Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EKONOMI SYARIAH

TEORI KONSUMSI

Dosen Pengampu : Wa Ode Suwarni, S.E., M.Sc.

OLEH :

Nama : Fadhlan Zikrah Sanubari


NPM : 20320035

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDIN
KOTA BAUBABU
2021

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, puji syukur kepada Allah SWT atas pertolongan Allah SWT,
penulis dapat menyelesaiakan makalah berjudul ”Teori Konsumsi” tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Matakuliah Pengantar Ekonomi


Syariah yang diberikan oleh Ibu Wa Ode Suwarni, S.E., M.Sc. selaku dosen Mata
kuliah Pengatar Ekonomi Syariah. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas
semua bimbingannya untuk menyelesaikannya.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menghadapi banyak kendala,


namun dengan bantuan banyak orang, semua masalah tersebut dapat dilalui..
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih kurang sempurna dalam susunan dan
isinya. Maka dari itu penulis berharap kritik dari para pembaca dapat membantu
penulis dalam menyempurnakan makalah selanjutnya.

Baubau, 27 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Konsep Dasar Mashlahah .......................................................................3


2.1.1 Kebutuhan dan Keinginan ..............................................................4
2.1.2 Mashlahah dan Kepuasan................................................................5
2.1.3 Mashlahah dan Nila-nilai ekonomi Islam........................................6
2.1.4 Penentuan dan pengukuran Maslahah bagi Konsumen...................6
2.2 Hukum Utilitas dan Mashlahah ..............................................................9
2.2.1 Hukum Penurunan Utilitas Marginal.............................................9
2.2.2 Hukum Mengenai Mashlahah........................................................9
2.2.3 Hukum Penguatan Kegiatan dari Mashlahah...............................10
2.3 Keseimbangan konsumen .....................................................................11
2.3.1 Keterkaitan Antar Barang............................................................11
2.3.2 Hubungan Antar Barang yang Dilarang oleh Islam.....................13
2.3.3 Hubungan Antar Barang dalam Islam..........................................14
2.3.4 Permintaan Konsumen ................................................................15
2.4 Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan ........................16

iii
BAB III PENUTUP ..........................................................................................18
3.1 Kesimpulan.............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….19

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keputusan seseorang untuk memilih alokasi sumber daya inilah yang melahirkan
fungsi permintaan. Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu
bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan konsumsi nya. utility
secara bahasa berarti berguna (usefulness) yang membantu (helpfulness) untuk
menguntungkan (adventage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai
kegunaan barang yang rasa yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika
mengkonsumsi sebuah barang. Kegunaan ini bisa juga dirasakan sebagai rasa
“tertolong” dari suatu kesulitan karena mengonsumsi barang tersebut. Karena
adanya rasa inilah, maka seringkali utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas atau
kepuasan yang dirasakan oleh seseorang konsumen dalam mengkonsumsi sebuah
barang. Jadi kepuasan dan Utilitas dianggap sama meskipun sebenarnya kepuasan
adalah akibat yang ditimbulkan oleh utilitas.

Perilaku konsumsi seperti teori konvensional tidak dapat diterima begitu saja
dalam ekonomi Islam. Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran islam.
Diantara ajaran yang penting berkaitan dengan konsumsi perlu diperhatikan dalam
dalil-dalil yang berlaku di dalamnya. Hal ini adalah Tujuan konsumsi itu sendiri di
mana seorang muslim akan lebih mempertimbangkan Maslahah daripada utilitas.
Pencapaian Maslahah merupakan tujuan dari syariat islam(Maqashid syariah) yang
tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.

Pada makalah ini akan membahas konsep Mashlahah, terutama mengenai


perbedaan antara Utility, Kandungan Maslahah dan bagaimana konsumen muslim
dalam mengidentifikasi keberadaannya.

.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Maslahah dalam Konsumsi ?
1.2.2 Apa Hukum pada Utilias dan Mashlahah?

1
1.2.3 Bagimana tercapai Keseimbangan Konsumen?
1.2.4 Bagaimana Hukum permintaan dan penurunan Kurva Permintaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan pada rumusan masalah, maka dapat ditetapkan tujuan dari Makalah
ini adalah untuk Mengetahui :

1.3.1 Konsep dasar dari Maslahah dalam Konsumsi


1.3.2 Hukum pada Utilias dan Mashlahah
1.3.3 Tercapainya Keseimbangan Konsumen
1.3.4 Hukum permintaan dan penurunan Kurva Permintaan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Mashlahah

Perilaku konsumen dalam Islam menekankan pada konsep dasar bahwa


manusia cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah
maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas ekonomi Islam bahwa setiap pelaku
ekonomi ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya dalam berkonsumsi.

Tujuan lain dari konsumen adalah bertujuan untuk mencapai maslahah.


Pencapaian maslahah merupakan tujuan dari syariat Islam yang menjadi tujuan dari
kegiatan konsumsi. Maslahah dipergunakan dalam ekonomi Islam, disebabkan
penggunaan asumsi manusia bertujuan mencari kepuasan (utility) maksimum tidak
mampu menjelaskan apakah barang yang memuaskan selalu identik dengan barang
yang memberikan manfaat atau berkah bagi penggunanya. Selain itu, batasan
seseorang dalam mengonsumsi hanyalah kemampuan anggaran tanpa
mempertimbangkan aturan dan prinsip syariat.

Perilaku konsumen dalam Islam menekankan pada konsep dasar bahwa


manusia cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah
maksimal. Hal ini sesuai dengan rasionalitas dalam ekonomi Islam bahwa setiap
pelaku ekonomi ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya dalam konsumsi.

Dalam Al-Qur’an, kata maslahah banyak disebut dengan istilah manfaat yang
berarti kebaikan yang terkait dengan material, fisik, dan psikologis. Maslahah sering
diungkap juga dengan istilah lain seperti hikmah, huda dan barakah, yang berarti
imbalan baik yang dijanjikan oleh Allah mulai di dunia dan hingga di akhirat.
Dengan demikian maslahah mengandung pengertian kemanfaatan dunia dan akhirat.

Konsep maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan, sedangkan kepuasan


dikoneksikan dengan keinginan. Dengan demikian, kepuasan merupakan suatu akibat
dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan maslahah merupakan suatu akibat ata
terpenuhinya kebutuhan. Meskipun demikian, terpenuhinya suatu kebutuhan juga

3
akan memberikan kepuasan, terutama jika kebutuhan tersebut didasari dan
diinginkan sehingga akan merasakan maslahah sekaligus kepuasan. Berbeda dengan
kepuasan yang bersifat individualis, maslahah tidak hanya dirasakan oleh individu,
tetapi dapat dirasakan pula oleh orang lain atau sekelompok masyarakat.

2.1.1 Kebutuhan dan Keinginan

Kehendak seseorang untuk membeli atau memiliki suatu barang /jasa


bisa muncul karena faktor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini
terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi
secara sempurna. Di sisi lain keinginan adalah terkait dengan hasrat atau harapan
seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan
fungsi manusia ataupun suatu barang.

Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan


tambahan manfaat fisik, spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan
pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat kisi-kisi samping
manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka
pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslaha sekaligus kepuasan,
namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya
akan memberikan manfaat semata. Dalam kasus jika yang diinginkan bukan
merupakan suatu kebutuhan maka pemenuhan keinginan tersebut hanya akan
memberikan kepuasan saja

Berikut ini adalah tabel yang dapat membedakan karakteristik antara


kebutuhan dan keinginan :

Karakteristik Keinginan Kebutuhan


Sumber Hasrat (nafsu) Manusia Fitrah Manusia
Hasil Kepuasan Manfaat & Berkah
Ukuran Preferensi atau selera Fungsi
Sifat Subjektif Obektif
Tuntutan Islam Dibatasi/dikendalikan Dipenuhi

4
Ajaran Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan
ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat
manusia bisa meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk
kepentingan manusia, namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi
barang/ jasa yang halal dan baik saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan
kebutuhan ataupun keinginan tetap dibolehkan selama hal itu mampu menambah
Maslahah atau tidak mendatangkan mudharat

2.1.2 Maslahah dan Kepuasan

Jika dilihat kandungan maslaha dari suatu barang /jasa yang terdiri
dari manfaat dan berkah, maka disini seolah tampak bahwa manfaat dari
puasa adalah identic. Hal ini Mengingat bahwa maslahat tidak saja berisi
manfaat dari barang yang dikonsumsi saja namun juga terdiri dari berapa ayat
yang terkandung dalam barang tersebut.

Kekuasaan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu


keinginan, sedangkan Maslahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya
suatu kebutuhan atau Fitrah. Meskipun demikian, suatu kebutuhan juga akan
memberikan kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut disadari Dan
dinginkan.

Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, maslahah dan


hanya bisa dirasakan oleh individu. Maslahah bisa jadi dirasakan oleh selain
konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat. Sebagai misal
Ketika seseorang memberikan makan untuk tetangga miskin, maka maslahah
fisik/psikis akan dinikmati oleh tetangga yang diberikan makanan. Sementara
itu si pembeli Konsumen akan mendapat berkah. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam kegiatan muamalah, dimungkinkan diperoleh manfaat sekaligus
berkah.

5
2.1.3 Maslahah dan Nilai-Nilai Ekonomi Islam

Pengabaian terdapat nilai-nilai Islam membuat perekonomian pincang.


Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai Islam
hanya akan memberikan manfaat (Maslahah duniawi), sedangkan pelaksanaan
sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah atau maslahah
dunia akhirat.

Ketika konsumen hanya mempertimbangkan aspek kecukupan sendiri,


maka ia akan berlomba-lomba dan bersaing untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Hal ini mengakibatkan konsumen yang
menawar harga lebih tinggi akan mendapatkan barangnya terlebih dahulu.

Manfaat dan berkah hanya akan diperoleh ketika prinsip dan nilai-nilai
Islam bersama-sama diterapkan dalam perilaku ekonomi. Sebaliknya jika hanya
tersisa yang dilaksanakan, misalnya pemenuhan kebutuhan maka akan
menghasilkan manfaat duniawi semata. Keberkahan akan muncul ketika dalam
kegiatan ekonomi konsumsi, misalnya disertai dengan niat dan perbuatan yang
baik seperti menolong orang lain bertindak adil dan semacamnya.

2.1.4 Penentuan dan pengukuran Maslahah bagi Konsumen

Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi


kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang
ber-maslahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh
perilaku konsumsi. Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal
perbuatan (kebaikan maupun keburukannya) akan dibalas dengan imbalan
(pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangat
kecil bahkan sebesar biji Zarah. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa
Maslahah yang diterima oleh konsumen tergantung frekuensi konsumsinya,
semakin banyak barang/jasa halal-thoyyib yang dikonsumsi, maka akan
semakin besar pula berkah yang akan diterima.

6
Selain itu, berkah bagi konsumen ini juga akan berhubungan secara
langsung dengan besarnya manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsi.
Hubungan disini bersifat Interaksional, yakni berkah akan dirasakan besar
untuk kegiatan yang menghasilkan manfaat yang besar pula, Begitu pula
sebaliknya.

Sebagaimana diungkapkan di muka bahwa ketika konsumen membeli


suatu barang/jasa maka ia akan mendapatkan kepuasan dan/atau Maslahah.
Kepuasan akan diperoleh jika ia berhasil memenuhi keinginannya, dan
keinginan ini bisa berwujud kebutuhan ataupun sekedar kebutuhan semu.
Kebutuhan semu ini muncul Karena ketidaktahuan manusia tentang
kebutuhan hidup manusia yang sesungguhnya, misalnya adalah rasa nikmat
pada makanan karena mengandung penyedap rasa yang sebenarnya cukup
membahayakan bagi tubuh manusia.

Di sisi lain, Maslahah dalam konsumen muncul ketika kebutuhan rill


terpenuhi, yang belum tentu dapat dirasakan sesaat setelah melakukan
konsumsi. Dapat dikatakan bahwa kepuasan yang dirasakan konsumen karena
murahnya harga biasanya menarik, namun tidak awet adalah kepuasaan yang
lahir karena kebutuhan semu atau jangka pendek.

Maslahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat


berbentuk satu diantara hal berikut.

1) Manfaat material, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta bagi


konsumen akibat pembeli suatu barang/jasa. Manfaat material ini
bisa berbentuk murahnya harga, diskon, murahnya biaya
transportasi dan searching, dan semacamnya. Larisnya pakaian
dan sepatu obral menunjukkan dominannya manfaat material yang
diharapkan oleh konsumen.
2) Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan
fisik dan psikis manusia seperti rasa lapar, haus, kedinginan,
kesehatan, keamanan kenyamanan harga diri, dan sebagainya.

7
Mulai berkembangnya peminatan rokok kadar rendah nikotin, kopi
rendah kafein menunjukkan adanya manfaat fisik dasar kesehatan
datar pada rokok dan kopi.
3) Manfaat intellectual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan akal
manusia ketika ia membeli suatu barang/jasa, seperti kebutuhan
tentang informasi pengetahuan keterampilan dan semacamnya.
Sebagai misal, permintaan surat kabar, alat ukur suhu, Timbangan
dan sebagainya.
4) manfaat terhadap lingkungan kurung intragenerasi on kurung,
yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari pembeli suatu barang
dari Semarang jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain
pembeli pada generasi yang sama.
5) manfaat jangka panjang yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi
jangka panjang atau terjaganya generasi masa mendatang terhadap
kerugian akibat dari tidak membeli suatu barang/jasa. Pembeli
bahan bakar biologis misalnya, akan memberikan manfaat jangka
panjang berupa bersihnya lingkungan meskipun dalam jangka
pendek konsumen harus membayar dengan harga lebih mahal

Di samping itu, kegiatan konsumen terhadap barang/jasa yang halal


dan bermanfaat dalam kurung bait balas kurung akan memberikan berkah
bagi konsumen mereka ini akan hadir jika seluruh hal berikut ini dilakukan
dalam konsumsi.

1) Barang/jasa yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram titik


barang/jasa yang diharamkan oleh Islam tidaklah banyak, yaitu
babi kau Madara, bangkai koma, binatang yang dibunuh atas nama
selain Allah atau dipukul perjudian dan barang-barang yang najis
atau merusak.
2) Tidak berlebih-lebihan dalam jumlah konsumsi.
3) Diniatkan untuk mendapatkan ridho Allah.

8
2.2 Hukum Utilitas dan Mashlahah
2.2.1 Hukum Penurunan Utilitas Marginal
Dalam ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai
penurunan utilitas marginal. (Law of Diminishing Marginal Utility). Hukum ini
menyatakan bahwa jika seseorang mengonsumsi suatu barang dengan frekuensi
yang diulang-ulang, maka nilai tambahan keputusan dari konsumsi berikut akan
semakin menurun. pengertian konsumsi di atas bisa dimaknai mengonsunsi apa
saja termasuk mengonsumsi waktu luang (Leisure). Hal ini berlaku juga untuk
setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang. Utility Marginal (MU) adalah
tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen akibat adanya peningkatan jumlah
barang/jasa yang dikonsumsi.

2.2.2 Hukum Mengenai Mashlahah

Maslahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat


dirasakan, terutama MashLahah akhirat atau berkat. Adapun mashlahah dunia
manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan
meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah karena
pahala yang diberikan atas ibadah mahdhah tidak pernah menurun. Sedangkan
Maslahah dunia akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, namun
pada level tertentu akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat
kebutuhan manusia di dunia adalah terbatas sehingga ketika konsumsi dilakukan
secara berlebih-lebihan, maka akan terjadi penurunan mashlahah duniawi.Dengan
demikian kehadiran mashlahah akan memberi " warna" dari kegiatan yang
dilakukan oleh Mukmin.

a. Mashlahah Marginal dari Ibadah Mahdhah


Maslahah Marginal (MM) adalah perubahan Mashlahah baik berupa
manfaat ataupun berkah, sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang
dikonsumsi. Dalam hal ibadah mahdhah, jika pahala yang dijanjikan
Allah adalah konstan maka pelaku ibadah tidak akan mendapatkan
manfaat duniawi, namun hanya berharap padanya pahala.

9
b. Mashlahah Marginal dari Konsumsi
Menurut Islam, melakukan suatu kegiatan konsumsi akan bisa
menimbulkan dosa ataupun pahala tergantung niat, proses, dan produk
yang dikonsumsi. Dengan adanya aspek Ibadah dalam konsumsi, maka
kegiatan tersebut akan dirasakan mendatangkan berkah. Hal ini bisa
dideteksi dari adanya pahala yang muncul sebagai akibat dari kegiatan
tersebut
Kegiatan mubah yang dilakukan tanpa nilai ibadah menghasilkan
Mashlahah yang jumlahnya hanya sebesar manfaat dari kegiatan
tersebut. Begitu juga mashlahah yang diperoleh oleh seorang konsumen
yang tidak peduli pada maslahah, besarnya hanya sebatas pada manfaat.
Dengan memutar argumen tersebut, maka kita bisa mengatakan hal ini
dengan cara lain yaitu Bahwa manfaat adalah Maslahah yang diperoleh
oleh seseorang yang melakukan kegiatan mengubah tanpa nilai ibadah
atau Maslahah yang diperoleh oleh seorang yang tidak peduli dengan
adanya mashlahah.

2.2.3 Hukum Penguatan Kegiatan dari Mashlahah

Dapat disimpulkan bahwa berkah yang terkandung dalam kegiatan


maupun memperpanjang rentang ( span )preferensi konsumen terhadap suatu
barang/ jasa. Secara lebih spesifik bisa dikatakan bahwa seandainya tidak ada
kandungan Berkah dalam kegiatan, maka konsumen sudah akan mengalami
kejenuhan pada frekuensi ke-8 dalam melakukan kegiatan tersebut titik dengan
kehadiran berkah yang dirasakan oleh konsumen, maka titik kejenuhannya akan
mundur. Di sana tampak sekali bahwa kehadiran berkah yang dirasakan oleh
seorang konsumen akan memperpanjang tentang preferensi dalam melakukan
kegiatan

“konsumen yang merasakan adanya Maslahah dan menyukainya akan


tetap rela melakukan sesuatu kegiatan meskipun manfaat dari kegiatan tersebut
bagi dirinya sudah tidak ada”

10
Hukum diatas berlaku pada keadaan dimana factor fisik tidak mematasi
atau suatu situasi dimana tidak ada standarisasi secara fisik.

2.3 Keseimbangan Konsumen

Dalam dunia nyata, setiap pelaku ekonomi selalu harus mengambil keputusan
dalam mengonsumsi sebuah barang/kegiatan. Akibat dari keputusan tersebut sering
menimbulkan implikasi pada penggunaan barang-barang lain yang terkait.

2.3.1 Keterkaitan Antar Barang

Pilihan untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh kegiatan antardua Bara


dan preferensi konsumen. Secara umum, keterkaitan ini bisa digolongkan
menjadi tiga yaitu saling menggantikan (substitusi) saling melengkapi
(komplementer) atau tidak ada keterkaitan ( independen).

a. Komplemen
Bentuk hubungan antara 2 buah barang dalam Konteeks ini bisa
dilihat ketika seorang konsumen mengkonsumsi suatu barang, barang A,
maka ia mempunyai kemungkinan (Chance) untuk mengonsumsi barang
yang lain, barang b. Makna kata “ kemungkinan “menunjukkan derajat
komplementaritas dari kedua barang a dan b tersebut.
Hubungan yang bersifat komplemen ini mempunyai derajat/tingkatan
yang berbeda-beda antara pasangan barang yang satu dengan pasanga
barang yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena sifat barang yang
terkait dengan kegunaan barang yang bersangkutan.
Adapun tingkatan dari komplementaritas ini sebagai berikut.
1) Komplementaritas Sempurna
Tingkat komplementaritas sempurna terjadi jika konsumsi dari
suatu barang mengharuskan (tidak bisa tidak) konsumen untuk
mengonsumsi barang yang lain sebagai penyerta dari barang
pertama yang dikonsumsi.

11
2) Komplementaritas Dekat
Komplementaritas dekat bisa digambarkan jika seseorang
mengonsumsi/memakai suatu barang maka dia mempunyai
kemungkinan yang besar untuk mengonsumsi barang lain.
3) Komplemenaritas Jauh
Tingkat komplementaritas yang disebabkan karena hubungan
antara dua barang adalah rendah. misalnya, penggunaan baju
dengan penggunaan dasi.
b. Subtitusi
Dalam kasus subtitusi hubungan kedua adalah negatif. Ini terjadi
karena adanya penggantian antara barang yang satu dengan barang yang
lainnya. Adapun pergantian tersebut disebabkan oleh berbagai macam
alasan Mulai dari alasan ketersediaan barang sampai alasan harganya.
Sebagaimana dalam kasus hubungan komplemen dalam kasus ini juga
mengenal adanya tingkat/derajat subtitusi yaitu:
1) Subtitusi Sempurna
Hubungan antara dua barang dikatakan subtitusi sederhana jika
penggunaan 2 buah barang tersebut bisa ditukar satu sama lainnya
tanpa mengurangi sedikitpun kepuasan konsumen dalam
menggunakannya sebagai contoh di sini adalah konsumsi
terhadap gula.
2) Subtitusi Dekat
Dua buah barang bisa dikatakan substitusi jika fungsi kedua
barang tersebut mampu menggantikan satu sama lain. Namun
demikian, penggantian satu terhadap yang lainnya di sini
menimbulkan perbedaan kekuasaan yang mereka peroleh. Sebagai
contoh seorang perokok yang telah menyukai mereka tentu ia
akan selalu merokok dari merek pilihannya tersebut titik dia pada
suatu saat tertentu bisa mengganti rokok yang dihisapnya dengan
rokok merk lainnya. Namun, penggantian ini akan jelas

12
menimbulkan turunnya kekuasaan yang dia terima dari merokok
merek lain ini.
3) Subtitusi Jauh
Dua buah barang dikategorikan sebagai subtitusi jika dalam
penggunaan konsumen bisa mengganti suatu barang dengan
barang lainnya hanya dalam keadaan terpaksa saja. Dalam
keadaan normal konsumen yang bersangkutan tidak akan
mengganti barang yang dikonsumsinya dengan barang lainnya.
Sebagai contoh adalah nasi dan roti. Meskipun roti bisa diganti
nasi namun bagi Kebanyakan orang Indonesia dan orang asia
lainnya, mereka tidak akan memakan roti sebagai menu utama
sepanjang masih ada nasi.
c. Domain Konsumsi
Melihat macam-macam hubungan antara dua barang seperti disebut
di muka, maka hubungan yang relevan dengan pilihan konsumen disini
adalah hubungan yang kedua, subtitusi. Hal ini dikarenakan dua buah
barang yang sifatnya saling mengganti, maka akan menimbulkan pilihan,
yang kadang menyulitkan bagi konsumen. Sementara kalau dua buah
barang yang sifatnya komplementari, maka tidak akan menimbulkan
pilihan bagi konsumen karena barang penyertaannya sudah merupakan
konsekuensi lanjut dari konvensi barang utamanya. Untuk itu dalam
konteks pilihan konsumen rumah maka jenis hubungan yang akan
dieksplorasi di sini adalah hubungan yang sifatnya substitute, hubungan
yang komplementasi juga akan tetap ditampilkan.

2.3.2 Hubungan Antar Barang yang Dilarang oleh Islam

Sebagaimana diketahuia, hukum islam menegaskan tidak dimungkinkan


adanya subtitusi antar barang haram dan barang halal, kecuali dalam keadaan
darurat. “Islam Melarang adanya penggantian (Subtitusi) dari barang atau
transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram”.

13
Selain subtitusi antara barang haram terdapat barang halal Seperti di atas,
hukum Islam juga menutup kemungkinan adanya komplementaritas antara
barang haram dan barang halal. “Islam melarang mencampuradukkan antara
barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram”.

2.3.3 Hubungan Antar Barang dalam Islam

Haram

Halal
0 5 10

Grafik diatas merupakan sebuah garis yang berhimpit dengan sumbu


horizontal. Penafsiran dari garis ini adalah “Berapapu jumlah barang yang halal
yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang dikonsumsi adalah tetap nol”.
Maknanya brang haram tidak perah dikonsumsi dalam situasi bagaimanapun.

Maka domain dari konsumsi dalam islam adalah terbatas pada


barang/kegiatan yang halal saja. Sehingga hubungan komplemen dan subtitusi
yang terjadi hanyalah untuk barang/kegiatan halal dan barang/kegiatan halal
yang lain.

14
Halal

0 5 10 Halal

Hubungan tersebut menunjukan adanya komplementaritas antara


keduanya. Hal ini tidak menjadi masalah karena keduanya sama-sama halal.
Kurva tersebut mencerminkan adaanya komplementaritas sempurna antar dua
barang yang halal yang menghasilkan tingkat Mashlahah sama. Semakin tinggi
niali kombinasi tersebut, semakin besar pula Mashlahah yang diperoleh.

2.3.4 Permintaan Konsumen

Dengan membandingkan antar dua buah halal subtitusi, maka seorang


konsumen mukmin dalam membeli barang yang dikonsumsinya akan
mempertimbangkan jumlah Maslahah total yang akan diperolehnya paling tinggi
titik secara intuitif dapat disimpulkan bahwa jika terdapat peningkatan maslaha
pada suatu barang/jasa maka permintaan akan barang tersebut akan meningkat,
dengan menganggap faktor lainnya tidak berubah.

JIka terdapat kenaikan harga suatu barang, maka konsumen merasakan


adanya penurunan manfaat material dari barang tersebut, yaitu berupa
berkurangnya materi atau pendapatan jika konsumen tersebut tetap membeli
barang/jasa dalam jumlah yang sama. Oleh karena itu, consume akan
mengurangi tingkat pembelan barang/jasanya untuk tetap mempertahankan
Mashlahah yang ia terima. Hal ini akan dilakukan selama tidak ada perubahan
pada Mashlahah lainnya, baik manfaat fisik, maupun berkahnya.

15
Di sisi lain, Jika kenaikan harga suatu barang diikuti oleh perubahan pada
masalah lainnya misalnya kenaikan manfaat fisik atau psikis barang tersebut
ataupun keberkahan atas barang tersebut, maka konsumen belum tentu akan
mengurangi jumlah konsumsinya melainkan setelah ia mempertimbangkan agar
maslahah total yang ia peroleh tetap maksimal. Hal ini tergantung pada
perbandingan antara perubahan Maslahah atas barang tersebut dalam kurung
manfaat ataupun berkahnya balas kurung dan perubahan harganya.

Jika maslaha atas konsumsi diuraikan menjadi manfaat dan berkah, maka
adanya perubahan manfaat atau berkah pada saat barang bisa dikatakan sebagai
penyeimbang atas perubahan harga. Misalnya adanya kenaikan atau penurunan
harga suatu barang akan diikuti oleh penurunan atau kenaikan jumlah barang
yang dikonsumsi tergantung pada ada tidaknya perubahan atas manfaat dan
berkah atas barang tersebut. Jika kenaikan harga barang a disertai dengan adanya
kenaikan keberkahan atas barang tersebut, maka belum tentu Konsumen akan
menurunkan jumlah harga yang dibelinya. Sebagai misal, kenaikan harga barang
yang terjadi pada saat hari raya Idul Fitri diikuti oleh kenaikan permintaan
karena naiknya manfaat dan/ata berkah atas barang tersebut.

2.4 Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan

ketika harga barang naik sementara hal-hal lain tetap konstan maka jumlah
barang yang dikonsumsi harus turun. Inilah yang melahirkan hukum permintaan
yang berbunyi:

“Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang
yang diminta turun, demikian juga sebaliknya”

Pengertian ceteris paribus di sini adalah dengan menganggap hal-hal lain tetap
tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat
pendapatan, preferensi, dan sebagainya. Jika satu dari hal-hal lain yang dimaksud
berubah, maka hukum permintaan di atas tidak lagi berlaku.

16
Dimana Sumbu vertikalnya menunjukan harga dan sumbu horizontalnya
menunjukan kuantitas yang diminta
Arti dari grafik tersebut yaitu : ketika harga barang A naik menjadi 17, maka
jumlah barang tersebut yang diminta oleh konsumen turun menjadi 4. Hal ini tepat
menggambarkan proses yang ditunjukan dalam tabel tersebut. Hal tersebut karena
kurvapermintaan merupakan hasil akhir dari proses Optimisasi Mashlaha.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam Al-Qur’an, kata maslahah banyak disebut dengan istilah manfaat yang
berarti kebaikan yang terkait dengan material, fisik, dan psikologis. Maslahah sering
diungkap juga dengan istilah lain seperti hikmah, huda dan barakah, yang berarti
imbalan baik yang dijanjikan oleh Allah mulai di dunia dan hingga di akhirat.
Dengan demikian maslahah mengandung pengertian kemanfaatan dunia dan akhirat.

Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan


manfaat fisik, spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan pemenuhan
keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat kisi-kisi samping manfaat lainnya.
Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan
tersebut akan melahirkan maslaha sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan
kebutuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat
Ajaran Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun
keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa
meningkat. Semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia,

Maslahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat dirasakan,


terutama MashLahah akhirat atau berkat. Adapun mashlahah dunia manfaatnya
sudah bisa dirasakan setelah konsumsi.

Pilihan untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh kegiatan antardua Bara dan
preferensi konsumen. Secara umum, keterkaitan ini bisa digolongkan menjadi tiga
yaitu saling menggantikan (substitusi) saling melengkapi (komplementer) atau tidak
ada keterkaitan ( independen). Dengan membandingkan antar dua buah halal
subtitusi, maka seorang konsumen mukmin dalam membeli barang yang
dikonsumsinya akan mempertimbangkan jumlah Maslahah total yang akan
diperolehnya paling tinggi titik secara intuitif dapat disimpulkan bahwa jika terdapat
peningkatan maslaha pada suatu barang/jasa maka permintaan akan barang tersebut
akan meningkat, dengan menganggap faktor lainnya tidak berubah.

ketika harga barang naik sementara hal-hal lain tetap konstan maka jumlah barang
yang dikonsumsi harus turun. Inilah yang melahirkan hukum permintaan yang
berbunyi:

“Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang yang
diminta turun, demikian juga sebaliknya”.

18
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2011. Ekonomi Islam.
Rajagfindo Persada. Jakarta
Rozalinda. 2014 Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
Grafindo Persada. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai