Anda di halaman 1dari 2

Pemisahan sampel fenilanin dan urine akan dianalisis menggunakan metode kromatografi

lapis tipis, dimana fase gerak yang digunakan berupa butanol : asam asetat : air dengan
perbandingan 60 : 15 : 25 dan fase diam berupa plat KLT serta diberi tanda batas. Fase diam
akan dibagi 2 jalur yang digunakan untuk sampel uji. Fase gerak atau larutan pengembang
tersebut dimasukkan kedalam bejana pengembang dan dijenuhkan selama 45 menit. Penjenuhan
dialkukan untuk menghilangkan uap air atau gas lain karena uap air atau gas lain itu mengisi fase
penjerap yang akan menghalangi laju nya eluen dan penjenuhan juga dilakukan untuk
menyeimbangkan tekanan atmosfer didalam atau diluar bejana (Sastroamidjojo, 1985).
Sampel fenilanin dan urine ditotolkan pada plat KLT dan saat penotolan sampel uji
usahakn tidak terlalu banyak karena hal tersebut dapat mempengaruhi spot. Spot yang terlalu
besar tidak baik untuk penampakan noda karen nodanya akan melebar kesamping atau kebawah
sehingga dpat mempersulit dalam pengukuran noda (Soebagio, 2002). Setelah penotolan pada
plat dikeringkan dan dimasukkan kedalam bejana pengembang dimana larutan telah jenuh,
dibirkan system tersebut terserap oleh plat KLT. Kemudian, plat KLT diambil dan diberi tanda
pada posisi pelarut dengan pensil lalu dikeringkan.
Plat KLT yang sudah dikeringkan akan di semprotkan dengan ninhidrin yang berfungsi
sebagai reagen. Setelah di semprotkan, plat tersebut dimasukkan kedalam oven pada suhu 1050
C. Ninhidrin ditambahkan yang berfungsi sebagai reagen yang spesifik terhadap asam amino
dengan memberikan warna ungu (lembayung) dan sebagai bahan pengoksidasi agar dapat
mendeteksi senyawa lain yang ditandai dengan adanya bercak warna. Uji ninhydrin dapat terjadi
apabila ninhidrin dipanaskan bersama sampel asam amino yang akan membentuk
komplekswarna. Selain itu, untuk mencegah terjadinya proses pengeringan yang maksimal
sehingga warna yang diperoleh lebih jelas dan mempermudah proses identifikasi sampel
(Fessenden & Fessenden, 1997).
Fenilanin dan urine yang telah dipanaskan kemudian spot sampel pada plat KLT dikerok
dan dilarutkan dengan etanol teknis. Etanol teknis digunakan sebagai pelarut yang berfungsi
untuk mendisosiasi sampel agar sampel dapat terpartisipasi dengan baik (Gibbson, 2006).
Kemudian, pisahkan filtrat dan residu agar filtrat dapat diukur. Berdasarkan hasil data
pengamatan Jarak tempuh pelarut, jarak tempuh fenilanin, jarak tempuh urine diperoleh masing
masing sebesar 9 cm; 3,7 cm dan 0 cm. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Rf pada
fenilanin dan urine sebesar 0,41 dan 0. Menurut Gibbson (2006), nilai Rf standar fenilanin yaitu
0,28. Perbedaan hasil nilai Rf eksperimen dengan Rf teoritis sangat jauh berbeda hal tersebut
terjadi dikarenakan adanya perbedaan kelarutan masing-masing komponen dan adanya
perbedaan pada ukuran plat yang digunakan. Perbedaan antara hasil uji dengan Rf standarnya.
Hal ini disebabkan kurang telitinya saat melalukan percobaan seperti sampel yang ditotolkan
kurang tepat, ruang pengembang yang tidak terisolasi sempurna sehingga bejana terkontaminasi
oleh keadaan sekitarnya dan eluen yang perbandingannya tidak tepat 60: 15; 25 ml sehingga
kesalahan tersebut mempengaruhi pergerakan fase gerak dan nilai Rf-nya.
Fessenden, R., J & Fessenden, J., S. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.

Gibbson, S. 2006. An Introducing to Planar Chromatography. Humana Press, Totawa, New


Jersey.
Sastroamidjojo, H. 1985. Kromatografi Edisi II. Liberty, Yogyakarta.
Soebagio, dkk. 2002. Kimia Analitik II. UNM, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai