Anda di halaman 1dari 18

KASUS DUGAAN PELECEHAN SEKSUAL DAN BULLYING DI KOMISI

PENYIARAN INDONESIA
Cerita tentang adanya kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh pegawai
kontrak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baru-baru ini viral di media sosial Twitter. Beberapa
waktu lalu, pegawai KPI berinsial MS membuat surat terbuka ke publik tentang perundungan
termasuk pelecehan seksual yang diduga dilakukan delapan rekan kerjanya. Dalam surat itu, MS
mengaku, sejak mulai bekerja di KPI Pusat pada 2011, ia mengatakan rekan kerjanya beberapa
kali telah "melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan." Hingga
Jumat (3/9/2021) pagi, unggahan tersebut telah disukai lebih dari 70.000 kali, dibagikan lebih
dari 39.000 dan dikomentari lebih dari 8.000 kali. Korban mengaku dirundung atau di-bully
selama sekitar 2 tahun, antara 2012-2014. "Tolong Pak Joko Widodo, saya tak kuat dirundung
dan dilecehkan di KPI, saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka."

Kejadian itu diakuinya terus terjadi sampai 2014 hingga akhirnya MS divonis
mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) usai ke psikolog di Puskesmas Taman
Sari lantaran semakin merasa stres dan frustrasi. "Kadang di tengah malam, saya teriak-
teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas,
diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai
manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil
meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," kata MS dalam surat terbukanya
yang dikutip Suara.com, Rabu (1/9/2021). MS sebelumnya telah melaporkan kejadian dua
kali ke kepolisian, akan tetapi laporan itu tidak ditindaklanjuti. "Kepada siapa lagi saya
mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah hancur."

Berikut adalah surat terbuka yang ditulis MS yang tersebar luas di media sosial.

Yang Terhormat Presiden Joko Widodo, saya seorang pria berinisial MS hanya ingin
mencari nafkah di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), saya hanya ingin bekerja dengan
benar, menunaikan tugas dari pimpinan, lalu menerima gaji sebagai hak saya dan membeli susu
bagi anak semata wayang saya.

Sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan
bagi rekan kerja senior. Mereka bersama – sama mengintimidasi yang membuat saya tak
berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi
mereka secara bersama – sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh.

Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka
melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka
banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang – ulang sehingga saya
tertekan dan hancur pelan – pelan.

Tahun 2015, mereka beramai – ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi,
memiting, melecehkan saya dengan MENCORAT CORET BUAH ZAKAR SAYA MEMAKAI
SPIDOL. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa
pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat ? Sindikat macam apa pelakunya ? Bahkan
mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka
setelah tragedi itu. Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online.

Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental menjadikan saya
stress dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah.
Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI ? Di Jakarta ?

Kadang di tengah malam, saya teriak – teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan
dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu. Rasanya saya tidak
ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga,.
Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia.

Saya tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai –
ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan saya, yang jelas saya kalah dan tak bisa melawan.
Saya bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anak saya tercinta.

Tahun 2016, karena stress berkepanjangan, saya jadi sering jatuh sakit. Keluarga saya
sedih karena saya sering tiba – tiba gebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa sebab. Saat
ingat pelecehan tersebut, emosi saya tidak stabil, makin lama perut terasa sakit, badan saya
mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan.

8 Juli 2017, saya ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi, Hasilnya : saya mengalami
*Hiperseksi Cairan Lambung* akibat trauma dan stress.
Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01.30 WIB,
saat tidur, mereka melempar saya ke kolam renang dan bersama sama menertawai seolah
penderitaan saya sebuah hiburan bagi mereka. Bukankah itu penganiayaan ? Mengapa mereka
begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya
karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi ? Dimana keadilan untuk saya ?

11 Agustus 2017, saya mengadukan hal tersebut ke Komnas HAM melalui email.
Pada 19 Septermber 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang
saya alami sebagai kejahatan atau tindak pidana. Maka Komnas HAM menyarankan agar
saya membuat laporan Kepolisian.

2017, karena berobat ke dokter penyakit dalam tak kunjung sembuh, berdasarkan
saran keluarga akhimya saya ke Psikiater di RS Sumber Waras. Dari Pskiater, saya diberi
obat penenang

Sepanjang 2018, karena tidak kuat dibully dan dimaki, usai tugas kantor selesai,
saya sering menyendiri di Mushola hanya untuk menangis dalam kesunyian. Kadang-
kadang saya pulang ke rumah di jam kerja hanya untuk menghindari perundungan yang
tak sanggup saya tanggung. Mereka terus merundung dengan kata kata kotor dan porno
seolah-olah saya bahan hiburan mereka. Tapi karena dimarahi ibu agar bekerja sampai
tuntas, saya akhimya terpaksa kembali ke kantor. Karena saya sering menyendiri ke
mushola, para pelaku memfitnah saya meninggalkan pekerjaan, padahal saya trauma oleh
kebejatan mereka dan tugas kantor selalu saya selesaikan dengan baik.

Karena tak betah dan sering sakit, pada 2019 saya pergi ke Polsek Gambir untuk
membuat laporan polisi. Tapi malah petugas bilang, "Lebih baik adukan dulu saja ke
atasan. biarkan staf internal yang menyelesaikan."

Pak Kapolri, korban tindak pidana berhak lapor dan kepolisian wajib memprosesnya?

Akhimya saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan
semua pelecehan dan penindasan yang saya alami. Pengaduan ini berbuah dengan
dipindahkannya saya ke ruangan lain yang dianggap 'ditempati oleh orang orang yang
lembut dan tak kasar'.
Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si
pengadu. Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya
dengan kalimat lebih kotor. Bahkan pernah tas saya dilempar keluar ruangan, kursi saya
dikeluarkan dan ditulisi "Bangku ini tidak ada orangnya". Perundungan itu terjadi selama
bertahun-tahun dan lingkungan kerja seolah-olah tidak kaget. Para pelaku sama sekali
tak tersentuh.

Saya makin stress dan frustasi. Akhirnya berdasarkan saran keluarga, saya
berkonsultasi dengan psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya, saya divonis
mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Bingung menghadapi lingkungan
kerja yang penuh predator dan penindas, akhirnya di kantor saya hanya bisa curhat ke Pak
Buhul. Dia sopirnya Komisioner KPI Pusat, Bu Nuning Rodiyah. Saya butuh teman
bicara di kantor, sebab pasca pemindahan saya ke ruangan lain, nyatanya tidak
mengakhiri perundungan yang dilakukan para pelaku.

Karena perundungan terus terjadi dan saya semakin lemah, sakit, terhina tiap saat,
pada 2020 saya kembali ke Polsek Gambir, berharap laporan saya diproses dan para
pelaku yang dipanggil untuk diperiksa. Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap
cerita saya serius dan malah mengatakan, "Begini saja pak, mana nomor orang yang
melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya."

Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi mengapa laporan
saya tidak di-BAP? Mengapa pelaku tidak diperiksa? Mengapa penderitaan saya
diremehkan? Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan
pelecehan seksual? Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian secara kekeluargaan.
Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor
yang membuat posisi saya rentan.

Kepada siapa lagi saya mengadu? Martabat saya sebagai lelaki dan suami sudah
hancur. Bayangkan, kelamin saya dilecehkan, buah zakar saya bahkan dicoret dan difoto
oleh para rekan kerja, tapi semua itu dianggap hal ringan dan pelaku masih bebas
berkeliaran di KPI Pusat. Wahai Polisi, dimana keadilan bisa saya dapatkan?
Apakah harus menjadi perempuan dulu supaya polisi serius memproses kasus
pelecehan yang saya alami? Apakah tangan saya harus dibacok sampai putus atau perut
saya diiiris berdarah dulu baru penganiayaan yang saya alami diperhatikan orang lain?

Ketidakpercayaan atau ketidakseriusan orang-orang terhadap apa yang saya alami


yang membikin saya makin frustasi dan stres. Seolah saya makhluk paling hina dan tidak
ada gunanya di muka bumi.

Pada Oktober 2020, saya juga mengirim pesan ke Pengacara Kondang, Hotman
Paris dan Mentalist, Deddy Corbuzier untuk meminta bantuan melalui DM Instagram.
Tapi sayang, mereka berdua tidak merespons. Mungkin mereka sibuk dan tak punya
waktu untuk membantu saya yang hanya karyawan rendahan di KPI Pusat.

Pak Jokowi, Pak Kapolri, Menkopolhukam, Gubernur Anies Baswesan, tolong


saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan
hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan? Mengapa semua
orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah
menjadikanya bahan candaan? Usai lapor atasan, mengapa pelaku tidak disanksi?
Seperti inikah lingkungan kerja di KPI Pusat? Dengan rilis pers ini, saya berharap
Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami. Saya tidak
kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya seperti ini. Saya berpikir untuk mengundurkan
diri, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang
sulit. Dan lagi pula, mengapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya
korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung
jawab atas perilakunya? Saya BENAR, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik.

Dan, kalau keluar dari kantor yang penuh perundungan, saya takut tidak bisa menafkahi
keluarga, terutama anak dan istri tercinta.

Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja
di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini. \

Untungnya berkat diskusi dengan teman saya yang pengacara, aktivis LSM, saya sedikit
menjadi berani untuk bicara. Oleh karenanya, saya bertekad membuka kisah saya ke
publik.
Berikut nama pelaku dan daftar perbuatan yang mereka timpakan padaku:

1.Nama Pelaku: Rachmat Muslim alias Olim (Divisi Humas bagian Protokol di KPI
Pusat) Perbuatan:

-Selama 2 tahun (2012-2014) memaksa saya membelikan makan seolah-olah saya budak
mereka.
-Sering memaki bernuansa SARA dan rasis seperti "Dasar Padang pelit!" dan
berkata "Banci Lu!"
-Memimpin penelanjangan dan melecehkan seksual
-Merundung secara verbal (memaki, mencemooh, menghina,
dll) -Sembarangan menuduh bapak saya sakit karena semasa
hidup makan uang korupsi padahal dia tak tahu apa apa tentang keluarga saya.
TKP: KPI Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakpus,
Gedung Bappeten

2. Nama Pelaku: Taufik Setiaji dan Said Gozali


Perbuatan: Sepanjang tahun 2012-2015, mereka berdua membully dan mengatakan,
Bapakmu sakit keras karena kamu anak durhaka!" "Kamu kok belum nikah, gak laku
ya?". Perbuatan: Pada tahun 2015, pelaku berperan memegang tangan dan kaki kiri saya,
lalu bersama sama menelanjangi saya di kantor KPI Pusat. Di lain waktu, Remon juga
pernah menendang bangku saya ketika beristirahat sehingga saya merasa terintimidasi
dan ketakutan.
Pada 2017, di Resort Prima Cipayung, Bogor, Remon berperan
melempar saya ke kolam renang pada pukul 01:30 WIB.

4. Nama Pelaku: Febri Pratomo (Divisi Visual Data)


Perbuatan: Pada tahun 2015, pelaku berperan memegang tangan dan kaki kanan saya, lalu
secara bersama sama menelanjangi saya.
-Memukul kepala saya di Tangga lantai 5
-Mengatai saya di grup percakapan dengan ucapan porno kalimat kotor
TKP: KPI Pusat JI Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten:
5. Nama Pelaku: Eries Oktavistanus (Divisi Visual Data)
Perbuatan: Pada tahun 2015, setelah saya telanjang dan dalam keadaan dikeroyok tak
berdaya, Eries berperan mencorat coret Buah Zakar saya dengan Spidol.
TKP: KPI Pusat JI Gajah Mada, Jakpus, Gedung Bappeten.

6. Nama Pelaku: Cahyo Legowo (ex divisi visdat, sekarang divisi Humas bagian desain
grafis)
Perbuatan: 2015, berperan memfoto kelamin saya yang sudah dicoret dan menyimpan
gambar asusila. Saya tidak tahu foto yang masuk kategori pornografi sekarang disimpan
dimana, yang jelas saya sangat takut jika foto tersebut disebarkan ke publik karena akan
menjatuhkan nama baik dan kehormatan saya sebagai manusia.

7. Nama Pelaku: Teguh Kadarisman (Divisi Data Visual)


Perbuatan:
-Tahun 2019, pelaku melempar/membuang tas saya sampai keluar ruangan kantor.
-Menyingkirkan bangku kerja saya sampai keluar ruangan kantor dan menulis "Bangku
ini tak ada orangnya!"
TKP: Gedung baru KPI Pusat, Jalan Ir H Juanda No 36, Jakpus.

Dengan rilis pers ini, saya berharap rekan rekan media dapat memuat kisah ini. Bantu
saya mempublikasi ini, barangkali dengan meluasnya cerita saya ini, Komisioner KPI
Pusat jadi tergerak hatinya untuk menjatuhkan sanksi pada pelaku dan Polri mau
memproses laporan saya.

Terima kasih...

Penyintas (MS)

JAKARTA, 1 September 2021

Mengutip pemberitaan Kompas.com (2/9/2021), korban telah melaporkan kembali kasus


dugaan pelecehan seksual tersebut ke Polres Jakarta Pusat, Rabu (1/9/2021). MS melaporkan
lima orang pegawai KPI berinisial RM, FP, RT, EO, dan CL. Mereka diduga melakukan
pelecehan seksual terhadapnya. Berdasarkan pengakuan MS, pelecehan tersebut terjadi di ruang
kerja gedung KPI.
Atas pesan yang telah beredar di publik ini, sejumlah rekan kerjanya yang dituduh
melakukan perundungan dan pelecehan seksual mengancam akan melaporkan balik MS. "Klien
kami juga mengalami kerugian yang melebihi oleh pelapor kalau boleh dibilang," kata Tegar
Putuhena, kuasa hukum pihak terlapor kepada awak media. Hal ini merujuk pada pesan yang
ditulis MS dengan mencatat nama jelas terlapor sehingga berdampak terhadap keluarga mereka.”

MS juga melaporkan kasusnya ke Komnas HAM. Anggota Komnas HAM, Beka Ulung
Hapsara mengatakan "MS menceritakan semua yang dia alami." Komnas HAM mengagendakan
pertemuan dengan kepolisian dan KPI. "Rencananya minggu depan," tambah Beka Ulung. Wakil
Ketua KPI Pusat Hadi Purnomo mengatakan, pihaknya mengaku prihatin terhadap adanya
dugaan pelecehan seksual di lingkungan KPI tersebut. "Turut prihatin dan tidak mentoleransi
segala bentuk pelecehan seksual, perundungan, atau bullying terhadap siapa pun dan dalam
bentuk apa pun," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (2/9/2021). Saat ini, kasus tersebut masih
dalam proses penyelidikan. "Betul. Polisi sejak semalam juga sudah turun tangan dengan
menemui korban," katanya lagi.
Hadi mengaku telah melakukan langkah-langkah investigasi internal dengan meminta
penjelasan kepada kedua belah pihak. KPI, imbuhnya mendukung aparat penegak hukum untuk
menindaklanjuti kasus tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan jika pelaku terubkti
bersalah, maka mereka akan ditindak tegas. ""Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan
tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang
berlaku," imbuhnya. Saat disinggung terkait korban perundungan, pihaknya menjamin akan
memberikan perlindungan pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologis terhadap
korban. Terkait dengan jumlah pelaku dan siapa saja pelakunya, pihaknya belum bisa
membeberkan lebih jauh lantaran masih dalam tahap investigasi. Sejauh ini pihaknya masih
meminta keterangan termasuk dari sekretariat.

Diberitakan sebelumnya, MS yang telah bekerja sebagai pegawai kontrak di KPI sejak
2011 mengaku kerap menerima tindakan perundungan, perbudakan hingga pelecehan seksual
oleh rekan-rekan sekantornya. Kasus MS ini merupakan rentetan kasus kekerasan seksual di
lingkungan lembaga pemerintahan, tanpa ada ruang pengaduan. KPI sendiri menyerukan
lembaga pemerintah lainnya belajar dari polemik ini untuk segera membuat aturan standar
penanganan perundungan dan kekerasan seksual di tempat kerja.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima permohonan perlindungan


dari MS pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diduga korban perundungan dan
pelecehan seksual. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partog mengatakan, permohonan ini akan segera
ditindaklanjuti untuk menetapkan status pemohon sebagai "terlindung" dari lembaganya setelah
melalui "pendalaman". "Kami juga akan mendalami tingkat ancaman, apakah ada ancaman yang
dialami dari proses hukum yang berlangsung, dari upaya ancaman fisik, psikis atau laporan balik
kepada pemohon," kata Edwin kepada BBC News Indonesia, Kamis (09/09). Ketika statusnya
sudah menjadi "terlindung", kata Edwin, segala tuduhan atau laporan balik terhadap MS "harus
ditunda dulu prosesnya. Sampai laporan utamanya itu dibuktikan."
Menindaklanjuti dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang
terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, KPI Pusat menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut.

1. Mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan
perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat 

2. Mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan
untuk penyelidikan kasus ini

3. Melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan


psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban

4. Telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak
terduga pelaku

5. Membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan
proses penyelidikan oleh pihak kepolisian

Demikian yang dapat kami sampaikan.

Jakarta, 3 September 2021

Ketua KPI Pusat


AGUNG SUPRIO 

ANALISIS :

1. Korban dalam hal ini MS yang mengeluarkan surat terbuka di media sosial sebagaimana
telah dilaporkan balik oleh pelaku yang dalam hal ini diwakili kuasa hukumnya dapat
dikenakan pasal 310 ayat 2 KUHP dengan penjelasan sebagai berikut.
Pasal 310 ayat 2 berbunyi “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena
pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Dari pasal tersebut jika dihubungkan dengan tindakan yang dilakukan MS sebagai pelaku
dalam hal ini telah memenuhi unsur – unsur dalam pasal tersebut.
A. Unsur objektif
- Perbuatan : menyerang
Perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik, karena terhadap apa
yang diserang (objeknya) memang bukan fisik, tetapi perasaan mengenai
kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang.
- Objek : + kehormatan  penghinaan yang sifatnya objektif penilaiannya dari
masyarakat
+ nama baik  penghinaan yang sifatnya subjektif penilaiannya dari
harga diri orang
tersebut

Hal ini dapat dilihat pada ungkapan MS yang menyebut bahwa pelaku adalah peleceh, penindas,
perundung, predator, dan beberapa ungkapan kotor mengenai perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku lengkap dengan kronologi kejadiannya serta menguraikan secara rinci satu persatu
identitas dan perbuatan pelaku dalam surat terbuka yang disebarkan di media sosial.

- Cara : menuduhkan melakukan perbuatan dengan tulisan/ gambar :


Makna menuduhkan melakukan perbuatan adalah dengan menggunakan kata/
kalimat melalui ucapan, dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Jadi yang
dituduhkan si pembuat haruslah merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal lain
misalnya menyebut seseorang dengan kata-kata yang tidak sopan, seperti bodoh,
malas, anjing kurapan dan lain sebagainya. Perbuatan yang dituduhkan disini
tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum (mencuri, berzina,
menggelapkan), tetapi cukup perbuatan biasa yang menimbulkan rasa malu bagi
yang berkepentingan bila diumumkan. Dalam tindak pidana ini juga tidak
disyaratkan kebenaran atas tuduha tersebut. Jadi, walaupun tuduhannya benar,
apabila tujuannya merusak kehormatan atau nama baik seseorang , maka
perbuatan itu sudah termasuk ke dalam kejahatan.

Tulisan adalah hasil dari pekerjaan menulis baik dengan tangan maupun alat
apapun yang wujudnya berupa rangkaian kata-kata/kalimat dalam bahasa apapun
yang isinya mengandung arti tertentu, atau  menyerang kehormatan dan nama
baik orang di atas sebuah kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat ditulisi
misalnya: kertas, papan, kain dan lain-lain.
 
Gambar atau gambaran atau lukisan adalah tiruan dari benda yang dibuat dengan
coretan tangan melalui alat tulisan misalnya  pensil, kuas dan cat, dengan alat
apapun di atas kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat digambari/ditulisi.
Gambar ini harus mengandung suatu makna yang sifatnya mencemarkan nama
baik atau kehormatan orang tertentu (yang dituju).

a. Yang disiarkan / disebarkan


b. Yang dipertunjukkan
c. Yang ditempelkan

Disiarkan (verspreiden), maksudnya ialah bahwa tulisan atau gambar tersebut


dibuat dalam jumlah yang cukup banyak, dapat dicetak atau diperbanyak, lalu
disebarkan dengan cara apapun. Misalnya diperjualbelikan, dikirim ke berbagai
pihak, atau dibagi-bagikan kepada siapapun (umum). Oleh sebab
itu verspreiden dapat pula diterjemahkan dengan kata menyebarkan. Dalam cara
menyebarkan sekian banyak tulisan atau gambar kepada khalayak ramai, telah
public maksud si penyebar agar isi tulisan atau makna dalam gambar yang
disiarkan, yang sifatnya penghinaan diketahui umum. Dipertunjukkan (ten toon
gesteld) adalah memperlihatkan tulisan atau gambar yang isi atau maknanya
menghina  kepada umum, sehingga orang banyak mengetahuinya. Menunjukkan
bisa terjadi secara langsung. Pada saat menunjukkan pada umum ketika itu
banyak orang, tetapi bisa juga secara tidak langsung. Misalnya memasang
spanduk yang isinya bersifat menghina di atas sebuah jalan raya, dilakukan pada
saat malam hari yang ketika itu tidak ada seorangpun yang melihatnya.
Sedangkan ditempelkan (aanslaan), maksudnya  ialah tulisan atau gambar
tersebut ditempelkan pada benda  lain yang sifatnya dapat ditempeli, misalnya
papan, dinding public, pohon dan sebagainya.

Hal ini dapat dilihat pada surat terbuka yang disebarkan MS melalui media sosial yang menyebut
beberapa hal, seperti melecehkan, memukul, memaki, mengintimidasi, dan merundung
(membully) serta berbagai tuduhan – tuduhan perbuatan kotor yang dilakukan pelaku secara
terperinci hingga kronologi tindakan yang dilakukannya. Jadi, unsur menuduhkan suatu
perbuatan dengan tulisan yang disiarkan dan dipertunjukkan telah terbukti dalam hal ini.

B. Unsur subjektif
- Dengan sengaja  Sikap batin “sengaja” ditujukan pada perbuatan  menyerang
kehormatan atau nama baik orang (perbuatan dan objek perbuatan)
- Maksudnya terang supaya diketahui umum  sikap batin “maksud” ditujukan
pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan
pada orang itu. Diketahui oleh umum ini cukup dihadiri 2 orang atau lebih
kemudian oleh orang itu diceritakan kepada orang lain.

Kedua unsur subjektif tersebut, dapat diketahui dari pernyataan “Kesengajaannya dapat kita
cermati pada kalimat “Untungnya berkat diskusi dengan teman saya yang pengacara,
aktivis LSM, saya sedikit menjadi berani untuk bicara. Oleh karenanya, saya bertekad
membuka kisah saya ke public.”
2. Pelaku dapat dikenai pasal 289 KUHP serta pasal 315 KUHP dengan penjelasan sebagai
berikut.

Pasal 289 KUHP

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun

Penjelasan :

Unsur – unsurnya adalah sebagai berikut.

Objektif 

Perbuatan : memaksa

Memaksa adalah membuat seseorang menjadi terpaksa (di luar kehendaknya). Memaksa adalah
suatu tindakan yang memojokkan seseorang hingga tiada pilihan yang lebih wajar selain
daripada mengikuti kehendak si pemaksa.

Objek : seseorang

Seseorang disini bermakna orang baik berjenis kelamin laki laki atau perempuan

Cara : dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

Kekerasan adalah setiap gerakan fisik yang tidak ringan. Kekerasan juga dapat dimaknai sebagai
perbuatan dengan menggunakan tenaga terhadap orang atau barang yang dapat mendatangkan
kerugian bagi si terancam atau mengagetkan si terancam. Kekerasan juga bermakna membuat
orang pingsan (tidak sadarkan diri) atau tidak berdaya (tidak mampu memberi perlawanan).

Ancaman kekerasan adalah membuat seseorang yang diancam itu mengalami ketakutan akan
sesuatu yang akan merugikan dirinya dengan kekerasan, Misal : ditodongkan pistol

Akibat : melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.


Perbuatan cabul maksudnya adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan
yang keji yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, seperti cium – ciuman,
meraba – raba kemaluan, buah dada, dsb

Subjektif  Barangsiapa

Barangsiapa (pelaku) dalam hal ini adala orang baik berjenis kelamin laki – laki atau perempuan

Perbuatan cabul maksudnya adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan
yang keji yang semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, seperti cium – ciuman,
meraba – raba kemaluan, buah dada, dsb

Dari uraian ini “ Tahun 2015, mereka beramai – ramai memegangi kepala, tangan, kaki,
menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan MENCORAT CORET BUAH ZAKAR
SAYA MEMAKAI SPIDOL dan mendokumentasikannya” dapat diketahui bahwa pelaku telah
melakukan tindakan pencabulan. Pelaku dalam hal ini adalah RM, TS, SG, FP, EO, dan CL
Mereka memiliki peran masing – masing dalam tindak pencabulan tersebut. Pelaku dalam hal ini
memaksa dengan kekerasan korban (MS) untuk membiarkan dilakukan perbuatan cabul pada
dirinya.

Pasal 315 KUHP

Tiap – tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis
yang dilakukan terhadap seorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di
muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan atau dengan surat yang dikirimkan atau
diterimakan kepadanya diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
Penjelasan :

Unsur – usnurnya adalah sebagai berikut.

1. Dengan sengaja  Sikap batin “sengaja” ditujukan pada objek (seseorang)


2. Perbuatan : menyerang  perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik,
karena terhadap apa yang diserang (objeknya) memang bukan fisik, tetapi perasaan
mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang
3. Objek : a. nama baik orang  penghinaan yang sifatnya objektif penilaiannya dari
masyarakat
b. kehormatan orang  penghinaan yang sifatnya subjektif  penilaiannya dari
harga diri orang
tersebut
4. Caranya : a. dengan lisan atau tulisan di muka umum
Maknanya adalah dengan ucapan verbal (kata – kata) maupun tulisan
(segala
sesuatu yang dihasilkan dari kegiatan menulis) yang dilakukan di muka
umum ( dihadiri 2 orang atau lebih )
b. dengan lisan atau tulisan di muka orang itu sendiri
Maknanya adalah dengan ucapan verbal (kata – kata) maupun tulisan
(segala
sesuatu yang dihasilkan dari kegiatan menulis) yang dilakukan di depan
orang
itu
d. dengan perbuatan di muka orang itu sendiri
Dengan perbuatan misalnya meludahi di muka orang itu, memegang
kepalanya, mendorong lepas peci atau ikat kepala, sodokan, pukulan,
tempelengan, dorongan tetapi dilakukan dengan tidak seberapa keras
e. dengan surat yang dikirimkan / diterimakan kepadanya
Dengan surat disini maknanya baik surat yang ditulis tangan, dicetak,
ataupun
dengan mesin
5. Tidak bersifat pencemaran
Maknanya adalah tidak dengan menuduhkan sesuatu perbuatan yang menyerang
kehormatan dan nama baik orang tersebut

Perbuatan yang dilakukan pelaku memenuhi semua unsur tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
contoh :

a. Sering memaki bernuansa SARA dan rasis seperti “Dasar Padang pelit!”
dan berkata “Banci Lu!”
b. mereka berdua membully dan mengatakan, Bapakmu sakit keras karena
kamu anak durhaka
c. para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa pelaku telah memenuhi unsur menyerang
kehormatan orang dengan lisan di muka orang itu sendiri .
Daftar Pustaka

Admin Grassroot.id, 2021, Pelecehan Seksual Beramai - Ramai di KPI Pusat, Pelaku – Korban
Sama Sama Pria, https://www.instagram.com/p/CTReG59hEog/?utm_medium=copy_link,
diakses pada 5 Oktober 2021

Agung Suprio, 2021, Tindak Lanjut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual dan Perundungan
(Bullying) di Lingkungan Kerja KPI Pusat, http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-
negeri/36344-tindaklanjut-dugaan-kasus-pelecehan-seksual-dan-perundungan-bullying-di-
lingkungan-kerja-kpi-pusat, diakses pada 5 Oktober 2021

Ahmad Sofian, 2017, Tafsir Pasal Pencemaran Nama Baik, https://business-


law.binus.ac.id/2017/12/28/tafsir-pasal-pencemaran-nama-baik/, diakses pada 10 Oktober 2021

Anonim, 2021, Korban Dugaan Pelecehan di KPI, Kasus yang Berulang di Lembaga Negara,
‘Kita Hanya Sibuk Sepeti Pemadam Kebakaran’,https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
58505749 diakses pada 5 Oktober 2021

Fines Fatimah, n.d., Kejahatan terhadap Kehormatan (ppt), Disampaikan dalam Kelas TPKUHP

Moeljatno, KUHP : Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2018

Nur Fittriatus Shalihah, 2021, Ramai Soal Dugaan Pelecehan Seksual Pegawai Komisi
Penyiaran, Ini Tanggapan KPI
https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/03/065000065/ramai-soal-dugaan-pelecehan-
seksual-pegawai-komisi-penyiaran-ini-tanggapan?page=all, diakses pada 5 Oktober 2021

R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar – Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1994
Setiawan Nurdayasakti, n.d., Tindak Pidana dalam KUHP (ppt), Disampaikan dalam Kelas
TPKUHP

Anda mungkin juga menyukai