Disusun Oleh :
Kelompok 3
Dunia industri yang berkembang dengan pesat membuat para pengusaha menciptakan ide-ide
yang cemerlang demi mendapatkan rezeki. Seperti halnya industri perdagangan yang sedang
marak di Indonesia yaitu minimarket. Hampir di setiap sudut kota maupun desa ada minimarket
yang dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri atau seorang pengusaha besar. Indomaret
dan Alfamart merupakan salah satu perusahaan waralaba swalayan yang menyajikan bahan-
bahan pokok dijual untuk keperluan seharihari. Alfamart merupakan minimarket milik
perusahaan PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk. Alfamart merupakan perusahaan dagang aneka
produk yang Pendahuluan Dunia industri yang berkembang dengan pesat membuat para
pengusaha menciptakan ide-ide yang cemerlang demi mendapatkan rezeki.
Seperti halnya industri perdagangan yang sedang marak di Indonesia yaitu minimarket.
Hampir di setiap sudut kota maupun desa ada minimarket yang dikembangkan oleh masyarakat
secara mandiri atau seorang pengusaha besar. Indomaret dan Alfamart merupakan salah satu
perusahaan waralaba swalayan yang menyajikan bahan-bahan pokok dijual untuk keperluan
seharihari. Alfamart merupakan minimarket milik perusahaan PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk.
Alfamart merupakan perusahaan dagang aneka produk yang dipimpin oleh Djoko Susanto
sekeluarga dan pertama beroperasi di Karawaci Tangerang Banten yang didirikan pada 27 Juni
1999. Sahamnya semula dipegang oleh PT. Alfa Mitramart Utama (AMU) yang kemudian
dipindah tangankan ke PT. Sumber Alfaria Trijaya pada tanggal 15 Januari 2009.
Tahun 2010 sejumlah penghargaan diraih oleh Alfamart seperti Top Brand Award dan
Indonesia Best Brand Ward 2009. Hal ini mencerminkan bahwa kinerja dalam marketnya
memuaskan pelanggan. Hal ini terbukti dengan jumlah toko dari tahun 2008 yang memiliki
2.157 meningkat menjadi 3.000 toko pada tahun 2009 dan setelah tahun 2010 memiliki lebih
dari 4.000 gerai toko. Peningkatan ini mencerminkan bahwa toko Alfamart diterima oleh
masyarakat.
Seperti halnya Alfamart maka Indomaret pun tidak ingin kalah bersaing, di mana Indomaret
juga mengembangkan gerai tokonya. Dari tahun 2008 sejumlah 650 toko kemudian tahun 2009
menjadi 3.134 toko. Bahkan di tahun 2010 ini sudah ada lebih dari 4000 gerai toko dibuka.
Persaingan antar kedua minimarket tersebut sangat tajam. Hal ini dapat dilihat dari persaingan
pembukaan gerai toko. Bahkan kedua minimarket tersebut selalu berdampingan dalam
membuka toko. Ada persaingan penjualan di antara keduanya namun seakan-akan tidak peduli
adanya persaingan. Persaingan yang terjadi ada dalam pembentukan harga, promosi, diskon,
penataan tempat, pemberian kartu smart multifungsi bahkan sampai pelayanan. Semua itu pada
dasarnya adalah demi tujuan ekonomi dan sosial. Tujuan ekonominya adalah untuk mencari
keuntungan dan tujuan sosialnya adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Dari latar belakang tersebut dapat kita diketahui bahwa persaingan yang terjadi di kedua
minimarket tersebut tidak memerdulikan toko-toko di sekitar minimarket yang ada seperti toko
kelontong. Dari hasil wawancara sementara peneliti dapat disimpulkan bahwa ada kurang lebih
5-10 pelanggan toko kelontong yang lari ke Indomaret dan Alfamart untuk berbelanja. Padalah
dilihat dari harga dan kualitas barang nilainya sama. Demikian pula dilihat dari letak lokasi
antara toko kelontong dan kedua minimarket tersebut justru lebih dekat toko kelontong ke
pembeli.
Menurunnya jumlah pelanggan di toko kelontong dapat mengakibatkan matinya usaha kecil
masyarakat. Namun, di sisi lain, pemilik toko kelontong seharusnya belajar atas munculnya
kedua mini market tersebut. Hal ini perlu dilakukan supaya toko-toko kelontong milik
masyarakat tidak mati pertumbuhannya karena hal ini berkaitan dengan kesejahteraan
masyarakat. Sebagai civitas akademik kita harus mencari solusi untuk masyarakat agar
kesejahteraannya meningkat, sehingga tujuan akhir penelitian ini adalah langkah apa yang
harus diambil para toko kelontong agar mampu bersaing dengan minimart yang semakin
menjamur. Segi-segi apa dan strategi apa yang harus ditingkatkan oleh para penjual toko
kelontong.
Dari hasil survey sementara peneliti diketahui bahwa sebagian besar toko kelontong
memiliki tempat strategis, yaitu di pinggir jalan. Namun dalam penentuan harga jauh lebih
mahal dibandingkan Indomaret/Alfamart. Penataan produknya kurang rapi dan dari segi
kenyamanan tempat pun kurang bersih dan kurang terawat. Ada strategi yang dipakai oleh mini
market Indomaret/Alfamart tersebut yaitu strategi pemasaran dan strategi penjualan. Dalam
ekonomi istilah tersebut dapat diprediksi dengan melihat sisi konsumen dan produksi.
Kepuasan konsumen/pelanggan (customer satisfaction) dan mempertahankan loyalitas
pelanggan (customer loyality) merupakan salah satu metode yang digunakan oleh kedua mini
market tersebut
Ada strategi yang dipakai oleh mini market Indomaret/Alfamart tersebut yaitu strategi
pemasaran dan strategi penjualan. Dalam ekonomi istilah tersebut dapat diprediksi dengan
melihat sisi konsumen dan produksi. Kepuasan konsumen/pelanggan (customer satisfaction)
dan mempertahankan loyalitas pelanggan (customer loyality) merupakan salah satu metode
yang digunakan oleh kedua mini market tersebut. Customer Satisfaction (CS) merupakan
analisis tingkat kepuasan pelanggan yang senang pada suatu produk. CS diperlukan untuk
mengetahui tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan dengan memerhatikan tingkat
kepentingan dari atribut-atribut produk atau jasa. Menjamurnya usaha ritel sekarang ini
mengakibatkan toko kelontong terpuruk dalam pendapatan. Sebagai praktisi akademik maka
wajib bagi kita mencarikan solusi agar ekonomi masyarakat dapat bertahan dan meningkat
dalam masyarakat sehingga kesejahteraan dapat tercapai
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan
untuk memfokuskan masalah yang diteliti dan dianalisis, sebagai berikut:
1. Perkembangan minimarket berdampak pada eksistensi usaha toko kelontong dan
usaha sejenisnya. Keberadaan toko kelontong sangat terancam dengan hadirnya
minimarket modern.
2. Pembangunan minimarket terus meningkat, sedangkan usaha toko mulai
menghilang.
3. Keberadaan minimarket menimbulkan persepsi yang berbeda-beda bagi
masyarakat. Persepsi tersebut, dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif
4. Keberadaan minimarket mengubah pola konsumsi masyarakat di sekitarnya.
Sebagian masyarakat berpindah dari berbelanja di toko kelontong ke minimarket
modern.
5. Keberadaan minimarket memiliki dampak terhadap usaha toko kelontong. Dampak
tersebut dapat berupa perubahan omset, keuntungan, jumlah konsumen, dan bahkan
berdampak pada eksistensi usaha mereka yang cenderung menurun
C. Rumusan masalah
Masalah penelitian dibatasi pada pembahasan mengenai:
1. Persepsi pelaku usaha toko kelontong terhadap keberadaan minimarket ?
2. Dampak keberadaan minimarket terhadap usaha toko kelontong dilihat dari segi omset,
pendapatan dan jumlah konsumen?
3. Upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha toko kelontong untuk menjaga eksistensi
usahanya?
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan baru dalam
bidang ekonomi. Terutama bagi penelitian lainya, pembuatan kebijakan, dan Masyarakat
daerah.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat terutama bagi :
a. Bagi Masyarakat
Semoga menjadi bahan motivasi dan informasi dalam membuka usaha
b. Pemerintah Daerah
Agar pemerintah daerah khususnya dapat mengambil kebijakan dengan tepat dalam
menangani masalah pasar modern di wilayahnya agar kesejahteraan, pembangunan
ekonomi berjalan dengan baik.
F. Metodologi
Jenis penelitian ini adalah library reseach dimana hasil penelitian akan menganalisis
dari beberapa hasil penelitian orang lain yang kemudian disimpulkan.
Bab II
Tinjauan Pustaka
1. Ritel
a. Pengertian Ritel
Menurut Christian Whidya Utami “Usaha eceran atau ritel dapat dipahami sebagai semua
kegiatan yang terlibat di dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen
akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis”14
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Philip Kotler dalam buku manajemen pemasaran.
“Ritel atau pengecer adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara
langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi bukan untuk bisnis”15. Ritailer
atau ritail store adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen
akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha ritel merupakan usaha yang menjual
barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir. Bisnis ritel merupakan bagian dari
saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam rangkaian kegiatan pemasaran dan
merupakan perantara serta penghubung antara kepentingan produsen dan konsumen.
konsumen dapat menikmati barang/jasa sesuai ukuran uang yang dimilikinya dan
mendapatkan barang yang beragam.
Untuk memenuhi target penjualannya maka ritel menyediakan persediaan barang (holding
inventory) agar pada saat konsumen membutuhkan suatu barang maka barang tersebut telah
tersedia di toko.
Persediaan barang ini akan mempengaruhi biaya operasional. Untuk mengkompensasi biaya
operasional akibat adanya persediaan barang, maka ritel akan menambah sedikit margin
keuntungan atau menambah sedikit harga jualnya.
b. Jenis-jenis Usaha Ritel
Menurut Chirstina W. Utami usaha ritel dapat dibedakan menjadi dua yaitu16:
1) Ritel Tradisional
Ritel tradisional merupakan usaha ritel yang menekankan pada pengelolaan usaha dengan
pendekatan konvensional dan tradisional.
Ciri-ciri pengelolaan ritel tradisional adalah sebagai berikut:
a) Kurang memilih lokasi karena sering terkendala permodalan. Pengelola ritel
tradisional lebih sering memutuskan untuk memilih lokasi yang saat itu telah dimiliki.
b) Tidak memperhitungkan potensi pembeli. Potensi pembeli sering diabaikan dalam
pengelolaan ritel tradisional.
c) Jenis barang dagangan yang tidak terarah. Jenis barang dagangan sering terabaikan
karena terkendala kurangnya kemampuan dan kemampuan tawar menawar peritel
dalam membangun relasi bisnis dengan suplier.
d) Tidak ada seleksi merek. Para peritel tradisional terkendala dalam penyediaan barang
dagangan dengan merek-merek favorit pelanggan.
e) Kurang memperhatikan pemasok. Para pelaku ritel tradisional biasanya hanya
memperhatikan lunaknya mekanisme pembayaran barang dagangan daripada kualitas
dan kesinambungan pengiriman barang dagangan di tokonya.
f) Melakukan pencatatan penjualan secara sederhana bahkan banyak peritel tradisional
yang tidak melakukan pencatatan penjualan sama sekali.
g) Tidak melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk. Cash flow tidak
terencana. Banyak peritel tradisional yang menjual barang dagangannya tidak secara
tunai, sehingga sering terkendala pada aliran dana tunai. Selain itu, peritel tradisional
tidak memisahkan pembukuan toko dengan keluarga sehingga modal toko sering
tersedot untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
h) Pengembangan bisnis tidak terencana. Peritel tradisional sering tidak mampu
melakukan perencanaan pengembangan usaha karena terkendala rendahnya kontrol
dan mekanisme untuk melakukan evaluasi usaha.
2) Ritel Modern
Ritel modern merupakan usaha ritel yang menekankan pengelolaannya secara modern.
Ciri-ciri ritel modern yaitu :
a) Lokasi strategis merupakan faktor penting dalam bisnis ritel modern. Peritel modern
akan memilih lokasi yang strategis dengan memperhatikan kemudahan akses
pelanggan, keamanan, dan fasilitas yang lebih terjamin.
b) Prediksi cermat terhadap potensi pembeli. Dalam memutuskan pemilihan lokasi,
peritel juga mempertimbangkan potensi pembeli di lokasi tersebut.
c) Pengelolaan jenis barang dagangan terarah. Pengelolaan barang dagangan disesuaikan
dengan segmen pasar yang dilayani oleh peritel modern.
d) Seleksi merek sangat ketat. Ritel modern sering mematok untuk menyiapkan merek-
merek produk barang dagangan yang mempunyai pangsa pasar yang cukup besar. Hal
tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dalam hal penyediaan
merek-merek favorit pelanggan.
e) Seleksi ketat terhadap pemasok. Peritel modern selalu memperhatikan kualitas barang
dagangan, kesinambungan pengiriman barang dagangan, dan mekanisme
pembayarannya dalam memilih pemasok.
f) Melakukan pencatatan penjualan dengan cermat. Peritel modern melakukan
pencatatan dengan sangat cermat bahkan dengan bantuan software yang
memungkinkan melakukan pencatatan ribuan transaksi penjualan setiap harinya.
g) Melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk. Melalui evaluasi produk, peritel
dapat mengklasifikasikan produk yang tergolong cepat terjual dan produk yang agak
lambat terjualnya.
h) Cash flow terencana. Peritel modern menjual barang dagangannya secara tunai
sehingga aliran dana tunai dapat terencana dengan baik.
i) Pengembangan bisnis terencana. Arah pengembangan bisnis ritel modern
direncanakan dengan baik dan berkesinambungan dalam jangka panjang..
2. Minimarket
a. Pengertian Minimarket
3. Warung Kelontong
a. Pengertian Warung Kelontong
Kata warung kelontong terdiri dari dua suku yaitu warung dan
kelontong. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “warung adalah tempat
berjualan makanan dan minuman. sedangkan kelontong adalah barang-
barang untuk keperluan seharihari”.26 Menurut Kotler, “Toko kelontong
yaitu toko kecil di daerah perumahan, sering buka 24 jam 7 hari, lini terbatas
produk kelontong dengan perputaran tinggi”.27
Warung kelontong yaitu warung yang menyediakan kebutuhan
rumah tangga seperti sembilan bahan pokok (sembako), makanan dan
barang rumah tangga. Warung ini ditemukan berdampingan dengan pemilik
rumah yang tidak jauh dengan masyarakat seperti perkampungan, dan
perumahan. Warung kelontong merupakan pertama kali yang melayani
kebutuhan masyarakat sebelum minimarket.
Bab III
Hasil Pembahasan
Persepsi terhadap mini market dapat dilihat dari 2 aspek yaitu positif
dan negatif. Aspek positif yaitu minimarket yang ada di Srengseng telah
menandakan ekonomi masyarakat telah berkembang pesat, minimarket
membawa perubahan besar pada masyarakat. Minimarket telah
menunjukkan masyarakat telah maju. Masyarakat Kelurahan yang awalnya
terkenal Sederhana sekarang telah bergeser seiring dengan kemajuan
teknologi, ilmu pengetahuan, konsumsi, modernisasi dan globalisasi,
masyarakat mulai terbuka dan menerima hal baru.Keterbukaan masyarakat
terhadap minimarket ditandai dengan mereka berbondong untuk masuk dan
berbelanja di minimarket.
Tempat yang bagus dilengkapi fasililitas-fasilitas merupakan
pendorong utama masyarakat untuk berbondong-bondong untuk berbelanja
di minimarket dibandingkan toko Kelontong yang fasilitasnya
masih minim. Sehingga melahirkan persepsi masyarakat bahwaminimarket
merupakan pasar modern dengan fasilitas yang kompleks.
Bu Nurjannah mengatakan bahwa “kehadiran minimarket sangat
mengurangi pendapatannya biasanya penghasilan bisa Rp. 3.000.000,00/ Hari
akan tetapi sekarang dibawah itu, akibat dari omset yang berkurang usahanya
dapat gulung tikar” bagi bu nurjannah Berjualan merupakan satu-satunya
penghasilan utama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diteliti pada bab III, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku toko kelontong memiliki persepsi negatif yang tinggi
terhadap keberadaan Minimarket. Mereka menganggap bahwa
keberadaan Minimarket berdampak negatif terhadap usaha
mereka.
2. Keberadaan minimarket memiliki dampak negatif terhadap omset,
pendapatan, dan jumlah pelanggan pada usaha toko kelontong.
Penurunan omset pada toko kelontong masing-masing sebesar
25%-50%. Pendapatan pada toko kelontong sebelum hadirnya
Minimarket di wilayah Sunggal Kanan cukup stabil, terlihat dengan
persaingan antar pedagang toko kelontong saja, dan tidak begitu
berpengaruh terhadap pendapatan mereka. Bahkan sebelum
adanya minimarket pendapatan para pedagang lumayan
meningkat sebesar 2-5 juta per hari yang dihasilkan oleh 5
pedagang toko kelontong. Kemudian hal inilah menjadi tolak ukur
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari usaha tersebut, terlebih
mata pencaharian utama masyarakat di Wilayah Srengseng adalah
membuka usaha kecil seperti pedagang warung kelontong.Selain
penurunan omset dan pendapatan, usaha toko kelontong juga
mengalami penurunan jumlah pelanggan.
3. Upaya yang dilakukan oleh pemilik usaha toko kelontong masih
sangat minim, bahkan tidak ada upaya yang berarti dalam usaha
mempertahankan eksistensi usahanya.
B. Implikasi
Ahvie, Alvi Furwanti dan Deny Danar Rahayu, “Analisis Kepuasan Pelanggan (Customer
Satisfaction) Terhadap Layanan Hypermart Pekanbaru”, Jurnal Ekonomi, Volume 17,
Nomor 2, Agustus 2009.
Kusuma, Paramitra Putri, “Analisis Pengaruh Ekspektasi Pelanggan dan Aplikasi Bauran
Pemasaran Terhadap Loyalitas Pelanggan Dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Mediator
(Studi Kasus Pada Hypermarket Carrefour Di Sukoharjo)”, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2010. Levy, Michael, dan Barton, Retailing Management, 2nd
edition, Richard D. Irwin, Inc, 1995.
Pohandry, Arie, Sidarto dan Winarni, “Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Dengan
Menggunakan Metode Customer Satisfaction Index dan Importance Performance: Analysis
serta Service Quality”, Jurnal REKAVASI, Vol. 1, No.1, Desember 2013.
Rianto, Yatim, Metodologi Penelitian Suatu Tujuan Dasar, Surabaya: Gaung Persada Press,
1996. Sarwono, Jonathan, Marketing Intelligence, Jogjakarta: Graha Ilmu, 2011. Sugiyono,
Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2008.