TINJAUAN PUSTAKA
C. Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan
suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):
a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam
masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut.
b. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi
tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.
c. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.
d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup
lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standard
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang
atau malah bertambah frekuensi endemiknya.
f. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus
dapat diterima oleh masyarakat secara umum.
g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti.
h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik
akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan
tes tersebut.
j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
D. Proses Pelaksanaan Skrining
1. Definisi prediabetes
Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US
Department of Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan
dimana kadar glukosa diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa
darah untuk diagnosis diabetes. Kondisi ini mencakup toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan / ataupun glukosa puasa terganggu (GPT). American
Diabetes Association (ADA) mendefinisikan prediabetes sebagai GPT yaitu
kadar glukosa puasa 100 mg/dl (5,6 mmol/L) – 125 mg/dl (7,0 mmol/L) atau
bila kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram 140-199 mg/dl
(7,8 – 11 mmol/L) yang sering disebut dengan TGT.
Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus
Type- 2 di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for
Endocrinologist, Penegakan TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan
algoritma diagnostik standar. Untuk pasien dengan keluhan diabetes klasik,
jika setelah dua kali uji dari satu kali glukosa darah dan glukosa darah puasa,
kita mendapatkan hasil yang meragukan (di atas normal, tetapi tidak sampai
pada kriteria diabetes), pasien akan diminta untuk melakukan tes beban
OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral). Bila hasil darah dua jam beban glukosa
pasca glukosa 140 - 199 mg / dL , pasien akan dimasukkan dalam kriteria
toleransi glukosa terganggu.
2. Etiologi
Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah
menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan
lemak terutama lemak perut dan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi
factor penting dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa
orang yang memiliki pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula
(glukosa) dengan baik lagi. Hal ini menyebabkan gula dalam aliran darah
lebih banyak dari pada gula yang melakukan fungsi yang normal yaitu
memicu sel yang membentuk otot-otot dan jaringan lain. Sebagian besar
glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang kita makan, khususnya
makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang mengandung
karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya makanan
manis.
3. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko
terjadinya DM tipe 2. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor
resiko yang dapat dirubah ( obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak
dapat dirubah ( genetik, usia, diabetes gestasional). Faktor yang dapat
dirubah yang penting adalah obesitas ( terutama perut) dan kurangnya
aktivitas fisik.(Soeatmaji W Djoko dkk,2009)
a. Faktor genetik
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini
belum biasdiidentifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata
kejadian DM antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di
lingkungan yang sama menunjukkan adanya kontribusi gen yang
bermakna terjadinya DM. Meskipun tidak jelas sebabnya, orang-orang
dari ras tertentu termasuk Afrika-Amerika, Hispanik, Indian Amerika,
AsiaAmerika dan Kepulauan Pasifik lebih Mungkin untuk menjad
prediabetes.
b. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam
dekade terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda. Resiko
pradiabetes meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia
45 tahun. Ini mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga,
kehilangan massa otot dan menambah berat badan dengan bertambahnya
usia mereka. Namun, orang tua bukanlah satu-satunya beresiko
prediabetes dan diabetes tipe 2. Insiden gangguan ini juga meningkat di
kelompok usia yang lebih muda.
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan.
Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting
diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar. Pada diabetes gestasional toleransi glukosa
biasanya kembali
normal setelah melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki
resiko menderita DM di kemudian hari. Bila pernah menderita diabetes
gestasional saat kehamilan, maka resiko menderita diabetes akan
meningkat. Apabila pernah melahirkan bayi dengan berat bada lebih
dari 9 pound (4,1 Kg), maka ririko DM juga meningkat.
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan
lemak lebih banyak yang dimiliki terutama di dalam dan di antara otot
dan kulitdi sekitar perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap
insulin. Beberapa studi jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas
merupakan prediktor yang kuat untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih
lanjut, intevensi yang bertujuan mengurangi obesitas juga mengurangi
insidensi DM tipe 2. Beberapa studi jangka panjang juga menunjukkan
bahwa lingkar pinggang atau rasio pinggang pinggul yang
menunjukkan keadaan lemak visceral (abdominal), merupakan
indikator yang lebih baik dibandingkan indeks masa tubuh, sebagai
faktor resiko prediabetes. Data tersebut memastikan bahwa distribusi
lemak lebih penting dibanding dengan jumlah total lemak obesitas.
e. Aktivitas Fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang
besar terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan
bahwa kurangnya aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya
DM Tipe 2 pada pria maupun wanita. Semakin sedikit beraktivitas,
semakin besar
resiko pradiabetes. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat
badan, dengan beraktivitas maka glukosa digunakan sebagai energi
dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap insulin.
f. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang
tinggi dan rasio poly unsaturated fatty acid ( PUFA) dibanding lemak
jenuh yang rendah, merupakan faktor resiko terjadinya DM.
4. Gejala
Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya
suatu area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis
nigricans, adalah salah satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan
risiko untuk diabetes. Daerah umum yang mungkin akan terkena meliputi
leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku jari. Gejala klasik diabetes tipe 2
yang harus dipantau meliputi: Peningkatan rasa haus, sering buang air
kecil, kelelahan dan penglihatan kabur.
1. Definisi obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan
dan metabolism energiyang dikendalikan oleh beberapa factor biologi
spesifik, factor genetic sangat berpengaruh, secara fisiologis, obesitas
didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasilemak yang abnormal
atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan
( sugondo 2014 ).
Menurut kamus Dorland, obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi
batas kebutuhan skeletal fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan
dalam tubuh. Pada prinsipnya, pada obesitas ditemukan ketidakseimbangan
antara masukan energi (intake) dan energi yang dikeluarkan, diman masukan
energi lebih besar daripada pengeluarannya.(Dr.Arisman,2018).
2. Tipe Obesitas
a. Tipe Android/ Obesitas Sentral atau Viseral
Distribusi lemak tubuh penting karena lemak perut atau visceral adalah
organ endokrin yang sangat aktif, yang dapat menyebabka keadaan inflamasi
kronis yang disebabkan oleh pelepasan asam lemak bebas dan sitokin dari
jaringan adiposa ini. Lebih sering terjadi pada pria dan berhubungan dengan
peningkatan risiko resistensi insulin, hiperlipidemia, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, dan stroke (Boyett et al., 2017).
b. Tipe Gynoid
Pola ginekoid obesitas ditandai dengan akumulasi kelebihan lemak
subkutan di pinggul dan paha, biasanya terlihat pada wanita. Obesitas
ginekoid lebih jarang dikaitkan dengan efek metabolik yang merugikan
(Boyett et al., 2017).
4) Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi menyebabkan orang tidak melaksanakan kegiatan secara manual
yang memerlukan banyak energi. Orang yang menggunakan kendaraan bermotor
semakin banyak daripada orang yang berjalan kaki atau bersepeda. Komputer,
internet, dan video game juga telah menjadi gaya hidup remaja belakangan ini
sehingga akan meningkatkan sedentary time dari remaja.
5) Lingkungan
Perilaku hidup sehari hari dan budaya suatu masyarakat akan mempengaruhi
kebiasaan makan dan aktivitas fisik tertentu. Lingkungan keluarga sangat berperan
dalam pola makan dan kegiatan
yang dikerjakan dalam sehari-hari. Hal ini juga berkaitan dengan pendidikan di
sekitar lingkungannya.
6) Aspek psikologis
Asupan makanan pada setiap individu, dapat dipengaruhi oleh kondisi
mood,mental,kepribadian, citra diri, persepsi bentuk tubuh, dan sikap terhadap
makanan dalam konteks sosial.