondusif, ayah
yang terus terjadi antara ayah dan ibu GZ. Hal ini membuat ia larut dalam
bertahun-tahun.
• Recounting
keluarga GZ.
terlihat aneh dengan pandangan yang kosong dan hanya diam ketika
ditanya. Namun, ayah GZ terlihat tidak peduli dan baik-baik saja. Ia yang
menemukan pesan singkat dari gawai ayah subjek dari wanita tersebut
dilarang.
“..Aku melihat diriku kini duduk di bangku
SMA, mengingat kembali cerita mengenai gugatan
cerai yang tak dapat diwujudkan membuat mama
berpikir untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan...”(GZ.4.1.4)
kuasa lagi menahan tangisan, semua yang terjadi dalam dirinya seakan
seperti mimpi buruk. Ia pun menangis begitu keras dan terjaga hingga
malam hari.
akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut pada
permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir objektif.
Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri berkaitan erat
yang muncul ketika pertengkaran ayah dan ibu GZ adalah rasa takut dan
• Penghindaran
konflik dalam keluarganya terus terjadi. Jika malam tiba GZ pun memilih
merasakan pertengkaran ayah dan ibu subjek sejak ia berusia 8 tahun, kini
bercerai.
karena keyakinan yang di anut dan kedua belah pihak keluarga yang juga
menata hati dan bersabar menghadapi ujian dalam keluarga GZ. Subjek
ibu GZ sosok wanita kuat dan memberikan dampak yang positif dan
mempercayainya sebagai value atau nilai dalam dirinya, maka akan ada
positif. Pada kasus GZ, ia menemukan inspirasi dalam diri ibu GZ dan
• Pemaknaan
dan memaafkan semua yang telah terjadi dengan belajar ikhlas dan yakin
semua telah diatur oleh-NYA. Subjek pun akhirnya diam-diam
berusaha untuk menerima kenyataan bahwa ibu GZ telah lebih dulu pergi
(GZ.4.7.6)
Ia pun kini memiliki hubungan yang baik dan mampu memaafkan
“…Sebuah akhir yang tidak bahagia tapi aku sadar bahwa itu
rancangan terbaik Tuhan untuk kehhidupan
keluargaku…”(GZ.4.7.9).
4.2.6. Subjek LM
adik, saat kedua orang tua LM bercerai adik pertama masih duduk di
disebabkan oleh orang ketiga, akhirnya ibu subjek memilih untuk pergi
bersama ayah dan kedua adiknya. LM yang masih begitu lugu belum
melalui hal berat ia yakin dapat tetap bahagia dan memahami bahwa
minggu.
ibu tiri LM bersama dua saudara tiri LM. Lambat laun LM tidak diizinkan
ilmu hitam. Namun, akhirnya LM pun menyadari bahwa ibu tiri ia juga
memiliki ilmu hitam dan menjadi kejam terhadap dirinya sejak tragedi
peristiwa sulit yang membuatnya immersed. Hal ini terlihat dari usaha
kepada sikap ruminasi, dapat terlihat dari kalimat subjek yang terus
mempertanyakan nasib dia dan kedua adiknya. Di hari kedua subjek dapat
subjek yang mencoba memahami mengapa hanya adiknya yang lebih kecil
tulisannya serta ketika mulai memasuki usia remaja subjek mau mencoba
Belum lagi, berita pernikahan ibu dan ayahnya dengan pasangan masing-
kembali menunjukkan sikap reflektif, terlihat dari tulisan subjek yang mau
walaupun ia tetap harus menghadapi ibu tiri yang besikap kejam terhadap
sebagai bagian dari takdir kehidupannya. Hal ini dapat dibuktikan dari
keyakinan subjek bahwa apa yang telah terjadi adalah jalan terbaik. Ia
hanya berharap suatu saat dapat memiliki kehidupan yang layak dan
saat nanti ia mampu menjadi orangtua yang lebih baik dan tidak
Berikut ini gambaran analisis refleksi diri subjek LM secara rinci ketika
yang belum memahami apa yang terjadi pada awalnya merasa sedih dan
• Recounting
oleh ibu LM ia pun harus menerima bahwa ia akan terpisah kota dan
bersekolah di Tangerang dan tinggal dengan ayah kandung juga ibu tiri
kandung LM.
“… Namun, mama tiriku selalu melarang 1 hal, yaitu ia
tidak ingin aku bertemu lagi dengan keluarga kandungku…”
(LM.4.2.4)
Ibu tiri subjek pun juga melarang ayah LM untuk bertemu kedua
adik LM. Ia pun akhirnya mengetahui bahwa ibu tiri subjek menggunakan
ilmu hitam.
keadaan mabuk.
Ia pun harus bangun pagi hari dan hampir semua pekerjaan rumah
ingin sekali bunuh diri dan kabur dari rumah karena tidak tahu kapan
pembantu.
• Emosi Negatif
akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut pada
permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir objektif.
Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri berkaitan erat
secara internalisasi (Morin, Duhnych, & Racy, 2018). Emosi negatif yang
LM rasakan saat adik berusia satu tahun dijemput oleh saudara LM yang
ketakutan.
mulai tinggal bersama ayah kandung dan ibu tiri LM. Ia disiksa dan
dimarahi, setiap tindakan yang LM lakukan selalu salah oleh ibu tirinya.
buruk terhadap dirinya. Tidak hanya itu, LM sering kali dihina dan
bentuk dari refleksi diri. Pada kasus LM, dapat ditemukan bahwa saat
selalu mengingat yang maha kuasa yang mengetahui terbaik untuk ia dan
keluarganya. Hal ini dibuktikan oleh sikap LM yang percaya dan yakin
berdamai dengan keadaan dan bersikap pasrah menjalani takdir yang harus
ia lalui.
dengan segera kondisi yang sedang ia alami. Hal ini terlihat dari kesadaran
adiknya yang masih berusia satu tahun harus menerima keadaan hanya
pencipta dan meminta kepada Tuhan agar dapat memiliki keluarga utuh
kembali.
subjek.
secara sadar bahwa ia kini tinggal dengan ayah kandung dan seseorang
yang baru ia kenal yaitu, ibu tiri subjek. Subjek pun berinisiatif untuk
“…Disitu aku baru sadar, selama ini ada yang aneh dari
papa. Papa sangat menurut sekali dengan istrinya ini.
Apapun yang istrinya minta selalu papa turuti dan aku
mulai berpikir mengapa hal ini bisa terjadi di
keluargaku…”
(LM.4.3.1; LM.4.3.2; LM.4.3.3)
• Emosi Positif
mempercayainya sebagai value atau nilai dalam dirinya, maka akan ada
yakin akan kuasa Tuhan yang maha kuasa akan selalu melindungi dirinya.
Subjek LM pun selalu berdoa agar suatu saat bisa hidup bahagia bersama
• Pemaknaan
membantu dalam meregulasi diri. Pada kasus LM, dapat ditemukan bahwa
yang mau berusaha menjadi kakak yang baik dan selalu menjaga kedua
sebagai orang tua agar kedua adiknya tidak kecewa dan bisa menerima
seusianya. Hal ini terlihat dari sikapnya yang mau berusaha mandiri dan
kejadian menjadi satu kesatuan peristiwa. Terlihat pula dari sikap ibu tiri
tidak baik oleh ibu tiri LM. Subjek LM yang mengetahui keburukan ibu
anak tirinya.
apa yang pernah ia alami sebagai suatu pelajaran berharga dalam hidup
agar suatu hari memiliki keturunan tidak akan merasakan hal yang sama
dengan dirinya.
"...Yang jelas, sampai detik ini aku menulis, aku
selalu berharap agar aku memiliki kehidupan layak
dan memiliki keluarga yang nyaman..."(LM.4.1.11.1)
4.2.7. Subjek SE
broken home sejak usia dua tahun ketika kedua orangtuanya memilih
rumah tangga. Kesalahan sekecil apapun yang dibuat oleh ibu SE akan
SE dengan sangat mudah merasa kecewa dan ringan tangan terhadap anak
pun memilih untuk bersama lagi, namun kondisi yang semakin memburuk
dasar pun mulai merasa tidak nyaman, kondisi rumah semakin buruk. Ia
SE. Subjek SE yang marah dan kecewa pun terus menanyakan kepada
ibunya mengapa ia menikah secara tiba-tiba dan dengan orang yang tidak
ia kenali.
• Recounting
individu tersebut. Perasaan negatif yang SE alami pun ketika ia harus terus
kandung dan ibu tiri terus berlanjut. Keputusan SE untuk tinggal bersama
ayahnya tidak luput dari saran yang diberikan oleh kakak SE sendiri.
akan menimbulkan emosi negatif yang diakibatkan dari sikap larut pada
permasalahan yang sedang dihadapi dan akan sulit untuk berfikir objektif.
Hal serupa diungkapkan oleh Morin dkk bahwa refleksi diri berkaitan erat
dengan dengan emosi negatif yang timbul ketika individu berdialog secara
begitu jahat karena selalu bersikap kasar dan memarahi ibu subjek.
menikah dengan ayah tirinya yang tidak ia kenali. Perasaan marah dan
kecewa meskipun ia tahu mereka orang yang lebih tua darinya, namun ia
membuat dirinya merasa terisolasi dan berfikir untuk bunuh diri karena
mengalami frustasi, hal ini menyebabkan nilai SE turun dan sering absen
selama berkuliah.
"...Bahkan saya pernah mau bunuh diri karena saya merasa
ayah saya keterlaluan dan saya tidak punya teman yang bisa
mendengarkan saya..."(SE.3.5.8)
olah mundur selangkah dan melihat diri dengan cara mengobservasi dalam
keadaan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan salah satu bentuk dari
refleksi diri. Sikap reflektif yang ditunjukkan SE ketika ibu tiri subjek
kandung SE yang kasar dan ringan tangan. Hal ini ditunjukan dengan
pernyataan SE bahwa ibu SE adalah sosok tangguh, sabar dan baik hati.
juga butuh untuk merasakan mengasuh anak agar tidak selalu membebani
ibunya.
sikap dan perilaku yang ayah subjek lakukan demi mendidik dirinya,
• Emosi Positif
mempercayainya sebagai value atau nilai dalam dirinya, maka akan ada
positif. Emosi positif yang SE rasakan adalah sikap ibu subjek yang selalu
samping ibunya.
• Pemaknaan
membantu dalam meregulasi diri. Dalam kasus SE, peristiwa yang dapat
diri agar ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan ayah SE.
relasi anak dan orangtua jika ia selalu mengungkit kesalahan ayah subjek
di masa lalu.
mampu memaafkan kesalahan ayah SE di masa lalu dan berbicara dari hati
Adapun dampak negatif dan positif yang subjek alami menjadi penentu
terlihat acuh dan membuat aturan sendiri serta hilangnya kepercayaan diri. Selain
itu, hubungan dengan ayah SS pun kurang baik. Meskipun demikian, dukungan
positif.
tidak ada perhatian dari ayah OB menambah keprihatinan dalam hidup OB.
sempat mengalami masa kritis dalam diri ketika ia kehilangan kepercayaan diri,
kakak DV. Permasalahan yang subjek DV alami masih terbilang rendah resiko
dibandingkan enam subjek lainnya. Dalam hal ini terlihat dari sikap ayah DV
yang beritikad baik meminta maaf dan memperbaiki hubungan dengan ibu DV
tumbuh menjadi anak yang pendiam dan senang menyendiri. Hilangnya hubungan
diri BM. Subjek BM memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah putus asa
dewasa dalam bersikap, dan mampu bersikap prihatin. Tingkat refleksi diri GZ
sangat tinggi hal ini terlihat dari rendahnya signifikansi dampak negatif dari
ditinggalnya sosok ayah dalam hidup GZ. Subjek GZ pun terlihat kagum dengan
perjalanan hidup ibunya, dan mampu memetik sebuah pelajaran dari peristiwa
orang tuanya memilih untuk menikah kembali dengan pasangan mereka masing-
masing. Keduanya pun sempat diasuh oleh nenek dan memiliki ayah dan ibu tiri.
Perilaku yang dimunculkan pun memiliki kemiripan yakni, sikap menentang dan
menimpanya dan menjadi pribadi yang mampu menerima keadaan yang telah
lain dan menyebabkan diri semakin larut dalam masalah yang dihadapi.
Sedangkan, pada subjek SS, OB, DV, dan SE memiliki lebih sedikit
subjek DV dan BM. Hal ini terlihat dari alur cerita yang progresif dan
adanya penyelesaian dalam narasi keempat subjek dengan memaafkan
barulah subjek BM, SE, dan SS mulai menceritakan apa yang akan terjadi
Pada kasus ini sikap ruminasi LM sudah terlihat sejak awal karena
dengan ibu LM. Pada kasus subjek GZ kebohongan hingga teror yang
dampak dari keretakanya hubungan ayah dan ibu mereka. Hal ini
ayah dan kemarahan pada ibu, hingga bentuk bullying yang dilakukan oleh
teman sebayanya.
Meskipun demikian secara keseluruhan ketujuh subjek
kekecewaan bercampur dengan rasa takut akan buruknya masa depan yang
akan mereka hadapi dikemudian hari tetap terlihat. Hal ini menunjukkan
perenungan.
• Recounting
rendah. Dampak yang muncul di kemudian hari yaitu akan terus menerus
hati dan memori (Mischkowski, Kross, & Bushman, 2012). Pada kasus
BM, GZ, dan LM kalimat ruminasi mendominasi tulisan subjek sejak hari
subjek LM.
atas situasi sulit yang sedang dihadapi. Selain itu, subjek SE sempat
sedang terjadi lebih banyak ditunjukkan oleh subjek OB, DV, GZ, dan
LM. Hal ini terlihat dari kalimat curiga, bingung, sedih, kecewa menangisi
kehilangan sosok ayah. Pada kasus broken home, sosok ayah mendominasi
pada kasus subjek LM, terjadinya perpisahaan disebabkan oleh sosok ibu
membentuk perspektif lain dalam diri dengan cara memberi jarak dan
berusaha mengamati peristiwa dengan sudut pandang yang lain. Jarak diri
2010b).
dalam kisah pilu kedua orangtuanya. Pada subjek SS iya mampu berfikir
subjek OB, GZ, dan SE memiliki kemampuan refleksi diri yang baik
bagian dari takdir perjalanan hidupnya. Hal ini terlihat dari kalimat yang
spiritualitas.
rendahnya reflleksi diri di karenakan konflik batin yang belum selesai dan
belum menemukan solusi. Hal ini terlihat dari narasi tulisan subjek yang
cenderung regresi narasi. Regresi narasi yaitu suatu konstruksi narasi yang
penyelesaian masalah mereka hadapi (Gergen & Gergen, 1988). Selain itu,
keluarganya.
• Reconstruing
dan lambat laun emosi tersebut semakin teredam. Hal ini memberikan
kesempatan kedua untuk pikiran melihat konsekuensi yang mungkin
2010a).
Sehingga setiap tindakan yang ingin ia buat akan dipikirkan kembali sebab
akibatnya. Hal ini terlihat dari rasa ingin pergi dari rumah dan ikut larut
dekat dengat Tuhan yang Maha kuasa. Namun, subjek SS, LM, dan SE
mandiri dan mengerti semua yang telah terjadi sebagai jalan yang telah di
• Regulasi Diri
Duhnych, & Racy, 2018). Inner Speech juga berguna untuk proses
Terlihat pada subjek SS, OB, GZ, LM, dan SE memiliki regulasi
yang baik di mana kelima subjek ketika dihadapi peristiwa negatif mampu
Hal ini diperjelas dengan tulisan subjek di hari keempat yang mampu
cenderung menyesali apa yang mereka alami dan tidak terlihat adanya
dari keraguan dan rasa tidak terima namun tidak mampu mencari solusi
dari apa yang ia alami. Pada subjek DV terjadi adanya disonansi kognitif
dimana ia ingin sekali ada orang lain (e.g dosen, psikolog) untuk berbagi
BM memiliki keinginan yang besar untuk bisa memiliki sosok ayah dalam
mampu melakukannya.
memusatkan perhatian secara penuh pada objek disekitarnya. Hal ini akan
memberikan dampak positif ketika kita berada pada situasi baru, atau
lingkungan sosial baru dan segera diproses secara kognitif (Morin, 2011).
Pada subjek DV dan BM, meskipun keduanya menyadari
terlihat fokus terhadap apa yang sedang mereka alami. Hal ini
larut sehingga yang muncul ialah sikap simpati yakni, di mana individu
merasa apa yang orang lain rasakan merupakan suatu kepedihan yang juga
kecil. Dalam hal ini, memori yang mampu ia recognized kembali yaitu
sikap ayah kandungnya yang keras. Hal ini memberikan peluang untuk
broken home.
Dalam hal ini, proses working memory seseorang akan aktif dan
subjek BM, DV, dan SE kemampuan berfikir kritis tidak begitu nampak
apa yang terjadi namun tidak mampu bertindak untuk membela dirinya
oleh subjek DV dan SE. Namun, pada tulisan subjek SE sikap kritis
penegasan diri. Hal ini menyebabkan diri subjek semakin terpuruk dan
mengetahui adanya hal aneh dengan kalimat pesan dalam gawai ibu
subjek, dan sikap ayah subjek yang memohon maaf atas perbuatannya.
orang tua yang baik untuk kedua adiknya. Selain itu, LM terlihat mampu
beradaptasi dan memahami situasi sulit yang ia hadapi tidak akan usai jika
karakter diri lebih baik agar apa yang orangtuanya alami tidak terulang
Agar lebih jelasnya peneliti menjabarkan menggunakan tabel tema-tema internalisasi dialog dalam refleksi diri yang
Total Frekuensi
Total unit
Subjek SS Subjek OB Subjek DV Subjek BM Subjek GZ Subjek LM Subjek SE
analisis*
Hari 1 3 2 1 1 6 2 15
Hari 2 2 4 1 5 2 5 19
Reconstruing
Hari 3 2 2 1 1 3 2 5 16
Hari 4 4 1 4 3 7 10 7 36
Total 11 9 7 10 12 23 14 86
Persentase 13% 10% 8% 12% 14% 27% 16% 100%
Hari 1 1 1 2 1 1 6
Hari 2 1 1
Emosi Positif
Hari 3 2 2
Hari 4 1 2 2 5
Total 4 0 1 3 2 3 1 14
Persentase 29% 0 7% 21% 14% 21% 7% 100%
Hari 1 3 3 6
Hari 2 2 4 1 7
Makna
Hari 3 1 2 3
Hari 4 5 3 2 7 4 5 26
Total 11 3 2 2 7 11 6 42
Persentase 26% 7% 5% 5% 17% 26% 14% 100%
Hari 1 3 2 5 8 2 7 5 32
Hari 2 7 3 5 3 5 1 6 30
Recounting
Hari 3 2 3 1 5 5 2 4 22
Hari 4 4 3 2 5 6 10 30
Total 16 11 13 21 18 20 15 114
Persentase 14% 10% 11% 18% 16% 18% 13% 100%
Hari 1 2 2 3 1 2 10
Hari 2 1 4 1 1 3 2 2 14
Emosi Negatif
Hari 3 3 2 2 2 2 8 19
Hari 4 1 2 1 6 10
Total 7 10 3 7 4 10 12 53
Persentase 13% 19% 6% 13% 8% 19% 23% 100%
Hari 1 2 2 1 1 2 8
Hari 2 3 3
Menghindar
Hari 3 1 1 2
Hari 4 2 1 3
Total 5 2 3 1 5 0 0 16
Persentase 31% 13% 19% 6% 31% 0% 0% 100%
*Unit analisis Kalimat
4.6. Pembahasan Frekuensi Dialog Internal dalam Refleksi Diri
writing therapy. Subjek LM terlihat berusaha lebih adaptif sejak tulisan di hari
terjadi sudah berusaha beradaptasi dengan cara berperan menjadi kakak yang
sebesar 21%, dan subjek SE sebesar 7%. Sedangkan, pada subjek OB peneliti
218
pemikiran subjek SS. Hal ini dapat terkonfirmasi dengan ditemukannya
sebuah usaha diri untuk tetap menyayangi dan tidak membenci kedua orang
tuanya meskipun suatu saat mereka akan bercerai. Temuan peneliti diperkuat
dengan adanya dukungan dan nasihat dari paman dan bibi subjek SS serta ibu
sebesar 7%, subjek DV sebesar 5%, subjek sebesar BM 5%, subjek sebesar
pada subjek SS dan LM sebesar 26%. Hal ini dapat terlihat dari seringnya
subjek melakukan refleksi diri segera ketika muncul pertanyaan dalam batin
yang dihadapi dan rangkaian peristiwa yang telah subjek alami. Kemampuan
219
DV sebesar 11%, subjek BM sebesar 18%, subjek GZ sebesar 16%, subjek
LM sebesar 18%, dan subjek SE 13%. Subjek yang cenderung fokus pada
presentase sebesar 20% recounting. Hal ini dapat terlihat dari kalimat-kalimat
perenungan yang muncul. Selain itu, subjek BM juga terlihat lebih sulit
presentase terbanyak sebesar 23% emosi negatif dalam kalimat SE. Hal ini
ketakutan terhadap sikap ayah subjek yang cenderung keras dan ringan tangan
lakukan akan cenderung merespon stimulus secara negatif, dalam hal ini
220
dan ibu subjek bertengkar, maka seketika respon takut, marah, kecewa akan
muncul seketika.
19%, subjek BM sebesar 6%, dan subjek GZ sebesar 31%. Sedangkan untuk
negatif menimpa diri mereka. Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui
bahwa subjek SS dan GZ memiliki presentase yang sama, yakni sebesar 31%
seperti semula dan keadaan akan membaik. Sedangkan pada subjek SS, ia
terus berusaha bersikap cuek dan tidak peduli dengan pertengkaran yang
terjadi pada ayah dan ibu SS. Peneliti menemukan bahwa sikap penghindaran
ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri dari subjek untuk secara
membentuk suatu pola dan konsep sebagai proses berpikir untuk mencapai
221
aktualisasi. Sehingga peristiwa perceraian atau disharmonisasi dalam keluarga
inti mereka dapat di refleksikan sebagai perjalanan hidup (e.g nasib, takdir)
adalah subjek DV dan BM, hal ini terbukti dari pernyataan DV memilih
Pada subjek SS, OB, GZ, LM dan SE menunjukkan refleksi diri yang
cukup signifikan, hal ini terlihat dari kemampuan mereka membuat keputusan,
tanpa adanya keluarga harmonis dan utuh tidak akan menghalangi mereka
untuk terus memperjuangkan masa depan dan menjadi pribadi yang baik.
mendapatkan kehidupan lebih baik dengan tidak mengulangi hal sama yang
pernah orangtua mereka alami. Dukungan sosial dari orang sekitar (e.g nenek,
paman, bibi) selain orangtua serta teman sebaya menjadi faktor penting
222
lainnya dalam menjaga kepercayaan diri subjek. Dengan adanya dukungan,
akan dituntut untuk memberikan reaksi yang terbaik untuk perjalanan hidup
selanjutnya. Begitu juga individu yang mengalami broken home, seperti subjek
ruminatif mereka. Namun tidak sedikit pula individu yang mampu beradaptasi
dan menjadikan pengalaman pahit sebagai pelajaran hidup yang berharga seperti
halnya subjek SS, OB, GZ, LM dan SE. Dengan demikian, ketika individu
menyimpan masalah tersebut sendirian dan membiarkan pikiran menjadi liar dan
(e.g stress, frustasi, depresi). Sedangkan, suatu masalah akan berdampak positif
mengingat kembali peristiwa dan perilaku yang muncul saat kejadian tersebut dan
ketika dituangkan dalam sebuah tulisan lalu memaknai peristiwa yang telah
terjadi. Dalam struktur tulisan ketika seseorang dihadapkan dengan peristiwa sulit
maka akan membentuk pola regresif dan progresif. Sehingga tulisan yang baik
223
menunjukkan adanya progres perubahan dari ruminasi menjadi refleksi untuk
dapat menemukan pemaknaan yang baru untuk individu itu sendiri. Cara ini dapat
aspek personal lainnya seperti perilaku reflektif (McLean, Pasupathi, & Pals,
2007).
224
BAB V
hari kedua dan ketiga. Sedangkan, memasuki hari terakhir subjek akan mulai
memaknai peristiwa tersebut sebagai takdir yang tidak dapat mereka hindari.
immersed ketika dihadapi oleh peristiwa negatif pertama kali. Namun, seiring
dan memaknai permasalahan yang mereka hadapi. Meskipun dari ketujuh subjek
kesadaran diri akan masa-masa sulit yang ia alami sebagai bagian dari kekurangan
Proses berpikir yang ditunjukkan oleh subjek SS, OB, GZ dan SE adalah
berpikir ruminasi selama tiga hari dan merefleksikan peristiwa tersebut di hari
secara keseluruhan selama empat hari menulis. Terlihat dari tidak adanya upaya
225
kedua subjek mencari solusi ataupun memaknai peristiwa yang mereka alami
mencari solusi. Berbeda dengan yang lain, subjek LM lebih dinamis terlihat dari
naik turun dalam proses berpikirnya. Di hari pertama ia terlihat ruminatif namun
di hari kedua kalimat subjek terlihat cenderung reflektif. Di hari ketiga terlihat
hari keempat walaupun harus dihadapi dengan perasaan negatif terhadap ibu
tirinya.
dengan memberikan opsi pada pikiran dan memprosesnya secara kognitif. Disaat
proses berpikir terjadi dalam kognitif individu terdapat dialog internal yang
merupakan salah satu metode evaluasi diri yang terbukti bermanfaat untuk
kemampuan berdialog dengan diri sendiri memberikan ruang pada pikiran untuk
Dengan berdialog secara internalisasi dalam diri (batin) memiliki potensi yang
meningkatkan regulasi diri akan lebih mudah melepaskan perenungan diri dan
dialami oleh ketujuh subjek terjadi karena adanya perubahan struktur peran sosial
226
mencari solusi. Hal ini menjadi dasar terjadinya ketidakseimbangan dalam
keluarga inti pun dapat menggantikan peran orangtua sejauh perhatian tetap
5.2. Keterbatasan
2. Data demografis yang peneliti miliki sebagai data kontrol dirasa kurang
5.3. Saran-saran
227
1. Penelitian selanjutnya apabila mengusung tema serupa diharapkan dapat
lebih detail data demografis subjek seperti sudah berapa lama seperti
status lajang atau menikah, pendidikan terakhir, bekerja atau tidak untuk
bahwa Anda memiliki kemampuan untuk bisa berdiri sendiri, mandiri dan
beradaptasi demi masa depan pribadi Anda dan menjadikan pengalaman pahit
hidup dan jadikan pengalaman pahit sebagai tolak ukur untuk mengukur
kapasitas diri menjadi pribadi yang lebih baik serta menyadari bahwa
kehadiran orang sekitar (selain keluarga inti) yang menyayangi sebagai bagian
228