A DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL: OPEN FRAKTUR AT TUNGKAI TIBIA
FIBULA DEXTRA DI RUANG KANA RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sesuai jenisnya (Purwanto, 2016). Tibia disebut juga tulang kering yang
merupakan satu dari dua tulang lebih besar dan lebih kuat yang berada di bawah
lutut pada vertebra (tulang yang satunya lagi adalah fibula), menghubungkan lutut
Diperkirakan terdapat sekitar 26 kasus fraktur diafisis tibia per 100.000 populasi
per tahunnya dan lebih banyak terjadi pada laki – laki. Kejadian fraktur tibia
menyatakan bahwa insiden fraktur kurang lebih 15 juta orang dengan angka
prevalensi 3,2 %. Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20 juta orang
dengan angka prevalensi 4,2 % dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta
orang dengan angka prevalensi 3,8 % akibat kecelakaan lalu lintas (Desiartama &
Aryana dalam Ayu dan Anisa, 2021). Data yang ada di Indonesia kasus fraktur
paling sering yait fraktur femur sebesar 42 % diikuti dengan fraktur humeurus
sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14 % dimana penyebab terbesar
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas yang bisanya disebabkan oleh kecelakaan
1
2
mobil, kecelakan motor dan kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas
tinggi yaitu anggota gerak bawah dengan prevalensi 68,8% (Riskesdas, 2018). Di
Jawa Barat untuk kasus fraktur femur yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti
oleh fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab
terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan
oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh dari
ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). Insiden fraktur femur pada
wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0 per 10.000 orang pertahun) dan
nomor tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun). Puncak distribusi usia pada
fraktur femur adalah pada usia dewasa (15-34 tahun) dan orang tua (diatas 70
Fraktur tibia dapat disertai dengan cedera ligamen lutut dan sekitar 5 %
berupa fraktur bifocal. Pada pasien yang sadar maka fraktur tibia dan fibula jelas
dapat dikenali. Adanya nyeri dan deformitas tampak jelas. Yang perlu
Pada pasien yang tidak sadar dan mempunyai riwayat multiple trauma maka tibia
perlu diperiksa secara teliti. Terdapat 4 prinsip penanganan fraktur diafisis tibia.
Non operative terdiri dari longleg casts maupun patellar tendon-bearing casts. 3
eksternal (Ismiarto, 2014). Menurut (Purwanto, 2016) pasien dengan fraktur akan
3
bengkak atau edema serta pucat pada anggota gerak yang di operasi (Carpintero
dalam Pratiwi, 2020). Manajemen untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 yaitu
stimulus terapi musik dan massage yang dapat membuat nyaman karena akan
merileksasikan otot otot sehingga sangat efektif untuk meredakan nyeri (Mediarti
Peran lain seorang perawat yaitu perawat juga membantu seseorang yang
dalam keadaan fraktur itu tetap termotivasi dan tetap berupaya dalam pemulihan
kembali bagian yang fraktur, selain itu perawat juga diharapkan bisa mengurangi
kecemasan jika pasien akan dilakukan tindakan tertentu dan oleh karena itu
perawatan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare,
open fraktur at tungkai tibia fibula dextra di Ruang kana RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung”.
B. Rumusan Masalah
Muskuloskeletal: open fraktur at tungkai tibia fibula dextra di Ruang kana RSUP
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Sistem Muskuloskeletal: open fraktur at tungkai tibia fibula dextra di Ruang kana
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari studi kasus ini adalah sebagai berikut:
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik
yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman dan Nurna, 2009). Sedangkan
menurut Puspitasari 2012 fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umunya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur
cruris tibia fibula merupakan salah satu kasus kegawatan, dimana pada awal akan
memberikan respon nyeri hebat akibat diskontinuitas jaringan tulang, resiko inggi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur tibia fibula adalah terputusnya tulang tibia dan fibula
(Smeltzer & Bare, 2001). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang fibia dan fibula. Fraktu
terbuka adalah suatu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
bahwa open fraktur tibia dan fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
6
7
ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang terjadi pada tulang fibia dan fibula yang
muskuloskeletal.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi :
Tulang ini termasuk tulang panjang, sehingga terdiri dari tiga bagian:
eminenta intercondyloidea.
proximal.
fibularis).
b. Fibula
proximal meruncing menjadi apex. Pada capitulum terdapat dua dataran sendi
yang disebut facies articularis capitulli fibulae, untuk bersendi dengan tibia.
Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis, crista anterior,
crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies
lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah
2. Fisiologi:
bergerak).
tulang).
dalam kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D,
tulang dan penentuan jumlah matriks tulang yang dibentuk pada masa
sebelum pubertas.
yang terjadi pada wanita sebelum usia 65 tahun namun matriks organiklah
C. Klasifikasi
1. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka atau compound adalah fraktur dengan luka terbuka dimana
tulang menonjol keluar melalui luka tersebut (Donna L. Wongg, 2004). Fraktur
atau membran mukosa sampai ke patahan tulang (Brunner dan Suddarth, 2001).
11
Patah tulang terbuka dapat dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh
yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus
kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur
a. Grade I : Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih
b. Grade II : Fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm, tanpa ada
lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat (Smeltzer & Bare and
Bare, 2002).
Tipe IIIb : trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang
2. Fraktur Tertutup
12
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragment
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan (Price dan
yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang.
3. Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan
4. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari
a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkok.
tulang belakang)
perlekatannya
D. Etiologi
1. Trauma langsung
kerusakan.
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan
gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner & Suddart,
2002).
Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh
b. Usia penderita
c. Kelenturan tulang
d. Jenis tulang
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis
E. Manifestasi
Menurut Brunner dan Suddart (2002) Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
15
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar
tidakmenyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah
(Brunner &Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur sangat berat dan
dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi
disekitar fraktur.
a. Lokasi fraktur
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.
1. Fase Reaktif
2. Fase Reparatif
3. Fase Remodelling
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks
harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk
kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi
fragmen fraktur dari tulang yang patah. Ada 3 persyaratan untuk remodeling
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase
al,2000).
1) Fase Inflamasi
1996).
lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai
2 – 3 minggu.
2) Fase proliferasi
minggu ke 4 – 8.
atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi
3) Stadium Konsolidasi
4) Stadium Remodelling.
yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan
dan biokimia baik secara lokal maupun sistemik melibatkan proses dinamis dan
inflamasi akut segera setelah trauma, regenerasi, migrasi dan proliferasi jaringan
22
ikat dan sel parenkim, serta sintesis protein matriks ekstraselular, remodeling
parenkim dan jaringan ikat serta deposisi kolagen (T Velnar dalam Nova, 2019).
Sel yang paling berperan dari semua proses ini adalah sel makrofag, yang
kekuatan tensile strengh luka dan mengisi jaringan luka kembali ke bentuk
semula, kemudian diikuti oleh sel-sel keratinosit kulit untuk membelah diri dan
proses penyembuhan luka normal yang terdiri dari even terpisah yang saling
beberapa
Fase Inflamasi terbagi dua, yaitu Fase inflamasi awal atau fase
haemostasis dan fase inflamasi akhir. Pada saat jaringan terluka, pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh pertama
koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang mengarah ke agregasi platelet dan formasi
clot vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan
reaksi haemostasis. Reaksi haemostasis akan terjadi karena darah yang keluar dari
kulit yang terluka akan mengalami kontak dengan kolagen dan matriks
ekstraseluler, hal ini akan memicu pengeluaran platelet atau dikenal juga dengan
23
tersebut dapat beragregasi menempel satu sama lain dan membentuk massa
(clotting). Massa ini akan mengisi cekungan luka membentuk matriks provisional
sebagai scaffold untuk migrasi sel-sel radang pada fase inflamasi. (Landén, Li, &
akan direspon dengan terjadinya vasodilatasi. Lalu akan terjadi migrasi sel
leukosit dan trombosit ke jaringan luka yang telah membentuk scaffold tadi.
Selain itu, migrasi sel leukosit dan trombosit juga dipicu oleh aktivasi associated
Ca2+ dan mengaktivasi kolagenase dan elastase, yang juga merangsang migrasi
sel tersebut ke matriks provisional yang telah terbentuk. Setelah sampai di matriks
dan mengaktifkan jalur intrinsik dan ekstrinsik yang menstimulasi sel-sel netrofil
dalam Nova, 2018). Adapun sitokin yang di sekresi sel trombosit juga berfungsi
Growth Factor (VEGF), sitokin dan kemokin. Mediator ini sangat dibutuhkan
24
Fase inflamasi dimulai segera setelah terjadinya trauma sampai hari ke-5
pasca trauma. Tujuan utama fase ini adalah menyingkirkan jaringan yang mati,
dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gutner
GC dalam Nova, 2018). Setelah hemostasis tercapai, sel radang akut serta
neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan
bakteri. Dengan adanya neutrofil maka dimulai respon keradangan yang ditandai
dengan cardinal symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio laesa.
Netrofil, limfosit dan makrofag adalah sel yang pertama kali mencapai daerah
luka. Fungsi utamanya adalah melawan infeksi dan membersihkan debris matriks
seluler dan benda-benda asing .Agen kemotaktik seperti produk bakteri, yaitu
leukotriene. Agen ini akan ditangkap oleh reseptor TLRs (toll like receptor) dan
merangsang aktivasi jalur signalling intraseluler yaitu jalur NFκβ dan MAPK.
Pengaktifan jalur ini akan menghasilkan ekspresi gen yang terdiri dari sitokin dan
faktor untuk menarik sel yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang
rusak, serta pelepasan sitokin yang akan memulai proliferasi jaringan. Leukosit
yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah neutrofil, biasanya terdeteksi
25
pada luka dalam 24 jam sampai dengan 36 jam setelah terjadi luka. Sel ini
Netrofil mensekresi sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6 juga
makrofag atau mati. Meskipun neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi,
keberadaan neutrofil yang persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk
mengalami proses penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi
Makrofag sebagai sel yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki
fungsi fagositosis bakteri dan jaringan matin akan berubah menjadi makrofag
pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan lainnya (GC dalam
darah. Ketika monosit mencapai lokasi luka, maka ia akan dimatangkan menjadi
makrofag.
3. Fase Proliferasi
Fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-3 hingga 14 pasca trauma, ditandai
makrofag secara bertahap digantikan oleh migrasi sel fibroblast dan deposisi
makroskopis ditandai dengan adanya jaringan granulasi yang kaya akan jaringan
pembuluh darah baru, fibroblas, dan makrofag, granulosit, sel endotel dan kolagen
yang membentuk matriks ekstraseluler dan neovaskular yang mengisi celah luka
(Landén et al dan Gutner GC dalam Nova, 2018). Tujuan fase proliferasi ini
regenerasi jaringan.
Fase maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun yang
dalam Nova, 2018). Segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi dan
proses reepitelialisasi usai, fase ini pun segera dimulai. Pada fase ini terjadi
kontraksi dari luka dan remodeling kolagen. Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas
Velnar dalam Nova, 2018). Pada fase ini terjadi keseimbangan antara proses
27
mengerut sesuai tegangan yang ada.Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut
Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian primer dan resusitasi,
1. Reduksi fraktur
rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi
tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
a. Reduksi tertutup
b. Reduksi terbuka
bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
c. Traksi
traksi.
2. Mobilisasi fraktur
Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin
I. Komplikasi fraktur
yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
c. Compartment Syndrome
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
intravaskular.
2. Komplikasi lambat
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
structural
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
J. Pemeriksaan penunjang
31
K. Patofisiologi
masuk kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi. Pada
bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk
belakang, kemudian
“dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi
spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT).
sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks serebri untuk
faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi. Imobilisasi sendiri
mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu luka pada kulit
akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence. Perubahan
struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas kulit,
kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro vaskuler
pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untk
Woc fraktur
Merangsang
Perdarahan pada Perubahan jaringan reseptor sekitar
area fraktur sekitar untuk
mengeluarkan
histamin
bradikinin dan
Hematoma
Kerusakan pada prostaglandin
kulit
Penekanan pada
serabut saraf Mikroorganisme Merangsang
mausk ke dalam serabut A-delta
luka
Menghantarkan
Nyeri saraf nyeri ke
Resiko infeksri sumsum tulang
belakang
Gangguan REM
mobilisasi fisik
Korteks serebral
1. Pengertian
ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain
kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar
tulang.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
mungkin
parah.
alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi
1. Pengertian
37
dilakukan yaitu dengan fiksasi interna atau disebut juga dengan pembedahan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan
pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat
yang tepat pada fragmen fraktur (John C. Adams, 1992 dalam Potter & Perry,
2005). Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra
medullary nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur transvers.
medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang,
seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu
2. Mengurangi nyeri
38
3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam
a. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani
memuaskan.
c. Terdapat infeksi
menghambat rekonstruksi.
f. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
sendiri.
Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian yang
4. Latihan otot
agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot akibat latihan
yang kurang.
N. Plebitis
1. Definisi
Plebitis adalah proses inflamasi yanf terjadi pada tunika intima pada dinding vena
bagian dalam yang terdiri dari jaringan endotel akibat dari insersi IV kateter.
Pemasanan akses vena perifer kateter merupakan prosedur pemasangan yang biasa
infeksi.
Meskipun tidak ada kesepakan dalam komunitas ilmiah, secara fisik plebitis
ditanda dengan :
Kenerahan lokal
Pembengkakan
41
Nyeri
Panas
3. Klasifikasi Plebitis
1. Mekanik : hal ini terkait dengan material dari keteter infus yang tidak baik,
2. Kimia : disebabkan oleh zat – zat yang dimasukkan ke dalam infus seperti
3. Bakteri : bila ada kolonisasi microba karena kurangnya teknik aseptik dan
4. Setelah dipasang infus : antara 48 jam sampai dengan 96 hari setelah infus
4. Derajat Plebitis
Infusion Phlebitis (VIP) untuk menentukan derajat plebitis, skala ini ditentukan
Grad 0 : menunjukkan insersi yang baik, tidak ada terjadinya inflamasi namun
Grad 1 : terdapat 1 dari beberapa gejala, nyeri saat disentuh atau kemerahan
Grad 2 : bila terdapat 2 dari tanda dan gejala nyeri area insersi,adanya eritema dan
Grad 3 : ketika terdapat gejala – gejala nyeri diarea jalur akses vena, eritema dan
Grad 4 : dimana terdapat semua gejala dan meluas (nyeri sepanjang jalur insersi,
eritema, indurasi dan penebalan vena saat dipalpasi, hal ini disebut
Grad 5 : adanya tromboplebitis stadium lanjut, dan semua gejala yang diatas
muncul dan meluas dan terjadi demam, untuk penanganan sama dengan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena
klien.
b. Keluhan utama
Nyeri yang diraskan terus menerus, hilangnya fungsi dari bagian yang
gejala dirasakan.
skala berapa?
dirasakan.
44
Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga klien terdapat
yang karena lingkungan yang kurang sehat yang berdampak negatif pada
keluarga/masyarakat.
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan
salah.
45
1) Pola Nutrisi
2) Pola Eliminasi
4) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu
dkaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
5) Pola Aktivitas
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
46
2) Sistem Pernafasan
3) Sistem Kardiovaskuler
4) Sistem Pencernaan
usus dan nafsu makan. Pada klien fraktur dan dislokasi biasanya
5) Sistem Genitourinaria
pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan
tempat tidur, dimana hal ini dapat mengakibatkan klien harus BAK
tersebut.
6) Sistem Muskuloskeletal
toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot
akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot. Pada klien
otot dan atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur
7) Sistem Integumen
8) Sistem Persyarafan
2. Diagnosa Keperawatan
(fraktur)
struktur tulang
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. Adun Tri Putra
Tanggal Lahir : 13/10/1975
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Cibogo RT 03/06 Leuwigajah
Cimahi Selatan Kota Cimahi
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Status marital : Menikah
Nomor RM : 0001979434
Diagnosa Medis : Open fraktur at tungkai tibia fibula
Tanggal Pengkajian : 9/11/2021
Tanggal Masuk RS : 20/10/2021
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pasien mengeluh badan terasa
panas
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Tanggal 13/10/2021 pasien mengalami kecelakaan sehingga
mengalami faktur terbuka pada tulang tibia dan fibula dextra
sehingga harus dilakukan pemasangan OREF pada hari berikutnya di
rumah sakit Boromeus, seminggu kemudian pasien dirujuk ke RSHS
untuk dilakukan ORIF, pada tanggal 27/10/2021 pasien dilakukan
ORIF di RSHS.
Pada saat dikaji pasien mengeluh demam yang terjadi sejak 3 hari
yang lalu, pasien mengeluh badan terasa panas, sebelumnya
menggigil, terasa hilang timbul terutama muncul saat malam dan
51
b. Data Sosial :
Selain menjadi buruh pabrik pasien bekerja sebagai ojek online,
sehingga pasien jarang bersosialisasi dengan tetangganya, pasien
dirawat dengan menggunakan BPJS karena untuk jasa raharja
plafonnya sudah habis
c. Data Spiritual
3) Dada posterior
Bentuk simetris, ridak ada benjolan, pengembangan dada
simetris, vokal premitus ada, suara nafas vesikuler perkusi sonor
4) Abdomen
Bentuk datar, warna coklat, tidak ada nyeri tekan, perkusi
terdengan timpani, bising usus 17x/menit
5) Genital
Kondisi genital pasien utuh, tampak bersih
6) Ekstremitas atas
a) Tangan kanan tidak ada kelainan, tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan kekuatan otot 5
b) Tangan kiri terpasang infus, tidak ada benjolan, ada nyeri
tekan, tampak merah dan bengkak daerah insersi infus,
kekuatan otot 5
7) Ekstremitas bawah
a) Kaki kiri bentuk simetris, jari lengkap, tidak ada benjoan,
tidak ada benfolan dan tidak ada nyeri tekan, kekuatan otot 5
b) Terdapat luka post pemasangan ORIF di kaki kanan, ada
nyeri tekan pada luka post ORIF skala nyeri 3/10, kekuatan
otot 3, Kondisi luka post ORIF (REEDA) : Terdapat
kemerahan disekitar luka post ORIF, adanya edema di sekitar
luka post ORIF, tidak ada ekimosis pada area sekitar luka,
terdapat pus pada luka post pemasangan ORIF, dan luka
tampak membuka
55
Pemeriksaan Laboratorium :
b. Program Terapi
B. ANALISA DATA
Hipertermi
2. DS : Trauma langsung Resiko infeksi
DO :
Terdapat luka post Fraktur terbuka
pemasangan ORIF di
kaki kanan, terdapat Perubahan jaringan sekitar
kemerahan di sekitar
insersi infus, bengkak Kerusakan pada kulit
ada, nyeri tekan ada
Kondisi luka post ORIF Mikroorganisme masuk ke dalam
(REEDA) : luka
Terdapat kemerahan
disekitar luka post ORIF, Resiko infeksi
adanya edema di sekitar
luka post ORIF, tidak ada
ekimosis pada area
sekitar luka, terdapat pus
pada luka post
pemasangan ORIF, dan
luka tampak membuka
Hb : 9,9
Albumin : 1,91
57
Korteks serebral
Nyeri akut
4 DS : Trauma langsung Gangguan mobilisasi
pasien mengatakan nyeri fisik
pada luka post Fraktur terbuka
pemasangan ORIF, skala
nyeri 3/10 Perubahan jaringan sekitar
DO :
Terdapat luka post Kerusakan pada kulit
pemasangan ORIF di
kaki kanan, kekuatan otot Mikroorganisme masuk ke dalam
kaki kanan 3 luka
Resiko infeksi
Resiko infeksi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam Pencegahan infeksi
dibuktikan derajat infeksi menurun Observasi:
dengan efek Dengan kriteri hasil : 1. Monitor tanda
prosedur invasif 1. Kemerahan berkurang gejala infeksi lokal Mendeteksi adanya infeksi terutama
ditandai dengan : 2. Nyeri skor 0 dan sistemik infeksi sistemik
61
dengan kerusakan 1. Kebutuhan ADL pasien terpenuhi nyeri atau keluhan fisik malan bergerak
integritas struktur 2. Tonus otot tetap baik lainnya
tulang ditandai 3. Nyeri berkurang ( skala 1-3) 2. Identifikasi Mengetahui batas kemampuan gerak
dengan : 4. Kaku sendi tidak ada toleransi fisik pasien
DS : 5. Tidak terjadi decubitus melakukan pergerakan
Pasien 3. Monitor frekuensi Mengetahui efek dari melakukan
mengatakan jantung dan tekanan aktifitas fisik
nyeri pada luka darah sebelum memulai
post pemasangan mobilisasi
ORIF, skala 4. Monitor kondisi Mengetahui efek dari melakukan
nyeri 3/10 umum selama aktifitas fisik
melakukan mobilisasi
DO : Terapeutik:
Terdapat luka 1. Bantu adl pasien Kebutuhan pasien terpenuhi dengan
post pemasangan baik
ORIF di kaki Untuk meningkatkan kemampuan
2. ROM pasif pada
kanan, kekuatan aktifitas pasien
area fraktur
otot kaki kanan 3
3. Libatkan keluarga
Meningkatkan partisipasi keluarga
untuk membantu pasien
dalam merawat pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Adukasi nutrisi
penyembuhan tulang Keluarga dan pasien mengerti
2x pertemuan sehingga diharapkan dapat berperan
serta mendukung proses pengobatan
2. Anjurkan pasien
melakukan mobilisasi Meningkatkan kemampuan mobilisasi
dini pasien secara perlahan sehingga tidak
64
DX 5
S : istri pasien dan pasien mengatakan tidak
sholat magrib
O:
A : resiko distres spiritual
P : Lanjurkan intervensi dukungan spiritual
R : pasien mengatakan nyeri masih ada skala O : Terdapat luka post pemasangan ORIF di
3/10, nyeri seperti ditusuk tusuk, hilang kaki kanan, bengkak ada, leukosit 11.620
timbul, bertambah terasa jika kaki kanan A : Resiko infeksi
digerakkan P : lanjutkan intervensi pencegahan infeksi
16.00 6 Menanyakan apakan pasien sdh sholat ashar
R : pasien mengatakan sudah solat DX 3
17.00 3 Melanjutkan pemberian pain program S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post
RL + pethidine 100mg + ketorolak 30 mg necrotomi debridemen dan STSG, skala
18.00 5 Menanyakan keluhan mual nyeri 3/10
R : mual sudah tidak ada, makan siang habis 1
O : Pasien tampak meringis
porsi
A : Nyeri akut
18.15 5 Memonitor diet makan sore pasien
P : Lanjutkan intervensi Manajemen nyeri
R : makan sore tinggal menyisakan daging
saja
DX 4
19.00 5 Memberikan terapi omeprazole 40 mg IV S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post
Bolus secara perlahan, larutkan dg Aqua pemasangan ORIF, skala nyeri 3/10
bedes 10 cc
19.00 4 Memberikan terapi Ampicilin sulbactam 1,5 gr O : Terdapat luka post pemasangan ORIF di
gram IV kaki kanan, kekuatan otot kaki kanan 3
Obat di drip dalam NaCl 0,9% habis dalam 3 A : Gangguan mobilisasi fisik
jam P : lanjutkan intervensi Dukungan mobilisasi
DX 5
S : istri pasien dan pasien mengatakan sudah
sholat magrib
O:
A : resiko distres spiritual
P : Lanjurkan intervensi dukungan spiritual
70
DX 5
S : pasien mengatakan tidak sholat ashar dan
magrib
71
O:
A : resiko distres spiritual
P : Lanjurkan intervensi dukungan spiritual
BAB IV
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan yag dilakukan pada Tn. Adung dengan diagnosa medis
Open fraktur at tungkai tibia fibula dextra yang telah dilakukan operasi tanggal 14
Oktober 2021 di rumah sakit Boromeus, karena alasan tindakan selanjutnya pasien
pindah ke RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan tanggal 24 dilakukan tindakan
pemasangan ORIF.
penyakit, dari hasil pengkajian didapatkan keluhan utama pasien badan terasa
panas, suhu 39 C, menggigil, pada area insersi infus nampak kemerahan, bengkak
dan adanya nyeri tekan sehingga ini merupakan tanda dan gejala tromboplebitis
(Ventura, Freitas and Lindo, 2021), hal ini dapat diakibatkan penggunaan antibiotik
yang diberikan melalui akses vena perifer tersebut, pemberian Albumin 25% yang
harus diberikan karena pasien hipoalbumin (Ventura, Freitas and Lindo, 2021).
Penulis tertarik untuk memberikan kompres NaCl 0,9% dalam menurunkan derajat
plebitis pasien karena NaCl merupakan larutan isotonis yang tidak menimbulkan
iritasi dan menjaga pertumbuhan jaringan tetap lembab pada daerah luka dan
membantu dalam proses penyembuhan, selain itu NaCl juga dapat mengurangi
edema dan eritema dengan cara menarik keluar cairan luka dengan proses osmosis,
memiliki reaksi mencegah tanda inflamasi berupa menurunkan gejala nyeri dan
kemerahan pada luka serta melancarkan sirkulasi darah pada lokasi luka sehingga
proses penyembuhan luka lebih cepat (Evangeline et al, 2015; Nurjanah, 2011)
73
kerusakan integritas struktur tulang dimana pasien tidak mampu menggerakan kaki
kanannya sehingga aktifitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Manifestasi
klinis pada fraktur tulang adalah pemendekan pada ekstremitas yang mengalami
berfungsi dengan baik karena fungsi otot tergantung pada integritas tulang serta
adanya nyeri yang menjadi masalah keperawatan ketiga yang dialami pasien
terbuka sehingga terjadi kerusakan pada daerah sekitar organ yang mengalami
dapat menjadi akses masuk mikroorganisme dan rentan mengalami resiko infeksi
yang menjadi masalah keperawatan ketiga yang ditemukan penulis (Brunner and
Suddart, 2002). Proses inflamasi yang terjadi saat pasien mengalami infeksi
interferon dan tumor necrosis factor (TNF)-α (Hotchkiss et al, 2016). Hal ini
pada membran pembuluh darah, dimana salah satu fungsinya adalah mempertahan
kan albumin dan zat terlarut lainnya agar tetap berada pada pembuluh darah.
Glycocalyx merupakan lapisan tipis yang menyerupai gel dengan ketebalan 0,2-0,5
endotel dalam menghalangi perpindahan albumin dan zat terlarut lainnya (Ince et
74
al., 2016). Pada kondisi sepsis, pelepasan TNF- α menjadi salah satu penyebab
albumin dari dalam pembuluh darah menuju ke daerah interstitial (Chellazzi et al.,
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah putusnya kontinuitas struktur tulang baik komplit maupun tidak
terdiri dari beberapa tipe dan keparahan. Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan
tekanan yang sangat besar melebihi kemampuan tulang tersebut. Fraktur bisa
disebabkan oleh trauma, gerakan melintir kencang dan tiba – tiba, dan kontraksi
Diagnosa keperawatan pada pasien Tn. Adun dengan post operasi ORIF dd
Dari implementasi yang telah diberikan pada Tn. Adun selama 4 hari
hipertermi dapat teratasi dalam 1 hari dengan menunjukkan derajat plebitis dari 4
menjadi 1, gangguan mobilitas fisik pasien belum teratasi walaupun nyeri
berkurang terutama setelah dilakukan debridemen dan STSG karena infeksi masih
berlangsung sehingga defisit nutrisi belum teratasi. Pasien masih belum rutin
menjalankan kewajiban sholat 5 waktunya, mengakibatkan resiko terjadinya
distres spiritual.
76
B. Saran
1) Rumah Sakit
Diharapkan pihak rumah sakit dapat memfasilitasi pembuatan SOP
pemberian kompres NaCl 0,9% untuk pasien dengan plebitis, karena saat ini
pihak rumah sakit belum menyediakan
2) Perawat
Resiko terjadinya plebitis pada pasien terpasang akses vena perifer maupun
sentral sangat mungkin terjadi sehingga diharapkan perawat lebih aware lagi
dalam melakukan perawatan akses infus tersebut sehingga terhindar dari
terjadinya plebitis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah (Ed 8,
vol2).Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC. Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hincle, J.I., &
Cheever, K.H. (2008).Textbook of medical surgical nursing; brunner &
suddarth's (Ed 11).
Chelazzi, C., Villa, G., Mancinelli, P., de Gaudio, A.R., & Adembri, C.
(2015). Glycocalyx and sepsis- indiced alterations in vascular permeability.
Critical Care, 19, 26.
Hotchkiss, R.S., Moldawer, L.L., Opal, S.M., Reinhart, K., Turnbull, I.R., &
Vincent, J.L. (2016). Sepsis and septic shock. Nature Reviews Disease
Primers, 2, 16045
Ince, C., Mayeux, P.R., Nguyen, T., Gomez, H., Kellum, J.A., Ospina-Tascon,
G.A., et al. The endothelium in sepsis. Shock, 45(3), 259-270.
Ismiarto, yoyos. 2014. Fraktur Diafisis Tibia dan Fibula. Departemen / SMF
Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Diakses 15 November 2021 dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/fraktur-diafisis-tibia-
dan-fibula.pdf
ii
Koeppen, B.M., & Stanton, B.A. (2013). Physiology of body fluid. In: Renal
physiology (5th ed). Philadelphia: Mosby, Inc.
Nova Et Al. 2018. Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek Mekanisme
Seluler Dan Molekuler. Qanun Medika Vol. 3 No. 1 Januari 2019. Diakses
17 November 2021. Http://Journal.Um-Surabaya.Ac.Id/Index.Php/
Qanunmedika/ Article/View/2198
Nurjanah, N (2011). Studi komparasi efektivitas kompres normal salin dan air
hangat terhadap derajat flebitis pada anak yang dilakukan pemasangan infus
di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung http://www.stikesayani.ac.id, diperoleh
tanggal 21 Januari 2014. Nursing Times 13.09.11 /Vol107 No36/
Pratiwi, Agustina. 2020 . Asuhan Keperawatan pada Klien Fraktur Femur dengan
Nyeri di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan. Karya Tulis Ilmiah
Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang. Diakses 15 November 2021 dari
https://repo.stikesicme-jbg.ac.id/3772/7/kti%20agustina%20eka.pdf
Purwanto, Hadi. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah II. Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kemenkes RI.
Diakses 15 November 2021 dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/kmb-2-komprehensif.pdf.
Sjamsuhidajat R, Wim De Jong ( 2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Siswantinah. (2011). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien
Gagal Ginjal Kronik yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Smeltzer, s.c. & bare, b.g. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal edisi 8.
Jakarta : egc
iii
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta Selatan.
iv