Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Stase Keperawatan Jiwa dalam Program
Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh:
IMAN BUDIMAN
NIM. 191FK09045

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BAHKTI KENCANA TASIKMALYA
2020
1

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya
proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)  Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.  Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
2

gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam


rentang hidup klien.
c.  Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)

D. Tahapan dan tingkatan halusinasi


1. Comporting → cemas sedang, halusinasi merupakan kesenangan
Karakteristik
Non psikotik, merasa cemas, kesepian, bersalah, takut sehingga mencoba berpikir hal-
hal menyenangkan, halusinasi masih dapat dikontrol
3

Observable patient behaviors


Tersenyum/tertawa sendiri, bicara tanpa bersuara, rapid eyes movement, bicara pelan,
diam dan preoccupied
2. Condemnine → cemas berat, halusinasi menjadi refulsif
Karakteristik
Nonspesifik, pengalaman sensori menjadi menakuitkan, klien merasa hilang kontrol
dan merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, menarik diri dari orang lain.
Observable patient behaviors
Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom, peningkatan denyut jantung, respirasi dan
tekanan darah.
3. Controlling → cemas berat, halusinasi tidak dapat ditolak
Karakteristik
Klien menyerah terhadap halusinasinya, halusinasi menjadi lebih mengancam
Observable patient behavior
Mengikuti perintah halusinasinya, sulit berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak dapat mengikuti perintah dari perawat.
4. Conquering → panik, klien dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika tidak mengikuti
perintahnya.
Observable patient behavior
Pelaku panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri/orang lain, aktivitas
menggambarkan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, gelisah, isolasi
sosial/katatonia.

E. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang
nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada disekitar klien tidak mendengar bunyi
atau suara yang didengar klien tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari
lingkungan
4

3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang  nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa makanan yang
tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
F. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
1. Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

2. Data objektif :
a.       Wajah tegang, merah
b.      Mondar-mandir
c.       Mata melotot rahang mengatup
d.      Tangan mengepal
e.       Keluar keringat banyak
f.       Mata merah

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
5

mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya
di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien
sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6

H. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


 

Gangguan persepsi sensori ; halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri


                                                                                 

I. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya
meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b.  Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
7

6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal,
menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri

J. Analisa data

No Data Subyekstif Data Obyektif

1. Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan ketawa sendiri.


8

atau mendengar sesuatu.


Klien tidak mampu
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
mengenal tempat, waktu,
orang. Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
sesuatu.

Gerakan mata yang cepat.

2. Klien mengatakan merasa Tidak tahan terhadap kontak yang lama.


kesepian.
Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak bicara.
dapat berhubungan sosial.
Tidak ada kontak mata.

Ekspresi wajah murung, sedih.

Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya


sendiri.

Kurang aktivitas.

Tidak komunikatif.

Klien mengungkapkan Wajah klien tampak tegang, merah.


3.
takut.
Mata merah dan melotot.
Klien mengungkapkan apa
yang dilihat dan didengar Rahang mengatup.
mengancam dan
membuatnya takut. Tangan mengepal.

Mondar mandir.

K.  Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah
1. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
2.  Isolasi sosial: Menarik Diri

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


9

L. Intervensi

Tujuan
Kriteria Evaluasi Intervensi

Pasien mampu : Setelah ....x pertemuan pasienSP 1


- dapat menyebutkan :  Bantu pasien mengenal
yang dialaminya  Isi, waktu, frekuensi, situasi halusinasinya (Isi, waktu, frekuensi,
- pencetus, perasaan situasi pencetus, perasaan)
halusinasinya  Mampu memperagakan cara Latih mengontrol halusinasinya
- dalam mengontrol dengan cara menghardik. Tahapan
pengobatan halusinasi tindakannya meliputi :
-
halusinasinya
-
-
 Pantau peberapan cara ini beri
penguatan perilaku pasien
 Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 2
pasien mampu : -
 Menyebutkan kegiatan -
yang sudah dilakukan halusinasi muncul
 Memperagakan cara -
bercakap-cakap dengan pasien
orang lain
10

Setelah ...x pertemuan, pasienSP 3


mampu : -
 Menyebutkan kegiatan yang SP 2)
sudah dilakukan -
Membuat jadwal kegiatan muncul. Tahapannya :
sehari-hari dan mampu  Jelaskan pentingnya aktivitas
memperagakannya yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
 Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
 Latih pasien melakukan aktivitas
 Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun pagi sampai
malam hari)
 Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhdap perilaku pasien yang
positif.

Setelah ...x pertemuan, pasienSP 4


mampu : -
 Menyebutkan kegiatan yang 3)
sudah dilakukan -
Menyebutkan manfaat dari-
program pengobatan pada gangguan jiwa
-
sesuai program
-
-
obat/berobat
-
-
-
11

Keluarga mampu : Setelah...x pertemuan keluargaSP 1


- mampu menjelaskan tentang -
rumah dan menjadi halusinasi merawat pasien
sistem pendukung -
yang efektif untuk  Pengertian hakusinas
pasien.  Jenis halusinasi dalam pasien
 Tanda dan gejala’
 Cara merawat pasien (cara
komunikasi, pemberian obat, dan
pembetrian aktivitas kepada
pasien)
 Sumber sumber pelayanan
kesehatan yang bisa di jangkau
 Bermain peran cara merawat
-
jadwal keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah ...x pertemuan, SP 2
keluarga mampu : -
 Menyelesaikan kegiatan -
yang sudah dilakukan -
 Memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
keluarga mampu : -
 Menyebutkan kegiatan -
yang sudah dilakukan -
 Memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien serta -
mampu membuat RTL
Setelah ...x pertemuan SP 4
keluarga mampu : -
 Menyebutkan kegiatan -
yang sudah dilakukan -
 Melaksanakan follow up 
rujukan 
Daftar Pustaka

Ade  Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi 
Pelaksanaan Tindakan  Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University


Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa  (Terjemahan).Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai