Anda di halaman 1dari 42

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

PADA KASUS KEJANG DEMAM ANAK

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN MASYARAKAT PANTAI

DOSEN PENGAMPU:
Nurlailah Umar, S.Kep, Ns, M.Kes

OLEH KELOMPOK 5:
Windi Safitri
Dini Awalia
Hardiani
Siti Rahmadianti
Jesica Entjaurau
Dwi Saputri B. Bullah

PRODI D4 JURUSAN KEPERAWATAN TINGKAT IVA


POLTEKKES KEMENKES PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya, shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada nabi besar kita
nabi Muhammad SAW.
Penyusun mengharapkan penulisan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta informasi bagi pembaca mengenai judul tersebut.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada orang tua, dosen
pembimbing, teman-teman, unit perpustakaan kampus, serta seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa di dalam
penyusunan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kritik serta saran yang
bersifat membangun sangat harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya dapat
lebih baik.

Palu, 20 Oktober 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II (TINJAUAN TEORITIS)
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Penatalaksaan
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan Penunjang
BAB III (ASUHAN KEPERAWATAN)
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Evaluasi
BAB IV (KASUS)
DAFTARPUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam (febrile convulsion, feris seizure), ialah perubahan aktivitas


motorik dan / behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat
dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu
tubuh. Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari
otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kepala, hipokia, keracunan atau
aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa dengan
seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri, atau penyakit
serius lainnya. (Widagdo, 2018)
Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi
kejang yang terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis, biasanya
selama 2-3 hari, dan antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu
tubuh.pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegahan di anggap kontroveri
karena kurang efektif dan pengaruh efek samping yang tak dikehendaki. Jika
deam (38,5 0c atau lebih ) untuk mencegah terjadinya kejang dapat diberi
antipiretik. Prognosis untuk fungsi neurologic adalah sangat baik. (Widagdo,
2018)

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan


pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan
kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan
aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual. (Medula, 2017)

Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian
cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi
terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya
metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Lepaskan pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah
dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau
pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat
(tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan
lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit
melalui proses penguapan. (IDAI, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang
demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2018).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki (Judha & Rahil, 2017).
B. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak
spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi (Lumbantobing, 2019). Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut,
bronkitis(Judha & Rahil, 2017). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang
demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2020).

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan


penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan
pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah
menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi
saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering (Jessica, 2018).

C. Klasifikasi

Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang


demam sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %), dan kejang
sistomik ( 5 %). Kejang demam sederhana (simple febris convulsion) biasanya
terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh
yang cepat mencapai ≥390C kejang bersifat umum dan tonik klinik ,umunya
berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang sampai 15 menit ,pada akhir
demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak
tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat
normal dan demam ukan disebabkan oleh menigititis, ensefalitis atau penyakit
lain dari otak. (Widagdo, 2018)
Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion) dengan
sifat berupa lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi dalam 24
jam atau terdapat kejang fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan
(pos-tistal period) umur pasien, status neurogik dan sifat demam adalah sama
degan pada kejang demam sederhana Kejang demam sistomatik atau
symptomatic febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah
sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami
kelainan neurologi atau penyakit akut. (Widagdo, 2018)

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan


konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2017).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke
seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan
suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di
bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang
lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak
mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan
jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2019).
A. PATHWAY

Sumber: https://www.google.com/search?
q=PATOFISIOLOGI+KEJANG+DEMAM&safe=strict&client=o
pera&hs=4zZ&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiq0q6hocDfAhULuo8KHe7JDBQ
Q_AUIDigB&biw=1326&bih=627#imgrc=wmDIFkut1kaWnM:
E. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2020), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :

a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.


b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.

c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,


cahaya (penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone
juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang
demam. Ada 7 kriteria antara lain:

1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.


2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. (Judha & Rahil,
2017)
F. Penatalaksanaan
1. Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir
dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental
lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila
sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Menurut, Judha & Rahil (2017), menyatakan bahwa dalam penanggulangan
kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan
kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang,
maka :

a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang


b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
c. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari
pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya.

d. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan
otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati
penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium,
natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.

Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2020), menyatakan bahwa


penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:

1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara


perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10
kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-
rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan
maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan
maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian
tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama
diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan
injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila
masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi
diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak
membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake
dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang
beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat
memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan
peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu
dihindari.

5. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode


konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak
seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan
dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6 mg/kg BB/hari
(terbagi dalam 3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala
hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan
craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15°
(posisi tubuh pada garis lurus)
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan
dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun,
75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian
intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan
dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian)
hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.

8. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang


adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran
pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto
rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok
diberikan pada pasien anak dengan kejang demam.
9. Terapi obat-obatan
Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara
intensif untuk penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama
untuk kasus anak dengan kejang ialah secara simultan mengatasi kejang
(simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer
(kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan
gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Tetapi yang
lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan indikasi. (Widagdo,
2018)
Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang
dalam keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan
kesehatan, ialah.
1. Memposisikan anak secara lateral decubitus
2. Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran
nafas tetap terbuka
3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang sedang
mengalami kejang
4. Menjaga agar lidah tidak tergigit
5. Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat
untuk penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2018)
Menurut (Widagdo, 2018) Obat-obat anti konvulsi yang dapat
diberikan atas indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis termasuk penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah:
a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal
untuk status epileptikus.
• Clonazepam
• Nitrazepam
• Clobazam
• Carbamazepine
• Ethosuximide
• Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonik-klonik
primer atau sekunder, kejang parsial, dan status epileptikus.
• Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial kompleks
sebagai obat tambahan.
• Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada terapi
kejang kompleks refrakter dengan atau tanpa generalisasi.
• Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai antikolvulsan
dengan spectrum luas, termasuk kejang umum tonik-klonik, kejang
absans, dan kejang mioklonik.
• Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis
tuberosa, dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus kejang
yang kurang respons terhadap pemberian antikolvunsan lain.
• Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan dengan
carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada terapi kejang
parsial, tidak untuk absans.
• Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum diketahui,
diberikan untuk tambahan pengobatan pada kejang parsial dan kejang
mioklonik.
• ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan sama
efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang kriptogenetik
dan simtomatik
Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah
karbohidrat, dan pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan protein.
Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak respons
terhadap pengobatan, pada kasus dengan kejang yang persisten atau
dengan kejang yang frekuen dan tidak berhasil diatasi dengan
sedikitnya 3 macam obat antikolvunsan, adalah merupakan kasus yang
perlu dipertimbangan mendapat terapi pembedahan. (Widagdo, 2018)
Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara
intermiten dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan
listrik secara intermiten dapat dilakukan dengan menanam pacemaker
sebagai stimulator dibawah kulit pada bagian atas dada kiri yang diikat
pada kabel yang ditempatkan dileher. (Widagdo, 2018)
Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada
kasus kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan
untuk mengatasi gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak
rewel dan tidak tenang. (Widagdo, 2018)
a. Acetaminophen
b. Ibuprofen
Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi
infeksi sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang
dipergunakan adalah sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara lain
yaitu:
1. Ampicillin
2. Oxacillin
3. Cefotaxim
4. Ceftriaxone
Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada
kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada
kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit
primernya seperti pada defisiensi ACTH atau defisiensi hormone
adrenal. (Widagdo, 2018)
Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan memperbaiki dan
mempertahankan keadaan umum pasien seoptimal mungkin termasuk
memberikan kecukupan akan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit,
inhalasi oksigen, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam perawatan
secara regular maupun intensif. (Widagdo, 2018)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2019)
a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat.
b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.

H. Pemeriksaan penunjang

Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis. Pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2020)

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada
kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama
adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin,
pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika
dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur
cairan selebrospinal. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes
simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2020)

b. Fungsi lumbal

Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai penurunan


kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama, gejala
infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau pada kaus yang tidak didapatkan factor
pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah
fungsi lumbal yang pertama yang memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila
didapatkan kelainan neurlogis fokal dan peningkatan tekanan intracranial, dilanjutkan
melakukan pemeriksaan ct-scan kepala terlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi,
(Antonius, 2020)

The American Academy of pediatrics merekomendasikan bahwa pemeriksaan fungsi


lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama disertaia demam pada anak usis
dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada.
Pada anak usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan fungsi lumbal, sedangkan pada usia
lebih dari 18 bulan fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi
intracranial (meningitis), (Antonius, 2020)

c. Elektroensefalografi

Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform.


Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral EEG. Beberapa anak
tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform,
sedangkan anak lain degan epilepsy berat mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang
normal. Sensitivitas EGG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang
menunjukkan kelainan EGG yang khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan
manifestasi klinis kejang, daapat berupa gelombang paku tajam dengan gelombang
lambat. Kelainan dapat bersifat umum, multifocal, atau fokal pada daerah temporal
maupun frontal. (Antonius, 2020)

Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation
dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan EGG tidak selalu
berhubungan dengan beratnya klinis. Gambaran EEG yang normal atau memperhatikan
kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat anti
epilepsy dihentikan. (Antonius, 2020)

d. Pencitraan neurologis

Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan
adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal
dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien
kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan
pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal
dan riwayat keganasan. (Antonius, 2020)
Magnestic resonance imaging (MRI) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang
tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak. MRI dipertimbangkan
pada anak dengan kejang yang sulit diatasi, epilepsy lobus temporalis, perkembangan
terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan.
(Antonius, 2020)

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,


pemeriksaannya meliputi:

a. Darah
a) Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
b) BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit: Kalium, natrium. Ketidakseimbngan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
d) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
e) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebo spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang
c. X Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,
cerebral oedema, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Paula Krisanty (2019 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering
menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan
dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau
output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls
menjadi demam. Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf
jaringan otak secara berlebihan, sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung


lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya
asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan


hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena
itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :
a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit
teraba hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan
berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat
dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat
penurun panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur
darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan b.d kondisi demam
3. Hipertermia b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke
otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan b.d kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Turgor kulit membaik
b. Membran mukosa lembab
c. Fontanel rata
d. Nadi normal sesuai usia
e. Intake dan output seimbang
3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk,
berdiri NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang
tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat

D. EVALUASI
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam
meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal,
anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal,
kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “
dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi
rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat
terjadi di seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap
satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada
tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
BAB IV
KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien

Nama : An. R
Tempat, tanggal lahir : Sukabumi, 13 Agustus
2011 Umur : 2 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Diagnasa medis : Kejang Demam
No. RM 429607
Tanggal masuk : 16 Juni 2014 pukul 15.06 Wib
Tanggal di kaji : 17 Juni 2014

Identitas orangtua/penanggung jawab


Nama : Ny.
T
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Bantar muncang RT 05 RW 06
Sekarwangi, Cibadak
B. Primemary survey
 Airway :
 Look : Tidak adanya sumbatan jalan nafas ,hidung dan
mulut tampak bersih
 Listen : Tidak ada suara tambahan
 Feel : Adanya hembusan nafas, Respirasi rate 32x/menit
 Breathing :
 Look : Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
 Listen : Suara nafas vesikuler
 Feel : Adanya hembusan nafas, Respirasi rate 32x/menit
 Circulation :
 Adanya peningkatan suhu tubuh
 Nadi 110x/menit
 Disability :
 Kesadaran : Compos Metris
 GCS : E4M5V5
 Exposure :
 Kepala
Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih, distribusi rambut
merata, warna hitam, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
benjolan, ubun-ubun tampak cekung.
 Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva an anemis, sclera putih,
distribusi bulu mata dan alis mata merata, pupil mengecil pada
saat diberi cahaya, kelopak mata tidak cekung.
 Hidung
Bentuk hidung simetris, tampak bersih, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada peradangan.
 Mulut dan tenggorokan
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, lidah bersih tidak
kotor.
 Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri,
gerakan bebas.
 Telinga
Bentuk simetris kiri dan kanan, dapat mendengar saat perawat
atau keluarga memanggil, tes wiber dan rinne (+), tidak ada
nyeri tekan, telinga bersih.
 Dada/thorak
Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, pola nafas teratur,
pergerakan dada simetris kiri dan kanan, S1 dan S2 tidak
ada suara tambahan.
 Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada kembung, tidak terdapat
nyeri tekan, kebersihan kulit terjaga, turgor kulit < 2 detik,
bising usus 12x/menit.
 Genitourania
Berjenis kelamin laki-laki, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri.
 Ekstremitas atas dan bawah
Bentuk simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, CRT < 2
detik, terdapat refleks plantar, kekuatan otot ektremitas atas
5/5, ekstremitas nawah 5/5,akral teraba hangat.

2. Keluhan Utama
Ibu klien mengeluhkan anaknya panas tinggi (39C)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan anaknya panas tinggi, suhu badan pada saat
pertama dirawat 39C, panas turun pada saat pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam. Sebelum dibawa kerumah sakit 3 jam
sebelumnya ibu telah memberikan sirup paracetamol yang ia beli di
apotik terdekat di rumahnya, dan memberikan kompres hangat pada
dahi anaknya. Pada saat panas tinggi diserti dengan kejang-kejang
dengan waktu kurang lebih 5 menit.

b. Riwayat penyakit dahulu


Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya belum pernah memiliki
riwayat penyakit yang sama dan belum pernah dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada saat dilakukan pengkajian ibu klien mengatakan didalam
keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan klien,
baik penyakit bawaan ataupun turunan.
d. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Purtumbuhan dan perkembangan klien sesuia dengan umurnya.
e. Riwayat imunisasi
Pada saat lahir klien imunisasi HB1 kali, DPT 2 kali pada usia 2, 3, 4
bulan, HB 2 dan 3 pada usia 2,3 bulan, BCG 1 kali pada usia 1 bulan,
polio 4 kali pada usia 1, 2, 3, dan 4 bulan, dancampak pada usia 9 bulan
4. Pola kebiasaan sehari-hari
No. Kebiasaan sehari-hari Sebelum sakit Saat sakit
1. Pola Nutrisi :
a. Frekuensi 3x sehari 3x sehari
b. Jenis Nasi, lauk pauk Bubur, lauk pauk,
c. Porsi 1 porsi habis buah
d. Keluhan Tidak ada keluhan 1 porsi habis
Tidak ada keluhan
2. Pola Eleminasi :
Eleminasi Urin
a. Frekuensi Tidak tentu Tidak tentu
b. Jumlah Tidak tentu Tidak tentu
c. Bau Khas urine (pesing) Khas urine (pesing)
d. Warna Kuning jernih Kuning
Eleminasi Alvi
a. Frekuensi 2x sehari 2x sehari
b. Jumlah Padat, berampas Lembek, berampas
c. Bau Khas feses Khas feses
d. Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
3. Pola istirahat tidur :
a. Jumlah jam tidur 2 jam Tidak tentu
siang 6-8 jam 5-6 jam
b. Jumlah jam tidur Di bimbing untuk Di bimbing untuk
malam berdoa berdoa
c. Pengantar tidur Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
d. Keluhan
4. Pola personal hygiene
: 2x sehari Di lap air hangat
a. Mandi 2x sehari Tidak tentu
b. Mengganti Belum diajarkan Delum di ajarkan
pakaian Ketergantungan Ketergantungan
c. Toileting penuh penuh
d. Tingkat
ketergantungan

5. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum : -klien tampak lemah dan wajah pucat
-Mukosa bibir kering
-Akral teraba hangat
Kesadaran : Compos Metris

Tanda-tanda vital : Suhu 39c


Nadi 110x/menit
Respirasi rate 32x/menit
Tekanan darah : Tidak terkaji
b. Antropometi
Berat badan sebelum sakit 14 kg, saat sakit 15
kg Tinggi badan : 94 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Lingkar dada : 46 cm
LILA : 14 cm
c. Kepala
Bentuk kepala bulat, kulit kepala bersih, distribusi rambut merata,
warna hitam, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan, ubun-ubun
tampak cekung.
d. Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva an anemis, sclera putih, distribusi
bulu mata dan alis mata merata, pupil mengecil pada saat diberi cahaya,
kelopak mata tidak cekung.
e. Hidung
Bentuk hidung simetris, tampak bersih,tidak ada nyeri tekan, tidak ada
peradangan.
f. Mulut dan tenggorokan
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, lidah bersih tidak kotor.
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat nyeri, gerakan
bebas.
h. Telinga
Bentuk simetris kiri dan kanan, dapat mendengar saat perawat atau
keluarga memanggil, tes wiber dan rinne (+), tidak ada nyeri tekan,
telinga bersih.
i. Dada/thorak
Bentuk dada simetris, suara nafas vesikuler, pola nafas teratur,
pergerakan dada simetris kiri dan kanan, S1 dan S2 tidak ada
suara tambahan.
j. Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada kembung, tidak terdapat nyeri
tekan, kebersihan kulit terjaga, turgor kulit <2 detik, bising usus
12x/menit.
k. Genitourania
Berjenis kelamin laki-laki, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri.
l. Ekstremitas atas dan bawah
Bentuk simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, CRT < 2 detik,
terdapat refleks plantar, kekuatan otot ektremitas atas 5/5, ekstremitas
nawah 5/5, akral teraba hangat.

6. Data psikologi anak


Klien dapat memberikan respon tersenyum atau menangis kepada perawat
atau keluarganya.

7. Pemeriksaan penunjang
Tanggal/hari Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Senin, 16/6/2014 HB 12,2 Gr% L : 13 - 16
Leukosit 13.200 mm3 4.000 - 11.000
Trombosit 324.000 mm3 150.000 -
Hemaktrokit 36% 400.000
40 - 45

8. Pengobatan / therapy
WIDA 2A 16 tpm
Paracetamol 3 x 1 via oral
Diazepam 2,7 mg via IV digunakan bila anak kejang
Cefotaxime 2 x 66 mg via IV
C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Ibu klien Proses infeksi Hipertermi
mengatakan anaknya 
panas tinggi Merangsang
DO : Teraba panas, suhu hipotalamus
39c,wajah tampak pucat 
,akral teraba hangat. Penagturan suhu tubuh
terganggu

Penaikan suhu tubuh

2. DS : Ibu klien Kejang Resiko cidera


mengatakan anaknya  berulang
demam dan disertai Kerja otot tidak
dengan kejang-kejang. terkendali
DO : Kejang berlangsung 
lamanya kurang lebih 5 Dapat terjadi trauma
menit 
Resiko cidera
berulang
3. DS : Ibu klien Hipertemi Kurangnya
mengatakan kurang  pengetahuan dan
paham dengan penyakit Kurang pemajanan kecemasan
anaknya informasi orangtua terhadap
DO : Keluarga sering  penyakit.
bertanya tentang Kurang pengetahuan
pengobatan dan tentang penyakit
perawatan penyakit 
anaknya Kecemasan orangtua
D. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi
2. Resiko ceidera berulang berhubungan dengan kejang
3. Kecemasan orangtua berhubungan dengan pengetahuan terhapat penyakit

E. Intervensi / Perencanaan
Tgl No. PERENCANAAN Ttd
DX Tujuan Intervensi Rasional
20/1 1. Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui
2/18 tindakan 2. Berikan kompres suhu tubuh
keperawatan selama hangat klien
3x24 jam masalah 3. Ajarkan kompres 2. Kompres
panas klien yang benar pada hangat dapat
turun,Kriteria hasil : keluarga menyebabkan
- Suhu tubuh 4. Anjurkan kepada fase dilatasi
dalam batas keluarga untuk sehingga dapat
normal 36,5- klien perpakaian menurunkan
37c yang mudah suhu tubuh
- TTV normal menyerap keringat 3. Keluaarga
5. Anjurkan anak agar dapat mandiri
tidak memakai dalam
selimut melakukan
6. Kolaborasi dengan kompres
dokter pemberian sehingga
antipiretik dan pencegahan
cairan Infus awal terjadinya
kejang demam
4. Memberikan
rasa nyaman
dan tidak
merangsang
terjadinya
peningkatan
suhu tubuh
5. Antipiretik dan
pemberian
cairan Iv dapat
menurunkan
panas tubuh.
20/1 2. Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat 1. Mengetahui
2/18 tindakan resiko cidera klien gejala awal
keperawatan selama 2. Kontrol terjadinya
3x24jam masalah lingkungan dari resiko cidera
resiko cedera pada kebisingan 2. Memenuhi
klien tidak terjadi . 3. Pasang side rail kebutuhan yang
Kriteria hasil : tempat tidur tidak bisa
- Klien tidak 4. Anganjurkan dilakukan
cidera dalam keluarga untuk secara mandiri
melakukan menemani pasien 3. Meminimalkan
aktifitas 5. Berikan penjelasan resiko cidera
- GCS pada keluarga dan
E4V5M6 pengunjung adanya
- Klien sudah perubahan status
bisa kesehatan dan
melakukan penyebab penyakit.
aktifitas
sesuai
pertumbuhan
dan
perkembanga
nnya

20/1 3. Setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan 1. Mengetahui


2/18 tindakan orangtua tentang kebutuhan
keperawatan selama penyakit anaknya keluarga akan
3x24jam 2. Beri dukunga pada pengetahuan
pengetahuan keluarga bahwa sehingga dapat
keluarga bertambah anaknya akan mengurangi
Kriteria hasil : sembuh jika kecemasan
Kecemasan orangtua disiplin dalam 2. Memberikan
berkurang melakukan harapan,
Keluarga dapat perawatan menurunkan
paham tentang 3. Beri kesempatan kecemasan,
penyakit anaknya pada keluarga mentaati
untuk anjuran
mengungkapkan pengobatan
perasaannya 3. Mengurangi
4. Beri pendidikan beban psikologi
kesehatan tenatng dan
perawatan yang menyalurkan
diberikan aspek emosional
secara efektif
dan cepat
4. Dapat
meningkatkan
pengetahuan
orangtua
sehingga
mengurangi
kecemasan
F. Implementasi dan Evaluasi
DX. Tgl/jam Implementasi Evaluasi Ttd/nama
1. 20/12/18 1. mengobservasi TTV S : ibu klien
10.30 mencakup suhu, nadi, mengatakan suhu
respirasi rate, dan tubuh anaknya panas
tekanan darah O : klien tampak
11.30 2. memberikan rewel
kompres hangat Suhu 39c, RR
11.40 3. mengajararkan 32x/menit, N
kompres hangat yang 110x/menit, TD
ebnar pada keluarga 110/80 mmHg
12.15 4. memberi tahu agar IV terpasang dikaki
klien tidak dipakaikan sebelah kanan WIDA
selimut dan pakaian 2A 16 tpm
yang tebal A : masalah belum
5. berkolaborasi dalam teratasi
pemberian antipiretik P : intervensi
dan pemberian cairan dilanjutkan
IV
2. 10. 40 1. Mengobservasi S : ibu klien
tingkat resiko cidera mengatakan anaknya
klien masih rewel
11.10 2. Mengontrol O : kesadaran klien
lingkungan dari compos metris, GCS
kebisingan E4M5V5, klien dapat
11.30 3. Memasang side rail menjawab pertanyaan
tempat tidur yang ditanyakan oleh
perawat dan
keluarganya
11.40 4. Menganjurkan A : masalah belum
keluarga untuk teratasi
menemani pasien P : intervensi di
12.00 5. Memberikan lanjutkan
penjelasan pada
keluarga dan
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
3. 09.00 1.mengkaji S : ibu klien
pengetahuan orangtua mengatakan kurang
09.25 tentang penyakit paham tentang
anaknya penyakit anaknya
2. memberi dukungan O : keluarga sering
kepada keluarga bahwa menanyakan tentang
anaknya akan sembuh pengobatan dan
jika disiplin dalam perawatan penyakit
mengikuti perawatan anaknya
A : masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Widagdo. 2018. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Jakarta


:Sagung Seto.
Antonius. Dkk. 2020. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat, Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta.
Krisanty P. Dkk (2018). Asuhan Keperawatan Gawat darurat. Jakarta :Trans info
Media
Arif Mansjoer. dkk (2019). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius
Sodikin. 2019. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka
belajar.
Hotimah. 2017. Angka Kejadian Kejang Demam di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang, periode Januari-Desember 2008. Diakses 15 Desember 2015
Behrman. RE & RM. Kliegman 2020. Nelson Esensi Pediatri edisi 4. Jakarta:
EGC
Riandita. A 2018. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Demamdengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Medika Muda.
http://eprints.undip.ac.id/37333/. diakeses pada tanggal 20 Desember 2020

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai