Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MELLITUS TIPE II DAN STROKE INFARK DI RUANG
ZAITUN 2 DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT
diajukan untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Dasar holistik Islami Profesi
Ners
Dosen pengampu Ns. Angga Wilandika, S.Kep., M. Kep

Disusun oleh:
Kelompok 1
Pipit Lianti 402021005
Putri Nur Habibah 402021060
Rani Sopiah S 402021066
Rika Meliasari 402021014
Yessi Apriani 402021012
Zainab Zakiyah Z F 402021016

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan menyebut nama Allah SWT yang


Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus di Stase
Keperawatan Medikal Bedah Holistik Islami.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini dapat di
perbaiki sebagaimana mestinya.
Akhir kata kami berharap semoga tugas presentasi kasus di Stase
Keperawatan Medikal Bedah Holistik Islami ini berguna dan dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Tujuan Masalah ............................................................................................ 3
C. Metode Penyusunan ..................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 5
1. Konsep Diabetes Mellitus ............................................................................ 5
2. Konsep Stroke .............................................................................................. 9
3. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 18
BAB III TINJAUAN KASUS .......................................................................... 27
A. Pengkajian .................................................................................................. 27
B. Analisa Data ............................................................................................... 36
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas ........................................... 39
D. Rencana Asuhan Keperawatan ................................................................... 40
E. Implementasi Dan Evaluasi........................................................................ 47
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 72
A. Kesimpulan .................................................................................................... 72
B. Saran ........................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Kunaryanti et al.,
2018). Diabaetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika tubuh
tidak efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (Meidikayanti & Wahyuni,
2017).
Organisasi International Diabetic Federation (IDF) memperkirakan setidaknya
terdapat 436 juta orang pad usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada
tahun 2019 atau sekitar 9,3% dari total pada penduduk usia yang sama (Infodatin,
2020). Indonesia berada pada peringkat ke-7 diantara 10 negara paling terbanyak
penderita diabetes mellitus dengan jumlah 10,7 juta dan indonesia merupakan satu-
satunya di Asia Tenggara yang masuk pada urutan terbesar. Prevalensi diabetes
mellitus tipe 2 di RSUD Al Ihsan merupakan kasus terbanyak memuncaki ke satu
dari 10 kasus terbesar penyakit rawat inap tercatat sejak bulan oktober 2018
sebanyak 1031 orang dengan penyakit DM tipe 2 (Al-Ihsan, 2021).
Penyebab aiabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal (Mokolomban et al., 2018). Kurangnya sekresi insulin pada
orang dengan diabetes mellitus menyebabkan terjadinya peningkatan insulin dalam
darah, kondisi tersebut meningkatkan penyerapan jumlah natrium didalam tubuh.
Penyerapan natrium akan meningkatkan kadar kalium dalam darah dan akan
menyebabkan terstimulasikan sistem saraf simpatik, kondisi tersebut
menyebabkan perubahan struktur dalam darah yang mempengaruhi fungsi jantung
dan tekanan darah sehingga diabetes mellitus adalah kondisi dimana secara tidak
langsung akan mempengaruhi untuk terjadinya hipertensi. Hipertensi yang tidak
terkontrol akan menyebabkan stroke non hemoragik (Sari et al., 2020).
Dampak diabetes mellitus akan memperburuk kualitas hidup bahkan kematian,
sehingga upaya penanggulangan dan pencegahan perlu segera dilakukan. Diabetes

1
2

mellituas atau hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko stroke non
hemoragik karena hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi
oksigen otak pasca iskemik dibandingkan pada pasien dengan normoglikemia.
Hiperglikemia reaktif akan mempengaruhi proses penyembuhan, memperberat
akibat stroke iskemik, dan juga mempercepat rekuren atau kekambuhan stroke.
Keadaan hiperglikemia juga mempermudah terjadinya edem otak dan
meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke (Sari et al., 2020).
Komplikasi diabetes melitus yang dapat terjadi adalah gangguan
kardiovaskuler dengan angka kejadian mencapai 30.1%, serebrovaskuler 6.8%,
neuropati 17.8%, nefropati 10.7%, lesi okuler 14.8% dan masalah kaki 0.8%
(Anggreini & Lahagu, 2021). Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
diabetes adalah luka kaki. Komplikasi ini dapat menyebabkan kecacatan dan
memiliki resiko 15 sampai 40 kali lebih besar terjadi amputasi dengan prevalensi
sekitar 25% bahkan sampai terjadinya kematian karena ulkus diabetikum dengan
prevalensi kejadian sekitar 16% (Arifin, 2021).
Diagnosa spiritual yang biasanya muncul pada pasien dengan diabetes mellitus
adalah resiko distres spiritual dan distres spiritual karena penyakit yang diderita
dan pengobatan termasuk injeksi insulin pada penderita diabetes mellitus
berhubungan dengan angka kejadian sakit yang nantinya akan mempengaruhi
kemaknaan hidup pasien diabetes mellitus. Perawat akan memberikan asuhan
kepada klien secara simultan dengan melibatkan spiritualitasnya dalam memaknai
hidup terutama dalam hal kualitas hidup dan berbagai parameter fisiologis
penderita diabetes mellitus (Hasina & Putri, 2020). Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien Ny.E di ruang zaitun 2 RSUD Al Ihsan yaitu ketidakstabilan
glukosa darah, defisit nutrisi, gangguan mobilitas fisik dan gangguan komunikasi
verbal.
Strategi yang perlu dilakukan adalah pemberian edukasi perawatan mandiri dan
dukungan karena sangat berpotensi untuk mencegah terjadinya komplikasi akut
maupun kronis, hal ini dilakukan secara terus menerus (Anggreini & Lahagu,
2021). Fahra et al., (2017) mengatakan peran perawat pada pasien DM tipe 2 yaitu
sebagai edukator karena diabetes mellitus merupakan penyakit kronis seumur
3

hidup yang memerlukan prilaku penanganan mandiri. Diet, aktivitas fisik dan
emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar
untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor dan harus memiliki prilaku yang
preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka
panjang. Dukungan keluarga dan lingkungan akan mempengaruhi motivasi dalam
pelaksanaan self management pasien dengan diabetes mellitus (Fahra et al., 2017).

B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan secara langsung dan
mendokumentasikannya secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosial dan spiritual dengan proses pendekatan keperawatan pada pasien
Ny.E dengan diagnosa diabetes mellitus dan stroke infark di ruang zaitun 2
RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penyusunan makalah ini dengan pasien
diagnosa diabetes mellitus dan stroke infark pada Ny. E meliputi :
a. Mengidentifikasi gambaran pengkajian pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus dan stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
b. Menyususn diagnosa keperawatan pada Ny.E dengan penyakit diabetes
mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa
Barat.
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny.E dengan penyakit
diabetes mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
4

e. Mengevaluasi hasil intervensi keperawatan pada Ny.E dengan penyakit


diabetes mellitus stroke infark di ruang zaitun 2 RSUD Al-Ihsan
Provinsi Jawa Barat.
C. Metode Penyusunan
Dalam pembahasan laporan hasil asuhan keperawatan yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan pada Ny.E dengan diabetes mellitus dan stroke infark di ruang Zaitun
2 RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat” penyusun membagi dalam V BAB, yaitu
sebagai beikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai fenomena diabetes mellitus,
membahas tujuan masalah dan metode penyusunan makalah.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penyusun menguaraikan mengenai konsep penyakit diabetes mellitus
meliputi definisi, etiologi, tanda dan gejala, patomekanisme, dan penatalaksanaan
medis. Pada bab ini juga penyusun menguraikan mengenai konsep asuhan
keperawatan secara umum meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan dan asuhan
keperawatan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai data hasil pengkajian, analisa data,
asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi pada Ny.E dengan diagnosa medis
diabetes mellitus.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun membahas mengenai perbandingan antara teori dan kejadian
yang sebenarnya terjadi termasuk penyebab dan perubahan yang dialami pasien.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai kesimpulan laporan kasus yang
disesuaikan dengan tujuan pembahasan laporan kasus serta saran yang berkaitan
dengan kelanjutan asuhan keperawatan pada Ny.E.
BAB II

LANDASAN TEORI
1. Konsep Diabetes Mellitus
A. Definisi
Diabetes melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Hasriani, 2018).
Diabetes merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Dalam metabolisme tubuh, insulin bertugas memasukan glukosa ke dalam sel
sehingga dapat dihasilkan energy (tenaga). Insulin ini adalah suatu zat atau
hormone yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas. Jika insulin tidak diprosuksi
atau tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, maka glukosa tidak dapat masuk
sel, akibatnya glukosa akan tetap didalam pembuluh darah yang artinya kadarnya
di dalam darah akan meningkat melebihi kadar normal (Rianty, 2017).

B. Etiologi
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Yaitu diabetes mellitus yang bergantung pada insulin ditandai dengan
penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh : (Antari & Esmond,
2017)
1. Faktor genetik/Herediter, Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I
itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe I.
2. Faktor imunologi (autoimun)
3. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi beta.
b. Diabetes Mellitus tipe II
Yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin. diabetes mellitus
tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin)

5
6

atau akibat penurunan produksi insulin. Faktor risiko yang berhubungan


dengan proses terjadinya diabetes tipe II adalah sebagai brikut : usia, obesitas,
riwayat dan keluarga.
C. Tanda dan Gejala
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, banyak kencing dan penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
d. Keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah: Poliuria,
polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan, gatal, visus
menurun, bisul/ luka, keputihan (Hasriani, 2018).
D. Komplikasi
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner, (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler,mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Rianty, 2017).
2. Komplikasi menahun diabetes mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus gangren
E. Penatalaksanaan
a. Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai
yang normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-
gejalanya.
7

b. Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. tindakan


ini bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah, akan membantu
mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit
mikrovaskuler
c. Memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai sehingga
memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan
d. Memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal
Penderita diabetes melitus didalam melaksanakan diet harus memperhatikan (3
J), yaitu: jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti, dan
jenis makanan yang harus diperhatikan (Antari & Esmond, 2017).
F. Tipe Diet Nutrisi
1. Diet Rendah Kalori
Diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan yang kemudian diikuti
dengan diet untuk mempertahankan berat badan. Pasien DM yang menjalani
diet rendah kalori harus menyadari perlunya penurunan berat badan dan berat
badan yang diturunkan tidak boleh dibiarkan naik kembali.
2. Diet bebas gula
Tipe diet ini digunakan untuk pasien diabetes yang berusia lanjut dan tidak
memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan dua
prinsip:
a. Tidak memakan gula dan makanan yang mengandung gula
b. Mengkonsumsi makanan sumber hidratarang sebagai bagian dari
keseluruhan hidangan secara teratur.
3. Sistem penukaran hidratarang
Sistem penukarang hidratarang digunakan untuk pasien-pasien DM yang
mendapatkan suntikan insulin atau obat-obatan hipoglikemik oral dengan
dosisi tinggi. Diet yang berdasarkan sistem ini merupakan diet yang lebih rumit
untuk diikuti oleh seseorang pasien DM, tetapi mempunyai kelebihan, yaitu
diet ini lebih fleksibel dan bervariasi ketimbang diet tipe bebas gula (Hasriani,
2018).
8

G. Pemilihan Jenis Makanan


Makanan yang dainjurkan untuk pasien DM adalah makanan yang
mengandung sumber karbohidrat kompleks (seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu), mengandung protein rendah lemak (seperti ikan, ayam
tanpa kulit,tempe, tahu dan kacang- kacangan) dan sumber lemak dalam jumlah
terbatas yaitu bentuk makanan yang diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
direbus dan dibakar). Makanan yang mengandung karbohidrat alamiah berserat
juga dianjurkan, misalkan roti yang terbuat dari biji gandum, sayuran, kacang-
kacangan, serta buah segar (Hasriani, 2018).
Makanan untuk diet DM biasanya kurang bervariasi, sehingga banyak
penderita DM yang merasa bosan, sehingga variasi diperlukan agar penderita tidak
merasa bosan. Hal itu diperbolehkan asalkan penggunaan makanan penukar
memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan yang digantikan.

H. Pengaturan Jadwal Makan


Penderita DM makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan
selingan dengan interval waktu 3 jam. Jadwal makan standar untuk penderita DM
yaitu: (Rianty, 2017)
Jenis Makanan Waktu Total Kalori
Makan Pagi 07.00 20%
Selingan 10.00 10%
Makan Siang 13.00 30%
Selingan 16.00 10%
Makan Sore/Malam 19.00 20%
Selingan 21.00 10%

I. Standar Diet
Penderita DM makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan
selingan dengan interval waktu 3 jam. Jadwal makan standar untuk penderita DM
yaitu: (Antari & Esmond, 2017)
a. Diit DM I : 1100 kalori
9

b. Diit DM II : 1300 kalori


c. Diit DM III : 1500 kalori
d. Diit DM IV : 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI : 2100 kalori
g. Diit DM VII : 2300 kalori
h. Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk, Diit IV s/d V :
diberikan kepada penderita dengan berat badan normal, Diit VI s/d VIII : diberikan
kepada penderita kurus.

J. Penentuan Jumlah Kalori Diit


Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of relative
body weight (BBL = berat badan normal) dengan rumus: (Hasriani, 2018)
BB(kg)
x 100%
TB (m)

2. Konsep Stroke
A. Definisi
Stroke atau gangguan peredaran otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis
yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan biasa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.
Menurut WHO stroke adalah adanya tada tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak vocal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vascular.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Stroke
10

atau cedera sereberovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.

B. Etiologi
1. Trombosis serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejlaa neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini menyebabkan trombosis otak :
a. Aterosklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polistemia
c. Artritis (radang pada arteri)
d. Emboli
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan pembesaran darah kedalam perenkrim otak dapat yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infrak otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Henti jantung-paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
11

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid


b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
C. Penatalaksanaan
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Infrak serebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselamatkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2 glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol/memperbiki distrimia (irama dan frekuensi) serta tekanan
darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari fleksi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethasone.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan
pada fase akut
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/embolik
c. Diuretik : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
5. Menempatkan klien dengan posisi yang tepat, harus diubah setiap 2 jam sekali
dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
D. Klasifikasi
1. Stroke hemoragi
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
12

terjadi juga saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarahan


otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan
karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan
serebelum.
b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya
arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemi
sensorik, afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke
ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal.
2. Stroke nonhemoragik
Dapat berupa iskemik atau emboli dan trombosit serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak
13

terjadi perdarahan namun terjadi iskemik yang menimbulkan hipoksia dan


selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
E. Faktor Risiko
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama
2. Penyakit kardiovaskular embolisme serebral berasal dari jantung
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
6. Diabetes terkait dengan aterogenesis terakselerasi
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alkohol
F. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukura area yang perfusinya tidak adekuat,
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.
Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis
dan hilangnya atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflex tendon dalam
ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat
dilihat.
1. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanisfestasikan oleh hal berikut:
a. Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
14

b. Disfasia atau afasia (berbicara defektif atau kehilangan bicara), yang


terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
2. Gangguan persepsi
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam
hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual
karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi
karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena
berkaitan dengan sisi tubuh yang paralis. Kepala pasien berpaling dari sisi
tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada
sisi tersebut; ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini pasien tidak mampu
melihat makan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang
terlihat.
3. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila keruskan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori atau fungsi intelekstula kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
4. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenesia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal/bedpan karena keruskan kontrol motorik dan postural.
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang dan berkurang.
Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Ketika tonus otos meningkat dan reflex tendon kembali, tonus kandung kemih
meningkat dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi .karena indra kesadaran
15

pasien kabur, inkontinensia urinaria menetap atau retensi urinarius mungkin


somtomatik karena kerusakan otak bilateral. Inkontinesia ani dan urine yang
berlanjut menunjukan kerusakan neurologik luas.
G. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Ateroskeloris sering sebagai faktor penyebab infrak pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbelensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur aterosklerosis dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
atau lewat foramen magnum.
16

Pathway
Faktor pencetus/Etiologi
(mis. Hipertensi)

Penyumbatan pembuluh darah otak


oleh bekuan darah, lemak dan udara

Penyempitan pembuluh darah

Pembuluh darah menjadi kaku dan


pecah

Emboli serebral

Penurunan fungsi motorik


Stroke dan muskuloskeletal

Defisit neurologis
Kelemahan pada
anggota gerak
Menekan jaringan otak Peningkatan TIK
Hemiparases bagian
anggota gerak
Gangguan pusat bicara Resiko ketidakefektifan
perfusi serebral

Gangguan mobilitas fisik


Disfasia, disartria

Gangguan
komunikasi verbal
17

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Penin-tv wgkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
imflamasi. Hasil pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likour masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magneric Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan dasar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan imfark akibat
dari hemoragik.
5. USG
Untuk mengindentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
18

3. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian (Hasriani, 2018)
a. Identitas Pasien
Berisikan data umum dari pasien. Yang terdiri dari nama, tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, alamat, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Berisikan data umum dari penanggung jawab pasien yang bisa di hubungi
selama menjalani masa rawatan di rumah sakit.
c. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien diabetes mellitus adalah poliuria, polifagia,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, dan ulkus yang lama sembuh.
Pasien yang mengalami ketoasidosis terdapat mual, muntah, dan nyeri
abdomen. pada pasien yang mengalami sindrom HHNK terdiri atas gejala
hipotensi, dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek),
takikardi, dan tanda- tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori,
kejang-kejang, hemiparise). Gejala yang timbul pada pasien yang mengalami
hipoglikemia adalah badan gemetar, berkeringat, takikardia dan kecemasan.
d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien diabetes tipe I, mengalami poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, dan ketoasidosis, semuanya terjadi akibat gangguan
metabolic. Pasien dengan diabetes tipe II juga dapat memperlihatkan gejala
poliuria dan polidipsia, tetapi umumnya asimtomatik.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus, kegemukan, penyakit pangkreas,
penyakit hormonal, konsumsi obat-obatan (aloxan, streptozokin: sitotoksin
terhadap sel-sel beta, derivat thiazide) yang dapat menurunkan sekresi
insulin, malnutrisi (kekurangan protein kronik). Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
19

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita diabetes melitus atau adanya
riwayat obesitas dari generasi terdahulu.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda–tanda vital.
2. Ukuran Antropometri
TB dan BB untukmenetukan status nutrisi
3. Pemeriksaan Kepala
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Mengetahui kelainan yang terdapat
di kepala.Pada rambut ditemukan rambut kusam, kering, pudar, kemerahan
pecah atau patah- patah.
4. Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva pucat, kering, esofalmus,
tanda-tanda infeksi.
5. Pemeriksaan Mulut dan Bibir
Pada pemeriksaan mulut dan bibir ditemukan bibir pecahpecah, bibir kering,
ada lesi dan bengkak di bagian bibir dan mulut, stomatitis dan membran
mukosa mulut pucat. Pada gusi terjadi perdarahan dan peradangan. Terjadi
edema dan hiperemis pada lidah. Pada gigi terdapat karies, nyeri dan kotor.
6. Sistem Gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem Perkemihan
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem Muskuloskeletal
20

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,


cepatlelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem Saraf
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
f. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Gula Darah Puasa
2. Pemeriksaan Gula Darah 2 jam setelah makan
3. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Defisit nu;trisi
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Risiko perfusi serebral tidak efektif
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Gangguan komunikasi verbal
21

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia Observasi
Kadar Glukosa keperawatan selama 3 x 24 Observasi 1. Kelebihan glukosa dalam darah
Darah jam gula darah stabil 1. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu menciptakan efek osmotik yang
dengan kriteria : 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia menghasilkan peningkatan rasa haus,
1. kadar gula darah <180 (mis. poliuri, polidipsia, polivagia, lapar, dan peningkatan buang air kecil.
mg/dL kelemahan, malaise, pandangan kabur, 2. Manifestasi hiperglikemia adalah pasien
2. kadar gula darah puasa sakit kepala) mengalami takikardia, diaforesis,
<140 mg/dL 3. Monitor keton urine, kadar analisa gas tremor, pusing, sakit kepala, kelelahan,
darah, elektrolit, tekanan darah lapar, dan perubahan visual
ortostatik dan frekuensi nadi 3. Dapat membantu dalam data objektif dan
Terapeutik menentukan diagnosa.
4. Berikan asupan cairan oral Terapeutik
5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan 4. Cairan oral membantu dalam
gejala hiperglikemia tetap ada atau melembabkan membran mukosa.
memburuk 5. Agar kesehatan pasien tetap terkontrol.
Edukasi Edukasi
6. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan 6. Membantu mengontrol kesehatan dan
olahraga kestabilan kadar glukosa.
7. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. 7. Sebagai self management diabetes untuk
penggunaan insulin, obat oral, monitor mengelola penyakit, pengobatan, diet,
asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan exercise sebagai acuan untuk ukuran
dan bantuan professional kesehatan) glukosa darah
Kolaborasi Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu 8. Untuk membantu penurunan kadar
9. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika glukosa darah
perlu 9. Membantu kadar cairan dalam tubuh
22

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nutrisi Observasi


keperawatan selama 2 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
jam defisit nutrisi teratasi, 1) Identifikasi status nutrisi yang belum terpenuhi pada pasien.
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 2. Untuk membantu pasien dalam
a. Porsi makan habis nutrien memenuhi kebutuhan kalorinya.
b. IMT dalam rentang 3) Monitor berat badan 3. Dapat mengetahui apakah pasien
normal (18,5-24,9) Terapeutik mengalami penurunan atau kenaikan
1) Berikan makanan tinggi serat untuk BB.
mencegah konstipasi Terapeutik
2) Berikan makanan tinggi kalori dan 1. Makanan tinggsi serat dapat mencegah
tinggi protein konstipasi
3) Berikan suplemen makanan 2. Agar kalori dan protein pasien terpenuhi
Edukasi 3. Suplemen makanan dapat
1) Anjurkan posisi duduk meningkatkan nafsu makan pasien
Kolaborasi Edukasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 1. Posisi duduk dapat membuat pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis lebih nyaman ketika makan
nutrien yang dibutuhkan. Kolaborasi
1. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.
3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit Observasi
integritas jaringan keperawatan selama 3x24 Observasi 1. Paparan sinar matahari dapat memicu
jam, kerusakan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan respon bagian dalam tubuh pada orang
jaringan dapat teratasi integritas kulit (suhu lingkungan yang rentan. Ruam pada kulit terjadi
dengan kriteria hasil: ekstrem) karena kulit mengalami sensitivitas
- Integritas kulit dan Terapeutik terhadap cahaya
jaringan meningkat 2. Gunakan produk berbahan Terapeutik
ringan/alami dan hipoalergi pada kulit 2. Untuk memilimalisir terjadinya alergi
sensitive pada kulit
Edukasi Edukasi
3. Anjurkan menggunakan pelembab 3. Melindungi kulit dan kerusakan akibat
(lation, serum) sinar matahari
23

4. Anjurkan minum air yang cukup 4. Menjaga kelembaban kulit


5. Anjurkan meningkatkan buah dan 5. Untuk menghidari munculnya ruam
sayur pada kulit
6. Anjurkan untuk mengindari 6. Untuk menyerap atau membelokan sinar
terpaparnya suhu esktrem ultraviolet
7. Anjurkan menggunakan tabir surya 7. Untuk menghindari paparan sinar
sun protection factor (SPF) minimal matahari secara langsung
30 saat berada diluar rumah
8. Anjurkan untuk memakai 8. Untuk menghindari paparan sinar
payung/topi dan baju tertutup pada matahari secara langsung
saat keluar rumah.
4. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 2x24 1) Monitor peningkatan tekanan darah 1) Untuk mengetahui apakah ada
serebral tidak
jam risiko perfusi serebral 2) Monitor ireguleritas irama nafas peningkatan atau penurunan tekanan
efektif tidak efektif teratasi dengan 3) Monitor penurunan tingkat kesadaran darah pasien
kriteria hasil: 4) Monitor perlambatan atau 2) Untuk mengetahui apakah irama nafas
- Perfusi serebral ketidaksimetrisan respon pupil reguler atau ireguler
meningkat Teraputik 3) Untuk mengetahui tingkat kesadaran
1) Pertahankan sterilitas sistem pasien
pemantauan 4) Untuk mengtahui respon pupil pasien
2) Pertahankan posisi kepala head up 5) Untuk mempertahankan sterilisasi sistem
30o dan leher netral (Pengaruh Posisi pemantauan
Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri 6) untuk menurunkan tekanan intrakranial
Kepala Pada Pasien Cedera Kepala pada pasien cedera kepala. Selain itu
Ringan. Arif Hendra Kusuma, Atika posisi tersebut juga dapat meningkatkan
Dhiah Anggraeni / Jurnal Ilmu oksigen ke otak.
Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 7) Untuk mencatat hasil pemeriksaan
No.2 (2019) 417-422) 8) Untuk mengetahui perkembangan
3) Dokumentasikan hasil pemantauan kondisi pasien
Edukasi 9) Untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dalam tubuh
24

1) Menjelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
Kolaborasi
1) Kolaborsi dengan dokter pemberian
obat furosemid 2 x 500 mg
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi: Observasi
mobilitas fisik keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mencegah adanya latihan atau
jam diharapkan gangguan keluhan fisik lainnya aktivitas berat yang dapat
mobilitas fisik meningkat, 2. Identifikasi toleransi fisik menimbulkan nyeri
dengan kriteria hasil: melakukan ambulasi 2. Mengidentifikasi
- Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan TD kelemahan/kekuatan dalam upaya
meningkat menjadi 5 sebelum memulai ambulasi pemulihan
- Kekuatan otot meningkat 4. Monitor kondisi umum selama 3. TTV merupakan bagian penting
menjadi 5 melakukan mobilisasi dalam pemeriksaan atau tindakan
- Rentang gerak (ROM) Terapeutik: pada pasien
meningkat menjadi 5 1. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik 4. Untuk melihat kemampuan pasien
jika perlu pada saat melakukan mobilisasi
Terapeutik
2. Libatkan keluarga untuk membantu 1. Untuk meminimalkan atrofi otot,
pasien dalam meningkatkan meningkatkan sirkulasi, membantu
ambulasi mencegah kontraktur
Edukasi: 2. Sebagai support system agar pasien
1. Jelaskan tujuan dan prosedur semangat untuk segera pulih
mobilisasi Edukasi
1. Agar pasien dan keluarga memahami
pentingnya mobilisasi untuk pasien
6. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
komunikasi verbal keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, 1. untuk mengetahui perkembangan
jam gangguan kounikasi volume dan diksi bicara kemampuan kecepatan, tekanan,
verbal teratasi, dengan kuantitas, volume dan diksi bicara
kriteria hasil:
25

a. Pasien mampu 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan 2. untuk mengetahui perkembangan
mengikuti aktivitas fisiologis yang berkaitan dengan kemampuan proses kognitif, anatomis,
fisik yang bicara dan fisiologis yang berkaitan dengan
direkomendasikan 3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau bicara
b. Kemampuan berbicara hal lain yang menganggu bicara 3. untuk mengetahui kondisi psikologis
pasien cukup 4. Identifikasi prilaku emosional dan pasien mengenai frustrasi, marah,
meningkat fisik sebagai bentuk komunikasi depresi atau hal lain yang menganggu
Terapeutik bicara
1. Gunakan metode Komunikasi 4. Mengethaui hasil prilaku emosional dan
alternative (mis: menulis, berkedip, fisik sebagai dalam bentuk komunikasi
papan Komunikasi dengan gambar pasien
dan huruf, isyarat tangan, dan Terapeutik
computer) 7. Membantu mempermudah dalam
2. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan komunikasi
kebutuhan (mis: berdiri di depan 8. Agar tersampainya informasi yang
pasien, dengarkan dengan seksama, sesuai.
tunjukkan satu gagasan atau pemikiran 9. Membuat kenyamanan lingkungan
sekaligus, bicaralah dengan perlahan untuk meminimalkan bantuan
sambil menghindari teriakan, gunakan 10. Pengulangan dapat menyampaikan
Komunikasi tertulis, atau meminta pesan yang sesuai
bantuan keluarga untuk memahami 11. dukungan psikologis dapat memotivasi
ucapan pasien. pasien
3. Modifikasi lingkungan untuk 12. juru bicara membantu pasien dalam
meminimalkan bantuan menyampaikan isi komunikasi
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien Edukasi
5. Berikan dukungan psikologis 1. Meminimalkan energi yang dikeluarkan
6. Gunakan juru bicara, jika perlu pasien
Edukasi 2. Dapat mempermudah dalam
1. Anjurkan berbicara perlahan berkomunikasi
Kolaborasi
26

2. Ajarkan pasien dan keluarga proses Membantu menyembuhkan dalam aspek


kognitif, anatomis dan fisiologis yang neurologisnya.
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
BAB III

TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Pasien
a. Nama Pasien : Ny. E
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir : 01 Januari 1966
d. Usia : 55 tahun
e. Agama : Islam
f. Status perkawianan : Menikah
g. Pekerjaan : IRT
h. Pendidikan : SMP
i. Alamat : Ciparay
j. Nomor CM : 00792801
k. Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark
l. Tanggal Pengkajian : 08 November 2021
m. Tanggal Masuk RS : 07 November 2021

Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. Y
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pendidikan : SMA
d. Hubungan dengan Pasien : Suami
e. Alamat : Ciparay

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
Riwayat Penyait Sekarang
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh tangan kanan lemas tidak bisa digerakan
2) Kronologi penyakit saat ini
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh jalan kaki serasa
sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai memburuk pasien tidak
bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri tangan kanan
dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien kemudian
langsung dilarikan ke IGD RSUD Al-Ihsan. Saat dikaji GDS pasien
259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas dan penglihatan

27
28

kabur jika GDS tinggi 350 mg/dL. Pasien juga mengatakan ada batuk
karena tidak nyaman terpasang selang NGT.
3) Pengaruh penyakit terhadap pasien
Penyakit ini sangat mengganggu terhadap aktivitas dan pekerjaan
pasien sehingga pasien sudah 2 hari berhenti bekerja dikarenakan
penyakit yang dialaminya.
4) Apa yang diharapkan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien berharap segera cepat sembuh dan segera pulang kerumah.
Riwayat Penyakit Masa Lalu
1) Penyakit masa anak-anak
Tidak ada
2) Alergi
Tidak ada
3) Pengalaman sakit / dirawat sebelumnya
Riwayat TD tinggi, DM sejak 3 tahun karena pola makan yang suka
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Pasien tidak pernah
dirawat, jika sakit pegal atau sakit kepala dan nyeri pasien suka
mengkonsumsi obat dari warung.
4) Pengobatan terakhir
Mengkonsumsi obat warung.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien tinggal dengan suami dan kedua anaknya satu laki-laki satu
perempuan. Pasien merupakan anak bungsu dari 8 bersaudara, ada
keluarga pasien yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien yaitu
bapaknya. Tidak ada keluraga yang menderita penyakit menular, ada
keluarga mempunyai penyakit turunan yaitu hipertensi dan DM. Ketika
pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit keluarga selalu
mendukung dan mendukung anggota yang sakit supaya cepat sembuh.
Genogram
29

Keterangan :
: Perempuan yang meninggal
: Laki-laki yang meninggal
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien perempuan
-------- : serumah

C. Pengkajian Psikososial Dan Spiritual

1. Psikologi
Status emosi pasien tampak lelah, ekspresi wajah pucat, suana hati
pasien gelisah, cara berbicara pasien rero, perasaan pasien tidak nyaman
dengan sakitnya. Jika pasien merasa sedih atau senang selalu bercerita
kepada orang kepercayaannya yaitu suaminya.
2. Hubungan Sosial
Pasien sangat dekat dengan suami dan kedua anakanya, karena
serumah. Pasien juga selalu rutin melakukan kegiatan pengajian atau
kegiatan masyarakat pasien dekat dengan tetangganya juga. Selama
sakit aktivitas pasien jarang ketemu dengan tetangga karena dirawat di
RS.
3. Spiritual
Pasien beragama islam, saat ini pasien tidak mengalami kesulitan
melakukan ibadah sholat dan puasa ramadhan tahun kemarin tamat.
30

Pasien suka berdoa tetapi dan pasien mengetahui tatacara sholat sedang
sakit dan pasien sholat dengan duduk.
√ Agama : Islam , √ Baligh, Ibadah : Mandiri / dibantu* Penggunaan
kerudung : Ya / Tidak / Kadang-Kadang* (khusus wanita), Kegiatan ibadah lain :
............. Bersuci : Wudhu √ / tayamum √ / tidak tahu
√ Pelaksanaan Sholat : Teratur √ / tidak teratur  / tidak sholat , Kemampuan
sholat : berdiri  duduk √ berbaring  tidak tahu
√ Kendala tidak sholat : tidak tahu  mampu  mau 
Makna sakit : Ujian √ / guna-guna  / gangguan jin  lainnya : ………………..
Harapan sembuh : ya √ tidak 
Penerimaan tentang penyakit : tidak menerima  Menerima √ tawar menawar 
Dukungan komunitas spiritual : baik √ , kurang baik  , yang paling mendukung
: keluarga

Uraian persepsi pasien terhadap konsep ketuhanan, makna hidup,


sumber harapan : Pasien memaknai bahwa sakit ini mungkin ujian dari
Allah, dan dijadikan hikmah/pelajaran untuk menjaga pola dan jenis makanan
yang dikonsumsi dan jangan meminum minuman yang manis harus lebih
banyak lagi minum air putih. Pasien beharap semoga cepat sembuh dan
diangkat sakit yang dideritanya supaya bisa kembali kumpul dengan anak-
anaknya di rumah.

3. Pola Aktivitas Hidup Sehari-Hari (Activity Daily Living)


No Kebiasaan di rumah di rumah sakit
1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Nasi, lauk, sayur  Susu melalui NGT
 Frekuensi  2 x/hari  3 x/hari
 Porsi  1 porsi habis  1 gelas 300 cc
 Keluhan  Tidak ada keluhan  Tidak bisa menelan
sulit mendorong karena
kaku
Minum
 Jenis  Air teh, teh manis air  Air Putih, Susu
putih jarang  1 gelas
 Frekuensi  6 Gelas/Hari dan  150-300 cc/Hari
 Jumlah (cc) minuman  Tidak ada
 900-1000cc Kurang
 Keluhan lebih
 Tidak Ada
2 Eliminasi
BAB
31

 Frekuensi  2 hari sekali  Belum BAB sejak 3


 Warna  kuning hari yang lalu
 Konsistensi  lunak  Tidak ada
 Keluhan  Tidak Ada  Tidak Ada
BAK
 Frekuensi  4-6 kali  2 x dari pagi sampe
 Warna  Kuning siang menggunakan
 Jumlah (cc)  Banyak diapers
 Keluhan  Tidak Ada  Kuning
 500-600 cc
 Tidak ada
3 Istirahat dan tidur
 Waktu tidur
o Malam, pukul  4-5 jam  Tidur 3-4 jam
o Siang, pukul  Tidak tentu
 Lamanya  Jarang  1 jam
 Keluhan  1 – 2 Jam  Sulit tidur saat siang
 Tidak Ada dan malam hari
4 Kebiasaan diri
 Mandi  2x/hari  1x/hari di waslap
 Perawatan  1 Minggu sekali 2-3  belum
rambut kali keramas  Belum
 Perawatan kuku  1 minggu sekali  Belum
 Perawatan gigi  Gigi Pasien Kotor,
 Tingkat  3x/hari klien tidak bau badan,
Ketergantungan  Tidak tentu Rambut klien lengket
 Kebiasaan dan kusam
merokok  Tidak ada  dibantu
 Kebiasaan  Berhenti senam DM  tidak merokok
olahraga sejak 3 bulan yang lalu  Tidak bisa beraktivitas

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kondisi klien secara umum
Penampilan umum : Pasien tampak pucat
Kesadaran : Compos mentis
GCS 15 (E 5 M 6 V 5)
Tanda-tanda vital : TD = 168/90 mmHg
HR = 84 kali/menit
RR = 20 kali/menit
S = 36,3 0C
Status Antopometri : BB = 49 kg
TB = 160 cm
32

IMT = 19,1
2) keadaan kulit: warna kulit kuning langsat, turgor kulit kaki sedikit kering,
kelainan kulit tidak ada.
b. Pemeriksaan Cepalo Kaudal
1) Kepala
b) Bentuk bulat simestris, keadaan kulit warna kuning langsat, kelainan
kulit tidak ada, pertumbuhan rambut panjang tebal. Bentuk wajah
sebelah kiri rero.
c) Mata simestrik, kebersihan bersih, penglihatan tajam jelas, pupil
normal, refleks bagus, skelera putih, konjungtiva anemis
d) Telinga : Bentuk simetris, kebersihan bersih, tidak ada sekret, fungsi
normal dan nyeri telinga tidak ada.
e) Hidung : fungsi normal, polip sekret tidak ada, tidak ada nyeri tekan
f) Mulut : kemampuan bicara rero, keadaan bibir kering, selaput mukosa
merah, warna lidah keputihan, gigi ada sedikit karises, oropharing bau
nafas (keton), suara jelas, dahak tidak ada)
2) Leher
Warna kulit merata. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
getah bening, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri menelan.
3) Dada
Bentuk dada simetris, retraksi otot dada simetris, pergerakan selama
pernafasan normal suara vesikuler, bunyi jantung lup dup normal. Saat
diperkusi suara sonor dan dullnes pada daerah jantung pada saat di palpasi
tidak ada nyeri tekan.
4) Abdomen
Bentuk simetris, warna kulit merata, saat diauskultasi bising usus 9x/m,
saat di perkusi suara timpani 4 kuadran perut pasien, saat dipalpasi/ditekan
pasien meringis kesakitan kuadran 2.
5) Genetelia, Anus dan Rektum
Pasien mengeluh belum BAB.
33

6) Ekstremitas
Jari tangan kumplit ada 10, tangan kanan terbatas karena di pasang infus.
Jari kaki kumplit berjumlah 10, Kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5 dan
kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Sensasi tangan dan kaki pasien masih
bisa merasakan, refleks patela tangan kanan dan kiri serta kaki kanan dan
kiri ada respon.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
07 November 2021 dilakukan pemeriksaan photo thorax AP
Kesan : Kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru aktif
dan pneumonia. Artherosklerosis aorta.
b. Labolatorium
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 07-11-2021 dengan hasil
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi

HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 12,0 – 16,0 g/dL Normal
Leukosit 23270 3800 - 10600 Tinggi
sel/uL
Eritrosit 4.66 3.6 – 5.6 juta/uL Normal
Hematokrit 35.5 35 – 47 % Normal
Trombosit 468000 150000 – 440000 Tinggi
sel/uL
KIMIA KLINIK (Elektrolyte (Na,K,Ca))
Natrium (Na) 134 134 – 145 mmol/L Normal

Kalium (K) 3.1 3.6 – 5.6 mmol/L Normal

Kalsium 1.24 1.15 – 1.35 mmol/L Normal

AST (SGOT) 16 10- 31 U/L Normal

ALT (SGPT) 7 9- 36 U/L Kurang


34

Ureum 20 10 - 50 mg/dL Normal

Kreatinin - 0,5 – 1,5 mg/dL Normal


Glukosa Darah 383 70-200 mg/dL Tinggi
Sewaktu
IMUNOLOGI
Rapid antigen Negatif Negatif
COVID-19

6. Therapy Yang Diberikan

Cara
Nama obat Dosis Indikasi
pemberian
Merupakan obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan cara
Ceftriaxone IV 2x1 gr menghambat pertumbuhan bakteri
atau membunuh bakteri

Obat yang digunakan untuk


menangani gejala atau penyakit yang
Ranitidine IV 2x1
berkaitan dengan produksi asam
berlebih di dalam lambung

Obat yang bekerja dengan cara


meningkatkan senyawa kimia di otak
bernama phospholipid phosphatidylc
holine. Senyawa ini memiliki efek
untuk melindungi otak,

Citicoline IV 2x500 mempertahankan fungsi otak secara


normal, serta mengurangi jaringan
otak yang rusak akibat cedera. Selain
itu, citicolin mampu meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen di
otak.
35

Obat untuk mengatasi gangguan

Omeprazole IV 1x40 lambung, seperti penyakit asam


lambung dan tukak lambung.

Merupakan sedian obat yang


mengandung insulin aspart yang

6-6-6 termasuk insulin gerak cepat,

Novorapid SC (3x1per 6 digunakan untuk pengobatan pada

unit) diabetes mellitus, obat ini akan mulai


menurunkan gula darah 10-20 menit
setelah disuntikan kedalam tubuh.

Merupakan obat antihipertensi


golongan Calcium Channel Blockers
(CCB). Obat ini bekerja dengan cara
menghambat kalsium masuk ke dalam

Amlodipin 10 mg tablet 1x1 sel sehingga salah satu efeknya adalah


menyebabkan vasodilatasi,
memperlambat laju jantung, dan
menurunkan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan tekanan darah.

Obat ini memiliki efek anti agregasi


platelet (keping darah atau trombosit)
dan menghambat pembentukan
trombus (penggumpalan darah yang
terbentuk pada dinding pembuluh
darah arteri dan vena). Clopidogrel
Cpg 75 MG tablet 1x1 secara selektif menghambat ikatan
Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada
reseptor ADP di platelet. Clopidogrel
dapat mengurangi kejadian
aterosklerosis pada pasien yang
berisiko tinggi, termasuk pasien yang
memiliki riwayat infark miokard dan
36

gejala lain dari sindrom koroner akut,


stroke, serta penyakit arteri perifer.

Digunakan pada pasien yang


memiliki riwayat gagal ginjal, sirosis
hati, kadar natrium yang rendah, tes
toleransi glukosa, kadar magnesium
2A Wida IV 20 gtt
yang rendah, kadar kalium rendah,
tingkat kalsium yang rendah, dan
kehilangan cairan dan kondisi
lainnya.

B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1. DS : Faktor pemicu dan faktor Ketidakstabilan
resiko (Pola/gaya hidup) kadar glukosa darah
- Pasien mengeluh tangan
↓ b.d gangguan
kanan lemas sulit
glukosa darah puasa
digerakan Malas olahraga dan sering
- Pasien mengatakan memakan minuman manis
pusing ↓
- Pasien mengatakan
sudah memiliki penyakit Sel B terganggu
DM 3 tahun yang lalu

- Pasien mengatkan 3
bulan yang lalu berhenti Sel-sel perifer gagal
mengikuti senam DM memproduksi hormon
karena malas insulin
DO : ↓
- Tampak lelah Resistensi insulin
- GDS 383 mg/dL ↓
- Sulit bicara
Glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel

Hiperglikemia

Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
37

2. DS : Ketidakstabilan kadar Defisit Nutrisi b.d


glukosa darah ketidakmampuan
- Pasien mengatakan lapar menelan makanan
DO : ↓

- Pasien rero Glukosa tidak dapat diubah


- Pasien terpasang NGT menjadi ATP
- Bising usus 9x/m

- TB : 160 cm
- BB : 49 Kg Sel kelaparan
- Membran mukosa pucat,
lidah putih ↓
- Otot pengunyahan dan Merangsang hipotalamus
penelanan lemah

polifagia

Kelemahan

Katabolisme

Defisit Nutrisi
3. DS : Stroke infark Gangguang mobilitas
fisik b.d gangguan
-
Pasien mengeluh ↓ neuromuskular
tangan kanan lemas
Trombus emboli di cerebral
sulit digerakan
DO : ↓
- pasien tamapk lemah Suplai darah ke jaringan
- pasien berbaring di cerebral tidak adekuat
tempat tidur sulit untuk
bangun dan perlu ↓
bantuan Perfusi jaringan cerebral
- Kekuatan tangan kanan tidak adekuat
3 tangan kiri 5 dan kaki
kanan 4 sedangkan ↓
kaki kiri 5
Vasospasme arteri cerebral
saraf cerebral

Iskemik infark

Defisit neurolgi
38


Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring yang lama,
Kehilangan daya otot,
Penurunan otot

Perubahan sistem
muskuloskeletal

Gangguang mobilitas fisik
4. DS : Trombosis di cerebral Gangguan
komunikasi verbal
- Pasien mengeluh ↓ b.d penurunan
tangan kanan lemas sirkulasi serebral
Sumbatan pembuluh darah
sulit digerakan
di otak
DO :

- pasien kesulitan
berbicara (rero) Suplai darah dan O2 ke
- pasien juga kesulitan otak menurun
mengungkapkan
perasaanya ↓
- sulit mempertahankan Infark cerebri
komunikasi
- sulit menggunakan ↓
ekspresi wajah
Gangguan fungsi motorik

Bicara (rero)

Disfasia, diatria

Gangguan komunikasi
verbal
39

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
ditandai dengan dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit
berbicara.
b. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan
otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran
mukosa pucat lidah putih.
c. Gangguang mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun, gerakan terbatas,
fisik lemah.
d. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero).
40

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Pasien : Ny.E Ruangan : Zaitun 2
No. Medrek : 00792801 Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark
Tanggal : 09 November 2021
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1. Ketidaksetabilan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia Observasi
Kadar Glukosa keperawatan selama 3 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui penyebab
Darah jam gula darah stabil 1. Identifkasi kemungkinan penyebab hiperglikemia pasien
dengan kriteria : hiperglikemia 2. Dapat membantu mengurangi kejadian
1. kadar gula darah <180 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan yang tidak diharpkan pada pasien.
mg/dL kebutuhan insulin meningkat (mis. 3. Hiperglikemia terjadi ketika jumlah
2. kadar gula darah puasa penyakit kambuhan) insulin tidak mencukupi untuk
<140 mg/dL 3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu metabolisme glukosa. Kelebihan glukosa
3. mampu 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dalam darah menciptakan efek osmotik
mendemonstrasikan (mis. poliuri, polidipsia, polivagia, yang menghasilkan peningkatan rasa
self management kelemahan, malaise, pandangan kabur, haus, lapar, dan peningkatan buang air
diabetes secara benar : sakit kepala) kecil. Pasien juga dapat melaporkan
a. penyakit diabetes, 5. Monitor intake dan output cairan gejala kelelahan dan penglihatan kabur
pencegahan 6. Monitor keton urine, kadar analisa gas yang tidak spesifik (CardenasValladolid
komplikasi darah, elektrolit, tekanan darah et al., 2018).
b. peawatan kaki diabetes ortostatik dan frekuensi nadi 4. Manifestasi hiperglikemia mungkin
mencegah komplikasi Terapeutik tergantung pada setiap individu tetapi
7. Berikan asupan cairan oral konsisten pada individu yang sama.
41

c. pengukuran glukosa 8. Konsultasi dengan medis jika tanda dan Tanda-tandanya adalah hasil dari
darah gejala hiperglikemia tetap ada atau peningkatan aktivitas adrenergik dan
d. pengelolaan obat- memburuk penurunan pengiriman glukosa ke otak.
obatan Edukasi Tikar pasien mengalami takikardia,
e. pola diet yang 9. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa diaforesis, tremor, pusing, sakit kepala,
dianjurkan darah lebih dari 250 mg/dL kelelahan, lapar, dan perubahan visual.
f. pola aktivitas yang 10. Anjurkan monitor kadar glukosa darah (CardenasValladolid et al., 2018).
dianjurkan secara mandiri 5. Intake dan output pasien dapat
g. strategi mengontrol 11. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan mengontrol cairan dan kadar glukosa
berat badan olahraga dalam darah pasien.
h. teknik penyuntikan 12. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. 6. Data penunjang dapat membantu dalam
insulin penggunaan insulin, obat oral, monitor data objektif dan menentukan diagnosa.
asupan cairan, penggantian karbohidrat, Terapeutik
dan bantuan professional kesehatan) 7. Caian oral membantu dalam
Kolaborasi melembabkan bibir dan membran
13. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu mukosa.
14. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika 8. Supaya kesehatan pasien tetap
perlu terkontrol.
Edukasi
9. Olahraga dapat membantu
memperlancar sirkulasi darah sebagai
upaya pencegahan dini terjadinya
komplikasi foot diabetic.
42

10. Glukosa darah normal antara 140 sampai


180 mg/dL. Pasien perawatan non-
intensif harus dipertahankan pada tingkat
sebelum makan «140 mg/dL.
11. Memabntu mengontrol kesehatan dan
kesetabilan kadar glukosa.
12. Self management diabetes adalah
kemampuan diri untuk megelola
penyakit, pengobatan, diet , exercise dan
monitor hbAlc sebagai ukuran glukosa
darah selama 2 sampai 3 bulan
sebelumnya. Hbalc normal = 6,5%
hingga 7%.
13. Pemberian obat Novorapid dan dan
sansulin.
14. Membantu kadar cairan dalam tubuh
pemberian WIDA 2A.
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi Observasi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
jam defisit nutrisi teratasi, 1. Identifikasi status nutrisi yang belum terpenuhi pada pasien.
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi 2. Untuk mengetahui makanan pantrangan
c. Pasien bisa / mampu makanan pada pasien
mengunyah 3. Identifikasi makanan yang disukai 3. Untuk membantu pasien agar dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya
43

d. Pasien mampu 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 4. Untuk membantu pasien dalam
menelan nutrien memenuhi kebutuhan kalorinya.
e. Porsi makan habis 5. Monitor asupan makanan 5. Untuk mengetahui makanan yang telah
6. Monitor berat badan dimakan oleh pasien
Terapeutik 6. Memonitor BB dapat mengetahui apakah
7. Lakukan oral hygiene sebelum makan pasien mengalami penurunan atau
8. Sajikan makanan secara menarik dan kenaikan BB.
suhu yang sesuai Terapeutik
9. Berikan makanan tinggi serat untuk 7. Oral hygiene sebelum makana dapat
mencegah konstipasi membantu pasien agar lebih enak dalam
10. Berikan makanan tinggi kalori dan makan
tinggi protein 8. Penyajian makanan secara menarik dapat
11. Berikan suplemen makanan menaikan minat pasien untuk makan
Edukasi 9. Makanan tinggsi serat dapat mencegah
12. Anjurkan posisi duduk konstipasi
Kolaborasi 10. Agar kalori dan protein pasien terpenuhi
13. Kolaborasi pemberian medikasi 11. Suplemen makanan dapat meningkatkan
sebelum makan (mis. Pereda nyeri, nafsu makan pasien
antiemetik) Edukasi
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 12. Posisi duduk dapat membuat pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis lebih nyaman ketika makan
nutrien yang dibutuhkan. Kolaborasi
13. Pemberian medikasi dapat membuat
pasien lebih nyaman sebelum makan
44

14. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.


3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi Observasi
mobilitas fisik keperawatan selama 2 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui penyebab gangguan
jam Gangguan mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan mobilitas
fisik pasien teratasi, dengan fisik lainnya 2. Untuk mengetahui sejah mana rentan
kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan geak pasien
a. Pasien mampu ambulasi 3. Untuk meminimal resiko kejadian yang
menggerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan tidak diharapkan
ekstremitas darah sebelum memulai ambulasi 4. Untuk mengetahui kondisi umum pasien
b. Kekuatan otot pasien 4. Monitor kondisi umum selama Terapeutik
cukup meningkat melakukan ambulasi 1. Memudahkan pasien dalam bergerak
c. Rentan gerak cukup Terapeutik 2. Memudahkan pasien dalam melakukan
meningkat 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan pergerakan
alat bantu (mis. tongkat, kruk) 3. Untuk meringankan kerja perawat dan
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, adanya dukungan support dari keluarga
jika perlu Edukasi
3. Libatkan keluarga untuk membantu 1. Agar pasien mengetahui dan
pasien dalam meningkatkan ambulasi memudahkan dalam aktivitas
Edukasi 2. Agar tidak terjadi kekauan yang lebih
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi parah
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini 3. Agar pasien melakukan secara perlahan
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang sehingga melancarkan gerakan
harus dilakukan (mis. berjalan dari selanjutnya.
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
45

dari tempat tidur ke kamar mandi,


berjalan sesuai toleransi)
4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
komunikasi verbal keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, 1. untuk mengetahui perkembangan
jam gangguan kounikasi volume dan diksi bicara kemampuan kecepatan, tekanan,
verbal teratasi, dengan 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan kuantitas, volume dan diksi bicara
kriteria hasil: fisiologis yang berkaitan dengan bicara 2. untuk mengetahui perkembangan
c. Pasien mampu 3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau kemampuan proses kognitif, anatomis,
mengikuti aktivitas hal lain yang menganggu bicara dan fisiologis yang berkaitan dengan
fisik yang 4. Identifikasi prilaku emosional dan fisik bicara
direkomendasikan sebagai bentuk komunikasi 3. untuk mengetahui kondisi psikologis
d. Kemampuan berbicara Terapeutik pasien mengenai frustrasi, marah,
pasien cukup 5. Gunakan metode Komunikasi depresi atau hal lain yang menganggu
meningkat alternative (mis: menulis, berkedip, bicara
papan Komunikasi dengan gambar dan 4. Mengethaui hasil prilaku emosional dan
huruf, isyarat tangan, dan computer) fisik sebagai dalam bentuk komunikasi
6. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan pasien
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien, Terapeutik
dengarkan dengan seksama, tunjukkan 5. Membantu mempermudah dalam
satu gagasan atau pemikiran sekaligus, komunikasi
bicaralah dengan perlahan sambil 6. Agar tersampainya informasi yang
menghindari teriakan, gunakan sesuai.
Komunikasi tertulis, atau meminta 7. Membuat kenyamanan lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
46

bantuan keluarga untuk memahami 8. Pengulangan dapat menyampaikan


ucapan pasien. pesan yang sesuai
7. Modifikasi lingkungan untuk 9. dukungan psikologis dapat memotivasi
meminimalkan bantuan pasien
8. Ulangi apa yang disampaikan pasien 10. juru bicara membantu pasien dalam
9. Berikan dukungan psikologis menyampaikan isi komunikasi
10. Gunakan juru bicara, jika perlu Edukasi
Edukasi 11. Meminimalkan energi yang dikeluarkan
11. Anjurkan berbicara perlahan pasien
12. Ajarkan pasien dan keluarga proses 12. Dapat mempermudah dalam
kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkomunikasi
berhubungan dengan kemampuan Kolaborasi
berbicara 13. Membantu menyembuhkan dalam aspek
Kolaborasi neurologisnya.
13. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
47

E. Implementasi Dan Evaluasi


Nama Pasien : Ny.E Ruangan : Zaitun 2
No. Medrek : 00792801 Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark

Hari / Waktu DX IMPLEMENTASI DAN CATATAN Evaluasi Nama dan


Tanggal PERKEMBANGAN paraf
Selasa, 09 07.00 1-4 Operan dinas DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
November 07.30 1-4 Observasi TTV darah b.d gangguan glukosa darah puasa
2021 R : TD = 168/90 mmHg, HR = 84 kali/menit, RR S : pasien mengatakan sering memakan Zainab ZZF

= 20 kali/menit, S = 36,3 0C minuman manis meski sudah dilarang


08.00 1 Identifkasi kemungkinan penyebab keluarganya.
hiperglikemia. Identifikasi situasi yang O :
menyebabkan kebutuhan insulin meningkat. - TD = 168/90 mmHg, HR = 84
R : pasien mengatakan sering memakan kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = Zainab ZZF
minuman yang manis meski sudah dilarang 36,3 0C
keluarganya. - kadar glukosa pasien 383 mg/dL,
08.30 2 Identifikasi status nutrisi. Identifikasi alergi dan - bibir kering, pasien mengatakan
intoleransi makanan. Identifikasi makanan yang haus.
disukai. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis - Minum lewat mulut 4-5 sendok
nutrien. A : masalah belum teratasi Zainab ZZF
R : pasien mengatakan sulit menelan karena rero, P : lanjutkan intervensi
pasien terpasang NGT makan habis 3 kali sehari - Monitor keton urine, kadar analisa
dengan jenis makanan susu. gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
48

Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik - Berikan asupan cairan oral
09.00 3 lainnya. Identifikasi toleransi fisik melakukan - Konsultasi dengan medis jika tanda
ambulasi. Monitor frekuensi jantung dan tekanan dan gejala hiperglikemia tetap ada
darah sebelum memulai ambulasi atau memburuk
R : pasien mengatakan tangan kanan sulit - Anjurkan olahraga saat kadar
digerakan pasien juga mengatakan sulit duduk glukosa darah lebih dari 250 mg/dL. Zainab ZZF

sendiri harus di bantu Anjurkan monitor kadar glukosa


Monitor kadar glukosa darah, jika perlu. Monitor darah secara mandiri
tanda dan gejala hiperglikemia. Monitor intake - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
09.30 1 dan output cairan. dan olahraga
R : kadar glukosa pasien 383 mg/dL, bibir kering, - Ajarkan pengelolaan diabetes
pasien mengatakan haus. Minum lewat mulut 4-
5 sendok, BAK sudah 3 kali. DX2. Defisit Nutrisi b.d Zainab ZZF
Lakukan oral hygiene sebelum makan. Sajikan ketidakmampuan menelan makanan
makanan secara menarik dan suhu yang sesuai. S : pasien mengatakan sulit menelan karena
10.00 2 R : pasien dianjurkan oral hygiene, makanan rero
masih hangat langsung di berikan. O : pasien terpasang NGT makan habis 3
Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume kali sehari dengan jenis makanan susu.
dan diksi bicara. Monitor proses kognitif, BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1. Zainab ZZF

anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan A : masalah belum teratasi


10.30 4 bicara. P : lanjutkan intervensi
R : pasien kesulitan dalam berbicara dan - Monitor asupan makanan
menyampaikan pesan. - Monitor berat badan

Zainab ZZF
49

Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu - Berikan makanan tinggi serat untuk
(mis. tongkat, kruk). Fasilitasi melakukan mencegah konstipasi
11.00 3 mobilisasi fisik, jika perlu. - Berikan makanan tinggi kalori dan
R : pasien dianjurkan miring kanan dan kiri, jika tinggi protein Zainab ZZF

duduk di bantuk oleh keluarka dan posis kasur - Berikan suplemen makanan
dinaikan 450. - Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d
12.00 2 jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan. gangguan neuromuskular
Zainab ZZF
R : pasien makan jenis susu 3x sehari. BB = 49 S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1. digerakan pasien juga mengatakan sulit
Anjurkan berbicara perlahan. Ajarkan pasien dan duduk sendiri harus di bantu.
keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis O :
- pasien tamapk lemah
yang berhubungan dengan kemampuan
- pasien berbaring di tempat tidur
13.00 4 berbicara.
sulit untuk bangun dan perlu Zainab ZZF
R : berbicara perlahan dapat menyampaikan
bantuan
pesan pasien.
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu.
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan
Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu.
kaki kiri 5
R : pasien diberikan Novorafid per 6 jam
A : masalah belum teratasi
13.30 1 Ulangi apa yang disampaikan pasien. Berikan
P : lanjutkan intervensi
dukungan psikologis. Gunakan juru bicara, jika Zainab ZZF
- Monitor kondisi umum selama
perlu
melakukan ambulasi
14.00 4
50

R : pasien selalu mengulangi dan berbicara - Libatkan keluarga untuk membantu


perlahan untuk menyampaikan pesannya kata pasien dalam meningkatkan
perkata. ambulasi Zainab ZZF

- Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan

DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi serebral
S : pasien kesulitan dalam berbicara dan
Zainab ZZF
menyampaikan pesan
O:
- sulit mempertahankan komunikasi
- sulit menggunakan ekspresi wajah
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Monitor frustrasi, marah, depresi
atau hal lain yang menganggu
bicara
- Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
51

- Gunakan metode Komunikasi


alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan
- Modifikasi lingkungan untuk Zainab ZZF
meminimalkan bantuan
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
Rabu, 10 07.00 1-4 Operan dinas DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
November Observasi TTv darah b.d gangguan glukosa darah puasa
2021 07.30 1-4 R : TD = 160/109 mmHg, HR = 80 kali/menit, S : pasien mengatakan sering haus Rani

RR = 20 kali/menit, S = 35,7 0C O:
08.00 1 Monitor keton urine, kadar analisa gas darah, - TD = 160/109 mmHg, HR = 80
elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
nadi. Berikan asupan cairan oral. Konsultasi 35,7 0C
Rani
dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia - kadar glukosa pasien 259 mg/dL,
tetap ada atau memburuk - Minum lewat mulut 4-5 sendok
R : hasil lab elektrolit normal, hasil analisa gas A : masalah belum teratasi
darah leukosit tinggi : 23270, trombosit tinggi : P : lanjutkan intervensi
468000. Gula darah sewaktu : 259 mg/dL. Pasien - Anjurkan olahraga saat kadar
minum sedikit-sedikit melalui sendok. Gula glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
darah pasien menurun sedikit. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
09.00 4
52

Kolaborasi dengan dokter rujuk ke ahli patologi - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
bicara atau terapis. Pasien diajarkan berbicara dan olahraga
perlahan huruf vokal (A I U E O) - Ajarkan pengelolaan diabetes Rani

R : pasien dijadwalkan oleh dokter untuk terapi


wicara. Pasien dapat mengikuti perlahan. DX2. Defisit Nutrisi b.d
10.00 2 Monitor asupan makanan. Monitor berat badan. ketidakmampuan menelan makanan
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah S : pasien mengatakan makan selalu habis
konstipasi. Berikan makanan tinggi kalori dan O : pasien terpasang NGT makan habis 3
tinggi protein. Berikan suplemen makanan. kali sehari dengan jenis makanan susu.
Anjurkan posisi duduk BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
R : pasien makan selalu habis melalui selang A : masalah belum teratasi
NGT, sejak 3 hari yang lalu belum BAB tetapi P : lanjutkan intervensi
hari ini pasien sudah BAB. Pasien makan hanya - Monitor asupan makanan
Rani
bisa berbaring. - Monitor berat badan
Monitor kondisi umum selama melakukan - Berikan makanan tinggi kalori dan
ambulasi. Ajarkan ambulasi sederhana yang tinggi protein
11.30 3 harus dilakukan - Berikan suplemen makanan
R : pasien sudah bisa miring kanan dan miring
kiri, jika masih duduk masih harus dibantu. DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d
Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain gangguan neuromuskular Rani

yang menganggu bicara. Identifikasi prilaku S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi digerakan pasien juga mengatakan sulit
13.30 4 duduk sendiri harus di bantu.
O:
53

R : pasien selalu sabar saat berbicara meski - pasien tampak masih lemah
kesulitan. Pasien masih bisa mengekspresikan - pasien berbaring di tempat tidur
emosionalnya meski sedikit. sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini

DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi serebral
S : pasien sekarang lebih kesulitan dalam
berbicara dan menyampaikan pesan
O: Rani

- sulit mempertahankan komunikasi


- sulit menggunakan ekspresi wajah
- pasien mengikuti latihan huruf vokal
54

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
- Gunakan metode Komunikasi
alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis Rani

Kamis, 11 14.00 1-4 Operan dinas DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa


November 14.30 1-4 Observasi TTV darah b.d gangguan glukosa darah puasa
2021 R : TD = 172/124 mmHg, HR = 80 kali/menit, S : pasien mengatakan pusing Pipit

RR = 22 kali/menit, S = 35,9 0C O:
15.00 1 Anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih - TD = TD = 172/124 mmHg, HR =
dari 250 mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa 80 kali/menit, RR = 22 kali/menit, S
darah secara mandiri. Anjurkan kepatuhan = 35,9 0C
Pipit
terhadap diet dan olahraga. Ajarkan pengelolaan - kadar glukosa pasien 232 mg/dL,
diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, - Minum lewat mulut 4-5 sendok
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, A : masalah belum teratasi
dan bantuan professional kesehatan) P : lanjutkan intervensi
R : pasien saat ini hanya bisa olahraga miring - Anjurkan olahraga saat kadar
kanan dan kiri. Pasien mempunyai alat untuk cek glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
glukosa darah. Keluarga pasien memahami untuk
55

cara pemberian insulin. Pola makan dan olahraga Anjurkan monitor kadar glukosa
pasien sudah dijelaskan harus seimbang. darah secara mandiri
Monitor asupan makanan. Monitor berat badan. - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. dan olahraga
17.00 2 Berikan suplemen makanan - Ajarkan pengelolaan diabetes
R : makan habis 3x sehari dengan jenis susu,
ketika di rumah seimbangkan antar sayuran DX2. Defisit Nutrisi b.d Pipit

buah-buahan dan protein pasien. ketidakmampuan menelan makanan


Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam S : pasien mengatakan makan selalu habis
meningkatkan ambulasi. Jelaskan tujuan dan O : pasien terpasang NGT makan habis 3
19.00 3 prosedur ambulasi. Anjurkan melakukan kali sehari dengan jenis makanan susu.
ambulasi dini. BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
R : pasien selalu didampingin suami dan anaknya A : masalah belum teratasi
Pipit
dalam melakukan pergerakan. Pasien dan P : lanjutkan intervensi
keluarga memahami apa yang disampaikan - Monitor asupan makanan
perawat. - Monitor berat badan
Gunakan metode komunikasi alternative. - Berikan makanan tinggi kalori dan
Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan. tinggi protein
20.00 4 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan - Berikan suplemen makanan
bantuan. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis. DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d Pipit

R : pasien berbicara dengan cara dibantu oleh gangguan neuromuskular


keluarga untuk memahami. Keluarga pasien
sudah di rekomendasikan untuk mengikuti
56

bahasa gerakan tubuh. Pasien dirujuk oleh dokter S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
untuk terapi wicara. digerakan pasien juga mengatakan sulit
duduk sendiri harus di bantu.
O:
- pasien tampak masih lemah
- pasien berbaring di tempat tidur
sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi Pipit
- Anjurkan melakukan ambulasi dini

DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi serebral
Pipit
S : pasien sekarang lebih kesulitan dalam
berbicara dan menyampaikan pesan.
57

O:
- sulit mempertahankan komunikasi
- sulit menggunakan ekspresi wajah
- pasien dirujuk ke ahli wicara.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Gunakan metode Komunikasi
alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan Pipit

Jum’at, 12 07.00 1-4 Operan dinas DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa


November 07.30 1-4 Observasi TTV darah b.d gangguan glukosa darah puasa
2021 R : TD = 163/117 mmHg, HR = 89 kali/menit, S : pasien dan keluarga mengatakan Yessi

RR = 21 kali/menit, S = 36,9 0C memahami apa yang disampaikan


09.00 1-4 Pasien pulang. Discharge planning : O:
1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah : - TD = 163/117 mmHg, HR = 89
Anjurkan dirumah pasien mengecek gula darah kali/menit, RR = 21 kali/menit, S =
2-3 hari sekali, jika gejala ringan 1 minggu 36,9 0C
sekali. - kadar glukosa pasien 265 mg/dL,
Anjurkan pasien diit makanan : - Minum lewat mulut 4-5 sendok
Yessi
1) Makanan yang terbuat dari biji-bijian A : masalah teratasi
mengkonsumsi karbohidrat kompleks : nasi P : lanjutkan discharge planning
merah, ubi panggang, oatmeal, ubi dan sereal dari Pasien memahami anjuran perawat.
biji-biji utuh. 2) daging tanpa lemak (misalk
58

daging ayam tanpa kulit). 3) sayur-sayuran DX2. Defisit Nutrisi b.d


dikukus, direbus atau di panggang. 4) buah- ketidakmampuan menelan makanan
buahan. 5) kacang-kacangan. 6) susu / produk S : pasien mengatakan makan perlahan
olahan susu disarankan mengkonsumsi yogurt dicoba susu masuk mulut
rendah lemak tanpa pemanis buatan. 7) ikan O : pasien masuk 5-6 sendok susu.
(tuna, salmon, sarden dan makarel). BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
Makanan yang harus dihindari : nasi putih, roti A : masalah teratasi Yessi

tawar, makanan yang terbuat dari tepung terigu, P : lanjutkan discharge planning
sayuran yang ditambahkan garam, keju, mentega Pasien memahami apa yang disampaikan
dan saus dalam jumlah banyak, buah-buahan perawat.
kaleng yag mengandung banyak gula, daging DX3. Gangguang mobilitas fisik b.d
berlemak dan kulit ayam, makanan yang gangguan neuromuskular
digoreng seperti ayam goreng, ikan goreng, S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
pisang goreng dan kentang goreng. Makan dan digerakan. Yessi
minuman yang mengandung gula tinggi, seperti O : Kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5
kue, sirop dan soda. dan kaki kanan 3 sedangkan kaki kiri 5
Atur olah raga pasien : karena pasien berabring A : masalah teratasi
dan masih bisa duduk meski harus menggunakan P : lanjutkan discharge planning
sandran lakukan senam kaki DM yang cocok dan Pasien memahami apa yang disampaikan
miring kanan kiri. perawat.
Ajakan keluarga injeksi insulin : pasien harus di DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d
suntik insulin sebelum makan per 6 jam atau 3x1 penurunan sirkulasi serebral
sebanyak 6 unit di lengan tiga jari dibawah. S : pasien sekarang lebih kesulitan dalam
berbicara dan menyampaikan pesan. Yessi
59

Ajarkan latihan berbicara : mulai dari yang O :


ringan huruf vokal A I U E O dan ikuti jadwal - pasien dirujuk ke ahli wicara.
psioterapi. - Bisa sedikit-sedikit berbicara vokal
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan discharge planning
Pasien memahami apa yang disampaikan Yessi
perawat.
BAB IV

PEMBAHASAN

Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diagnose Diabetes


Mellitus Tipe II dan Stroke Infark di Ruangan Zaitun 2 RSUD Al-Ihsan pada tanggal
08 November 2021 ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan. Dalam
penerapan asuhan keperawatan tersebut telah berusaha mencoba menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. E sesuai dengan teori – teori yang ada untuk melihat lebih jelas
asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai akan
diuraikan sesuai dengan tahap – tahap proses keperawatan di mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Menurut ( Carpet & Moyet 2017 ) Pengkajian merupakan tahap yang sistematis
dalam pengumpulan data tentang individu keluarga dan kelompok. Dalam
melakukan pengkajian pada klien data didapatkan dari klien beserta keluarga,
catatan medis serta tenaga kesehatan lainnya.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh tangan kanan lemas tidak
bisa digerakan. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise)
atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi
akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,
kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi (Tarwoto, 2013). Pada saat sebelum masuk
rumah sakit pasien juga tidak bisa membuka mata. Hal ini dikarenakan
kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat

60
61

saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat


disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian pasien memiliki riwayat tekanan darah
tinggi, diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu karena suka makanan yang
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Menurut AAY, (2016),
diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada
seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal
akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini
dapat menyerang semua lapisan umur serta tidak membedakan status sosial
dari penderita. Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” polidipsi
(banyak minum), poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak kencing),
disamping disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari
tangan, badan terasa lemas, berat badan menurun drastis, gatal-gatal dan bila
ada luka sukar sembuh, terjadi gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang
merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi pada penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada bagian kepala pasien setalah dikaji pasien
terpasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, kemampuan bicara
pasien rero. Pasien stroke dapat pula menunjukkan gejala bicara tidak jelas
(pelo) atau tidak dapat berbicara (afasia). Hal ini pada umumnya disebabkan
oleh karena kelumpuhan saraf otak nomor 12 atau lobus frontal-temporal di
otak (Pinzon & Asanti, 2010) Bibir pada pasien kering, warna lidah
keputihan, terdapat karies dan tercium bau keton. Penderita penyakit
diabetes melitus yang tidak terkontrol yang menimbulkan bau mulut dengan
aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan oleh karena ketoasidosis, dimana
tubuh menggunakan lemak karena tidak adanya glukosa akibat terlalu
sedikitnya insulin dalam darah atau jika resistensi insulin terlalu tinggi yang
menyebabkan ambilan glukosa dalam darah terganggu, hal ini menyebabkan
62

molekul asam yang dikenal sebagai keton membentuk produk limbah,


limbah keton dapat dieksresikan pada nafas yang menyebabkan bau mulut
(Mitrayana Dkk., 2014). Pasien mengeluh belum BAB dikarenakan pasien
kurang minum air putih yang cukup dan kurang mengkonsumsi serat. Selain
itu pasien juga memiliki terdiagnosa Stroke sehingga kurangnya mobilitas
fisik dan juga yang adanya fungsi saraf yang terganggu sehingga pasien sulit
untuk BAB.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 168/90
mmHg yang menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertens. Hipertensi
mendorong terjadinya vaskulopati intraserebral yang pada akhirnya
menyebabkan percepatan aterosklerosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pasien dilakukan pemeriksaan radiologi pada tanggal 07 November 2021
hasilnya terdapat kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB
paru aktif dan pneumonia. Artherosklerosis aorta. Kardiomegali adalah
sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya jantung lebih
besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari 55% besar rongga
dada. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya hipertensi sehingga jantung
bekerja lebih ekstra dan membuat jantung membesar. Selanjutnya akan
menyebabkan bilik kiri jantung menjadi tebal, kaku dan lemah. Selanjutnya
pasien mengalami aetherosklerosis yaitu penyempitan pembuluh darah yang
diakibatkan oleh hipertensinya.
Pasien mengalami peningkatan pada leukositnya. Hal ini merupakan
reaksi radang yang mengeluarkan sitokin proinflamasi IL-1 dan TNF α.
Leukosit akan memperburuk defisit neurologis dengan meningkatkan
jumlah leukosit yang akan berakibat berlebihnya produksi radikal bebas dan
zat toksik (Lakhan, 2009). Trombosit pada pasien juga mengalami
peningkatan yang bisa di sebabkan oleh produksi trombosit oleh sumsum
63

tulang belakang yang berlebihan sehingga membentuk gumpalan-gumpalan


darah dan menyumbat pembuluh darah.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpento 2018 diagnosa keperawataa adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntibilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan merubah. Pada tinjauan teoritis,
ditemukan 4 diagnosa keperawatan pada pasien:
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
ditandai dengan dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit
berbicara. Selain itu pasien tampak lelah dan sulit berbicara. Pasien juga
memiliki riwayat penyakit DM 3 tahun yang lalu.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan otot
pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran mukosa
pucat lidah putih, bibir pasien kering dan ditandai dengan kondisi klinis
pasien mengalami stroke
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun, gerakan terbatas,
fisik lemah. Pada saat dikaji kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5 dan kaki
kanan 4 sedangkan kaki kiri 5.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero). Pasien juga kesulitan
untuk mengungkaokan perasaannya. Pada saat dikaji pasien sulit
menggunakan ekspresi wajah dan sulit untuk mempertahankan komunikasi.
C. Intervensi
Menurut Potter Perry, 2010 perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan yang
meliputi : meletakan pusat tujuan pada klien, menetapakan hasil yang ingin dicapai
dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai 77 tujuan. Dalam menyusun
64

rencana tindakan keparawatan pada klien berdasarkan prioritas masalah yang


ditemukan tidak semua rencana tindakan pada teori dapat ditegakan pada tinjauan
kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan
yang dirasakan klien saat dilakukan pengakajian.
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa,
rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah mengidentifkasi
kemungkinan penyebab hiperglikemia, mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. penyakit kambuhan),
memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan gejala hiperglikemia
(mis. poliuri, polidipsia, polivagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur,
sakit kepala), memonitor intake dan output cairan, memonitor keton urine,
kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi, memberikan asupan cairan oral, melakikan konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk Edukasi,
menganjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL,
menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri, menganjurkan
kepatuhan terhadap diet dan olahraga, mengajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan professional kesehatan) dan melakukan kolaborasi
dengan dokter tentang pemberian insulin dan cairan jika diperlukan.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi status nutrisi,
alergi, makanan yang disukai, kebutuhan kalori, jenis nutrient dan
intoleransi. Kemudian, memonitor asupan makanan dan berat badan.
Melakukan oral hygiene sebelum makan dan menyajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai, memberikan makanan tinggi serat, tinggi
kalori dan suplemen makanan. Kemudian pasien diberikan edukasi untuk
menganjurkan makan dengan posisi duduk. Kolaborasi dengan dokter
pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik) dan
65

kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi,
memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi, memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik. Intervensi yang dilakukam terapeutik yaitu memfasilitasi
aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk), memfasilitasi
melakukan mobilisasi fisik, dan melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi. Intervensi selanjutnya pasien
diberikan edukasi tentang tujuan, prosedut, dan cara ambulasi.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu memonitor kecepatan,
tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara, memonitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara, memonitor frustrasi,
marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara dan mengidentifikasi
prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi. Kemudian gunakan
metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer), menyesuaikan
gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien, memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan,
mengulangi apa yang disampaikan pasien, memberikan dukungan
psikologis. Pasien diberikan edukasi dengan menganjurkan berbicara
perlahan, mengajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
66

fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan melakukan


kolaborasi dengan ahli patologi bicara atau terapis.
D. Implementasi
Menurut Rohmah & Walid (2018) Implementasi adalah realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan meliputi penguimpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Setelah rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan rencana
tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
hifrosefalus, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu harus mengatur strategi agar
tindakan keperawatan dapat terlaksana, yang dimulai dengan melakukan
pendekatan pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan apa yang perawat
anjurkan, sehingga seluruh rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan
sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh Sejak 2 hari yang lalu pasien
mengeluh jalan kaki serasa sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai
memburuk pasien tidak bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri
tangan kanan dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien, GDS pasien
259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas dan penglihatan kabur jika
GDS tinggi 350 mg/dL.
Masalah kesehatan yang muncul akibat stroke sangat bervariasi, tergantung luas
daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena
(Rasyid & Lyna, 2007, hlm.53). Bila stroke menyerang otak kiri dan mengenai
pusat bicara, kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara atau afasia,
karena otak kiri berfungsi untuk menganalisis, pikiran logis, konsep, dan
memahami bahasa (Sofwan, 2010, hlm.35). Menurut Mulyatsih dan Airizal (2008,
hlm36), secara umum afasia dibagi dalam tiga jenis yaitu afasia motorik, afasia
sensorik, dan afasia global.
67

Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada daerah broca.
Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan satu kata apapun, namun
masih bisa mengutarakan pikirannya dengan jalan menulis (Mardjono & Sidharta,
2004, hlm.205). Salah satu bentuk terapi rehabilitasi gangguan afasia adalah
dengan memberikan terapi wicara (Sunardi, 2006, hlm.7). Terapi wicara
merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan
komunikasi, gangguan berbahasa bicara, gangguan menelan. terapi wicara ini
berfokus pada pasien dengan masalah-masalah neurologis, diantaranya pasien
pasca stroke (Hearing Speech & Deafness Center, 2006, dalam sunardi, 2006,
hlm.1)
Menurut Wardhana (2011, hlm.167) penderita stroke yang mengalami kesulitan
bicara akan diberikan terapi AIUEO yang bertujuan untuk memperbaiki ucapan
supaya dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan bicara
atau afasia akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi merupakan
proses penyesuaian ruangan supraglottal. Penyesuaian ruangan didaerah laring
terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang akan mengatur jumlah
transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung melalui katup
velofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan lidah. Proses
diatas yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara (Yanti, 2008).
Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput suara dengan nafas
keluar mulut tanpa mendapat halangan. Dalam sistem fonem bahasa Indonesia,
vokal terdiri dari A, I, U, E dan O. Dalam pembentukan vokal yang penting
diperhatikan adalah letak dan bentuk lidah, bibir, rahang, dan langit-langit lembut
(velum) (Gunawan, 2008, hlm. 72-74). Hal ini juga diperkuat Wiwit (2010,
hlm.49), pasien stroke yang mengalami gangguan bicara dan komunikasi, salah
satunya dapat ditangani dengan cara terapi AIUEO untuk menggerakkan lidah,
bibir, otot wajah, dan mengucapkan kata-kata (Wahyu et al., 2019).
68

E. Evaluasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengatakan sebelum sakit sering minum-minuman manis. Setelah dilakukan
pengkajian didapatkan hasil TD = 168/90 mmHg, HR = 84 kali/menit, RR = 20
kali/menit, S = 36,3 0C. Kadar glukosa pasien 383 mg/dL (tinggi), pada saat dikaji
bibir pasien terlihat kering, pasien mengatakan haus. Pasien minum lewat mulut
4-5 sendok. Permasalahan pasien belum teratasi sehingga untuk hari selanjutnya
pasien direncanakan untuk diberikan intervensi yang pertama yaitu monitor keton
urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi, selanjutnya memberikan asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk, anjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri, anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga, ajarkan
pengelolaan diabetes.
Pada hari ke 3 setelah dilakukan intervensi pasien mengatakan merasa pusing.
Tekanan darah pasien masih tinggi yaitu 172/124 mmHg, nadi pasien 8- x/menit,
tidak ada sesak dengan nilai respirasi 22 x/menit, tidak ada demam juga pada
pasien dengan suhu 35,9oC. Kadar glukosa darah pasien masih tinggi yaitu 232
mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih dilanjutka.
Pada hari ke 4 keluhan pasien sudah berkurang Tekanan darah 163/117 mmHg,
nadi 89 x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,9. Kadar glukosa pasien 265 mg/dL.
Pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien dilakukan discharge planning yaitu
dengan memberikan edukasi dan mengajurkan pasien untuk rajin mengecek kadar
gula darah, melakukan diit makanan dan menjelaskan jenis-jenis makanan yang
sesuai dengan kondisi pasien dan mengajarkan keluarga pasien untuk melakukan
injeksi insulin. Pasien mengatakan sudah memahami apa yang dijelaskan oleh
perawat.
69

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan


Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengatakan sulit menelan karena pasien mengalami rero, pasien juga terpasang
NGT. Setelah dikaji IMT pasien dalam rentan normal yaitu 19,1. Masalah pasien
belum teratasi sehingga perlu dilanjutkan intervesi dan pasien direncanakan untuk
dilakukan intervensi monitoring asupan makanan, berat badan, memberikan
makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi, memberikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein, memberikan suplemen makanan dan menganjurkan
posisi duduk. Hari ke dua pasien dilakukan intervensi dan didapatkan hasil, pasien
mengeluh sering haus dan tekanan darah pasien masih cukup tinggi yaitu 160/90
mmHg, HR = 80 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 35,7 0C. kadar gula darah
pasien pada hari kedua sudah mengalami penurunan yaitu 259 mg/dL. Masalah
pasien masih belum teratasi sehingga intervensi yang sebelumnya masih
dilanjutkan. Pada hari kedua keluhan pasien masih sama dengan hari sebelumnya,
pasien masih diberikan makanan lewat NGT dengan jenis makanan susu sebanyak
3 kali sehari. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi sebelumnya
masih dilanjutkan.
Pada hari ketiga setelah dilakukan pengkajian dan dilakukan intervensi pasien
mengatakan makan selalu habis dan masih terpasang NGT. Masalah pasien belum
teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumya yaitu monitoring asupan
makanan, berat badan, memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein,
pasien suplemen makanan. Pada hari ke 4 pasien sudah mulai mencoba untuk
makan perlahan dari mulut dan sudah masuk 4-6 sendok. Pasien diperbolehkan
pulang sehingga pasien diberikan edukasi sebelum pulang tentang diit makanan.
Keluarga pasien mengatakan sudah memahami tentang diit makanan yang
dianjurkan oleh pasien. intervensi pada pasien dihentikan.
3. Gangguang mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengatakan tangan kanan sulit digerakan pasien juga mengatakan sulit duduk
70

sendiri harus di bantu. Setelah dikaji pasien tampak lemah, pasien berbaring di
tempat tidur dan pada saat bangun perlu dibantu, kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Masalah pasien belum teratasi
sehingga pasien dilanjutkan untuk pemberian intervensi dan ditambah dengan
rencana intervensi selanjutnya yaitu memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi terlebih dahulu kepada
keluarga dan mengajarkan tekhnik ambulasi sederhana dan menyuruh keluarga
pasien agar melakukan ambulasi dini. Keluhan pasien pada hari kedua masih sama,
pasien masih tampak lemah dan berbaring di tempat tidur. Masalah pasien belum
teratasi sehingga intervensi pada pasien masih melajutkan yang sebelumnya.
Setelah dilakukan intervensi pada pasien, di hari ketiga keluhan pasien dan
keadaan pasien masih sama dengan hari pertama dan kedua sehingga masalah
pasien belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumnya yaitu
melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi,
menjelaskan tujuan dan prosedur ambuasi dan mengajurkan pasien melakukan
ambulasi dini. Pada hari ke 4 pasien masih mengeluh tangan kanannya masih sulit
digerakan, pasien diperbolehkan pulang sehingga intervensi pada pasien
dihentikan
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil pasien
mengalami kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien juga sulit
mempertahankan komunikasi dan sulit menggunakan ekspresi wajah. Masalah
pasien belum teratasi sehingga intervensi yang masih diberikan dan ditambah
dengan intervensi memonitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
menganggu bicara, mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi, menggunakan metode Komunikasi alternative dan menyesuaikan
gaya Komunikasi dengan kebutuhan pasien agar memudahkan pasien dalam
berkomunikasi dan memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
71

pasien juga di rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis. Pada hari kedua setelah
dikaji pasien lebih kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien
,asih sulit mempertahankan komunikasi. Masalah pasien belum teratasi sehingga
intervensi masih dilakukan yang sebelumnya.
Pada hari ketiga pasien masih mengalami kesulitan dakan berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien kemudian di rujuk ke ahli wicara untuk dilakukan
terapi bicara. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutkan yaitu menggunakan metode komunikasi alternative dan menyesuaikan
daya komunikasi dengan kebutuhan pasien, pada hari ke 4 pasien masih sulit
berbicara, pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan edukasi dan
diajarkan latihan berbicara A I U E O, pasien diberikan intervensi kolaborasi
dengan ahli wicara untuk dilakukan psioterapi wicara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan
penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal akibat
kekurangan insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe II yaitu akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II adalah
sebagai brikut : usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Yang ditandai dengan keluhan
poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan, gatal, visus
menurun, bisul/ luka, kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl dan
kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Pada kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan dengan gangguan glukosa darah puasa ditandai dengan
dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit berbicara. Diagnose kedua defisit
nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan otot
pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran mukosa pucat lidah
putih. Diagnosa ketiga gangguang mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun,
gerakan terbatas, fisik lemah. Dan diagnosa ke empat gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral ditandai dengan tidak mampu /
kesulitan berbicara (rero).
Dalam melakukan rencana keperawatan tidak menemukan kesulitan karena
penulis melakukan rencana keperawatan bekerja sama dengan perawat ruangan. Faktor
pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik antara
penulis dan perawat ruangan dalam melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan
faktor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan kurang lengkapnya
pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan di ruangan. Solusi hal tersebut,

72
73

penulis lebih melakukan pendekatan kepada pasien serta melakukan pencatatan


tindakan yang telah dilakukan. Dan bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan
mendokumentasikannya.
B. Saran
1. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat
memeperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas yang
dilakukan.
2. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien yang
sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena dukungan dari
keluarga adalah yang paling penting bagi klien.
3. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa
bertugas sesuai denganfungsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
AAY, P. (2016). No Titlep. Dm, 10–22.
Al-Ihsan, R. (2021). 10 Penyakit Besar RSUD Al-Ihsan. 2018.
Anggreini, S. N., & Lahagu, E. L. (2021). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
diabetes melitus terhadap sikap pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah
puskesmas rejosari pekanbaru. XV(02), 62–71.
Antari, N., & Esmond, A. (2017). Diabetes Mellitus Tipe 2.
Arifin, N. A. W. (2021). Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii
Dengan Praktik Perawatan Kaki Dalam Mencegah Luka Di Wilayah Kelurahan
Cengkareng Barat. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 9(1), 1–10.
Fahra, R. U., Widayati, N., & Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan peran perawat
sebagai edukator dengan perawatan diri pasien diabetes melitus tipe 2 di poli
penyakit dalam rumah sakit bina sehat jember. Jurnal NurseLine, 2(1), 67–72.
HASINA, S., & PUTRI, R. (2020). Penerapan Shalat Dan Doa Terhadap Pemaknaan
Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Keperawatan, 12(1), 47–56.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i1.607
Hasriani. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi.
Infodatin. (2020). Infodatin-2020-Diabetes-Melitus.pdf.
Kunaryanti, K., Andriyani, A., & Wulandari, R. (2018). HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN TENTANG DIABETES MELLITUS DENGAN PERILAKU
MENGONTROL GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Jurnal Kesehatan,
11(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jk.v11i1.7007
Meidikayanti, W., & Wahyuni, C. U. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(2), 240–252. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.240-252
Mokolomban, C., Wiyono, W. I., & Mpila, D. A. (2018). Kepatuhan Minum Obat Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan Metode
Mmas-8. Pharmacon, 7(4), 69–78. https://doi.org/10.35799/pha.7.2018.21424
Rianty, M. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.
Sari, N. P., Dharmawita, D., Sudiadnyani, N. P., & Fitriyani, F. (2020). Perbandingan
Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Motorik Pada Pasien Yang Memiliki
Faktor Resiko Diabetes Melitus, Hipertensi, Diabetes Melitus & Hipertensi Di
Rsud Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018. Jurnal Medikes
(Media Informasi Kesehatan), 7(1), 197–208.
https://doi.org/10.36743/medikes.v7i1.220
Wahyu, A., Wati, L., & Fajri, M. (2019). Pengaruh Terapi AIUEO terhadap
Kemampuan Bicara Pasien Stroke yang Mengalami Afasia Motorik. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(2), 226–235. https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.787

74

Anda mungkin juga menyukai