1. Pengertian
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai
akibat perputaran pada tindakan pencegahan (M. Clevo Rendi, Margareth, 2012).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Gabriella
Geby, 2019).
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang
menimbulkan peubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik,
fungsi tingkah laku dan emosional (Wahyu Widagdo, 2007).
2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera kepala
adalah sebagai berikut:
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan
kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematoma serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau
hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi).
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk: cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada
otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau
kedua-duanya.
Menurut NANDA (2013) mekanisme cidera kepala meliputi Cedera Akselerasi, Deselersi,
Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan Cedera Rotasional.
a. Cedera Akselerasi
Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak, missal, alat
pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala.
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti pada kasus jatuh atau
tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan fisik.
e. Cedera Rotasional
3. Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak. Ini
bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat mempengeruhi luasnya
cedera kepala pada kepala yaitu:
Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua yang didasarkanpada asumsi bahwa
kerusakan otak pada awalnya disebabkan olehkekuatan fisik yang lalu diikuti proses patologis
yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat permanen. Dari tahapan itu, cedera kepala
menjadi dua :
1) Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat langsung dari efek
mekanik dari luar pada otak yang menimbulkankontusio dan laserasi parenkim otak dan
kerusakan akson padasubstantia alba hemisper otak hingga batang otak.
2) Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses metabolisme
dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan kompartement cairan
serebrosspinal (CSS) yang dimulai segera setelah trauma tetapi tidak tampak secara
klinis segera setelah trauma. Cedera otak sekunder ini disebabkan oleh banyak faktor
antara lain kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darahotak, gangguan
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, gangguan hormonal, pengeluaran
neurotransmitter dan reactive oxygen species, infeksi, dan asidosis. Kelainan utama ini
meliputi perdarahan intrakranial, edema otak, peningkatan tekanan intrakranial dan
kerusakan otak (Gabriella Geby, 2019).
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturanmati atau rusak irreversible,
proses ini disebut proses primer dan selotak disekelilingnya akan mengalami gangguan
fungsional tetapibelum mati dan bila keadaan menguntungkan sel akan sembuh dalam beberapa
menit, jam atau hari. Proses selanjutnya disebut proses patologi sekunder. Proses biokimiawi dan
struktur massa yang rusak akan menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang cedera
maupun sel yang tidak cedera. Secara garis besar cedera kepala sekunder pasca trauma
diakibatkan oleh beberapa proses dan faktor dibawah ini :
a. Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri dari : perdarahan
intracranial dan edema serebral.
b. Iskemik cerebri yang diakibatkan oleh : penurunan tekanan perfusiserebral, hipotensi
arterial, hipertensi intracranial, hiperpireksia daninfeksi, hipokalsemia/anemia dan
hipotensi, vasospasme serebri dan kejang.
Proses inflamasi terjadi segera setelah trauma yang ditandai dengan aktifasi substansi
mediator yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, penurunan aliran darah, dan permeabilitas
kapiler yang meningkat. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan (edema) dan leukosit pada
daerah trauma. Sel terbanyak yang berperan dalam respon inflamasi adalah sel fagosit, terutama
sel leukosit Polymorphonuclear (PMN), yang terakumulasi dalam 30 - 60 menit yang
memfagosit jaringan mati. Bila penyebab respon inflamasi berlangsung melebihi waktu ini,
antara waktu 5-6 jam akan terjadi infiltrasi sel leukosit mononuklear, makrofag, dan limfosit.
Makrofag ini membantu aktivitas sel polymorphonuclear (PMN) dalam proses fagositosis.
Inflamasi yang merupakan respon dasar terhadap trauma sangat berperan dalam terjadinya
cedera sekunder. Pada tahap awal proses inflamasi, akan terjadi perlekatan netrofil pada
endotelium dengan beberapa molekul perekat Intra Cellular Adhesion Molecules-1 (ICAM-1).
Proses perlekatan ini mempunyai kecenderungan merusak/merugikan karena mengurangi aliran
dalam mikrosirkulasi. Selain itu, netrofil juga melepaskan senyawa toksik (radikal bebas), atau
mediator lainnya (prostaglandin, leukotrin) di mana senyawa senyawa ini akan memacu
terjadinya cedera lebih lanjut. Makrofag juga mempunyai peranan penting sebagai sel radang
predominan pada cedera otak (Safrizal, dkk. 2013).
Benturan Kepala
Trauma Kepala
Trauma pada Jaringan Lunak Trauma akibat deselerasi/akselerasi Robekan dan Distorsi
Gangguan
Komunikasi Verbal
5. Komplikasi Cedera Kepala
a. Faktor kardiovaskular
1) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
2) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas
ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan
atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sisolik.
Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
b. Faktor respiratori
1) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau hipetensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi.
2) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2
rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan
tejadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF
(Cerebral Blood Fluid) sehingga oksigen tidak sampai ke otak dengan baik.
3) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra
cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau
medulla oblongata.
c. Faktor metabolisme
1) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
2) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
d. Faktor gastrointestinal
Trauma juga mempengaruhi system gastrointestinal.Setelah cedera kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan meransang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal
ini akan meransang lambung menjadi hiperasiditas, dan mengakibatkan terjadinya stress
alser.
e. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera kepala pada pasien
adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pasca trauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi
psikososial pasien dan keluarga.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013).
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan
2) Amnesia post trauma
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran
b. Cerdera kepala sedang-berat
1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparise
6) Gangguan akibat saraf cranial
b. Kontusio serebri
Dapat menimbulkan yaitu:
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Lemah dan paralisis tungkai
3) Kesulitan berbicara
4) Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma
5) Sakit kepala
6) Leher kaku
7) Perubahan dalam penglihatan
8) Tidak berespon baik ransangan verbal dan nyeri
9) Demam diatas 37
10) Peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi
11) Berkeringat banyak
12) Perubahan pupil (konstriksi, midpoint, tidak bberespon terhadap cahaya)
13) Muntah
14) Otorrhea
15) Tanda Baltt’s (ecchymosis pada daerah frontal)
16) Flaccid paralisis atau paresis bilateral
17) Kelumpuhan saraf kramial
18) Glasgow coma scale di bawah 7
19) Hemiparesis/paralisis
20) Posisi dekortiksi
21) Rhinorrhea
22) Aktifitas kejang, Doll’s eyes
c. Hematoma epidural
Dapat menimbulkan yaitu :
1) Luka benturan/penitrasi pada lobus temporalis, sinus dura atau dasar tengkorak
2) Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat mengikuti beberapa menit sampai
beberapa jam periode flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya
3) Gangguan penglihatan
4) Sakit kepala
5) Lemah atau paralisis pada salah satu sisi
6) Perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang menunjukkan adanya hematoma
epidural fossa posterior
7) Tanda-tanda pupil: dilatasi, tidak reaktifnya pupil dengan ptosis dari kelopak mata
pada sisi yang sama sengan hematoma
8) Tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun dengan aritmia, pernapasan
menurun dengan tidak teratur
9) Kontralateral hemiparisis/paralisis
10) Kontralateral aktifitas kejang jacksonia
11) Tanda brudzinki’s positif (dengan hematoma fossa posterior)
d. Hematoma subdural
1) Akut/subakut
Dapat menimbulkan diantaranya:
a) Berubah-ubah hilang kesadaran
b) Sakit kepala
c) Otot wajah melemah
d) Melemahnya tungkai pada salah satu sisi tubuh
e) Gangguan penglihatan
f) Kontralateral hemiparesis/paralisis
g) Tanda-tanda babinsky positif
h) Tanda-tanda pupil (dilatasi, pupil tidak beraksi pada sisis lesi)
i) Paresis otot-otot ekstraokuler
j) Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
k) Hiperaktif reflek tendon
2) Kronik
a) Gangguan mental
b) Sakit kepala yang hilang timbul
c) Perubahan tingkah laku
d) Kelemahan yang hilang timbul pada salah satu tungkai pada sisi tubuh
e) Meningkat gangguan penglihatan
f) Penurunan tingkat kesadaran yang hilang timbul
g) Gangguan fungsi mental
h) Perubahan pola tidur
i) Demam ringan
j) Peningkatan tekanan intracranial
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Wahyu Widagdo,
dkk, 2007).
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk
mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan tekanan
intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk
megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat meningkatkan resiko peningkatan
tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk :
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Gabriella Geby. 2019. Asuhan Keperawatan dengan Cedera Kepala Ringan pada Ny. A di
Ruang Ambun Suri Lantai 2, RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
http://repo.stikesperintis.ac.id/831/1/10%20GEBI%20GABRIELA.pdf . Diakses pada 25 Maret
2021
Rendi, M. Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Safrizal, dkk. 2013. Hubungan Nilai Oxygen Delivery Dengan Outcome Rawatan Pasien
Cedera Kepala Sedang. http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses Pada 23 Maret 2021.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori Dan Askep). Yogyakarta: Nuha Medika.
Widagdo, Wahyu, dkk. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Tim Penerbit Buku Kesehatan.