Anda di halaman 1dari 4

1.

Setting ventilator :
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu
menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR
diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit,
maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga
cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir
volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8
cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita
seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan
FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal
atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang
sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2. e. Limit
pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal
pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas
antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20
L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan
untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien
untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak
diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan
adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm
tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan
kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru

2. Mode operasional ventilator, yaitu: 

a. Mode Control.
 Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Inidiber
ikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkanapn
ea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien padafr
ekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya
pasien untuk mengawali inspirasi.Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansi
etas tinggi dan ketidaknyamanandan bila pasien berusaha nafas sendiri, bisa terjadi fig
hting (tabrakan antara udara inspirasidan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat da
n bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax.
contoh dari mode control :
Mode-mode Ventilasi Mekanik 1) Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi jumlah dan
volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns, 2006). Pada mode control,
ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada frekuensi dan
volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien
untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat
menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya
pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking agents
neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi untuk
pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan, trauma
medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa karena obat-
obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
2) Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT
yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo,
2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien
menjadi apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).
3) Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode yang
dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk
inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control mode) dan
mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah
berhenti bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua
pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang ditentukan-
pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi (karena menit
ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk dukungan ventilasi
jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi ketika
dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara klinis
banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari,
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007). 4)
Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien bernafas
spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori intermiten.
Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak seperti pada
mode assist control, berapapun pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator
(Hudak & Gallo, 2010).
5) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru. Mode
ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi. Akan tetapi, ada
ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang disebabkan oleh
pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
6) Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan PSV. PSV
bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk
mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV
digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari ventilasi
mekanik (Marino, 2007).
7) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi pada
pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan pertukaran
gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada
jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada
akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP meningkatkan
kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi alveolus yang kolaps,
mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru
(Morton & Fontaine, 2009).
8) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus respirasi
dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode pernafasan spontan
digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan
memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir
ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden,
Stacy, Lough, 2010).

b. Mode Alarm
 Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspada
kan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanyapem
utusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggime
nandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi
fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah dia
baikantidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap

DAFTAR PUSTAKA

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9bd02509924860fdf23626d0f09a6c6e.pdf
. Diakses 2 Oktober 2021 pukul 20.00 Wib

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: J.B.
Lippincott Company.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai