Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN
FENOMENOGRAFI

Kelompok 2:

Rahmatul Irfan (161050801003)


Muh. Amin Said (161050801013)
Sri Nur Aeni (161050801014)

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


PROGRAM PASCASARJANA
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Metodologi Penelitian dengan judul pendekatan
fenomenografi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. 
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pendekatan
fenomenografi untuk peneliti dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Makassar, 11 April 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................2
D. Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Penelitian Kualitatif .................................................................................3
B. Fenomenografi .........................................................................................5
C. Implementasi Fenomenografi Dalam Konsep Fisika.............................10
BAB III PENUTUP........................................................................................12
A. Kesimpulan ...............................................................................................12
B. Saran .........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan, pengalaman dan penalaran untuk setiap orang berbeda-
beda maka kebenaran dan realias yang diyakini orang adalah relatif. Oleh
karena itu, setiap kasus berdiri sebagai sesuatu yang unik untuk diteliti.
Keunikan ini sulit dirangkum untuk menghasilkan pola-pola tertentu tanpa
menggunakan perangkat analisis yang tepat. Asumsi yang dapat membantu
untuk menghasilkan pla-pola tersebut adalah terdapat bilangan yang terbatas
dalam perbedaan individu mengalami, memahami fenomena yang sama.
Asumsi ini merupakan asumsi dasar yang dianut dalam pendekatan
fenomenografi. Dimana fenomenografi merupakan bagian dari penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-
fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian, arti dari
penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci.
Fenomenografi (phenomenography) dipilih sebagai strategi inkuiri atau
metodologi untuk memudahkan menjawab pertanyaan penelitian ini. Alasan
pemilihan pendekatan ini, selain karena kecocokan dalam aspek yang dikaji,
juga karena fenomenografi menjadi sebuah metodologi yang telah
estabilished dalam penelitian pendidikan.
Fenomenografi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran. Salah
satunya yaitu konsep cahaya dalam fisika. Dimana pendekatan fenomenografi
mengkaji pola berpikir guru fisika dalam memahami fenomena cahaya yang
diintegrasikan dengan materi optik geometri. Sehingga dapat pula membantu
siswa mengkonseptualisasikan cahaya berdasarkan fenomena yang ada
disekitar siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif?
2. Apa yang dimaksud dengan fenomenografi?
3. Bagaimana implementasi fenomenografi dalam konsep fisika?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian penelitian kualitatif
2. Dapat mengetahui pengertian fenomenografi
3. Dapat mengetahui implementasi fenomenografi dalam konsep fisika
D. Manfaat
Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini :
1. Bagi guru, yaitu sebagai tambahan informasi untuk mengetahui
pemahaman konsep siswa pada materi cahaya.
2. Bagi siswa yaitu untuk dapat mengetahui sejauh mana pemahaman konsep
mereka pada materi cahaya dan bagaimana penggambaran mereka
terhadap konsep yang dimiliki dengan pendekatan fenomenografi.
3. Bagi Penyusun makalah sebagai tambahan wawasan dan informasi bagi
peneliti sebagai pendidik untuk memahami kemampuan berfikir siswa
dalam menyelesaikan soal materi cahaya serta penggambaran fenomena
dari materi yang dipelajari dengan pendekatan fenomenografi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-
strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan
untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan.
Dengan demikian, arti dari penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
merupakan instrumen kunci.
Ada 5 ciri pokok karakteristik metode penelitian kualitatif, yaitu:
a. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai
sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjado dalam suati situasi
sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi
ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi
dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian.
Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali informasi sumber
yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu.
Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula.
b. Memiliki deskriptif analitik
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang
diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil
pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di
lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka.
Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya
informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola
atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka).
c. Tekanan pada proses bukan hasil
Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan hasil. Data dan
informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa,
mengapa dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil
suatu kegiatan. Pertanyaan diatas menuntut gambaran nyata tentang
kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam
konteks lingkungan dimana dan pada saat mana proses itu
berlangsung. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya
untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil
penelitian tersebut.
d. Bersifat induktif
Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak
dimulai dari deduksi teori tapi dimulai dari lapangan yakni fakta
empiris. Peneliti terjun ke lapangan mempelajari suatu proses atau
penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan
dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas
tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan
tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain
baik waktu maupun tempat.
e. Mengutamakan makna
Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap
berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya
penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru,
peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah
tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala
sekolah dan pandangannya terhadap keberhasilan dan kegagalan
membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa
guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi.
Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian
kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi
dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi
lapangan ditarik makna dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptip
analitik tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan
proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi
tak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks
dan situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut
peneliti cukup lama berada di lapangan.
Atas dasar penggunaannya dapat dikemukakan bahwa tujuan
penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan yaitu:
a. Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa
yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk
menemukan kekurangan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat
ditentukan upaya penyempurnaannya.
b. Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa
pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam
konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara
alami.
c. Menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan
berdasarkan data dan informasi yang terjadi di lingkungan (induktif)
untuk kepentinan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan kuantitatif.
Bidang kajian penelitian kualitatif dalam pendidikan antara lain
berkaitan dengan proses pengajaran, bimbingan, pengolahan/manajemen
kelas, kepemimpinan dan pengawasan pendidikan. Penilaian pendidikan,
hubungan sekolah dan masyarakat, upaya pengembangan tugas profesi
guru dan lain-lain.
B. Fenomenografi
Fenomenografi adalah salah satu bentuk spesifik dari penelitian
kualitatif yang merupakan sebuah tradisi penelitian yang dikembangkan oleh
Ference Marton dan koleganya pada awal Tahun 1970. Menurut Marton
(dalam Ludanyi dan Toth, 2007) fenomenografi adalah “..... a research
approach for describing qualitatively the different ways in which people
experience, conceptualize, perceive, and understand various aspect of, and
phenomena in, the world around them”. Sedangkan Huggard dan Stamouli
(2007) mendefinisikan fenomenografi sebagai “research project reveals the
qualitatively different ways in which phenomena can be experienced,
understood or perceived by a student cohort”. Berdasarkan penjabaran di atas,
fenomenografi dapat diartikan suatu metode untuk mengetahui pemahaman
masing-masing individu dalam memahami dan mengkonseptualisasikan
berbagai aspek terhadap suatu fenomena yang ada disekeliling mereka.
Konseptualisasi fenomena merupakan salah satu karateristik dari
fenomenografi. Pendekatan dalam fenomenografi merupakan pendekatan
empiris yang bertujuan untuk mengidentifikasi cara-cara berbeda secara
kualitatif (atau variasi dalam cara) orang mengalami, mengkonseptualisasikan,
mempersepsi, dan memahami beragam fenomena. Dengan kata lain,
fenomenografi adalah studi empiris yang membedakan cara orang mengalami,
mempersepsi, memaknai, memahami, mengkonseptualisasi beragam
fenomena dan aspek-aspek di sekitar mereka. Kata mengalami, mempersepsi,
dan seterusnya dapat dipertukarkan. Tujuan umum kajian fenomenografi
adalah mengembangkan secara kualitatif sebuah pemahaman terhadap cara-
cara berbeda dalam berpikir, mengkoseptualisasikan fenomena. Cara-cara
berbeda dalam berpikir tentang fenomena sering disebut sebagai kategori
deskripsi (category of description). Kategori deskripsi adalah interpretasi
peneliti terhadap konsepsi-konsepsi individu. Konseptualisasi fenomena
merupakan salah satu karateristik dari fenomenografi.
Dalam hal ini, peneliti melakukan identifikasi konsepsi- konsepsi atau
makna ganda oleh responden terhadap fenomena khusus atau sejumlah
fenomena. Outcome dari pendekatan ini adalah seperangkat kategori-kategori
minimal yang menggambarkan variasi kualitatif cara responden dalam
mengalami, menginterpretasikan, memahami, merasakan atau
mengkonseptualisasikan obyek kajian, fenomena, konsep atau aktivitas
melalui problem solving. Berdasarkan karakteristikya, maka dapat dinyatakan
bahwa fenomenografi dapat diterapkan untuk mengungkap representasi
internal (model mental) subyek penelitian terhadap fenomena fisis melalui
problem solving. Obyek kajian fenomenografi yaitu interaksi antara responden
dengan fenomena, secara skematif dapat disajikan seperti pada gambar 2.1
Peneliti

Hubungan antara peneliti dengan responden


Hubungan antara peneliti dengan fenomena

Obyek Penelitian Fenomenografi

Responden Hubungan antara responden dan fenomena Fenomena

Selain itu fenomenografi juga memiliki beberapa karateristik yang


menjadi ciri utama dari metode ini. Misalnya saja mendeskripsikan
berbabagai pandangan yang berbeda dalam memaknai suatu fenomena,
cara-cara manusia dalam memahami dan memaknai fenomena. Disamping
itu Abrahamsson menyatakan fenomenografi memiliki kekhususan dalam
memandang bagaimana hubungan antara suatu fenomena dengan
pemahaman dasar masing-masing individu dalam memahami dunia di
sekitar mereka. Menurut Stamouli dan Huggard pemahaman individu
dalam penelitian fenomenografi akan memunculkan kategori deskripsi,
yang selanjutnya kategori deskripsi ini disusun secara hierarkis
berdasarkan tingkat kebenaran pemahaman mereka.
Motivasi awal penelitian fenomenografi adalah untuk meneliti
bagaimana anak atau siswa memandang dan memahami dunia akademik
yang mereka alami. Untuk ini, penelitian fenomenografi biasanya
dilakukan dengan cara meminta siswa melakukan suatu kegiatan akademik
(membaca teks ilmiah, misalnya) dan kemudian menanyakan (melalui
wawancara kualitatif) makna kegiatan tersebut bagi mereka. Transkrip
wawancara dan hasil observasi atas proses belajar inilah yang menjadi data
utama penelitian fenomenografi.
Salah satu temuan utama fenomenografi adalah bahwa ada dua cara
yang berbeda yang diambil oleh siswa ketika melakukan kegiatan
akademik. Dua cara ini kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bela-
jar dangkal dan mendalam, atau surface dan deep learning approaches
(Biggs, 2003; Marton & Saljo, 2005). Dalam kegiatan membaca artikel,
misalnya, ada siswa yang membaca sub-judul demi subjudul secara urut
(secara serial), tanpa mencoba mencari tema besar atau tema utama yang
ingin disampaikan oleh penulis artikel tersebut. Inilah yang disebut
sebagai pendekatan belajar dangkal. Ada siswa yang bukan sekadar
berusaha untuk mengingat konsep atau definisi kunci yang ada di tiap
subtopik, melainkan berusaha mencari topik dasar serta kaitan
antarsubtopik dalam artikel itu. Inilah yang disebut pendekatan belajar
yang mendalam.
Penelitian mengonfirmasi bahwa pendekatan belajar yang diambil
oleh siswa (ketika membaca, menulis esai, belajar untuk ujian, atau
melakukan akti-vitas akademik lain) menentukan hasil belajar. Misalnya,
siswa yang membaca secara dangkal mungkin dapat menyebutkan kembali
konsep, fakta, atau informasi lain dalam teks, namun tidak akan
memahami secara mendalam gagasan yang disampaikan oleh teks tersebut.
Karena pendekatan belajar, yakni apa yang dilakukan oleh siswa,
berpengaruh secara kuat pada kualitas hasil belajar, berbagai penelitian
kemudian berusaha memetakan hal-hal yang membentuk pendekatan
belajar siswa. Secara keseluruhan, tema dan temuan penelitian dari tradisi
fenomenografi dapat diringkas dalam Model 3P (presage, proses, dan
produk) tentang belajar.
Dalam Model 3P, terlihat bahwa proses alias pendekatan belajar
dipengaruhi oleh faktor presage yang bersifat personal (seperti tujuan
belajar, konsepsi tentang belajar, atau pengetahuan sebelumnya) serta yang
bersifat kontekstual (seperti cara mengajar guru atau metode ujian.) Kedua
kelompok faktor ini berinteraksi membentuk persepsi siswa akan
lingkungan belajar-nya, dan persepsi inilah yang diasumsikan secara lang-
sung menentukan pendekatan belajar yang diambil siswa. Yang perlu
digarisbawahi adalah bahwa ”pendekatan belajar” bukan properti yang
menetap pada diri individu. Hal ini bertolak belakang dengan ”gaya be-
lajar” dan ”gaya kognitif” yang diasumsikan sebagai properti (trait)
individu, sebagaimana halnya kepri-badian atau inteligensi.
Sebagian besar penelitian fenomenografi awal terfokus pada
pemrosesan kognitif yang terjadi pada aktivitas belajar. Untuk melengkapi
fokus ini, Vermunt melakukan penelitian fenomenografi yang secara
simultan hendak memetakan dimensi kognitif, afektif, dan metakognitif
dalam aktivitas belajar siswa. Dalam penelitian ini, memunculkan lima
komponen dari aktivitas belajar siswa:
a. pemrosesan kognitif,
b. proses-proses afektif,
c. strategi regulasi,
d. konsepsi tentang belajar,
e. orientasi belajar.
Pemrosesan kognitif terkait dengan bagaimana siswa memproses
informasi atau materi belajar, sedangkan proses afektif terkait dengan
emosi yang muncul pada saat belajar. Strategi regulasi mencakup cara
siswa mengatur kegiatan belajar mereka, seperti kapan perlu belajar, apa
yang perlu dipelajari, dan di mana mencari informasi yang perlu dipelajari
tersebut. Aspek keempat, konsepsi belajar, yang merupakan pandangan
siswa tentang apa arti ”belajar”, sedangkan orientasi belajar adalah alasan
personal mengapa seorang siswa belajar atau kuliah.
Tampak bahwa temuan Vermunt ini sejalan dengan temuan dari
tradisi penelitian fenomenografi mengenai pendekatan belajar mendalam
(deep approach) dan pendekatan dangkal (surface ap-proach) (untuk
diskusi tentang kesepadanan ber-bagai teori tentang pendekatan belajar,
lihat Ent-wistle & McCune, 2004). Keempat pola belajar da-lam Tabel 1
dapat dipandang sebagai manifestasi dari kedua pendekatan belajar ini.
Secara lebih khusus, pola belajar tanpa arah dan pola berorientasi
reproduksi dapat dilihat sebagai perwujudan pende-katan belajar yang
dangkal alias surface learning. Sebaliknya, pola belajar berorientasi makna
dan a-plikasi dapat dipandang sebagai wujud dari pende-katan belajar yang
dalam atau deep learning.
C. Implementasi Fenomenografi dalam Konsep Fisika
Guru harus memahami apa yang sedang terjadi pada siswa dan apa
yang dilakukan agar yang diharapkan terjadi menyatakan bahwa guru bukan
memberikan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam kantong ingatan siswa,
melainkan memberikan informasi baru tentang apa yang dibutuhkan agar
dapat menafsirkan informasi itu. Dalam konteks pembekalan guru, penelitian
dengan pendekatan fenomenografi merupakan suatu metode untuk mengetahui
pemahaman masing-masing individu (siswa) dalam memahami dan
mengkonseptualisasikan berbagai aspek terhadap suatu fenomena yang ada
disekeliling mereka. Hendaknya pendekatan fenomenografi dimulai dengan
memahami apa yang sedang terjadi di sekeliling guru, agar dapat memberikan
sesuai apa yang dibutuhkan sesuai dengan fenomena berkaitan konsep yang
akan dipelajari oleh siswa sehingga dapat diimplementasikan di masa
mendatang. Pendekatan fenomenografi dapat diterapkan dalam bidang fisika.
Pendidikan fisika memiliki peranan dan potensi yang besar dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Kualitas hidup manusia ditentukan seberapa
besar produk-produk ilmu pengetahuan yang dikuasai dan dimanfaatkan
dalam kehidupannya.
Salah satu contoh konsep fisika yang dapat digunakan dengan
fenomenogafi yaitu optik geometrik. Optika geometris atau optika sinar
menjabarkan perambatan cahaya sebagai vektor yang disebut sinar. Sinar
adalah sebuah abstraksi atau "instrumen" yang digunakan untuk menentukan
arah perambatan cahaya. Sinar sebuah cahaya akan tegak lurus dengan muka
gelombang cahaya tersebut, dan kolinear terhadap vektor gelombang.. Cahaya
merupakan gelombang elektromagnetik menjadi sumber berjalannya
kehidupan di bumi bahkan di seluruh jagat raya ini. Tanpa ada cahaya
kehidupan juga tidak ada, karena cahaya merupakan syarat/diperlukan dalam
proses fotosintesis tumbuhan. Jika tidak ada fotosintesis maka tumbuhan akan
mati, jika tumbuhan mati maka hewan dan manusia juga mati. Cahaya dapat
digunakan untuk melihat, belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan,
menggunakan peralatan-peralatan, dapat mengukur jarak antar benda-benda
angkasa, mengukur kedalaman laut, bahkan dapat mengintip benda angkasa
yang tersembunyi di jagat raya yang sangat luas ini. Dengan cahaya dapat
melihat isi perut manusia, bayi dalam kandungan, kondisi otak yang ada di
kepala, patahnya tulang, struktur atom benda padat, bahkan benda yang
berukuran mikroskopis seperti sel, bakteri, dan benda-benda mikro lainnya.
Untuk keperluan komunikasi menggunakan sinyal cahaya melalui serat optik
dapat dikirimkan beribu bahkan berjuta-juta informasi dengan kecepatan yang
sangat tinggi sehingga setiap detik dapat diterima berita di seluruh dunia.
Dengan serat optik orang juga dapat berkomunikasi dengan melihat langsung
pada jarak yang sangat jauh.
Cahaya merupakan faktor mutlak dalam pembelajaran optik geometri.
Dalam materi tersebut cahaya diperlukan sabagai sarana untuk membentuk
bayangan yang dibentuk semua alat-alat optik seperti mata, lensa, lup,
mikroskop, teleskop dan alat optik lainnya. Semua alat optik ini tidak akan
berfungsi jika tidak ada cahaya sebagai sarana pembentukan bayangan. Mata
dalam melihat diperlukan cahaya dengan proses bahwa cahaya dipantulkan
oleh benda yang sedang dilihat ke mata. Oleh lensa mata, bayangan benda
difokuskan ke retina, dan oleh retina diubah menjadi sinyal listrik yang
kemudian disalurkan ke otak manusia, baru sadar bahwa seseorang melihat
benda.
Konsep cahaya menurut sains, benda-benda dialam yang kelihatan
berwarna-warni, mata melihat membutuhkan cahaya dalam proses melihatnya,
dan peranan cahaya dalam alat-alat optik. Contoh fenomenografi, ketika
seseorang ditanya tentang konsep cahaya, yang dilakukan adalah
mengaktualisasikan interaksi cahaya terhadap materi. Sehingga yang muncul
adalah pemantulan, pembiasan, interferensi, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Fenomenografi dapat diartikan suatu metode untuk mengetahui
pemahaman masing-masing individu dalam memahami dan
mengkonseptualisasikan yang bertujuan untuk mengidentifikasi cara-cara
berbeda secara kualitatif (atau variasi dalam cara) orang mengalami,
mengkonseptualisasikan, mempersepsi, dan memahami beragam
fenomena.
b) Tujuan umum kajian fenomenografi adalah mengembangkan secara
kualitatif sebuah pemahaman terhadap cara-cara berbeda dalam berpikir,
mengkoseptualisasikan fenomena.

B. Saran
Kajian tentang fenomenografi masih banyak memiliki kekurangan. Masih
perlu ditambahkan referensi yang lain agar kita dapat memahami dengan baik
tentang materi fenomenografi.
DAFTAR PUSTAKA

Anindito, 2008. Apakah Hubungan antara Orientasi Belajar dan Prestasi


Akademik Tergantung pada Konteks. Surabaya : Universitas
Surabaya

Arie, 2015, metode penelitian kualitatif (www.Belajarpsikologi.com, diakses 11


april 2016)

Murtono, 2011 Fenomenografi Konsep Cahaya Dalam Optik Geometri Untuk


Mahasiswa Calon Guru Fisika. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga

Sriyanti Makapuas, 2015. Eksplorasi Pemahaman siswa tentang konsep


hidrolisis garam dengan menggunakan pendekatan fenomenografi di
SMA Negeri 1 Kabila”. Gorontalo : UNG

Anda mungkin juga menyukai