DOSEN PENGAMPU:
Nurlailah Umar, S.Kep, Ns, M.Kes
OLEH KELOMPOK 5:
Windi Safitri
Dini Awalia
Hardiani
Siti Rahmadianti
Jesica Entjaurau
Dwi Saputri B. Bullah
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya, shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada nabi besar kita
nabi Muhammad SAW.
Penyusun mengharapkan penulisan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta informasi bagi pembaca mengenai judul tersebut.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada orang tua, dosen
pembimbing, teman-teman, unit perpustakaan kampus, serta seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa di dalam
penyusunan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kritik serta saran yang
bersifat membangun sangat harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya dapat
lebih baik.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II (TINJAUAN TEORITIS)
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Penatalaksaan
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan Penunjang
BAB III (ASUHAN KEPERAWATAN)
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Evaluasi
BAB IV (KASUS)
DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian
cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya
metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat
(tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan
lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan. (IDAI, 2018).
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang
demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2018).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki (Judha & Rahil, 2017).
B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak
spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi (Lumbantobing, 2019). Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut,
bronkitis(Judha & Rahil, 2017). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang
demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2020).
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Sumber: https://www.google.com/search?
q=PATOFISIOLOGI+KEJANG+DEMAM&safe=strict&client=o
pera&hs=4zZ&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiq0q6hocDfAhULuo8KHe7JDBQ
Q_AUIDigB&biw=1326&bih=627#imgrc=wmDIFkut1kaWnM:
E. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2020), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2019)
a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.
H. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis. Pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2020)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada
kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama
adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin,
pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika
dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur
cairan selebrospinal. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes
simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2020)
b. Fungsi lumbal
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation
dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan EGG tidak selalu
berhubungan dengan beratnya klinis. Gambaran EEG yang normal atau memperhatikan
kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat anti
epilepsy dihentikan. (Antonius, 2020)
d. Pencitraan neurologis
Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan
adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal
dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien
kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan
pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal
dan riwayat keganasan. (Antonius, 2020)
Magnestic resonance imaging (MRI) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang
tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak. MRI dipertimbangkan
pada anak dengan kejang yang sulit diatasi, epilepsy lobus temporalis, perkembangan
terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2020)
a. Darah
a) Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b) BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit: Kalium, natrium. Ketidakseimbngan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebo spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang
c. X Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,
cerebral oedema, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Paula Krisanty (2019 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering
menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan
dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau
output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls
menjadi demam. Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf
jaringan otak secara berlebihan, sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan b.d kondisi demam
3. Hipertermia b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke
otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan b.d kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang
3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk,
berdiri NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang
tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
D. EVALUASI
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam
meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal,
anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal,
kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “
dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi
rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat
terjadi di seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap
satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada
tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
BAB IV
KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : An. R
Tempat, tanggal lahir : Sukabumi, 13 Agustus
2011 Umur : 2 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Diagnasa medis : Kejang Demam
No. RM 429607
Tanggal masuk : 16 Juni 2014 pukul 15.06 Wib
Tanggal di kaji : 17 Juni 2014
2. Keluhan Utama
Ibu klien mengeluhkan anaknya panas tinggi (39C)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan anaknya panas tinggi, suhu badan pada saat
pertama dirawat 39C, panas turun pada saat pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam. Sebelum dibawa kerumah sakit 3 jam
sebelumnya ibu telah memberikan sirup paracetamol yang ia beli di
apotik terdekat di rumahnya, dan memberikan kompres hangat pada
dahi anaknya. Pada saat panas tinggi diserti dengan kejang-kejang
dengan waktu kurang lebih 5 menit.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum : -klien tampak lemah dan wajah pucat
-Mukosa bibir kering
-Akral teraba hangat
Kesadaran : Compos Metris
7. Pemeriksaan penunjang
Tanggal/hari Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Senin, 16/6/2014 HB 12,2 Gr% L : 13 - 16
Leukosit 13.200 mm3 4.000 - 11.000
Trombosit 324.000 mm3 150.000 -
Hemaktrokit 36% 400.000
40 - 45
8. Pengobatan / therapy
WIDA 2A 16 tpm
Paracetamol 3 x 1 via oral
Diazepam 2,7 mg via IV digunakan bila anak kejang
Cefotaxime 2 x 66 mg via IV
C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Ibu klien Proses infeksi Hipertermi
mengatakan anaknya
panas tinggi Merangsang
DO : Teraba panas, suhu hipotalamus
39c,wajah tampak pucat
,akral teraba hangat. Penagturan suhu tubuh
terganggu
Penaikan suhu tubuh
E. Intervensi / Perencanaan
Tgl No. PERENCANAAN Ttd
DX Tujuan Intervensi Rasional
20/1 1. Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui
2/18 tindakan 2. Berikan kompres suhu tubuh
keperawatan selama hangat klien
3x24 jam masalah 3. Ajarkan kompres 2. Kompres
panas klien yang benar pada hangat dapat
turun,Kriteria hasil : keluarga menyebabkan
- Suhu tubuh 4. Anjurkan kepada fase dilatasi
dalam batas keluarga untuk sehingga dapat
normal 36,5- klien perpakaian menurunkan
37c yang mudah suhu tubuh
- TTV normal menyerap keringat 3. Keluaarga
5. Anjurkan anak agar dapat mandiri
tidak memakai dalam
selimut melakukan
6. Kolaborasi dengan kompres
dokter pemberian sehingga
antipiretik dan pencegahan
cairan Infus awal terjadinya
kejang demam
4. Memberikan
rasa nyaman
dan tidak
merangsang
terjadinya
peningkatan
suhu tubuh
5. Antipiretik dan
pemberian
cairan Iv dapat
menurunkan
panas tubuh.
20/1 2. Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat 1. Mengetahui
2/18 tindakan resiko cidera klien gejala awal
keperawatan selama 2. Kontrol terjadinya
3x24jam masalah lingkungan dari resiko cidera
resiko cedera pada kebisingan 2. Memenuhi
klien tidak terjadi . 3. Pasang side rail kebutuhan yang
Kriteria hasil : tempat tidur tidak bisa
- Klien tidak 4. Anganjurkan dilakukan
cidera dalam keluarga untuk secara mandiri
melakukan menemani pasien 3. Meminimalkan
aktifitas 5. Berikan penjelasan resiko cidera
- GCS pada keluarga dan
E4V5M6 pengunjung adanya
- Klien sudah perubahan status
bisa kesehatan dan
melakukan penyebab penyakit.
aktifitas
sesuai
pertumbuhan
dan
perkembanga
nnya