Disusun oleh:
Kelompok 1
Pipit Lianti 402021005
Putri Nur Habibah 402021060
Rani Sopiah S 402021066
Rika Meliasari 402021014
Yessi Apriani 402021012
Zainab Zakiyah Z F 402021016
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Kunaryanti et al.,
2018). Diabaetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika tubuh
tidak efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (Meidikayanti & Wahyuni,
2017).
Organisasi International Diabetic Federation (IDF) memperkirakan setidaknya
terdapat 436 juta orang pad usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada
tahun 2019 atau sekitar 9,3% dari total pada penduduk usia yang sama (Infodatin,
2020). Indonesia berada pada peringkat ke-7 diantara 10 negara paling terbanyak
penderita diabetes mellitus dengan jumlah 10,7 juta dan indonesia merupakan satu-
satunya di Asia Tenggara yang masuk pada urutan terbesar. Prevalensi diabetes
mellitus tipe 2 di RSUD Al Ihsan merupakan kasus terbanyak memuncaki ke satu
dari 10 kasus terbesar penyakit rawat inap tercatat sejak bulan oktober 2018
sebanyak 1031 orang dengan penyakit DM tipe 2 (Al-Ihsan, 2021).
Penyebab aiabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal (Mokolomban et al., 2018). Kurangnya sekresi insulin pada
orang dengan diabetes mellitus menyebabkan terjadinya peningkatan insulin dalam
darah, kondisi tersebut meningkatkan penyerapan jumlah natrium didalam tubuh.
Penyerapan natrium akan meningkatkan kadar kalium dalam darah dan akan
menyebabkan terstimulasikan sistem saraf simpatik, kondisi tersebut
menyebabkan perubahan struktur dalam darah yang mempengaruhi fungsi jantung
dan tekanan darah sehingga diabetes mellitus adalah kondisi dimana secara tidak
langsung akan mempengaruhi untuk terjadinya hipertensi. Hipertensi yang tidak
terkontrol akan menyebabkan stroke non hemoragik (Sari et al., 2020).
Dampak diabetes mellitus akan memperburuk kualitas hidup bahkan kematian,
sehingga upaya penanggulangan dan pencegahan perlu segera dilakukan. Diabetes
1
2
mellituas atau hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko stroke non
hemoragik karena hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi
oksigen otak pasca iskemik dibandingkan pada pasien dengan normoglikemia.
Hiperglikemia reaktif akan mempengaruhi proses penyembuhan, memperberat
akibat stroke iskemik, dan juga mempercepat rekuren atau kekambuhan stroke.
Keadaan hiperglikemia juga mempermudah terjadinya edem otak dan
meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke (Sari et al., 2020).
Komplikasi diabetes melitus yang dapat terjadi adalah gangguan
kardiovaskuler dengan angka kejadian mencapai 30.1%, serebrovaskuler 6.8%,
neuropati 17.8%, nefropati 10.7%, lesi okuler 14.8% dan masalah kaki 0.8%
(Anggreini & Lahagu, 2021). Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
diabetes adalah luka kaki. Komplikasi ini dapat menyebabkan kecacatan dan
memiliki resiko 15 sampai 40 kali lebih besar terjadi amputasi dengan prevalensi
sekitar 25% bahkan sampai terjadinya kematian karena ulkus diabetikum dengan
prevalensi kejadian sekitar 16% (Arifin, 2021).
Diagnosa spiritual yang biasanya muncul pada pasien dengan diabetes mellitus
adalah resiko distres spiritual dan distres spiritual karena penyakit yang diderita
dan pengobatan termasuk injeksi insulin pada penderita diabetes mellitus
berhubungan dengan angka kejadian sakit yang nantinya akan mempengaruhi
kemaknaan hidup pasien diabetes mellitus. Perawat akan memberikan asuhan
kepada klien secara simultan dengan melibatkan spiritualitasnya dalam memaknai
hidup terutama dalam hal kualitas hidup dan berbagai parameter fisiologis
penderita diabetes mellitus (Hasina & Putri, 2020). Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien Ny.E di ruang zaitun 2 RSUD Al Ihsan yaitu ketidakstabilan
glukosa darah, defisit nutrisi, gangguan mobilitas fisik dan gangguan komunikasi
verbal.
Strategi yang perlu dilakukan adalah pemberian edukasi perawatan mandiri dan
dukungan karena sangat berpotensi untuk mencegah terjadinya komplikasi akut
maupun kronis, hal ini dilakukan secara terus menerus (Anggreini & Lahagu,
2021). Fahra et al., (2017) mengatakan peran perawat pada pasien DM tipe 2 yaitu
sebagai edukator karena diabetes mellitus merupakan penyakit kronis seumur
3
hidup yang memerlukan prilaku penanganan mandiri. Diet, aktivitas fisik dan
emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar
untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor dan harus memiliki prilaku yang
preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka
panjang. Dukungan keluarga dan lingkungan akan mempengaruhi motivasi dalam
pelaksanaan self management pasien dengan diabetes mellitus (Fahra et al., 2017).
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan secara langsung dan
mendokumentasikannya secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosial dan spiritual dengan proses pendekatan keperawatan pada pasien
Ny.E dengan diagnosa diabetes mellitus dan stroke infark di ruang zaitun 2
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penyusunan makalah ini dengan pasien
diagnosa diabetes mellitus dan stroke infark pada Ny. E meliputi :
a. Mengidentifikasi gambaran pengkajian pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus dan stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
b. Menyususn diagnosa keperawatan pada Ny.E dengan penyakit diabetes
mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat.
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
4
LANDASAN TEORI
1. Konsep Diabetes Mellitus
A. Definisi
Diabetes melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Hasriani, 2018).
Diabetes merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Dalam metabolisme tubuh, insulin bertugas memasukan glukosa ke dalam sel
sehingga dapat dihasilkan energy (tenaga). Insulin ini adalah suatu zat atau
hormone yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas. Jika insulin tidak diprosuksi
atau tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, maka glukosa tidak dapat masuk
sel, akibatnya glukosa akan tetap didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya
di dalam darah akan meningkat melebihi kadar normal (Rianty, 2017).
B. Etiologi
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Yaitu diabetes mellitus yang bergantung pada insulin ditandai dengan
penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh : (Antari & Esmond,
2017)
1. Faktor genetik/Herediter, Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I
itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe I.
2. Faktor imunologi (autoimun)
3. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi beta.
b. Diabetes Mellitus tipe II
Yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin. diabetes mellitus
tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin)
5
6
I. Standar Diet
Penderita DM makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan
selingan dengan interval waktu 3 jam. Jadwal makan standar untuk penderita DM
yaitu: (Antari & Esmond, 2017)
a. Diit DM I : 1100 kalori
9
2. Konsep Stroke
A. Definisi
Stroke atau gangguan peredaran otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis
yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan biasa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut WHO stroke adalah adanya tada tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak vocal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vascular.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke
10
B. Etiologi
1. Trombosis serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejlaa neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini menyebabkan trombosis otak :
a. Aterosklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polistemia
c. Artritis (radang pada arteri)
d. Emboli
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan pembesaran darah kedalam perenkrim otak dapat yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infrak otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Henti jantung-paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
11
Pathway
Faktor pencetus/Etiologi
(mis. Hipertensi)
Emboli serebral
Defisit neurologis
Kelemahan pada
anggota gerak
Menekan jaringan otak Peningkatan TIK
Hemiparases bagian
anggota gerak
Gangguan pusat bicara Resiko ketidakefektifan
perfusi serebral
Gangguan
komunikasi verbal
17
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Penin-tv wgkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
imflamasi. Hasil pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likour masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magneric Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan dasar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan imfark akibat
dari hemoragik.
5. USG
Untuk mengindentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
18
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita diabetes melitus atau adanya
riwayat obesitas dari generasi terdahulu.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda–tanda vital.
2. Ukuran Antropometri
TB dan BB untukmenetukan status nutrisi
3. Pemeriksaan Kepala
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Mengetahui kelainan yang terdapat
di kepala.Pada rambut ditemukan rambut kusam, kering, pudar, kemerahan
pecah atau patah- patah.
4. Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva pucat, kering, esofalmus,
tanda-tanda infeksi.
5. Pemeriksaan Mulut dan Bibir
Pada pemeriksaan mulut dan bibir ditemukan bibir pecahpecah, bibir kering,
ada lesi dan bengkak di bagian bibir dan mulut, stomatitis dan membran
mukosa mulut pucat. Pada gusi terjadi perdarahan dan peradangan. Terjadi
edema dan hiperemis pada lidah. Pada gigi terdapat karies, nyeri dan kotor.
6. Sistem Gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem Perkemihan
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem Muskuloskeletal
20
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia Observasi
Kadar Glukosa keperawatan selama 3 x 24 Observasi 1. Kelebihan glukosa dalam darah
Darah jam gula darah stabil 1. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu menciptakan efek osmotik yang
dengan kriteria : 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia menghasilkan peningkatan rasa haus,
1. kadar gula darah <180 (mis. poliuri, polidipsia, polivagia, lapar, dan peningkatan buang air kecil.
mg/dL kelemahan, malaise, pandangan kabur, 2. Manifestasi hiperglikemia adalah pasien
2. kadar gula darah puasa sakit kepala) mengalami takikardia, diaforesis,
<140 mg/dL 3. Monitor keton urine, kadar analisa gas tremor, pusing, sakit kepala, kelelahan,
darah, elektrolit, tekanan darah lapar, dan perubahan visual
ortostatik dan frekuensi nadi 3. Dapat membantu dalam data objektif dan
Terapeutik menentukan diagnosa.
4. Berikan asupan cairan oral Terapeutik
5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan 4. Cairan oral membantu dalam
gejala hiperglikemia tetap ada atau melembabkan membran mukosa.
memburuk 5. Agar kesehatan pasien tetap terkontrol.
Edukasi Edukasi
6. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan 6. Membantu mengontrol kesehatan dan
olahraga kestabilan kadar glukosa.
7. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. 7. Sebagai self management diabetes untuk
penggunaan insulin, obat oral, monitor mengelola penyakit, pengobatan, diet,
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan exercise sebagai acuan untuk ukuran
dan bantuan professional kesehatan) glukosa darah
Kolaborasi Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu 8. Untuk membantu penurunan kadar
9. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika glukosa darah
perlu 9. Membantu kadar cairan dalam tubuh
22
a. Pasien mampu 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan 2. untuk mengetahui perkembangan
mengikuti aktivitas fisiologis yang berkaitan dengan kemampuan proses kognitif, anatomis,
fisik yang bicara dan fisiologis yang berkaitan dengan
direkomendasikan 3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau bicara
b. Kemampuan berbicara hal lain yang menganggu bicara 3. untuk mengetahui kondisi psikologis
pasien cukup 4. Identifikasi prilaku emosional dan pasien mengenai frustrasi, marah,
meningkat fisik sebagai bentuk komunikasi depresi atau hal lain yang menganggu
Terapeutik bicara
1. Gunakan metode Komunikasi 4. Mengethaui hasil prilaku emosional dan
alternative (mis: menulis, berkedip, fisik sebagai dalam bentuk komunikasi
papan Komunikasi dengan gambar pasien
dan huruf, isyarat tangan, dan Terapeutik
computer) 7. Membantu mempermudah dalam
2. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan komunikasi
kebutuhan (mis: berdiri di depan 8. Agar tersampainya informasi yang
pasien, dengarkan dengan seksama, sesuai.
tunjukkan satu gagasan atau pemikiran 9. Membuat kenyamanan lingkungan
sekaligus, bicaralah dengan perlahan untuk meminimalkan bantuan
sambil menghindari teriakan, gunakan 10. Pengulangan dapat menyampaikan
Komunikasi tertulis, atau meminta pesan yang sesuai
bantuan keluarga untuk memahami 11. dukungan psikologis dapat memotivasi
ucapan pasien. pasien
3. Modifikasi lingkungan untuk 12. juru bicara membantu pasien dalam
meminimalkan bantuan menyampaikan isi komunikasi
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien Edukasi
5. Berikan dukungan psikologis 1. Meminimalkan energi yang dikeluarkan
6. Gunakan juru bicara, jika perlu pasien
Edukasi 2. Dapat mempermudah dalam
1. Anjurkan berbicara perlahan berkomunikasi
Kolaborasi
26
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Pasien
a. Nama Pasien : Ny. E
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir : 01 Januari 1966
d. Usia : 55 tahun
e. Agama : Islam
f. Status perkawianan : Menikah
g. Pekerjaan : IRT
h. Pendidikan : SMP
i. Alamat : Ciparay
j. Nomor CM : 00792801
k. Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark
l. Tanggal Pengkajian : 08 November 2021
m. Tanggal Masuk RS : 07 November 2021
Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. Y
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pendidikan : SMA
d. Hubungan dengan Pasien : Suami
e. Alamat : Ciparay
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
Riwayat Penyait Sekarang
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh tangan kanan lemas tidak bisa digerakan
2) Kronologi penyakit saat ini
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh jalan kaki serasa
sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai memburuk pasien tidak
bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri tangan kanan
dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien kemudian
langsung dilarikan ke IGD RSUD Al-Ihsan. Saat dikaji GDS pasien
259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas dan penglihatan
27
28
kabur jika GDS tinggi 350 mg/dL. Pasien juga mengatakan ada batuk
karena tidak nyaman terpasang selang NGT.
3) Pengaruh penyakit terhadap pasien
Penyakit ini sangat mengganggu terhadap aktivitas dan pekerjaan
pasien sehingga pasien sudah 2 hari berhenti bekerja dikarenakan
penyakit yang dialaminya.
4) Apa yang diharapkan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien berharap segera cepat sembuh dan segera pulang kerumah.
Riwayat Penyakit Masa Lalu
1) Penyakit masa anak-anak
Tidak ada
2) Alergi
Tidak ada
3) Pengalaman sakit / dirawat sebelumnya
Riwayat TD tinggi, DM sejak 3 tahun karena pola makan yang suka
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Pasien tidak pernah
dirawat, jika sakit pegal atau sakit kepala dan nyeri pasien suka
mengkonsumsi obat dari warung.
4) Pengobatan terakhir
Mengkonsumsi obat warung.
Keterangan :
: Perempuan yang meninggal
: Laki-laki yang meninggal
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien perempuan
-------- : serumah
1. Psikologi
Status emosi pasien tampak lelah, ekspresi wajah pucat, suana hati
pasien gelisah, cara berbicara pasien rero, perasaan pasien tidak nyaman
dengan sakitnya. Jika pasien merasa sedih atau senang selalu bercerita
kepada orang kepercayaannya yaitu suaminya.
2. Hubungan Sosial
Pasien sangat dekat dengan suami dan kedua anakanya, karena
serumah. Pasien juga selalu rutin melakukan kegiatan pengajian atau
kegiatan masyarakat pasien dekat dengan tetangganya juga. Selama
sakit aktivitas pasien jarang ketemu dengan tetangga karena dirawat di
RS.
3. Spiritual
Pasien beragama islam, saat ini pasien tidak mengalami kesulitan
melakukan ibadah sholat dan puasa ramadhan tahun kemarin tamat.
30
Pasien suka berdoa tetapi dan pasien mengetahui tatacara sholat sedang
sakit dan pasien sholat dengan duduk.
√ Agama : Islam , √ Baligh, Ibadah : Mandiri / dibantu* Penggunaan
kerudung : Ya / Tidak / Kadang-Kadang* (khusus wanita), Kegiatan ibadah lain :
............. Bersuci : Wudhu √ / tayamum √ / tidak tahu
√ Pelaksanaan Sholat : Teratur √ / tidak teratur / tidak sholat , Kemampuan
sholat : berdiri duduk √ berbaring tidak tahu
√ Kendala tidak sholat : tidak tahu mampu mau
Makna sakit : Ujian √ / guna-guna / gangguan jin lainnya : ………………..
Harapan sembuh : ya √ tidak
Penerimaan tentang penyakit : tidak menerima Menerima √ tawar menawar
Dukungan komunitas spiritual : baik √ , kurang baik , yang paling mendukung
: keluarga
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kondisi klien secara umum
Penampilan umum : Pasien tampak pucat
Kesadaran : Compos mentis
GCS 15 (E 5 M 6 V 5)
Tanda-tanda vital : TD = 168/90 mmHg
HR = 84 kali/menit
RR = 20 kali/menit
S = 36,3 0C
Status Antopometri : BB = 49 kg
TB = 160 cm
32
IMT = 19,1
2) keadaan kulit: warna kulit kuning langsat, turgor kulit kaki sedikit kering,
kelainan kulit tidak ada.
b. Pemeriksaan Cepalo Kaudal
1) Kepala
b) Bentuk bulat simestris, keadaan kulit warna kuning langsat, kelainan
kulit tidak ada, pertumbuhan rambut panjang tebal. Bentuk wajah
sebelah kiri rero.
c) Mata simestrik, kebersihan bersih, penglihatan tajam jelas, pupil
normal, refleks bagus, skelera putih, konjungtiva anemis
d) Telinga : Bentuk simetris, kebersihan bersih, tidak ada sekret, fungsi
normal dan nyeri telinga tidak ada.
e) Hidung : fungsi normal, polip sekret tidak ada, tidak ada nyeri tekan
f) Mulut : kemampuan bicara rero, keadaan bibir kering, selaput mukosa
merah, warna lidah keputihan, gigi ada sedikit karises, oropharing bau
nafas (keton), suara jelas, dahak tidak ada)
2) Leher
Warna kulit merata. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
getah bening, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri menelan.
3) Dada
Bentuk dada simetris, retraksi otot dada simetris, pergerakan selama
pernafasan normal suara vesikuler, bunyi jantung lup dup normal. Saat
diperkusi suara sonor dan dullnes pada daerah jantung pada saat di palpasi
tidak ada nyeri tekan.
4) Abdomen
Bentuk simetris, warna kulit merata, saat diauskultasi bising usus 9x/m,
saat di perkusi suara timpani 4 kuadran perut pasien, saat dipalpasi/ditekan
pasien meringis kesakitan kuadran 2.
5) Genetelia, Anus dan Rektum
Pasien mengeluh belum BAB.
33
6) Ekstremitas
Jari tangan kumplit ada 10, tangan kanan terbatas karena di pasang infus.
Jari kaki kumplit berjumlah 10, Kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5 dan
kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Sensasi tangan dan kaki pasien masih
bisa merasakan, refleks patela tangan kanan dan kiri serta kaki kanan dan
kiri ada respon.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
07 November 2021 dilakukan pemeriksaan photo thorax AP
Kesan : Kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru aktif
dan pneumonia. Artherosklerosis aorta.
b. Labolatorium
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 07-11-2021 dengan hasil
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 12,0 – 16,0 g/dL Normal
Leukosit 23270 3800 - 10600 Tinggi
sel/uL
Eritrosit 4.66 3.6 – 5.6 juta/uL Normal
Hematokrit 35.5 35 – 47 % Normal
Trombosit 468000 150000 – 440000 Tinggi
sel/uL
KIMIA KLINIK (Elektrolyte (Na,K,Ca))
Natrium (Na) 134 134 – 145 mmol/L Normal
Cara
Nama obat Dosis Indikasi
pemberian
Merupakan obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan cara
Ceftriaxone IV 2x1 gr menghambat pertumbuhan bakteri
atau membunuh bakteri
B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1. DS : Faktor pemicu dan faktor Ketidakstabilan
resiko (Pola/gaya hidup) kadar glukosa darah
- Pasien mengeluh tangan
↓ b.d gangguan
kanan lemas sulit
glukosa darah puasa
digerakan Malas olahraga dan sering
- Pasien mengatakan memakan minuman manis
pusing ↓
- Pasien mengatakan
sudah memiliki penyakit Sel B terganggu
DM 3 tahun yang lalu
↓
- Pasien mengatkan 3
bulan yang lalu berhenti Sel-sel perifer gagal
mengikuti senam DM memproduksi hormon
karena malas insulin
DO : ↓
- Tampak lelah Resistensi insulin
- GDS 383 mg/dL ↓
- Sulit bicara
Glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel
↓
Hiperglikemia
↓
Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
37
↓
Tidak mampu beraktivitas
↓
Tirah baring yang lama,
Kehilangan daya otot,
Penurunan otot
↓
Perubahan sistem
muskuloskeletal
↓
Gangguang mobilitas fisik
4. DS : Trombosis di cerebral Gangguan
komunikasi verbal
- Pasien mengeluh ↓ b.d penurunan
tangan kanan lemas sirkulasi serebral
Sumbatan pembuluh darah
sulit digerakan
di otak
DO :
↓
- pasien kesulitan
berbicara (rero) Suplai darah dan O2 ke
- pasien juga kesulitan otak menurun
mengungkapkan
perasaanya ↓
- sulit mempertahankan Infark cerebri
komunikasi
- sulit menggunakan ↓
ekspresi wajah
Gangguan fungsi motorik
↓
Bicara (rero)
↓
Disfasia, diatria
↓
Gangguan komunikasi
verbal
39
c. pengukuran glukosa 8. Konsultasi dengan medis jika tanda dan Tanda-tandanya adalah hasil dari
darah gejala hiperglikemia tetap ada atau peningkatan aktivitas adrenergik dan
d. pengelolaan obat- memburuk penurunan pengiriman glukosa ke otak.
obatan Edukasi Tikar pasien mengalami takikardia,
e. pola diet yang 9. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa diaforesis, tremor, pusing, sakit kepala,
dianjurkan darah lebih dari 250 mg/dL kelelahan, lapar, dan perubahan visual.
f. pola aktivitas yang 10. Anjurkan monitor kadar glukosa darah (CardenasValladolid et al., 2018).
dianjurkan secara mandiri 5. Intake dan output pasien dapat
g. strategi mengontrol 11. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan mengontrol cairan dan kadar glukosa
berat badan olahraga dalam darah pasien.
h. teknik penyuntikan 12. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. 6. Data penunjang dapat membantu dalam
insulin penggunaan insulin, obat oral, monitor data objektif dan menentukan diagnosa.
asupan cairan, penggantian karbohidrat, Terapeutik
dan bantuan professional kesehatan) 7. Caian oral membantu dalam
Kolaborasi melembabkan bibir dan membran
13. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu mukosa.
14. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika 8. Supaya kesehatan pasien tetap
perlu terkontrol.
Edukasi
9. Olahraga dapat membantu
memperlancar sirkulasi darah sebagai
upaya pencegahan dini terjadinya
komplikasi foot diabetic.
42
d. Pasien mampu 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 4. Untuk membantu pasien dalam
menelan nutrien memenuhi kebutuhan kalorinya.
e. Porsi makan habis 5. Monitor asupan makanan 5. Untuk mengetahui makanan yang telah
6. Monitor berat badan dimakan oleh pasien
Terapeutik 6. Memonitor BB dapat mengetahui apakah
7. Lakukan oral hygiene sebelum makan pasien mengalami penurunan atau
8. Sajikan makanan secara menarik dan kenaikan BB.
suhu yang sesuai Terapeutik
9. Berikan makanan tinggi serat untuk 7. Oral hygiene sebelum makana dapat
mencegah konstipasi membantu pasien agar lebih enak dalam
10. Berikan makanan tinggi kalori dan makan
tinggi protein 8. Penyajian makanan secara menarik dapat
11. Berikan suplemen makanan menaikan minat pasien untuk makan
Edukasi 9. Makanan tinggsi serat dapat mencegah
12. Anjurkan posisi duduk konstipasi
Kolaborasi 10. Agar kalori dan protein pasien terpenuhi
13. Kolaborasi pemberian medikasi 11. Suplemen makanan dapat meningkatkan
sebelum makan (mis. Pereda nyeri, nafsu makan pasien
antiemetik) Edukasi
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 12. Posisi duduk dapat membuat pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis lebih nyaman ketika makan
nutrien yang dibutuhkan. Kolaborasi
13. Pemberian medikasi dapat membuat
pasien lebih nyaman sebelum makan
44
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik - Berikan asupan cairan oral
09.00 3 lainnya. Identifikasi toleransi fisik melakukan - Konsultasi dengan medis jika tanda
ambulasi. Monitor frekuensi jantung dan tekanan dan gejala hiperglikemia tetap ada
darah sebelum memulai ambulasi atau memburuk
R : pasien mengatakan tangan kanan sulit - Anjurkan olahraga saat kadar
digerakan pasien juga mengatakan sulit duduk glukosa darah lebih dari 250 mg/dL. Zainab ZZF
Zainab ZZF
49
Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu - Berikan makanan tinggi serat untuk
(mis. tongkat, kruk). Fasilitasi melakukan mencegah konstipasi
11.00 3 mobilisasi fisik, jika perlu. - Berikan makanan tinggi kalori dan
R : pasien dianjurkan miring kanan dan kiri, jika tinggi protein Zainab ZZF
duduk di bantuk oleh keluarka dan posis kasur - Berikan suplemen makanan
dinaikan 450. - Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d
12.00 2 jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan. gangguan neuromuskular
Zainab ZZF
R : pasien makan jenis susu 3x sehari. BB = 49 S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1. digerakan pasien juga mengatakan sulit
Anjurkan berbicara perlahan. Ajarkan pasien dan duduk sendiri harus di bantu.
keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis O :
- pasien tamapk lemah
yang berhubungan dengan kemampuan
- pasien berbaring di tempat tidur
13.00 4 berbicara.
sulit untuk bangun dan perlu Zainab ZZF
R : berbicara perlahan dapat menyampaikan
bantuan
pesan pasien.
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu.
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan
Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu.
kaki kiri 5
R : pasien diberikan Novorafid per 6 jam
A : masalah belum teratasi
13.30 1 Ulangi apa yang disampaikan pasien. Berikan
P : lanjutkan intervensi
dukungan psikologis. Gunakan juru bicara, jika Zainab ZZF
- Monitor kondisi umum selama
perlu
melakukan ambulasi
14.00 4
50
RR = 20 kali/menit, S = 35,7 0C O:
08.00 1 Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, - TD = 160/109 mmHg, HR = 80
elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
nadi. Berikan asupan cairan oral. Konsultasi 35,7 0C
Rani
dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia - kadar glukosa pasien 259 mg/dL,
tetap ada atau memburuk - Minum lewat mulut 4-5 sendok
R : hasil lab elektrolit normal, hasil analisa gas A : masalah belum teratasi
darah leukosit tinggi : 23270, trombosit tinggi : P : lanjutkan intervensi
468000. Gula darah sewaktu : 259 mg/dL. Pasien - Anjurkan olahraga saat kadar
minum sedikit-sedikit melalui sendok. Gula glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
darah pasien menurun sedikit. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
09.00 4
52
Kolaborasi dengan dokter rujuk ke ahli patologi - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
bicara atau terapis. Pasien diajarkan berbicara dan olahraga
perlahan huruf vokal (A I U E O) - Ajarkan pengelolaan diabetes Rani
yang menganggu bicara. Identifikasi prilaku S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi digerakan pasien juga mengatakan sulit
13.30 4 duduk sendiri harus di bantu.
O:
53
R : pasien selalu sabar saat berbicara meski - pasien tampak masih lemah
kesulitan. Pasien masih bisa mengekspresikan - pasien berbaring di tempat tidur
emosionalnya meski sedikit. sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
RR = 22 kali/menit, S = 35,9 0C O:
15.00 1 Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih - TD = TD = 172/124 mmHg, HR =
dari 250 mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa 80 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S
darah secara mandiri. Anjurkan kepatuhan = 35,9 0C
Pipit
terhadap diet dan olahraga. Ajarkan pengelolaan - kadar glukosa pasien 232 mg/dL,
diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, - Minum lewat mulut 4-5 sendok
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, A : masalah belum teratasi
dan bantuan professional kesehatan) P : lanjutkan intervensi
R : pasien saat ini hanya bisa olahraga miring - Anjurkan olahraga saat kadar
kanan dan kiri. Pasien mempunyai alat untuk cek glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
glukosa darah. Keluarga pasien memahami untuk
55
cara pemberian insulin. Pola makan dan olahraga Anjurkan monitor kadar glukosa
pasien sudah dijelaskan harus seimbang. darah secara mandiri
Monitor asupan makanan. Monitor berat badan. - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. dan olahraga
17.00 2 Berikan suplemen makanan - Ajarkan pengelolaan diabetes
R : makan habis 3x sehari dengan jenis susu,
ketika di rumah seimbangkan antar sayuran DX2. Defisit Nutrisi b.d Pipit
bahasa gerakan tubuh. Pasien dirujuk oleh dokter S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
untuk terapi wicara. digerakan pasien juga mengatakan sulit
duduk sendiri harus di bantu.
O:
- pasien tampak masih lemah
- pasien berbaring di tempat tidur
sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi Pipit
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
O:
- sulit mempertahankan komunikasi
- sulit menggunakan ekspresi wajah
- pasien dirujuk ke ahli wicara.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Gunakan metode Komunikasi
alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan Pipit
tawar, makanan yang terbuat dari tepung terigu, P : lanjutkan discharge planning
sayuran yang ditambahkan garam, keju, mentega Pasien memahami apa yang disampaikan
dan saus dalam jumlah banyak, buah-buahan perawat.
kaleng yag mengandung banyak gula, daging DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d
berlemak dan kulit ayam, makanan yang gangguan neuromuskular
digoreng seperti ayam goreng, ikan goreng, S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
pisang goreng dan kentang goreng. Makan dan digerakan. Yessi
minuman yang mengandung gula tinggi, seperti O : Kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5
kue, sirop dan soda. dan kaki kanan 3 sedangkan kaki kiri 5
Atur olah raga pasien : karena pasien berabring A : masalah teratasi
dan masih bisa duduk meski harus menggunakan P : lanjutkan discharge planning
sandran lakukan senam kaki DM yang cocok dan Pasien memahami apa yang disampaikan
miring kanan kiri. perawat.
Ajakan keluarga injeksi insulin : pasien harus di DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d
suntik insulin sebelum makan per 6 jam atau 3x1 penurunan sirkulasi serebral
sebanyak 6 unit di lengan tiga jari dibawah. S : pasien sekarang lebih kesulitan dalam
berbicara dan menyampaikan pesan. Yessi
59
PEMBAHASAN
60
61
kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi,
memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi, memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik. Intervensi yang dilakukam terapeutik yaitu memfasilitasi
aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk), memfasilitasi
melakukan mobilisasi fisik, dan melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi. Intervensi selanjutnya pasien
diberikan edukasi tentang tujuan, prosedut, dan cara ambulasi.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu memonitor kecepatan,
tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara, memonitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara, memonitor frustrasi,
marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara dan mengidentifikasi
prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi. Kemudian gunakan
metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer), menyesuaikan
gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien, memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan,
mengulangi apa yang disampaikan pasien, memberikan dukungan
psikologis. Pasien diberikan edukasi dengan menganjurkan berbicara
perlahan, mengajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
66
Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada daerah broca.
Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan satu kata apapun, namun
masih bisa mengutarakan pikirannya dengan jalan menulis (Mardjono & Sidharta,
2004, hlm.205). Salah satu bentuk terapi rehabilitasi gangguan afasia adalah
dengan memberikan terapi wicara (Sunardi, 2006, hlm.7). Terapi wicara
merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan
komunikasi, gangguan berbahasa bicara, gangguan menelan. terapi wicara ini
berfokus pada pasien dengan masalah-masalah neurologis, diantaranya pasien
pasca stroke (Hearing Speech & Deafness Center, 2006, dalam sunardi, 2006,
hlm.1)
Menurut Wardhana (2011, hlm.167) penderita stroke yang mengalami kesulitan
bicara akan diberikan terapi AIUEO yang bertujuan untuk memperbaiki ucapan
supaya dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan bicara
atau afasia akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi merupakan
proses penyesuaian ruangan supraglottal. Penyesuaian ruangan didaerah laring
terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang akan mengatur jumlah
transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung melalui katup
velofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan lidah. Proses
diatas yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara (Yanti, 2008).
Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput suara dengan nafas
keluar mulut tanpa mendapat halangan. Dalam sistem fonem bahasa Indonesia,
vokal terdiri dari A, I, U, E dan O. Dalam pembentukan vokal yang penting
diperhatikan adalah letak dan bentuk lidah, bibir, rahang, dan langit-langit lembut
(velum) (Gunawan, 2008, hlm. 72-74). Hal ini juga diperkuat Wiwit (2010,
hlm.49), pasien stroke yang mengalami gangguan bicara dan komunikasi, salah
satunya dapat ditangani dengan cara terapi AIUEO untuk menggerakkan lidah,
bibir, otot wajah, dan mengucapkan kata-kata (Wahyu et al., 2019).
68
E. Evaluasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengatakan sebelum sakit sering minum-minuman manis. Setelah dilakukan
pengkajian didapatkan hasil TD = 168/90 mmHg, HR = 84 kali/menit, RR = 20
kali/menit, S = 36,3 0C. Kadar glukosa pasien 383 mg/dL (tinggi), pada saat dikaji
bibir pasien terlihat kering, pasien mengatakan haus. Pasien minum lewat mulut
4-5 sendok. Permasalahan pasien belum teratasi sehingga untuk hari selanjutnya
pasien direncanakan untuk diberikan intervensi yang pertama yaitu monitor keton
urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi, selanjutnya memberikan asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk, anjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri, anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga, ajarkan
pengelolaan diabetes.
Pada hari ke 3 setelah dilakukan intervensi pasien mengatakan merasa pusing.
Tekanan darah pasien masih tinggi yaitu 172/124 mmHg, nadi pasien 8- x/menit,
tidak ada sesak dengan nilai respirasi 22 x/menit, tidak ada demam juga pada
pasien dengan suhu 35,9oC. Kadar glukosa darah pasien masih tinggi yaitu 232
mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih dilanjutka.
Pada hari ke 4 keluhan pasien sudah berkurang Tekanan darah 163/117 mmHg,
nadi 89 x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,9. Kadar glukosa pasien 265 mg/dL.
Pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien dilakukan discharge planning yaitu
dengan memberikan edukasi dan mengajurkan pasien untuk rajin mengecek kadar
gula darah, melakukan diit makanan dan menjelaskan jenis-jenis makanan yang
sesuai dengan kondisi pasien dan mengajarkan keluarga pasien untuk melakukan
injeksi insulin. Pasien mengatakan sudah memahami apa yang dijelaskan oleh
perawat.
69
sendiri harus di bantu. Setelah dikaji pasien tampak lemah, pasien berbaring di
tempat tidur dan pada saat bangun perlu dibantu, kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Masalah pasien belum teratasi
sehingga pasien dilanjutkan untuk pemberian intervensi dan ditambah dengan
rencana intervensi selanjutnya yaitu memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi terlebih dahulu kepada
keluarga dan mengajarkan tekhnik ambulasi sederhana dan menyuruh keluarga
pasien agar melakukan ambulasi dini. Keluhan pasien pada hari kedua masih sama,
pasien masih tampak lemah dan berbaring di tempat tidur. Masalah pasien belum
teratasi sehingga intervensi pada pasien masih melajutkan yang sebelumnya.
Setelah dilakukan intervensi pada pasien, di hari ketiga keluhan pasien dan
keadaan pasien masih sama dengan hari pertama dan kedua sehingga masalah
pasien belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumnya yaitu
melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi,
menjelaskan tujuan dan prosedur ambuasi dan mengajurkan pasien melakukan
ambulasi dini. Pada hari ke 4 pasien masih mengeluh tangan kanannya masih sulit
digerakan, pasien diperbolehkan pulang sehingga intervensi pada pasien
dihentikan
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengalami kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien juga sulit
mempertahankan komunikasi dan sulit menggunakan ekspresi wajah. Masalah
pasien belum teratasi sehingga intervensi yang masih diberikan dan ditambah
dengan intervensi memonitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
menganggu bicara, mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi, menggunakan metode Komunikasi alternative dan menyesuaikan
gaya Komunikasi dengan kebutuhan pasien agar memudahkan pasien dalam
berkomunikasi dan memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
71
pasien juga di rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis. Pada hari kedua setelah
dikaji pasien lebih kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien
,asih sulit mempertahankan komunikasi. Masalah pasien belum teratasi sehingga
intervensi masih dilakukan yang sebelumnya.
Pada hari ketiga pasien masih mengalami kesulitan dakan berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien kemudian di rujuk ke ahli wicara untuk dilakukan
terapi bicara. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutkan yaitu menggunakan metode komunikasi alternative dan menyesuaikan
daya komunikasi dengan kebutuhan pasien, pada hari ke 4 pasien masih sulit
berbicara, pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan edukasi dan
diajarkan latihan berbicara A I U E O, pasien diberikan intervensi kolaborasi
dengan ahli wicara untuk dilakukan psioterapi wicara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan
penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal akibat
kekurangan insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe II yaitu akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II adalah
sebagai brikut : usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Yang ditandai dengan keluhan
poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan, gatal, visus
menurun, bisul/ luka, kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl dan
kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Pada kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan dengan gangguan glukosa darah puasa ditandai dengan
dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit berbicara. Diagnose kedua defisit
nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan otot
pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran mukosa pucat lidah
putih. Diagnosa ketiga gangguang mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun,
gerakan terbatas, fisik lemah. Dan diagnosa ke empat gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral ditandai dengan tidak mampu /
kesulitan berbicara (rero).
Dalam melakukan rencana keperawatan tidak menemukan kesulitan karena
penulis melakukan rencana keperawatan bekerja sama dengan perawat ruangan. Faktor
pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik antara
penulis dan perawat ruangan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan
faktor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan kurang lengkapnya
pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan di ruangan. Solusi hal tersebut,
72
73
74