Anda di halaman 1dari 21

TAFSIR AYAT AQIDAH

(Q.S. YASIN : 77-83 DAN Q.S. AL-HADID : 26-27)

Tugas Ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Tafsir Tekstual, Kontekstual, dan Konseptual Pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Bone

Oleh:

Ahmad Zamakhsyari Amin


762312019008

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayahnyalah sehingga penyusun mampu menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Shalawat menyertai salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad saw. Serta ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut
berpartisispasi dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusunan tugas ini ditujukan untuk memberikan penjelasan terkait tafsir
ayat aqidah. Semoga apa yang saya sampaikan melalui makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta wawasan kita serta dapat bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam tugas saya ini, oleh karena
itu saya sangat mengharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas hadits ini.

Watampone, 14 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
A. Pengertian Tafsir Ayat Aqidah .................................................................3
B. Tafsir Q.S. Yasin ayat 77-83 dan Q.S. Al-Hadid ayat 26-27 ...................3
BAB III PENUTUP ..............................................................................................13
Kesimpulan ...........................................................................................................13
Saran .....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad, terbukti mampu menampakkan

sisi kemukjizatannya yang luar biasa, bukan hanya pada eksistensinya yang tidak

pernah rapuh, tetapi juga pada ajarannya yang telah terbukti sesuai dengan

perkembangan zaman, sehingga ia menjadi referensi bagi umat manusia dalam

mengarungi kehidupan di dunia. al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang moralitas

dan spritualitas, tetapi juga berbicara tentang ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan kehidupan umat manusia.

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril

dengan menggunakan Bahasa Arab yang sempurna. Di dalamnya terdapat penjelasan

mengenai dasar-dasar akidah, kaidah-kaidah hukum, asas-asas perilaku, menuntun

manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan berbuat. Akan tetapi penjelasan itu

tidak dirinci oleh Allah sehingga muncullah banyak penafsiran, terutama terkait

dengan susunan kalimat yang singkat dan sarat makna.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan tafsir ayat Aqidah?

2. Apa tafsir ayat Q.S. Yasin ayat 77-83 dan Q.S. Al-Hadid 26-27?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian tafsir ayat Aqidah.

2. Untuk mengetahui tafsir Q.S. Yasin ayat 77-83 dan Q.S. Al-Hadid ayat 26-27.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir Ayat Aqidah

Tafsir secara etimologis (lughawi) berarti penjelasan. Fassara-yufassiru

artinya menerangkan atau menjelaskan. Adapun pengertian terminologisnya (istilahi),

tafsir adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman kitab suci Al-Qur’an,

penjelasan makna-maknanya, penyimpulan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.1

Secara bahasa, aqidah (‫ )العقيدة‬berasal dari kata al aqdu (‫ )العقد‬yang artinya

ikatan, kokoh, kuat dan erat. Juga berarti keyakinan dan penetapan. Sehingga secara

umum, aqidah berarti keyakinan yang kuat, tanpa keraguan. Secara istilah, aqidah

adalah perkara-perkara yang dibenarkan oleh hati sehingga menjadi keyakinan kuat

yang tidak dicampuri oleh keraguan.2

Adapun secara istilah, Menurut Hasan al-Banna, “Aqidah adalah beberapa

perkara yang wajib diyakini keberadaannya ole hatimu, mendatangkan ketentraman

jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.

Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, “Aqidah adalah sejumlah kebenaran

yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.

(Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan

kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan

kebenaran itu”

Tafsir ayat aqidah yaitu penafsiran ulama terhadap ayat-ayat yang

berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keimanan dan kepercayaan,

1
Ahmad Fuad Effendy, Pengertian Tafsir, caknun.com.
2
Muchkisin BK, Pengertian Aqidah, bersamadakwah.net.

2
seperti percaya kepada keesaan dan kekuasaan Allah, malaikat, Rasul, kitab suci, hari

kiamat dan ayat-ayat yang mengungkap rahasia kehidupan manusia dan kematian.

B. Tafsir Q.S. Yasin ayat 77-83 dan Q.S. Al-Hadid ayat 26-27

1. Q.S. Yasin ayat 77-83


77. Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari
setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur
luluh?

79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang
pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.

80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu".

81. Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan
yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha
mengetahui.

82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata


kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

83. Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah SWT telah menciptakan
dan memberikan bermacam-macam rahmat manusia, antara lain ialah binatang ternak
yang mereka jadikan milik mereka masing-masing dan mereka ambil manfaatnya
untuk bermacam-macam keperluan hidup mereka. Tetapi sebagian manusia tidak
mensyukuri rahmat tersebut ,bahkan sebaliknya mereka bertuhan kepada selain Allah,
yang mereka buat sendiri berupa patung-patung dan berhala, yang mereka harapkan

3
dapat menolong dan melindungi mereka. Akan tetapi benda-benda tersebut sudah
tentu tak dapat berbuat apa-apa.

Selanjutnya , pada ayat-ayat berikut ini Allah mengingatkan kembali asal mula
kejadian manusia anak cucu Adam as yang sebagiannya bahkan memusuhi Allah dan
RasulNya ,dan tidak percaya tentang adanya hari berbangkit kelak di akhirat. Padahal
Allah Maha Kuasa , Dialah yang menciptakan alam ini semula . Dan Dia Kuasa pula
mengulangi kembali kejadian alam ini, termasuk manusia sesudah kehancuran alam
ini dengan datangnya Hari Kiamat .

a.Tafsir ayat 77

77. Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya


dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

77) Karena ada sebagian manusia tidak percaya tentang adanya hari


berbangkit, maka dlam ayat ini Allah SWT mengingatkan mereka kepada
KekuasaanNya dalam menciptakan manusia , sebagai bagian dari seluruh
makhluk-Nya . Ini dikemukakan dengan nada keheranan atas sebagian
manusia itu . Yaitu : apakah manusia itu tidak memikirkan dan tidak
memperhatikan bahwa Allah telah menciptakannya dari setitik mani, tetapi
setelah ia lahir ke dunia dan menjadi dewasa,tiba-tiba lalu menjadi orang yang
bersikap memusuhi Allah dan Rasulnya ? Sikap semacam ini benar-benar
tidak dapat diterima oleh pikiran sehat .
            Apabila manusia menginsyafi bahwa Allah kuasa menciptakannya ,
bahkan sari setetes mani, kemudian menjadikan makhluk yan paling baik di
bumi ini, pastilah yakin , bahwa Allah kuasa pula mengembalikannya kepada
asal kejadiannya itu dan Dia berkuasa pula untuk mengulangi kembali
penciptaan Nya itu ,yakni pada hari berbangkit .
            Akhir surat Yasin mulai dari ayat 77 sampai selesai,diturunkan
berkenaan dengan pedari Ibnu peristiwa Ubai ini. [1]

4
Yang semakna dengan ayat ini Qs:Al insan: 2[2]

.1
2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur[1535] yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.

b.Tafsir ayat 78

78. Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada
kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang,
yang telah hancur luluh?"
78)       Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a ,dia berkata, “Al-
Ash bin Wail mengambil tulang dari padang pasir .. kemudian Ibnu Abbas
menceritakan peristiwa sepertiyang terjadi di atas. Baik akhir surah Yasin ini
diturunkan karena perilaku Ubai bin Khalaf maupun perilaku al-Ash bin Wail
atau karena perilaku keduanya,kandungan ayat ini tetap berlaku umum bagi
siapa saja yang mengingkari ba’ats(kebangkitan)’’.
            ’’Kami telah menciptakannya dari setetes mani, maka tiba-tiba dia
menjadi musuh yang nyata.’’ Yakni, mengapa orang yang mengingkari ba’ats
itu tidak mengambil pelajaran melalui penciptaan manusia dari air mani? Jika
penciptaan pada permulaan demikian mudah bagi-Nya ,apalagi pnciptaan
ulang. Hal ini sebagai mana firman Allah Ta’ala, “ Bukankah Kami
menciptakan kamu dari air yang hina,lalu Kami meletakkannya dalam tempat
yang kokoh hingga akhir waktu yang ditentukan.” (al-Mursalat: 20-22)Jadi
,Zat yang menciptakan manusia dari air mani yang hina seperti ini tentulah
berkuasa pula untuk membangkitkannya setelah mati.

5
            Firman Allah Ta’ala,” Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan
dia lupa kepada kejadiannya .Dia berkata, ’Siapakah yangdapat menghidupka
tulang belulang yang telah hancur luluh?”. Orang kafir memandang mustahil
penciptaan ulang atas jasad dan tulang yang hancur luluh yang dilakukan
Allah yang memiliki kekuasaan besar,Pencipta langit dan bumi. Sementara
itu,dia melupakan proses penciptaan dirinya sendiri. Allah telah
menciptakannya dari tiada menjadi ada. Seharusnya dia menyadari,melalui
kejadian dirinya itu,bahwa penciptaan dirinya itulah yang seharusnya
dianggap leboh mustahil. Karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “ Katakanlah,Ia
akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pada kali yang pertama.
Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. ” Dia mengetahui tulang
belulang yang ada diberbagai wilayah dan penjuru bumi,kemana tulang itu
pergi dan berserakan serta bercerai-berai.[3]

            Kata (‫ )رميم‬terambil dari kata (‫ )رمام‬yakni lapuk/hancur.ayat diatas

bermaksut menjelaskan bahwa mewujudkan kembali sesuatu setelah


kepunahannya adalah bias saja terjadi.Siapa yang kuasa mewujudkan sesuatu
untuk pertama kali,pastilah kuasa pula mengulangi wujudnya untuk kedua
kalinya, bahkan menghimpun sesuatu yang telah terpisah pisah atau
mengadakan sesuatu yang tadinya pernah ada, lebih mudah dari pada
mewujudkannya pertama kali, karena yang kedua pernah ada
bahannya. Walaupun bagi Allah tidak ada istilah “ lebih mudah” atau “ lebih
sulit”.[4]
Yang semakna dengan ayat ini adalah cerita tentang orang-orang musyrik QS
As Sajdah : 10

6
10. Dan mereka berkata: "Apakah bila Kami telah lenyap (hancur) dalam
tanah, Kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru [1191]?"
bahkan mereka ingkar akan menemui Tuhannya.

Kesimpulannya,bahwa sebagian orang musyrik menganggap tidak mungkin


Allah yang mempunyai kekuasaan besar dan yang telah menciptakan langit
dan bumi dapat mengembalikan lagi kehidupan dari tubuh-tubuh dan tulang-
tulang yang busuk. Mereka lupa tentang diri mereka sendiri, dan bahwa
menciptakan mereka dari ketiadaan tapi mereka tetap mengingkarinya.[5]
c. Tafsir ayat 79
79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali
yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.

79)       Katakanlah , hai Rasul kepada orang musyrik ini yang berkata
kepadamu : “Siapakah yang menghidupkan tulang-tulang yang telah hancur
luluh? Katakanlah : Yang menghidupkannya pertama kali, ketika tulang-
tulang itu belum menjadi apa-apa.Dan Dia adalah Maha Tahu tentang dimana
tulang-tulang itu pergi. Tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu pun tentang
urusan makhluk-makhluk-Nya. Dia dapat mengembalikannya seperti sedia
ketika dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang pernah dialaminya, di
samping tetap diberi kekuatan-kekuatan seperti yang lalu.[6]

d. Tafsir ayat 80

80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka
tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".

7
80)       Firman Allah Ta’ala ,”yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari
kayu yang hijau. Maka tiba-tiba kamu menyalakan api dari kayu itu.’’
Maksudnya,Zat yang menciptakan pohon ini pada pertama kalinya dari air
hingga ia menjadi hijau,rimbun,berbuah dan matang, kemudian Dia
mengembalikannya hingga menjadi kayu bakar yang kering dan dapat dipakai
menyalakan api, adalah berkuasa pula untuk menciptakan segala sesuatu yang
dikehendaki-Nya tanpa dapat menolak kehendak-Nya.

Ayat 81-83

81. Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha
Pencipta lagi Maha mengetahui.

82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah


berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

83. Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala
sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

Tafsir
81-82) Dalam ayat ini Allah mengemukakan pertanyaan kepada orang-orang
yang tidak mempercayai hari berbangkit itu : jika mereka percaya bahwa
Allah kuasa menciptakan langit dan bumi ini mengapa Allah tidak Kuasa pula
menciptakan sesuatu yang serupa dengan itu? Jawabnya : Pasti Allah Kuasa
menciptakannya, Karena Dia Maha pencipta ,lagi Maha Mengetahui .[7]
                 Akhirnya di paparkan argument ketiga dari surah ini sambil
mengecam manusia yang meragukan kuasa Allah. Ayat –ayat di atas
menyatakan : Dan apakah manusia kehilangan akal sehingga tidak menyadari

8
kuasaNya? Tidakkah Dia yang maha kuasa itu, Yang menciptakan langit
dengan segala bintang dan planet-planetnya yang demikian lias, dan
menciptakan bumi dengan aneka ragam makhluk yang menghuninya?
Tanpa menunggu jawaban dari mereka yang ingkar, ayat ini menjawab
sebagaimana jawaban orang-orang mukmin bahwa: Ya, pasti Allah Maha
Kuasa untuk itu, apalagi Dia Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
     Engkau wahai yang ingkar, meragukan kuasa Allah mewujudkan kembali
sesuatu yang telah pernah ada dan bahannya pun masih ada. Tidakkah kamu
mengetahui bahwa Allah tidak membutuhkan waktu atau bahan untuk
mencipta atau mewujudkan sesuatu? Tidak lain perintah Nya  apabila Dia
menghendaki sesuatu  Dia hanya berkata kepadanya ‘jadilah’, maka terjadilah
ia yang di kehendakinya itu sesuai kehendaknya kapan, bagaimana dan
dimanapun juga.

         Kata (‫)امره‬terambil dari kata (‫)امر‬. Ia dapat berarti perintah dan dapat

juga berarti keadaan. Ulama sepakat menyatakan bahwa ayat ini berbicara
tentang kuasa Allah yang tidak dapat tertuliskan dengan kata-kata. Karena
kekuasaanNya itulah Dia memiliki wewenang memerintah. Perintahnya tidak
dapat di batalkan  atau di elakkan. Untuk terlaksana dengan mudah, dan
sesuatu yang di kehendaki Nya serta merta wujud dengan sangat cepat,
semudah dan secepat kata kun – bila manusia yang mengucapkannya –
bahkan lebih muda daan cepat.Penjelasan di atsas mengantar kita memahami
kata amr dalam arti perintah.
             Thahir ibn ‘asyur memahami kata amr dalam arti keadaan.
Mvenurutnya makna ini lebih tepat dengan konteks keraguan kaum musyrikin
atas kuasa Allah menghidupkan kembali tulang belulang yang hancur.
Maknanya menurut ulama ini “ Tiada keadaan bagi Allah saat Dia hendak
menciptakan suatu ciptaan,kecuali ketetapan Nya untuk mencipta sesuatu itu,
penggalan ayat di atas melukiskan ketetapanNya itu dimana sesuatu yang

9
hendak Dia wujudkan langsung terjadi-melukiskannya dengan kata kun .ini
untuk menjelaskan untuk mewujudkannya.Dia tidak menggunakan tangan,
tidak juga alat,atau mengolah atau mengadon suatu bahan seperti yang
dilakukan pekerja.ini karena kaun musyrikin mengira bahwa hari kebangkitan
tidak biasa terjadi karena bahan untuk menjadikannya tidak ada lagi.
Demikian ibnu ‘asyur.

            Firmannya ‫فيكون‬ ‫كن‬ memberi ilustrasi bahwa jika Allah hendak


mencipta sesuatu, maka itu dapat dapat terjadi seketika dan dengan sangat

cepat, secepat kata ‫كن‬ bahkan lebih cepat dari itu. Allah sebenarnya tidak

membutuhkan kata kun untuk mencipta. Ayaat di atas bermaksud memberi


ilustrasi  tentang kuasNya dan tiada kebutuhanNya kepada sesuatu apapun.
Atas dasar itu pula jangan menduga bahwa semua ciptaanNya tercipta dengan
sangat cepat.Tidak! semua ciptaanNya tercipta dalam waktu yang Dia
kehendaki; ada yang seketika, ada juga yang berproses lama, tergantung dari
kehendakNya yang penuh dengan hikmah  kebijaksanaan. Alam raya
diciptakan Nya dalam waktu enam hari.
            Jawaban-jawaban  Al qur’an di atas dijadikan oleh filosof ak- kindi
sebagai salah satu bukti keistimewaan alqur’an. Ulama ini menulis: “ manusia
mana yang dengan filsafahnya, mampu menghimpun informasi dalam ucapan
sebanyak huruf –huruf ayat diatas sebagaimana yang telah dihimpun oleh
Allah swt.untuk rasulnya saw? Pasti tidak satu pun. [8]
83) Orang-orang yang beriman pasti berkata bahwa Allah Maha Suci . Di
tangan Nya lah kekuasaan penuh atas segala sesuatu alam ini . Dialah yang
menciptkannya ,Dia pula yang mengatur dan memeliharanya . Dan kepada
Nya jualah semua makhluk di kembalikan .
Pengakuan dan keyakinan semacam ini pasti timbul apabila manusia
menggunakan pikran sehatnya untuk memperhatikan isi alam ini semuanya

10
yang menjadi bukti bagi kekuasaan Allah Swt . Allah Ta’ala memberitahukan
dan mengingatkan manusia akan kekuasaa-Nya dalam menciptakan tujuh
petala langit dan tujuh petala bumi berikut segala isinya dan apa yang ada
diantara keduanya. Dia pun mengarahkan manusia agar mengambil
dalil,melalui penciptaan semua perkara diatas,yang menunjukan kepada
adanya penciptaan ulang. Allah SWT memegang kekuasaan sepenuhnya atas
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini . Dan kepada Nya jualah
semuanya akan kembali .

2. Q.S. Al-Hadid 26-27


Surah Al-Hadid Ayat 26
ٰ
ِ َ‫وحا َوإِ ۡب ٰ َر ِهي َم َو َج َع ۡلنَا فِى ُذ ِّريَّتِ ِه َما ٱلنُّبُ َّوةَ َو ۡٱل ِك ٰتَ َب فَ ِم ۡن ُهم ُّم ۡهتَ ٍد َو َكثِي ٌر ِّم ۡن ُهمۡ ف‬
َ‫سقُون‬ ً ُ‫س ۡلنَا ن‬
َ ‫َولَقَ ۡد أَ ۡر‬

Terjemahan: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan
Kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, maka di
antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka
fasik.

Tafsir Jalalain: ‫وحا َوإِ ۡب ٰ َر ِهي َم َو َج َع ۡلنَا ِفى ُذ ِّريَّتِ ِه َما ٱلنُّبُ َّوةَ َو ۡٱل ِك ٰتَ َب‬
ً ُ‫س ۡلنَا ن‬
َ ‫ َولَقَ ۡد أَ ۡر‬ (Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan pada
keturunan keduanya kenabian dan Alkitab) yaitu kitab yang empat; Taurat,
Injil, Zabur dan Al-Furqan. Kitab-kitab tersebut diturunkan kepada anak cucu
ٰ
ِ َ‫فَ ِم ۡن ُهم ُّم ۡهتَ ٍد َو َكثِي ٌر ِّم ۡن ُهمۡ ف‬ (maka di antara mereka ada yang
Nabi Ibrahim  َ‫سقُون‬
menerima petunjuk dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang
fasik).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah memberitahukan sejak mengutus Nuh as., Dia
tidak mengutus setelahnya seorang Rasul dan Nabi pun melainkan dari
keturunannya. Demikian juga dengan Nabi Ibrahim as., Dia tidak menurunkan
satu kitab pun dari langit dan tidak pula mengutus seorang Rasul serta tidak
mewahyukan kepada seorang pun melainkan dia berasal dari silsilah
keturunannya. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala dalam surah lain
yang artinya: “Dan Kami jadikan kenabian dan al-Kitab pada keturunannya.”
(al-Ankabuut: 27).

Bahkan, termasuk Nabi terakhir dari kalangan Bani Israil, ‘Isa bin Maryam
as., yang telah diberi kabar gembira atas kehadiran Rasul sesudahnya,
Muhammad saw.

11
Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa Dia telah mengutus Nuh sebagai
rasul kepada kaumnya, kemudian Dia mengutus Ibrahim sebagai rasul kepada
kaum yang lain. Diterangkan pula bahwa para rasul yang datang kemudian
setelah kedua orang rasul itu, semuanya berasal dari keturunan mereka
berdua, tidak ada seorang pun daripada rasul yang diutus Allah yang bukan
dari keturunan mereka berdua. Hal ini dapat dibuktikan kebenarannya sampai
kepada rasul terakhir Nabi Muhammad saw.

Diterangkan bahwa tidak semua keturunan Nuh dan Ibrahim beriman kepada
Allah, di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan dari mereka
tidak beriman, mereka adalah orang-orang yang fasik, yang mengurangi,
menambah dan mengubah agama yang dibawa oleh para rasul sesuai dengan
keinginan hawa nafsu mereka.

Dari ayat ini dipahami bahwa belum tentu seseorang hamba yang saleh
kemudian anaknya menjadi hamba yang saleh pula, tetapi banyak tergantung
kepada bagaimana cara seseorang mendidik dan membesarkan anaknya.

Ayat ini juga merupakan peringatan keras dari Allah kepada orang-orang yang
telah beriman dan mengikuti para rasul yang diutus kepada mereka, tetapi
mereka tidak mengikuti ajaran yang dibawa para rasul itu.

Tafsir Quraish Shihab: Kami benar-benar telah mengutus Nûh dan Ibrâhîm
dan memberikan kenabian dan kitab suci kepada anak keturunan mereka
berdua. Sebagian anak turun mereka itu, kemudian, ada yang meniti jalan
petunjuk dan banyak juga yang keluar dari jalan yang lurus.

Surah Al-Hadid Ayat 27


ٰ
َّ
ُ‫ب ٱل ِذينَ ٱتبَ ُعوه‬ َّ ُ ُ َ ۡ
ِ ‫نجي َل َو َج َعلنا فِى قلو‬ ِ ِ ‫سى ۡٱب ِن َم ۡريَ َم َو َءات َۡي ٰنَهُ ٱإۡل‬ ُ ‫ثُ َّم قَفَّ ۡينَا َعلَ ٰ ٓى َءاثَ ِر ِهم بِ ُر‬
َ ‫سلِنَا َوقَفَّ ۡينَا بِ ِعي‬
‫ق ِرعَايَتِ َها فَٔـََٔ}ات َۡينَا‬ ۡ ‫َر ۡأفَةً َو َر ۡح َمةً َو َر ۡهبَانِيَّةً ۡٱبتَ َدعُوهَا َما َكت َۡب ٰنَ َها َعلَ ۡي ِهمۡ إِاَّل ۡٱبتِ َغٓا َء ِر‬
َّ ‫ض ٰ َو ِن ٱهَّلل ِ فَ َما َرع َۡوهَا َح‬
ٰ
َ‫سقُون‬ ِ َ‫ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ِم ۡن ُهمۡ أَ ۡج َرهُمۡ َو َكثِي ٌر ِّم ۡن ُهمۡ ف‬

Terjemahan: Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul


Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan
kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya
rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah
padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah
yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak
memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan
kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di
antara mereka orang-orang fasik.

12
Tafsir Jalalain: ‫سى ۡٱب ِن َم ۡريَ َم َو َءات َۡي ٰنَهُ ٱإۡل ِ ن ِجي َل َو َج َع ۡلنَا فِى‬ ٰ
ُ ‫ثُ َّم قَفَّ ۡينَا َعلَ ٰ ٓى َءاثَ ِر ِهم بِ ُر‬
َ ‫سلِنَا َوقَفَّ ۡينَا بِ ِعي‬
ً‫ب ٱلَّ ِذينَ ٱتَّبَ ُعوهُ َر ۡأفَةً َو َر ۡح َمةً َو َر ۡهبَانِيَّة‬
ِ ‫قُلُو‬ (Kemudian Kami iringi di belakang mereka
dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi pula dengan Isa putra Maryam; dan
Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang
mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan kerahbaniyahan) yakni tidak
mau kawin dan hidup membaktikan diri di dalam gereja-gereja ‫ٱبتَ َدعُوهَا‬ (yang ۡ
mereka ada-adakan) oleh diri mereka sendiri  ۡ‫ َما َكت َۡب ٰنَ َها َعلَ ۡي ِهم‬ (padahal Kami tidak
mewajibkannya kepada mereka) Kami tidak memerintahkan hal itu kepada
mereka  ‫إِاَّل‬ (tetapi) melainkan mereka mengerjakannya ‫ض ٰ َو ِن‬ ۡ ‫ٱبتِ َغٓا َء ِر‬ (untuk
ۡ
mencari keridaan) demi mencari kerelaan ‫ق ِرعَايَتِ َها‬ َ ‫هَّلل‬
َّ ‫ٱ ِ ف َما َرع َۡوهَا َح‬ (Allah, lalu
mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya) karena
kebanyakan di antara mereka meninggalkannya dan kafir kepada agama Nabi
Isa, lalu mereka memasuki agama raja mereka. Akan tetapi masih banyak pula
di antara mereka yang berpegang teguh kepada ajaran Nabi Isa, lalu mereka
beriman kepada Nabi Muhammad.

‫فَٔـََٔ}ات َۡينَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا‬ (Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman)
ٰ
kepada Nabi Isa  َ‫سقُون‬ ِ َ‫ ِم ۡن ُهمۡ أَ ۡج َرهُمۡ َو َكثِي ٌر ِّم ۡن ُهمۡ ف‬ (di antara mereka pahalanya dan
banyak di antara mereka orang-orang fasik).
ٰ
Tafsir Ibnu Katsir: oleh karena itu Allah berfirman:  ‫سلِنَا‬ ُ ‫ثُ َّم قَفَّ ۡينَا َعلَ ٰ ٓى َءاثَ ِر ِهم بِ ُر‬
‫سى ۡٱب ِن َم ۡريَ َم َو َءات َۡي ٰنَهُ ٱإۡل ِ ن ِجي َل‬
َ ‫ َوقَفَّ ۡينَا ِب ِعي‬ (“Kemudian Kami iringkan di belakang
mereka Rasul-Rasul Kami dan Kami iringkan pula ‘Isa putera Maryam, dan
Kami berikan kepadanya Injil.”) yaitu al-Kitab yang diturunkan Allah
kepadanya.

ِ ‫و َج َع ۡلنَا فِى قُلُو‬ (“Dan


ُ‫ب ٱلَّ ِذينَ ٱتَّبَ ُعوه‬ َ Kami jadikan dalam hati orang-orang yang
mengikutinya”) yakni para Hawariyyun [para pengikut setia],  ً‫َر ۡأفَة‬
ً‫و َر ۡح َمة‬ (“Rasa
َ santun dan kasih sayang.”) terhadap sesama makhluk.

Dan firman Allah: ‫ َو َر ۡهبَانِيَّةً ۡٱبتَ َدعُوهَا‬ (“Dan mereka mengada-adakan


rabbyaniyah”) yakni yang dibuat-buat oleh kaum Nasrani (rahbaniyyah ialah
tidak beristri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara).  ً‫َو َر ۡهبَانِيَّة‬
ۡ
‫ٱبتَ َدعُوهَا‬ (“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka.”) maksudnya
sedang Kami sama sekali tidak pernah mensyariatkan hal itu bagi mereka,
tetapi mereka mengadakan hal seperti itu karena terdorong oleh diri mereka
sendiri.

Sedangkan firman-Nya: ِ ‫ض ٰ َو ِن ٱهَّلل‬


ۡ ‫إِاَّل ۡٱبتِ َغٓا َء ِر‬ (“Tetapi [mereka] sendirilah yang
mengada-adakannya] untuk mencari keridlaan Allah.”) mengenai hal ini
terdapat dua pendapat: pertama, dengan melakukan itu mereka bertujuan
mencari keridlaan Allah.

13
Demikian yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair dan Qatadah. Kedua,
menyatakan bahwa artinya: Kami tidak menetapkan hal tersebut bagi mereka,
tetapi kami tetapkan hal tersebut bagi mereka dalam rangka mencari keridlaan
Allah.

َّ ‫فَ َما َرع َۡوهَا َح‬ (“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan
‫ق ِرعَايَتِ َها‬
yang semestinya.”) maksudnya mereka tidak mengerjakan apa yang mereka
buat-buat itu dengan sebaik-baiknya. Demikianlah Allah hinakan mereka dari
dua sisi.

Pertama, karena mereka telah berbuat bid’ah dalam menjalankan agama


Allah, yaitu menjalankan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan Allah.
Kedua, karena mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dan
yang mereka akui sebagai sesuatu yang dapat mendekatkan mereka kepada
Allah.

ۡ‫فَٔـََٔ}ات َۡينَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ِم ۡن ُهمۡ أَ ۡج َرهُم‬ (“Maka Kami berikan kepada orang-orang beriman
di antara mereka pahalanya.”) yakni mereka yang beriman kepadaku dan
ٰ
membenarkan diriku.  َ‫سقُون‬ ِ َ‫ َو َكثِي ٌر ِّم ۡن ُهمۡ ف‬ (“Dan banyak di antara mereka orang-
orang yang fasik.”) yaitu mereka yang mendustakan dan menentang diriku.

Imam Ahmad meriwayatkan, Husain Ibnu Muhammad memberitahu kami,


dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasannya ada seorang laki-laki yang
mendatanginya seraya berkata: “Berpesanlah kepadaku.” Maka Abu Sa’id
berkata:

“Engkau meminta kepadaku apa yang dulu pernah aku pinta kepada
Rasulullah saw. Aku berpesan kepadamu untuk senantiasa bertakwa kepada
Allah Ta’ala, karena sesungguhnya Dia adalah pokok dari segala sesuatu.

Kemudian engkau juga harus berjihad, karena jihad merupakan rabbaniyyah


dalam Islam. Hendaklah engkau berdzikir kepada Allah dan membaca al-
Qur’an, karena sesungguhnya ia merupakan ruh dirimu di langit dan
ingatanmu di bumi.” Demikianlah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Demikianlah Allah mengutus para rasul, kemudian diiringi


pula oleh rasul-rasul yang sesudahnya, untuk menyampaikan agamaNya
kepada manusia, sehingga tidak ada alasan bagi manusia di akhirat untuk
mengatakan, mengapa mereka diazab padahal kepada mereka tidak diutus
seorang rasul pun.

14
Dalam ayat ini Allah mengkhususkan keterangan tentang Isa karena banyak
pengikut-pengikutnya yang fasik, yaitu mengubahubah, menambah dan
mengurangi ajaran-ajaran yang disampaikan Isa. Diterangkan bahwa Isa
adalah putra Maryam, diberikan kepadanya Kitab Injil, berisi pokok ajaran
yang agar dijadikan petunjuk oleh kaumnya dalam mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat dan sebagai penyempurnaan ajaran Allah yang
terdapat dalam kitab Taurat yang telah diturunkan kepada Nabi Musa
sebelumnya.

Kemudian diterangkan sifat-sifat pengikut Nabi Isa: 1. Allah swt menjadikan


dalam hati mereka rasa saling menyantuni sesama mereka, mereka berusaha
menghindarkan kebinasaan yang datang kepada mereka dan saudara-saudara
mereka serta berusaha memperbaiki kebinasaan yang terjadi pada mereka. 2.
Antara sesama mereka terdapat hubungan kasih sayang dan menginginkan
kebaikan pada diri mereka.

Sekalipun mereka telah mempunyai sifat-sifat terpuji dan baik seperti yang
diajarkan Nabi Isa, tetapi mereka melakukan kefasikan, yaitu mengada-
adakan rahbaniyyah, dengan menetapkan ketentuan larangan kawin bagi
pendeta-pendeta mereka, padahal perkawinan termasuk sunah Allah yang
ditetapkan bagi makhluk-Nya.

Mereka menetapkan rabbaniyah itu dengan maksud mendekatkan diri kepada


Allah, tetapi Allah tidak pernah menetapkannya. Karena itu mereka adalah
orang yang suka mengada-adakan sesuatu yang bertentangan dengan
sunatullah, yaitu tidak mensyariatkan perkawinan bagi pendeta-pendeta
mereka yang tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan menjaga
kelangsungan hidup manusia.

Perbuatan fasik lain yang mereka lakukan, ialah mereka telah mengubah,
menambah dan mengurangi agama yang dibawa Nabi Isa, yang terdapat
dalam Injil, karena memperturutkan hawa nafsu mereka.

Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia akan memberikan pahala
yang berlipat-ganda kepada orang-orang yang beriman, mengikuti syariat
yang dibawa para rasul, tidak mengadaadakan yang bukan-bukan dan tidak
pula menambah dan mengubah kitab-kitab-Nya. Sedang kepada orang-orang
fasik itu akan ditimpakan azab yang sangat berat.

Tafsir Quraish Shihab: Segera setelah Nûh dan Ibrâhîm–dan rasul-rasul


yang sezaman atau yang hidup sebelum mereka–Kami mengutus rasul-rasul
Kami secara berturut-turut hingga sampai kepada ‘Isâ putra Maryam. Kepada

15
‘Isâ, Kami mewahyukan kitab Injîl, dan ke dalam hati para pengikutnya Kami
menitipkan sifat kasih, lemah lembut dan sayang.

Lalu mereka terlalu berlebih-lebihan dalam beragama dan membuat bid’ah


kerahiban yang sebetulnya tidak Kami wajibkan. Mereka melakukan hal itu
untuk memperoleh perkenan Allah yang, kemudian, itu pun tidak mereka
pelihara dengan baik. Kami pun kemudian memberi orang-orang yang
beriman kepada Muhammad, di antara mereka, bagian ganjaran dan
pahalanya. Tetapi banyak di antara mereka yang mendustakannya dan keluar
dari ketaatan dan jalan yang lurus.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan


Surah Al-Hadid Ayat 26-27 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir,
Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu
Al-Qur’an kita.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pada yang telah dipaparkan dalam makalah ini maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tafsir ayat aqidah yaitu penafsiran ulama terhadap ayat-ayat yang
berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keimanan dan kepercayaan,
seperti percaya kepada keesaan dan kekuasaan Allah, malaikat, Rasul, kitab suci, hari
kiamat dan ayat-ayat yang mengungkap rahasia kehidupan manusia dan kematian.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Maka
demikian kami penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan, maka dari itu kami
menginginkan agar pembaca dapat mencari tahu kebenaran suatu ilmu yang kami
paparkan jika yang ada dalam makalah ini didapati suatu kesalahan. Dengan begitu
pembaca akan mengatahui kebenaran dan dapat memberikan kritik atas kesalahan
kami serta menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fuad Effendy. 2020. Pengertian Tafsir.


https://www.caknun.com/2020/pengertian-tafsir/. Diakses pada 02 November
2021. 19.32 PM.
Muchlisin BK. Pengertian Aqidah. https://bersamadakwah.net/pengertian-aqidah/.
Diakses pada 02 November 2021. 19.49 PM.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. 2009. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Syaikh Imam Al-Qurthubi. 2010. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. 2012. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir. Jakarta: Gema Insani.

18

Anda mungkin juga menyukai