Anda di halaman 1dari 2

Enggal, Raka!

Pagi itu adalah hari yang sangat melelahkan bagi Raka. Bagaimana tidak, disaat
kebanyakan orang menikmati libur bersama keluarga, ia justru harus menyerap cemas kota
Jakarta di hari Minggu. Memang, hampir sebulan ini, penghasilan Raka dari berjualan koran
sangat lesu. Oleh sebab itu, maklum jika Raka seringkali pulang lebih malam.

Begitu Raka terbangun, dilihatnya matahari begitu terang daripada biasanya, “Aduh,
bisa-bisa terlambat nih,” bisiknya dalam hati. Cepat-cepat disambarnya handuk lalu ia mandi.
Sejurus kemudian, Raka sudah berhias dengan berbaju seragam di depan cermin, “biarpun
seragamku lusuh, tapi tidak dengan tekadku!” jemarinya mengepal dengan kuat sekali, seperti
menahan hujan di bulan November, yang di deras rintiknya menitik rindu tak berjeda untuk
sang Ibu dan Bapak. “Ra-ra-rakaaa, enggal cep, sudah siang.” Kata Nenek, lalu menepuk
bahunya. Dengan sigap Raka mengencangkan tali sepatunya, dan berpamitan.

Sesampainya, ia segera menempati tempat kosong dan duduk di sana. Raka


menyiapkan buku catatan dan yang lainnya di atas meja. Beberapa kawannya yang lain juga
mulai terlihat. Mereka saling bertukar sapa dengan berbincang sejenak, salah satu kawannya
mengumpat, ia merasa janggal karena Raka yang tak terlihat saat upacara, tiba-tiba sudah
berada di kelas lebih awal daripada yang lain.

Sembari duduk dan memandang ke arah jendela, ia mulai menerka-nerka apa yang
akan dipelajarinya kali ini. Sesekali jemarinya mengetuk meja, sekadar membunuh waktu. Ia
berharap semoga kelas kali ini akan berlangsung cepat, agar ia dapat segera berjualan koran
seperti siang hari biasanya. Setelah beberapa saat, dari arah jendela tampak pak Sujiwo.
Raka, dan kawan-kawan bersiap memberi salam, lalu sambil tersenyum dan sopan, “Selamat
pagi, pak!” seru mereka, pertanda kelas akan segera dimulai.

Pak Sujiwo melangkahkan kaki memasuki pintu kelas, “Selamat pagi kembali anak-
anak, bertemu lagi dengan saya” jawabnya, sambil membalas senyum cerah kepada para
murid yang hadir dan meletakkan bukunya di atas meja. “Apa hari ini benar-benar hadir
semua?” tanya pak Sujiwo, memulai absensi sebelum sesi pembelajaran bahasa Indonesia.

Materi kali ini sepertinya menarik, meskipun akan memerlukan penjelasan yang
cukup panjang dan Raka sedikit tak yakin dengan pelajaran kali ini, yakni tentang hikayat
atau cerita rakyat berbahasa Melayu dan kisahnya yang penuh keajaiban itu. Akan tetapi, hal
tersebut justru malah dibuatnya sebagai bahan bakar jiwa; semangat dan motivasi, alhasil
tumbuhlah rasa penasaran dan keingintahuannya yang luar biasa saat itu. Raka kembali
mempersiapkan alat tulis, tampak lebih siap untuk mencatat materi pelajaran yang
disampaikan Pak Sujiwo.

Raka mengangguk, ketika Pak Sujiwo menjelaskan tentang materinya. Tangannya


aktif menulis, senantiasa mencatat tiap-tiap informasi yang menurutnya penting dan patut.
Tak terasa, kelas belajar bersama Pak Sujiwo hari ini akan segera selesai. Di akhir penjelasan
materinya, Pak Sujiwo membagikan makanan ringan sebagai bentuk penghargaan kepada
siswanya yang bersungguh-sungguh dan aktif ketika proses pembelajaran. Tentu saja, Raka
menerimannya dengan penuh suka cita. Ia kemudian menaruhnya di dalam ransel miliknya.

Sebelum membubarkan kelas, Pak Sujiwo memberikan sebuah tugas untuk para
muridnya yang hadir. Raka tampak bersemangat, seolah ingin segera mengerjakan tugas itu
dan menyetorkannya kembali sebagai yang siswa pertama dan paling baik.

Selepas berbagai kegiatan-kegiatan di sekolah hari itu, “tring, tring, triiiing!” bel
sekolah telah berbunyi, semua siswa bergegas untuk pulang, namun tidak bagi Raka, ia harus
kembali menyemai rejeki dengan berjualan di antara persimpangan jalan dan lampu lalu
lintas. Di tangannya, ia menyandang setumpuk kertas, koran dan majalah-majalah kumal.

Anda mungkin juga menyukai