Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TEORI PENSTAFAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :

MAMA : MATHILDA INDRIANI PRAING

NIM : PO5303212200199

KELAS/ SEMESTER : B/lll

POLTEKKES KEMENKES KUPANG

PRODI KEPERAWATAN WAIKABUBAK

TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kelimpahan
rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan makalh PENSTAFAN DALAM
MANAJEMEN KEPERAWATAN dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang di berikan oleh dosen pembimbing mata kuliah manajemen
keperawatan.

Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan pemahaman tentang PENSTAFAN


DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN. Pemahaman tersebut dapat dipahami melalui
pendahuluan, pembahasan serta kesimpulan dalam makalah ini. Ucapan terima kasih kepada
dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah
ini. Dan terima kasih juga atas dukungan semua pihak kepada penulis yang telah memberikan
bantuan berupa konsep dan pemikiran dalam menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran-
saran dan kritik yang kondusif sangat saya harapkan dari pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah berikutnya.

Waikabubak, 23 September 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengembangan staf

B. Metode penugasan

C. Model praktek keperawatan profesional

D. Uraian kerja kepala ruangan,perawat primer,perawat asosiet

E. Sistem klasifikasi klien

F. Konsep timbang terima

G. Konferensi pelayanan keperawatan

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu lingkungan dimana
orang-orang yang bekerja sama didalam suatu kelompok dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan seefisien mungkin (H.Weihrich dan H. Koontz dalam Suarli dan Bahtiar,
2009). Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2013). Fungsi
manajemen keperawatan sejalan dengan fungsi manajemen secara umum yaitu
pengorganisasian, perencanaan, kepemimpinan, dan pengawasan (Suarli dan Bahtiar,
2009).Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya
mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan
organisasi. Sedangkan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi
perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
organisasi (Hasibuan, 2014).
Dalam manajemen keperawatan, ada beberapa tingkatan manajemen antara lain sebagai
berikut: top manager, middle manager, dan nursing low manager. Kepala ruang keperawatan
merupakan bagian darinursing low manager yang mempunyai peranan penting dalam
pelayanan di suatu bangsal atau ruangan. Kepala ruang keperawatan yang merupakan bagian
dari manajemen keperawatan berpihak kepada fungsi manajemen keperawatan yaitu POAC
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling) dalam rangka untuk memajukan staf keperawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional (Nursalam, 2013).

B. RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian Pengembangan staf

B. Apa pengertian Metode penugasan

C. Apa pengertian Model praktek keperawatan profesional

D. Bagaimana Uraian kerja kepala ruangan,perawat primer,perawat asosiet

E. Bagaimana Sistem klasifikasi klien


F. Apa Konsep dari timbang terima

G. Bagaimana Konferensi pelayanan keperawatan

C. TUJUAN

Untuk mengetahui bagaimana penstafan dalam manajemen keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGEMBANG STAF

1. Pengembangan staf

Pada umumnya program pengembangan staf ditujukan untuk meningkatkan kompetensi


pekerja.Komponen yang mempengaruhi:
1. Interest

Adalah factor dimana dengan jalan menarik perhatian individu untuk melihat suatu
obyek

2. Education need

Adalah kebutuhan yang dapat dilihat dan diukur dengan jalan membandingkan
kompetensi pekerjaan seseorang dengan kompetensi tertentu yang diharapkan dalam
pekerjaan

3. Informasi learning

Adalah perubahan perilaku baik kogniif maupun psikomotor sebagai respon dari
stimulais yang dilakukan oleh guru.

2. Tujuan

 Mengurangi “turn over” dengan meningkatnya rasa profesionalisme

 Mengingkatkan produktivitas prganisasi

 Menstimulasi aspirasi tingkat tinggi pada pekerja bawahan

 Menggerakkan pekerjaan teknikal kea rah praktek professional.

3. Aktivitas pengembangan staf

Aktivitas meliputi semua training dan program pendidikan à meningkatkan

penampilan kerja dan pengetahuan, ketrampilan. Aktifitas tersebut antara lain:

a. Induction training

Adalah indoktrinasi singkat yang terstandart à 2- 3 hari untuk menjelaskan


tujuan program, perarturan organisasi

b. Orientasi
Adalah training individu yang ditujukan pada staf yang baru masuk

c. Inservice training

Termasuk instruksi tentang pekerjaan yang harus dilakukan untuk penampilan


kerja petugasContinuing education à sekolah, pelatihan

4. Cara mendisain

Pengkajian

 Menentukan populasi untuk siapa program dilakukan

 Mempelajari karakteris

 Input narasumber

Perencanaan

 Menentukan tujuan

 Menjelaskan secara obyektif cara untuk mencapai tujuan

 Membuat strategi pengajran yang berhubungan dengan tujuan

 Merencanakan kriteria evaluasi

Implementasi

 Mempelajari rencana yang telah dibuat

 Menyiapkan struktur untuk pelaksanaan rencana

 Memberikan pengajaran sesuai dengan rencana

 Meemberikan feedback dan penilaian dalam pembelajaran


Evaluasi

 Menyusun informasi tentang penampilan kerja

 Mengukur hasil dibandingkan dengan tujuan dan kompetensi yang diharapkan

 Memberikan feedback untuk pengkajian kebutuhan selanjutnya

B. METODE PENUGASAN

Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dalam keperawatan :

a). Metode kasus

Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali digunakan.
Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian asuhan keperawatan
yang paling banyak di gunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya
kebutuhan kliennya. (Situros, 2006).Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan
dari berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar
pemamfaatan tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Situros, 2006)

Kelebihan dari metode kasus :

1. Kebutuhan pasien terpenuhi

2. Pasien merasa puas

3. Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat

4. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai


Kekurangan metode kasus :

1. Kemampuan tenaga perawat pelaksana dan mahasiswa perawat yang terbatas


sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh

2. Membutuhkan banyak tenaga

3. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan

4. Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggung jawab


klien tugas

b). Metode Fungsional

Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian


tugas atau prosedur. Setiap perawat di beri satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan
kepada semua klien di satu ruangan.(Situros, 2006)

Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan.
Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala
ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode fungsional
mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi
klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Situros, 2006)

Kelebihan dari metode Fungsional adalah :

1. Sederhana

2. Efisien

3. Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu

4. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas


5. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana

6. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk keterampilan tertentu

Tetapi, metode ini kurang efektif karena (Situros, 2006) :

1. Prioritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik

2. Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan


keperawatan terfragmentasi

3. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepada
ruangan

4. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap


pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapatkan
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan

5. Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat pemimpin (nurse
leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan
keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk menjawab
hal tersebut. (Situros, 2006).

c). Metode Tim

Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat
profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Metode tim di
dasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung
jawab yang tinggi. (Situros, 2006).

Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Situros, 2006) : Ketua tim,
sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.
Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan
evaluasi asuhan keperawatan.

Kelebihan metode ini adalah :

1. Saling memberi pengalaman antar sesama tim

2. Pasien dilayani secara komprehensif

3. Terciptanya kaderisasi kepemimpimpinan

4. Tercipta kerjasama yang baik

5. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal

6. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan


efektif

Kekurangan metode ini adalah :

1. Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar mengembangkan


metode keperawatan primer (Situros, 2006). Selain itu :

2. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung
jawabnya

3. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau
terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar
anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat
4. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung pada anggota tim yang mampu atau ketua tim

5. Akontabilitas dalam tim kabur

d). Metode Perawat Primer

Menurut Gillies (1989) “ keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian


asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara
klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pemberian
dan koordinasi asuhan keperawatan klien, selama klien dirawat.” (Situros, 2006). Pada
metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan
keperawatan disebut perawat primer (primery nurse) disingkat dengan PP. (Situros, 2006).

Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonoi, otoritas,
advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuetas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi dan
komitmen. (Situros, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan bertanggung
jawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat
akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif , dan merencanakan asuhan
keperawatan. perawat yang paling mengetahui keadaan klien. Jika PP tidak sedang bertugas,
kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP
bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien
kepada kepala ruangan, dokter, dan staf keperawatan. (Situros, 2006).

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperaatan,


tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontrak
dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah dan lain-lain. Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas
perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode keperawatan primer
memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies,
1989). (Situros, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih di hargai sebagai manusia karena
terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan
tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena (Situros, 2006) :

1. Hanya ada satu perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan

2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien

3. PP bertanggung jawab selama 24 jam

4. Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal

5. Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel

Kelebihan metode perawat primer:

1. Mendorong kemandirian perawat

2. ada keterikatan pasien dan perawat selama di rawat

3. berkomunikasi langsung dengan dokter

4. perawatan adalah perawatan komprehensif

5. model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau di terapkan

6. memberikan kepuasan kerja bagi perawat

7. memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan

kelemahan metode perawat primer:

1. perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat

2. hanya dapat di lakukan oleh perawat profesional

3. biaya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain


C. MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL

1. Pengertian MPKP

Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. (Ratna sitorus
& Yulia, 2006).Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &
Woods, 1996).

Ada beberapa jenis model PKP yaitu:


a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan
klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset
serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang
spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan
konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer
pada area spesialisnya.
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan
untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan. Metode
pemberian asuhan keperawatan yangdigunakan pada model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk
menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,
metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.

Nilai Praktek Keperawatan

MPKP merupakan model praktek keperawatan profesional yang mewujudkan nilai-nilai


profesional. Nilai-nilai profesional yang diterapkan pada MPKP adalah:

1. Pendekatan Manajemen ( Management Approach )

2. Penghargaan karir ( compensatory rewards )

3. Hubungan Profesional ( professional relationship)

4. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )

D. URAIAN KERJA KEPALA RUANGAN,PERAWAT PRIMER,PERAWAT ASOSIET

1. Kepala Ruangan:

a) Menerima pasien baru

b) Memimpin rapat

c) Mengevaluasi kinerja perawat

d) Membuat jadwal dinas

e) Perencanaan, pengarahan, dan pengawasan

2. Perawat Primer
a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan

b) Mengadakan tindakan kolaborasi

c) Memimpin timbang terima

d) Mendelegasikan tugas

e) Memimpin ronde keperawatan

f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan

g) Bertanggung jawab terhadap pasien

h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang


i) Mengisi resume keperawatan

3. Perawat asosiate

a) Memberikan asuhan keperawatan

b) Mengikuti timbang terima

c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan

d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan

E. SISTEM KLASIFIKASI KLIEN

Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah dan


kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien
dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan
kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan
Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk
mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan
pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan
jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.Setiap kategori
deskriptor empat perawatan (aktifitas sehari-hari, kesehatan umum, dukungan pengajar
serta emosional, dan perlakuan sekitar pengobatan) dipakai untuk menunjukkan karakteristik
dan tingkat perawat yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi tersebut.Klasifikasi pasien
sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga. Hal ini dilakukan untuk menetapkan jumlah
tenaga keperawatan sesuai dengan kategori yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan
klien di setiap unit.

Sistem klasifikasi Pasien

Kategori keperawatan klien menurut Swanburg (1999) terdiri dari :

1. Self-care

Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak keperawatan dan


pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri. Biasanya
dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.

2. Minimal care

Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan pengobatan


tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur posisi. Biasanya
dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.

3. Intermediate care

Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24
jam.

4. Mothfied intensive care


Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24
jam.

5. Intensive care

Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24
jam.

Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode menurut Donglas (1984),
yang mengklasifikasi derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori, yaitu perawatan
miniaml, perawatan intermediate, dan perawatan maksimal atau total.

1. Perawatan minamal

Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien
masih dapat melakukan sendiri kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk minum.
Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi atau gerakan. Ciri-ciri lain
pada klien dengan klasifikasi ini adalah observasi tanda vital dilakukan setiap shift, pengobatan
minimal, status psikologis stabil, dan persiapan pprosedur memerlukan pengobatan.

2. Perawatan intermediate

Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah
klien masih perlu bantuan dalam memenuhi kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi serta
perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien dalam klasifikasi ini memerlukan
pengobatan lebih dan sekali. Kateter Foley atau asupan haluarannya dicatat. Dan klien dengan
pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

3. Perawatan maksimal atau total

Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien
harus dibantu tentang segala sesuatunya. Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam,
makan memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube), menggunakan terapi intravena,
pemakaian alat penghisap (suction), dan kadang klien dalam kondisi gelisah/disorientasi.

F. KONSEP TIMBANG TERIMA

Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan
menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien
harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap
tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
berkesinambungan dan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima
dilakukan oleh ketua tim keperawatan kepadaketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau
dinas malam secara tertulis dan lisan. Manfaat timbang terima yaitu:
Bagi perawat
 Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
 Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.
 Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan.
 Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara paripurna.

Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap
(Nursalam, 2014).

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


a. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
b. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan menggambarkan
kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
e. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
f. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga
pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien.
g. Sesuatu yang mungkin membua

G. KONFERENSI PELAYANAN KEPERAWATAN

1. Pengertian

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan sebelum
atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas perawatan
pelaksanaan. Konferensi merupakan metode pembelajaran dengan bentuk diskusi kelompk mengenai
aspek praktik klinik. Konferensi dibagi menjadi 2 yaitu pra konferensi dan pasca konferensi. Konferensi
mempunyai 3 tahapan yaitu persiapan, diskusi dan evaluasi. Manfaat metode konferensi adalah
meningkatkan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik.

2. Jenis-jenis Conference

Konferensi terdiri dari pre conference dan post conference yaitu :

a. Pre Conference

Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab
tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre
conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan
PJ tim(Modul MPKP, 2006)

b. Post Conference

Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post conference adalah hasil askep
tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh
katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006) Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.
C.Tujuan Conference

Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa masalah-masalah secara kritis dan
menjabarkan alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi lapangan
yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana antisipasi sehingga dapat meningkatkan
kesiapan diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk
menghasilkan perubahan non kognitif

a. Tujuan pre conference adalah:

1) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan

merencanakan evaluasi hasil

2) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan

3) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien

b. Tujuan post conference adalah: Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian


masalah dan membandingkan masalah yang dijumpai.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengembangan staf Pada umumnya program pengembangan staf ditujukan untuk
meningkatkan kompetensi pekerja

Tujuan

 Mengurangi “turn over” dengan meningkatnya rasa profesionalisme

 Mengingkatkan produktivitas prganisasi

 Menstimulasi aspirasi tingkat tinggi pada pekerja bawahan

 Menggerakkan pekerjaan teknikal kea rah praktek professional.

Daftar pustaka

Douglass, L.M. (1992). The effective nurse: Leader and manager. St. Louis: Mosby.
Gillies, D.A. (1996). Nursing management: A system approach . 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunder
Company.
Huber, D.L. (2010). Leaderhip and nursing care management, ed 4. Philadelphia: W.B. Saunder
Company.
Marquis, B.L dan Huston, C.J. (2009). Leadership Roles and management functions in nursing: Theory
and application. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Marquis, B.L dan Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan : Teori dan aplikasi,
edisi 4. Jakarta: EGC.
Potter , P.A., & Perry, A.G., (2005). Fundamental of nursing : Concepts, process & practice, 4nd ed., Vol.
1. St. Louis: Mosby.
Sitorus, R. (2006) Model praktek keperawatan professional di Rumah Sakit: Penataan struktur dan
proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat. Jakarta: EGC.
Sitorus, R. & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen keperawatan di ruang rawat.
Jakarta: Sagung Seto.
Swansburg, R.C. (1999). Introductory management and leadership for nurses: an interactive text.
Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers.
Swanburg, R.C. (2000). Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan untuk perawat klinis
terjemahan. Alih bahasa Suharyati Samba, editor Monica Ester. Jakarta: EGC.
Sullivan, E.J. dan Phillip J.D. (2005). Effective leadership and management in nursing. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Tomey, A. M. (2009). Nursing management and leadership, 8th ed. St. Louis: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai