Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN TRAUMA PEDIATRIK

Disusun oleh :

Kelompok 5 6C Keperawatan

Efa Datul Umami (18142010084)

Kusuma Laila Watik (18142010091)

Moh Sofyan Adiputra(18142010094)

Asma Inas Tesa (18142010106)

Nurur Rohmah (18142010097)

Pathul Bari (18142010112)

Agus Solihin (18142010105)

Fakihatul Ainaini (18142010085)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NGUDIA HUSADA MADURA

TAHUN PELAJARAN 2021 - 2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah “Keperawatan Gawat Darurat” kemudian
sholawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah memberikan hidup yakni AL-Qur’an dan Sunnah untuk keselamatan
ummat dunia ini.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam ilmu tentang “Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Trauma Pediatrik”. Kita selaku perawat berperan
penting dalam hal ini. Sehingga kedepannya masyarakat awam dapat memahami
dan mengerti tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Pediatrik”.

Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan


bimbingan koreksi , arahan dan saran untuk itu kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada Ibu Mufarika, S.Kep.,Ns.,M.Kep
selaku dosen pembimbing mata keperawatan gawat darurat dan kepada segenap
pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah
ini.

Kelompok menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan


dalam meyusun makalah ini, maka dari itu kelompok mengharap kritik dan saran
yang kontruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan, 25 Maret 2021

Kelompok 5 | Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Pediatrik 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

1.1. Latar Belakang .....................................................................................


1.2. Rumusan Masalah.................................................................................
1.3. Tujuan Makalah ...................................................................................
1.4. Manfaat Makalah .................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

2.1. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik.............


2.2. Pemeriksaan Fisik pada Pasien Trauma Pediatrik...............................
2.3. Prosedur Diagnostic pada Pasien Trauma Pediatrik............................
2.4. Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik..........................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

3.1. Kesimpulan ..........................................................................................


3.2. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

Kelompok 5 | Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Pediatrik 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Trauma merupakan salah satu luka psikologis yang sangat berbahaya
bagi kehidupan masyarakat terutamanya remaja, karena dapat menurunkan
daya intelektual, emosional, dan perilaku. Trauma biasanya terjadi bila dalam
kehidupan seseorang sering mengalami peristiwa yang traumatis seperti
kekerasan, perkosaan, ancaman yang datang secara individual atau juga secara
massal seperti konflik bersenjata dan bencana alam tsunami. Berat ringannya
suatu peristiwa akan dirasakan berbeda oleh setiap orang, sehingga pengaruh
dari peristiwa tersebut terhadap perilaku juga berbeda antara seseorang dengan
orang lain.(Kusmawati Hatta, 2016). Pediatrik adalah cabang ilmu kedokteran
yang berhubungan dengan perawatan medis bayi (infant), anak-anak
(children), dan remaja (aldosents) (Anonima , 2012). Menurut American
Academy of Pediatrics (AAP), pediatrik adalah spesialisasi ilmu kedokteran
yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir
sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan disiplin ilmu yang
berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan dan dampak
penyakit pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari orang dewasa
secara anatomis, fisiologis, imunologis, psikologis, perkembangan dan
metabolisme. (Annisa Rahmah, 2016)
Cedera tetap menjadi penyebab kematian dan kecacatan paling umum
di masa kanak-kanak. Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak — hampir 1 dari
setiap 6 anak — di Amerika Serikat memerlukan perawatan gawat darurat
untuk perawatan cedera. Setiap tahun, lebih dari 10.000 anak di Amerika
Serikat meninggal karena cedera serius. Morbiditas dan mortalitas cedera
melampaui semua penyakit utama pada anak-anak dan dewasa muda,
menjadikan trauma sebagai masalah kesehatan dan perawatan kesehatan
masyarakat yang paling serius dalam populasi ini. Secara global, kecelakaan
lalu lintas jalan raya merupakan penyebab utama kematian remaja. Kegagalan
untuk mengamankan jalan nafas yang terganggu, mendukung pernafasan, dan
mengenali dan merespon perdarahan intraabdomen dan intrakranial adalah
penyebab utama dari resusitasi yang tidak berhasil pada pasien anak dengan
trauma berat. Oleh karena itu, dengan menerapkan prinsip ATLS pada
perawatan anak-anak yang cedera, anggota tim trauma dapat secara signifikan
memengaruhi kelangsungan hidup dan hasil jangka panjang.
Kematian akibat cedera diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi
8,4 juta (9,2% dari kematian secara keseluruhan) dan diestimasikan
menempati peringkat ketiga disability adjusted life years (dalys) pada tahun
2020. Masalah cedera memberikan kontribusi pada kematian sebesar 15%,
beban penyakit 25% dan kerugian ekonomi 5% growth development product
(GDP). Di indonesia, kerugian ekonomi akibat cedera khususnya untuk lalu
lintas diperkirakan sebesar 2,9% pendapatan domestik bruto (PDB).2
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di
seluruh dunia. Kecelakaan lalu lintas menempati urutan ke-9 pada DALY dan
diperkirakan akan menempati peringkat ke-3 di tahun 2020. Sedangkan di
negara berkembang urutan ke-2.Cedera akibat kecelakaan lalu-lintas adalah
penyebab utama kematian dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum
terutama di negara berkembang.
Cedera yang terkait dengan kendaraan bermotor adalah penyebab
kematian paling umum pada anak-anak dari segala usia, baik itu penghuni,
pejalan kaki, atau pengendara sepeda. Kematian karena tenggelam, kebakaran
rumah, pembunuhan, dan jatuh mengikuti dalam urutan menurun.
Penganiayaan anak bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan pada
bayi (yaitu, anak-anak di bawah usia 12 bulan), sedangkan cedera senjata api
bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan pada anak-anak (di atas
usia 1) dan remaja. Jatuh merupakan penyebab mayoritas dari semua cedera
pediatrik, tetapi jarang mengakibatkan kematian.
Penatalaksanaan trauma pediatrik membutuhkan pendekatan yang
sistematis strategi adalah strategi yang diterima secara luas evaluasi awal,
stabilisasi, dan perawatan segera jika perlu, dan kemudian harus diikuti
dengan evaluasi sekunder. Proses biasanya berlangsung sebelum detail riwayat
pribadi atau fisik lengkap data pemeriksaan tersedia. Tiga puncak angka
kematian trauma dapat diidentifikasi. Puncak pertama berhubungan dengan
kematian dalam detik-detik pertama atau beberapa menit setelah peristiwa
traumatis, karena cedera serius pada otak, sumsum tulang belakang, jantung,
atau pembuluh aorta atau besar. Beberapa pasien dapat bertahan dari cedera
ini, bahkan dengan bantuan langsung. Puncak kedua dalam angka kematian
terjadi dari menit ke jam setelah trauma.Pasien ini memiliki kelangsungan
hidup yang lebih baik kemungkinan jika mereka dirawat selama yang pertama
beberapa jam setelah kejadian (jam emas) atau, idealnya, selama satu jam
pertama. Cedera terkait dengan puncak ini termasuk epidural atau hematoma
subdural, hemotoraks atau tension pneumothorax, lesi dengan perdarahan
yang signifikan, seperti cedera intra-abdominal (limpa robek atau pecah),dan
fraktur pelvis kompleks. Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dengan
ini kelompok kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien Trauma Pediatrik” untuk mempermudah kita memahami dan
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pasien trauma pediatrik.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik?
2. Bagaimana Pemeriksaan Fisik pada Pasien Trauma Pediatrik?
3. Bagaimana Prosedur Diagnostic pada Pasien Trauma Pediatrik?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik?
1.3. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik
2. Mengetahui Pemeriksaan Fisik pada Pasien Trauma Pediatrik
3. Mengetahui Prosedur Diagnostic pada Pasien Trauma Pediatrik
4. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik
1.4. Manfaat Makalah
Hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik dalam
pengembangan pengetahuan maupun untuk manfaat praktis. Dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca mengenai kesehatan pada pasien trauma pediatrik
dan dapat memahami tentang asuhan keperawatan tentang kesehatan pada
pasien trauma pediatrik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik
A. Jenis dan Pola Cedera
Cedera yang terkait dengan kendaraan bermotor adalah penyebab
kematian paling umum pada anak-anak dari segala usia, baik itu penghuni,
pejalan kaki, atau pengendara sepeda. Kematian karena tenggelam,
kebakaran rumah, pembunuhan, dan jatuh mengikuti dalam urutan
menurun. Penganiayaan anak bertanggung jawab atas sebagian besar
pembunuhan pada bayi (yaitu, anak-anak di bawah usia 12 bulan),
sedangkan cedera senjata api bertanggung jawab atas sebagian besar
pembunuhan pada anak-anak (di atas usia 1) dan remaja. Jatuh merupakan
penyebab mayoritas dari semua cedera pediatrik, tetapi jarang
mengakibatkan kematian.
Mekanisme cedera tumpul dan karakteristik fisik anak yang unik
mengakibatkan cedera multisistem. Menjadi aturannya, bukan
pengecualian. Oleh karena itu, dokter harus berasumsi bahwa banyak
sistem organ dapat terluka sampai terbukti sebaliknya (Tabel 1)
menguraikan mekanisme umum cedera dan pola terkait cedera pada pasien
anak.
Kondisi sebagian besar anak cedera tidak akan memburuk selama
pengobatan, dan sebagian besar anak cedera tidak memiliki kelainan
hemodinamik. Meskipun demikian, kondisi beberapa anak dengan cedera
multisistem akan memburuk dengan cepat, dan komplikasi serius akan
berkembang. Oleh karena itu, pemindahan awal pasien anak ke fasilitas
yang mampu merawat anak dengan cedera multisistem adalah optimal.
Skema Keputusan Triase Lapangan dan Skor Trauma Pediatrik (Tabel 2)
keduanya merupakan alat yang berguna untuk identifikasi awal pasien
anak dengan cedera multisistem. (Advanced Trauma Life Support Tenth
Edition, 2018)

Table 1 Common Mechanisms of


Injury and Associated Patterns of Injury in Pediatric Patients
MECHANISM OF INJURY COMMON PATTERNS OF INJURY

Pedestrian struck by motor • Low speed: Lower-extremity fractures


vehicle • High speed: Multiple trauma, head and neck
injuries, lower- extremity fractures

Occupant in motor vehicle • Unrestrained: Multiple trauma, head and neck


collision injuries, scalp and facial lacerations
• Restrained: Chest and abdominal injuries, lower
spine fractures

Fall from a height • Low: Upper-extremity fractures


• Medium: Head and neck injuries, upper- and
lower-extremity fractures
• High: Multiple trauma, head and neck injuries,
upper- and lower- extremity fractures

Fall from a bicycle • Without helmet: Head and neck lacerations, scalp
and facial lacera- tions, upper-extremity fractures
• With helmet: Upper-extremity fractures
• Striking handlebar: Internal abdominal
injuries

Table 2 Pediatric Trauma Score


SCORE
ASSESSMENT
COMPONENT
+2 +1 -1

Weight >20 kg (>44 lb) 10–20 kg (22–44 lb) <10 kg (<22 lb)

Airway Normal Oral or nasal airway, oxygen Intubated, cricothyroido- tomy,


or tracheostomy

Systolic Blood Pressure >90 mm Hg; good periph- eral 50–90 mm Hg; carotid/ femoral <50 mm Hg; weak or no pulses
pulses and perfusion pulses palpable

Level of Consciousness Awake Obtunded or any loss of Coma, unresponsive


consciousness

Fracture None seen or suspected Single, closed Open or multiple

Cutaneous None visible Contusion, abrasion, lacer- ation Tissue loss, any gunshot wound or
<7 cm not through fascia stab wound through fascia

Totals:
B. Karakteristik Unik Pasien Anak
Prioritas untuk menilai dan menangani pasien trauma anak sama
dengan prioritas orang dewasa. Namun, karakteristik anatomi dan
fisiologis yang unik dari populasi ini digabungkan dengan mekanisme
umum cedera untuk menghasilkan pola cedera yang berbeda. Misalnya,
trauma pediatrik yang paling serius adalah trauma tumpul yang melibatkan
otak. Akibatnya, apnea, hipoventilasi, dan hipoksia terjadi lima kali lebih
sering daripada hipovolemia dengan hipotensi pada anak-anak yang
mengalami trauma berkelanjutan. Oleh karena itu, protokol pengobatan
untuk pasien trauma anak menekankan manajemen agresif jalan nafas dan
pernafasan. (Advanced Trauma Life Support Tenth Edition, 2018)

UKURAN, BENTUK, DAN LUAS PERMUKAAN


Karena anak-anak memiliki massa tubuh yang lebih kecil daripada
orang dewasa, energi yang disalurkan dari benda-benda seperti spatbor dan
bumper, atau dari jatuh, menghasilkan gaya yang lebih besar yang
diterapkan per unit luas tubuh. Energi yang terkonsentrasi ini disalurkan
ke tubuh yang memiliki lebih sedikit lemak, jaringan ikat yang lebih
sedikit, dan jarak yang lebih dekat dengan banyak organ dibandingkan
pada orang dewasa. Faktor-faktor ini mengakibatkan tingginya frekuensi
cedera ganda yang terlihat pada populasi anak. Selain itu, kepala anak
secara proporsional lebih besar daripada orang dewasa, yang menyebabkan
frekuensi cedera otak tumpul lebih tinggi pada kelompok usia ini. Rasio
luas permukaan tubuh anak terhadap massa tubuh adalah yang tertinggi
saat lahir dan menurun seiring bertambahnya usia anak. Akibatnya,
kehilangan energi panas menjadi faktor stres yang signifikan pada anak-
anak. Hipotermia dapat berkembang dengan cepat dan mempersulit
pengobatan pasien anak dengan hipotensi.

KERANGKA
Kerangka anak tidak terkalsifikasi sempurna, berisi beberapa pusat
pertumbuhan aktif, dan lebih lentur daripada kerangka orang dewasa. Oleh
karena itu, patah tulang lebih kecil kemungkinannya terjadi pada anak-
anak, bahkan ketika mereka mengalami kerusakan organ dalam. Misalnya,
patah tulang rusuk pada anak-anak jarang terjadi, sedangkan memar paru
tidak. Jaringan lunak dada dan mediastinum lainnya juga dapat mengalami
kerusakan yang signifikan tanpa bukti cedera tulang atau trauma eksternal.
Adanya patah tulang tengkorak dan / atau tulang rusuk pada anak
menunjukkan transfer energi dalam jumlah besar; dalam kasus ini, cedera
organ yang mendasari, seperti cedera otak traumatis dan memar paru,
harus dicurigai.

STATUS PSIKOLOGIS
Potensi konsekuensi psikologis yang signifikan harus
dipertimbangkan pada anak-anak yang mengalami trauma. Pada anak-anak
kecil, ketidakstabilan emosi sering menyebabkan perilaku psikologis
regresif ketika stres, rasa sakit, dan ancaman yang dirasakan lainnya
mengganggu lingkungan anak. Anak-anak memiliki kemampuan terbatas
untuk berinteraksi dengan individu yang tidak dikenal dalam situasi yang
aneh dan sulit, yang dapat membuat pencatatan sejarah dan manipulasi
kooperatif, terutama jika menyakitkan, sangat sulit. Dokter yang
memahami karakteristik ini dan bersedia untuk menenangkan anak yang
cedera lebih cenderung membangun hubungan yang baik, yang
memfasilitasi penilaian komprehensif terhadap cedera psikologis dan fisik
anak. Kehadiran orang tua atau pengasuh lainnya selama evaluasi dan
pengobatan, termasuk resusitasi, dapat membantu dokter dengan
meminimalkan ketakutan dan kecemasan alami anak yang cedera.

EFEK JANGKA PANJANG DARI CEDERA


Pertimbangan utama dalam merawat anak-anak yang cedera adalah
efek dari cedera tersebut pada pertumbuhan dan perkembangan mereka
selanjutnya. Tidak seperti orang dewasa, anak-anak harus pulih dari
peristiwa traumatis dan kemudian melanjutkan proses pertumbuhan dan
perkembangan normal. Efek fisiologis dan psikologis potensial dari cedera
pada proses ini dapat menjadi signifikan, terutama dalam kasus yang
melibatkan fungsi jangka panjang, kelainan bentuk pertumbuhan, atau
perkembangan abnormal selanjutnya. Anak-anak yang mengalami cedera
ringan mungkin telah mengalami kecacatan berkepanjangan dalam fungsi
otak, penyesuaian psikologis, atau fungsi sistem organ.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa sebanyak 60% anak-anak
yang mengalami trauma multisistem parah mengalami perubahan
kepribadian residual pada satu tahun setelah keluar dari rumah sakit, dan
50% menunjukkan cacat kognitif dan fisik. Ketidakmampuan sosial,
afektif, dan belajar terjadi pada setengah dari anak-anak yang terluka
parah. Selain itu, cedera masa kanak-kanak berdampak signifikan pada
keluarga — gangguan kepribadian dan emosional ditemukan pada dua
pertiga saudara kandung yang tidak terluka. Seringkali, cedera anak
membebani hubungan pribadi orang tua, termasuk kemungkinan kesulitan
keuangan dan pekerjaan.
Trauma dapat mempengaruhi tidak hanya kelangsungan hidup
anak tetapi juga kualitas hidup anak selama bertahun-tahun yang akan
datang. Cedera visceral tulang dan padat adalah contoh kasus: Cedera
melalui pusat pertumbuhan dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
pada tulang yang cedera. Jika tulang yang cedera adalah tulang paha,
perbedaan panjang tungkai dapat terjadi, menyebabkan cacat seumur hidup
dalam berlari dan berjalan. Jika fraktur melewati pusat pertumbuhan satu
atau lebih vertebra toraks, akibatnya mungkin skoliosis, kifosis, atau
bahkan deformitas gibbus. Contoh lain adalah gangguan besar-besaran
pada limpa anak, yang mungkin memerlukan splenektomi dan membuat
anak tersebut memiliki risiko seumur hidup untuk mengalami sepsis
pasca-bedah dan kematian yang luar biasa. Radiasi pengion, yang biasa
digunakan dalam evaluasi pasien cedera dapat meningkatkan risiko
keganasan tertentu dan harus digunakan jika informasi yang dibutuhkan
tidak dapat diperoleh dengan cara lain, informasi yang diperoleh akan
mengubah manajemen klinis pasien, memperoleh studi tidak akan
menunda pemindahan pasien yang membutuhkan tingkat perawatan yang
lebih tinggi, dan penelitian diperoleh dengan menggunakan dosis radiasi
serendah mungkin.
Meskipun demikian, kualitas hidup jangka panjang anak-anak yang
mengalami trauma sangat positif, meskipun dalam banyak kasus mereka
akan mengalami tantangan fisik seumur hidup. Sebagian besar pasien
melaporkan kualitas hidup yang baik hingga sangat baik dan mendapatkan
pekerjaan yang menguntungkan sebagai orang dewasa, hasil yang
membenarkan upaya resusitasi agresif bahkan untuk pasien anak yang
status fisiologis awalnya mungkin menyarankan sebaliknya.

EQUIPMENT (PERALATAN)
Penilaian dan pengobatan yang berhasil untuk anak-anak yang
cedera bergantung pada peralatan yang segera tersedia dengan ukuran
yang sesuai (Tabel 3). Tipe resusitasi berbasis panjang, seperti Tipe
Darurat Pediatrik Broselow, adalah tambahan yang ideal untuk
menentukan berat badan dengan cepat berdasarkan panjang volume cairan
yang sesuai, dosis obat, dan ukuran peralatan. Dengan mengukur tinggi
badan anak, dokter dapat dengan mudah menentukan perkiraan berat
badannya. Satu sisi tipe memberikan obat dan dosis yang
direkomendasikan untuk pasien anak berdasarkan berat badan, dan sisi
lainnya mengidentifikasi kebutuhan peralatan untuk pasien anak
berdasarkan panjangnya (Gambar 1). Dokter harus terbiasa dengan tipe
resusitasi berbasis panjang dan penggunaannya.

Table 3 Pediatric Equipment a


AIRW
AGE
AY
AND
AND
WEIG BREA
HT THIN
G
O OR BA LARYN ET STYLET SUCTI
2 AL G- GO- TUBE ON
MA AIRW VAL SCOP
SK AY VE E
Premie Premie, Infant Infant 0 straight 2.5–3.0 6 Fr 6–8 Fr
3 kg newborn no cuff

0–6 mos Newbor Infa Infant 1 straight 3.0–3.5 6 Fr 8 Fr


3.5 kg n nt, no cuff
sma
ll
6–12 mos Pediatric Small Pediatric 1 straight 3.5–4.0 6 Fr 8-10 Fr
7 kg cuffed
or
uncuff
ed
1–3 yrs Pediatric Small Pediatric 1 straight 4.0–4.5 6 Fr 10 Fr
10–12 kg cuffed
or
uncuff
ed
4–7 yrs Pediatric Medium Pediatric 2 straight or 5.0–5.5 14 Fr 14 Fr
16–18 kg curved no cuff

8–10 yrs Adult Mediu Pediatri 2-3 5.5–6.5 14 Fr 14 Fr


24–30 kg m, c, adult straight cuffed
large or
curved
CIRCULATION SUPPLEMENTAL
AGE
EQUIPMENT
AND
WEIG IV OG/N CH URINA CERVIC
BP CUFF
HT CATHET G ES RY AL
TUB T CATHE COLL
ERb E TU TER AR
BE
Premie Premie, newborn 22–24 ga 8 Fr 10-14 Fr 5 Fr feeding —
3 kg

0–6 mos Newborn, infant 22 ga 10 Fr 12-18 Fr 6 Fr or 5–8 —


3.5 kg Fr feeding

6–12 mos Infant, child 22 ga 12 Fr 14-20 Fr 8 Fr Small


7 kg

1–3 yrs Child 20-22 ga 12 Fr 14-24 Fr 10 Fr Small


10–12 kg

4–7 yrs Child 20 ga 12 Fr 20-28 Fr 10-12 Fr Small


16–18 kg

8–10 yrs Child, adult 18-20 ga 14 Fr 28-32 Fr 12 Fr Medium


24–30 kg
aUse of a length-based resuscitation tape, such as a BroselowTM Pediatric Emergency Tape, is preferred.
bUse of the largest IV catheter that can readily be inserted with reasonable certainty of success is preferred.

Gambar 1. Tipe Resusitasi. A. Tipe resusitasi berdasar panjang, seperti Tipe


Darurat Pediatrik Broselow, merupakan tambahan yang ideal untuk menentukan
berat secara cepat berdasarkan panjang volume cairan yang tepat, dosis obat,
dan ukuran peralatan. B. Detail, memperlihatkan dosis obat yang dianjurkan dan
kebutuhan peralatan pasien anak berdasarkan lamanya.

C. Airway
Nilai “A” dari ABCDE pada assessment awal pada anak sama dengan
pada orang dewasa. Menetapkan jalan napas paten untuk menyediakan
oksigenasi jaringan yang adekuat adalah tujuan pertama. Ketidakmampuan
untuk membangun dan / atau mempertahankan paten jalan napas yang
terkait dengan kurangnya oksigenasi dan ventilasi adalah penyebab paling
umum henti jantung pada anak-anak. Oleh karena itu, jalan nafas anak
menjadi prioritas utama.

ANATOMY
Semakin kecil anak, semakin besar disproporsi antara ukuran
tempurung kepala dan bagian tengah permukaan. Hasil oksiput besar
dalam fleksi pasif dari tulang belakang leher, menyebabkan
kecenderungan faring posterior untuk melengkung ke anterior. Untuk
menghindari fleksi pasif tulang belakang leher, pastikan bahwa bidang
midface dipertahankan sejajar dengan papan tulang belakang dalam posisi
netral, bukan dalam "posisi mengendus" (Gambar 2A). Penempatan
lapisan bantalan 1 inci di bawah seluruh tubuh bayi atau balita akan
menjaga kesejajaran netral dari kolom tulang belakang (Gambar 2B).
Beberapa ciri anatomi anak mempengaruhi penilaian dan manajemen
jalan nafas. Jaringan lunak orofaring bayi (yaitu lidah dan amandel) relatif
besar dibandingkan dengan jaringan di rongga mulut, yang dapat
mengganggu visualisasi laring. Pangkal tenggorokan anak berbentuk
corong, memungkinkan sekresi menumpuk di area retropharyngeal. Laring
dan pita suara lebih cephalad dan anterior di leher. Pita suara seringkali
lebih sulit untuk divisualisasikan ketika kepala anak dalam posisi normal,
terlentang, anatomis selama intubasi dibandingkan ketika dalam posisi
netral yang diperlukan untuk perlindungan tulang belakang leher yang
optimal. Trakea bayi memiliki panjang sekitar 5 cm dan tumbuh menjadi 7
cm sekitar 18 bulan. Kegagalan untuk mengetahui panjang yang pendek
ini dapat mengakibatkan intubasi bronkus batang utama kanan, ventilasi
yang tidak memadai, tuba yang terlepas tidak disengaja, dan / atau
barotrauma mekanis. Kedalaman tabung endotrakeal (ETT) yang optimal
(dalam sentimeter) dapat dihitung tiga kali ukuran tabung yang sesuai.
Misalnya, 4.0 ETT akan ditempatkan dengan benar pada jarak 12 cm dari
gusi.

B
Gambar 2. Pemosisian untuk Pemeliharaan Jalan Nafas. A. Posisi anak
yang tidak tepat untuk mempertahankan paten jalan napas.
Ketidakseimbangan antara ukuran tempurung kepala anak dan bagian
tengah wajah menyebabkan faring posterior cenderung melengkung ke
arah anterior. Oksiput besar menyebabkan fleksi pasif tulang belakang
leher. B. Penentuan posisi yang tepat dari anak untuk mempertahankan
jalan napas yang paten. Hindari fleksi pasif tulang belakang leher dengan
menjaga bidang midface sejajar dengan papan tulang belakang dalam
posisi netral, bukan dalam "posisi mengendus". Penempatan lapisan
bantalan 1 inci di bawah seluruh tubuh bayi atau balita akan menjaga
kesejajaran netral dari tulang belakang.
(MANAGEMENT) PENGELOLAAN
Pada anak yang bernapas secara spontan dengan jalan napas yang
terhalang sebagian, optimalkan jalan napas dengan menjaga bidang wajah
sejajar dengan bidang tandu atau brankar sambil membatasi gerakan tulang
belakang leher. Gunakan jaw thrust manuver yang dikombinasikan dengan
pembatasan gerakan tulang belakang sebaris bimanual untuk membuka
jalan napas. Setelah mulut dan orofaring dibersihkan dari sekresi dan
kotoran, berikan oksigen tambahan. Jika pasien tidak sadar, metode
mekanis untuk menjaga jalan napas mungkin diperlukan. Sebelum
mencoba membangun jalan napas secara mekanis, lakukan preoksigenasi
penuh pada anak.

ORAL AIRWAY (JALAN NAFAS ORAL)


Saluran napas oral harus dimasukkan hanya jika anak tidak sadarkan
diri, karena kemungkinan besar muntah terjadi jika refleks muntah tetap
utuh. Praktik memasukkan airway backward dan memutarnya 180 derajat
tidak dianjurkan untuk anak-anak, karena trauma dan perdarahan ke dalam
struktur jaringan lunak orofaring dapat terjadi. Masukkan jalan nafas oral
dengan lembut dan langsung ke orofaring. Menggunakan bilah lidah untuk
menekan lidah mungkin membantu.
OROTRACHEAL INTUBATION (INTUBASI OROTRAKEAL)
Intubasi orotrakeal diindikasikan untuk anak-anak yang cedera dalam
berbagai situasi, termasuk:
 Anak dengan cedera otak parah yang membutuhkan ventilasi
terkontrol
 Seorang anak yang jalan napasnya tidak dapat dipertahankan
 Seorang anak yang menunjukkan tanda-tanda kegagalan ventilasi
 Anak yang menderita hipovolemia berat dan mengalami depresi
sensorium atau memerlukan intervensi operatif.
Intubasi orotrakeal adalah cara paling andal untuk membangun jalan
nafas dan memberikan ventilasi pada anak. Area terkecil dari jalan napas
anak kecil berada di cincin krikoid, yang membentuk segel alami di
sekitar ETT yang tidak bermuatan, perangkat yang biasa digunakan pada
bayi karena fitur anatominya. Namun, penggunaan ETT yang diborgol,
bahkan pada balita dan anak kecil, memberikan manfaat untuk
meningkatkan ventilasi dan manajemen CO2, yang menghasilkan aliran
darah otak yang lebih baik. Kekhawatiran sebelumnya tentang pipa
endotrakeal dengan manset yang menyebabkan nekrosis trakea tidak lagi
relevan karena perbaikan dalam desain manset. Idealnya, tekanan manset
harus diukur secepat mungkin, dan <30 mmHg dianggap aman. Teknik
sederhana untuk mengukur ukuran ETT yang diperlukan untuk pasien
tertentu adalah dengan memperkirakan diameter lubang hidung bagian
luar anak atau ujung jari terkecil anak dan menggunakan tabung dengan
diameter yang sama. Tipe resusitasi anak berdasarkan panjang juga
mencantumkan ukuran tabung yang sesuai. Pastikan ketersediaan tabung
yang satu ukuran lebih besar dan satu ukuran lebih kecil dari ukuran yang
diprediksi. Jika menggunakan stylet untuk memfasilitasi intubasi,
pastikan ujungnya tidak melebihi ujung tube. Kebanyakan pusat trauma
menggunakan protokol untuk intubasi darurat, yang disebut sebagai
intubasi yang dibantu obat atau yang difasilitasi obat, juga dikenal
sebagai intubasi urutan cepat. Dokter harus memperhatikan berat badan
anak, tanda-tanda vital (denyut nadi dan tekanan darah), dan tingkat
kesadaran untuk menentukan cabang Algoritma untuk Intubasi
Berbantuan Obat (Gambar 3) yang akan digunakan. Anak preoksigenasi
yang membutuhkan endotrakeal tube untuk mengontrol jalan nafas. Bayi
memiliki respons vagal yang lebih jelas terhadap intubasi endotrakeal
daripada anak-anak dan orang dewasa, dan mereka mungkin mengalami
bradikardia dengan stimulasi laring langsung.
Bradikardia pada bayi lebih mungkin disebabkan oleh hipoksia.
Pretreatment atropin sulfat harus dipertimbangkan untuk bayi yang
membutuhkan intuisi dengan bantuan obat, tetapi tidak diperlukan untuk
anak-anak. Atropin juga mengeringkan sekresi oral, memungkinkan
visualisasi landmark untuk intubasi. Setelah memasukkan selang
endotrakeal, pastikan posisinya dinilai secara klinis (lihat di bawah) dan,
jika benar, selang dipasang dengan hati-hati. Jika ETT tidak dapat
ditempatkan setelah pasien lumpuh secara kimiawi, berikan ventilasi pada
anak dengan oksigen 100% yang diberikan dengan alat masker kantong
yang dapat mengembang sendiri sampai jalan napas definitif diamankan.
Intubasi orotrakeal di bawah penglihatan langsung dengan pembatasan
gerakan serviks adalah metode yang disukai untuk mendapatkan kontrol
jalan napas definitif. Jangan lakukan intubasi nasotrakeal pada anak-anak,
karena memerlukan jalan yang buta di sekitar sudut yang relatif akut di
nasofaring menuju glotis yang terletak di anterosuperior, sehingga sulit
untuk melakukan intubasi melalui jalur ini. Potensi untuk menembus
kubah tengkorak anak atau merusak jaringan lunak nasofaring (adenoid)
yang lebih menonjol dan menyebabkan perdarahan juga menghambat
penggunaan jalur nasotrakeal untuk kontrol jalan napas.
Setelah ETT melewati bukaan glotis, posisikan 2 hingga 3 cm di
bawah level pita suara dan kencangkan dengan hati-hati. Selanjutnya,
lakukan teknik konfirmasi primer, seperti auskultasi kedua hemitoraks di
aksila, untuk memastikan bahwa intubasi bronkial batang utama kanan
tidak terjadi dan kedua sisi dada mendapat ventilasi yang memadai.
Kemudian gunakan perangkat konfirmasi sekunder, seperti kapnograf
bentuk gelombang waktu nyata, detektor karbon dioksida pasang-akhir
kolorimetri, atau perangkat detektor esofagus, untuk mendokumentasikan
intubasi trakea, dan mendapatkan rontgen dada untuk mengidentifikasi
posisi ETT secara akurat. Karena anak kecil memiliki trakea yang
pendek, setiap gerakan kepala dapat menyebabkan perpindahan ETT,
ekstubasi yang tidak disengaja, intubasi bronkial batang utama kanan,
atau batuk hebat karena iritasi karina di ujung tabung. Kondisi ini
mungkin tidak dikenali secara klinis sampai kerusakan yang signifikan
telah terjadi. Dengan demikian, dokter harus mengevaluasi suara napas
secara berkala untuk memastikan bahwa selang tetap pada posisi yang
tepat dan mengidentifikasi kemungkinan berkembangnya disfungsi
ventilasi. Jika ada keraguan tentang penempatan ETT yang benar yang
tidak dapat diselesaikan dengan cepat, lepaskan tabung dan segera pasang
kembali. Mnemonik, “Don’t be a DOPE” (D untuk dislodgment, O untuk
obstruction, P untuk pneumothorax, E untuk equipment failure) mungkin
menjadi pengingat yang berguna tentang penyebab umum kerusakan pada
pasien yang diintubasi.
Gambar 3. Algoritma untuk Intubasi Berbantuan Obat / Intubasi Urutan
Cepat pada Pasien Anak.
CRICOTHYROIDOTOMY
Jika pemeliharaan dan kontrol jalan nafas tidak dapat dilakukan
dengan ventilasi bag-mask atau intubasi orotrakeal, diperlukan
penyelamatan jalan nafas dengan laryngeal mask airway (LMA), intubasi
LMA, atau needle cricothyroidotomy. Insuflasi needle-jet melalui
membran krikotiroid adalah teknik yang tepat untuk oksigenasi, tetapi
tidak memberikan ventilasi yang memadai, dan akan terjadi hiperkarbia
progresif. LMA adalah saluran udara tambahan yang sesuai untuk bayi dan
anak-anak, tetapi penempatannya membutuhkan pengalaman, dan ventilasi
dapat membuat perut pasien buncit jika terlalu kuat. Bedah
Cricothyroidotomy jarang diindikasikan untuk bayi atau anak kecil.
Prosedur ini dapat dilakukan pada anak yang lebih besar dengan membran
krikotiroid yang mudah diraba (biasanya pada usia 12 tahun).

D. Breathing
Faktor kunci dalam mengevaluasi dan mengelola breathing dan
ventilasi pada pasien trauma anak yang cedera adalah pengenalan dari
pertukaran gas yang terganggu. Ini termasuk oksigenasi dan eliminasi
karbondioksida akibat perubahan pernapasan yang disebabkan oleh
masalah mekanis seperti pneumotoraks dan cedera paru akibat memar atau
aspirasi. Dalam kasus seperti itu, terapkan tindakan pencegahan yang tepat
seperti torakostomi tube dan ventilasi bantuan.
BREATHING AND VENTILATION (PERNAPASAN DAN
VENTILASI)
Laju pernapasan pada anak-anak menurun seiring bertambahnya
usia. Seorang bayi bernapas 30 sampai 40 kali per menit, sedangkan anak
yang lebih besar bernapas 15 sampai 20 kali per menit. Volume tidal
normal dan spontan bervariasi dari 4 hingga 6 mL / kg untuk bayi dan
anak-anak, meskipun volume tidal yang sedikit lebih besar dari 6 hingga 8
mL / kg dan terkadang setinggi 10 mL / kg mungkin diperlukan selama
ventilasi bantuan. Meskipun sebagian besar perangkat bag-mask yang
digunakan dengan pasien anak-anak dirancang untuk membatasi tekanan
yang diberikan secara manual pada jalan napas anak, volume atau tekanan
yang berlebihan selama ventilasi bantuan secara substansial meningkatkan
potensi barotrauma iatrogenik karena sifat rapuh pohon trakeobronkial dan
alveoli yang belum matang. Jika perangkat masker tas dewasa digunakan
untuk ventilasi pasien anak, risiko barotrauma meningkat secara
signifikan. Penggunaan bag-mask pediatrik dianjurkan untuk anak di
bawah 30 kg.
Hipoksia adalah penyebab paling umum dari henti jantung pada
anak. Namun, sebelum serangan jantung terjadi, hipoventilasi
menyebabkan asidosis pernapasan, yang merupakan kelainan asam-basa
paling umum yang ditemui selama resusitasi pada anak-anak yang cedera.
Dengan ventilasi dan perfusi yang memadai, seorang anak harus dapat
mempertahankan pH yang relatif normal. Dengan tidak adanya ventilasi
dan perfusi yang memadai, upaya untuk memperbaiki asidosis dengan
natrium bikarbonat dapat mengakibatkan hiperkarbia lebih lanjut dan
asidosis yang memburuk.
NEEDLE AND TUBE THORACOSTOMY
Cedera yang mengganggu aposisi pleura — misalnya, hemothorax,
pneumothorax, dan hemopneumothorax, memiliki konsekuensi fisiologis
yang serupa pada anak-anak dan orang dewasa. Cedera ini ditangani
dengan dekompresi pleura, didahului dalam kasus pneumotoraks
ketegangan dengan dekompresi jarum tepat di atas rusuk ketiga di garis
midclavicular. Berhati-hatilah selama prosedur ini saat menggunakan
kateter over-the-needle ukuran 14 hingga 18 pada bayi dan anak kecil,
karena panjang jarum yang lebih panjang dapat menyebabkan alih-alih
menyembuhkan pneumotoraks tegangan. Tabung dada harus berukuran
lebih kecil secara proporsional (lihat Tabel 3) dan ditempatkan ke dalam
rongga dada dengan menyalurkan tabung melalui tulang rusuk di atas
lokasi sayatan kulit dan kemudian mengarahkannya ke arah superior dan
posterior di sepanjang bagian dalam dinding dada. Penerobosan sangat
penting pada anak-anak karena dinding dada mereka yang lebih tipis.
Tempat insersi chest tube pada anak-anak sama dengan pada orang
dewasa: ruang interkostal kelima, tepat di anterior garis midaxillaris.

E. Circulation And Shock


Faktor kunci dalam mengevaluasi dan mengelola sirkulasi pada
pasien trauma anak termasuk mengenali gangguan sirkulasi, secara akurat
menentukan berat badan dan volume sirkulasi pasien, mendapatkan akses
vena, memberikan cairan resusitasi dan / atau penggantian darah, menilai
adekuatnya resusitasi, dan mencapai termoregulasi.
RECOGNITION OF CIRCULATORY COMPROMISE
Cedera pada anak-anak bisa mengakibatkan kehilangan darah yang
signifikan. Cadangan fisiologis anak yang meningkat memungkinkan
untuk mempertahankan tekanan darah sistolik dalam kisaran normal,
bahkan dengan adanya syok. Penurunan volume darah yang bersirkulasi
hingga 30% mungkin diperlukan untuk menunjukkan penurunan tekanan
darah sistolik anak. Hal ini dapat menyesatkan dokter yang tidak terbiasa
dengan perubahan fisiologis halus yang dimanifestasikan oleh anak-anak
yang mengalami syok hipovolemik. Takikardia dan perfusi kulit yang
buruk seringkali merupakan satu-satunya kunci untuk pengenalan dini
hipovolemia dan inisiasi resusitasi cairan yang tepat. Jika memungkinkan,
penilaian awal oleh ahli bedah sangat penting untuk perawatan yang tepat
pada anak-anak yang cedera. Meskipun respons utama anak terhadap
hipovolemia adalah takikardia, tanda ini juga dapat disebabkan oleh rasa
sakit, ketakutan, dan stres psikologis. Tanda-tanda kehilangan darah lain
yang lebih halus pada anak-anak termasuk melemahnya denyut nadi
perifer secara progresif, penyempitan tekanan nadi hingga kurang dari 20
mm Hg, bintik-bintik kulit (yang menggantikan kulit lembap pada bayi
dan anak kecil), ekstremitas dingin dibandingkan dengan kulit batang
tubuh. , dan penurunan tingkat kesadaran dengan respons nyeri tumpul.
Penurunan tekanan darah dan indeks lain dari perfusi organ yang tidak
adekuat, seperti keluaran urin, harus dipantau secara ketat, tetapi
umumnya berkembang kemudian. Perubahan fungsi organ vital menurut
derajat kehilangan volume diuraikan pada (Tabel 4).
Rata-rata tekanan darah sistolik normal untuk anak-anak adalah 90
mm Hg ditambah dua kali usia anak dalam beberapa tahun. Batas bawah
tekanan darah sistolik normal pada anak-anak adalah 70 mm Hg ditambah
dua kali usia anak dalam beberapa tahun. Tekanan diastolik harus sekitar
dua pertiga dari tekanan darah sistolik. (Fungsi vital normal menurut
kelompok usia tercantum dalam Tabel 5.) Hipotensi pada anak
menunjukkan keadaan syok dekompensasi dan menunjukkan kehilangan
darah yang parah lebih dari 45% volume darah yang bersirkulasi.
Perubahan takikardia menjadi bradikardia sering menyertai hipotensi ini,
dan perubahan ini dapat terjadi secara tiba-tiba pada bayi. Perubahan
fisiologis ini harus ditangani dengan infus cepat kristaloid isotonik dan
darah.
Tabel 4 Systemic Responses To Blood Loss In Pediatric Patients

MILD MODERATE SEVERE


SYSTEM BLOOD BLOOD VOLUME BLOOD
VOLUME LOSS (30%–45%) VOLUME
LOSS (<30%) LOSS (>45%)
Cardiovascular Increased heart rate; weak, thready Markedly increased heart rate; weak, Tachycardia followed by bradycardia;
peripheral pulses; normal systolic thready central pulses; absent peripheral very weak or absent central pulses;
blood pressure (80 − 90 + 2 × age in pulses; low normal systolic blood absent peripheral pulses; hypotension
years); normal pulse pressure pressure (70 − 80 + 2 × age in years); (<70 + 2 × age in years); narrowed
narrowed pulse pressure pulse pressure (or undetectable
diastolic blood pressure)

Central Nervous Anxious; irritable; confused Lethargic; dulled response to Comatose


System paina

Skin Cool, mottled; prolonged capillary Cyanotic; markedly prolonged Pale and cold
refill capillary refill

Urine Outputb Low to very low Minimal None

aA child’s dulled response to pain with moderate blood volume loss may indicate a decreased response to IV catheter insertion.
bMonitor urine output after initial decompression by urinary catheter. Low normal is 2 ml/kg/hr (infant), 1.5 ml/kg/hr (younger child), 1
ml/kg/hr (older child), and 0.5 ml/hg/hr (adolescent). IV contrast can falsely elevate urinary output.

Table 5 Normal Vital Functions By Age Group

WEIGHT BLOOD RESPIRATOR URINARY


AGE GROUP RANGE HEART RATE PRESSURE Y RATE OUTPUT
(in kg) (beats/min) (mm Hg) (breaths/min) (mL/kg/hr)

Infant
0–10 <160 >60 <60 2.0
0–12 months

Toddler 1–2 years 10-14 <150 >70 <40 1.5

Preschool 3–5 years 14-18 <140 >75 <35 1.0

School age 6–12 years 18-36 <120 >80 <30 1.0

Adolescent
36-70 <100 >90 <30 0.5
≥13 years
PENENTUAN BERAT BADAN DAN VOLUME SIRKULASI
DARAH
Seringkali sulit bagi personel unit gawat darurat (UGD) untuk
memperkirakan berat badan anak, terutama ketika mereka tidak sering
merawat anak-anak. Metode paling sederhana dan tercepat untuk
menentukan berat badan anak untuk menghitung volume cairan dan dosis
obat secara akurat adalah dengan bertanya kepada pengasuh. Jika
pengasuh tidak dapat membantu, pita resusitasi berbasis panjang sangat
membantu. Alat ini dengan cepat memberikan perkiraan berat badan anak,
laju pernapasan, volume resusitasi cairan, dan berbagai dosis obat. Metode
terakhir untuk memperkirakan berat dalam kilogram adalah rumusnya ([2
× usia dalam tahun] + 10). Tujuan dari resusitasi cairan adalah dengan
cepat mengganti volume sirkulasi. Volume darah bayi dapat diperkirakan
pada 80 mL / kg, dan anak usia 1-3 tahun pada 75 mL / kg, dan anak-anak
di atas usia 3 tahun pada 70 mL / kg.
AKSES VENA
Akses intravena pada anak-anak dengan hipovolemia bisa menjadi
keterampilan yang menantang, bahkan di tangan yang paling
berpengalaman. Syok hipovolemik berat biasanya disebabkan oleh
gangguan pada organ intratoraks atau intraabdomen atau pembuluh darah.
Rute perkutan perifer lebih disukai untuk membangun akses vena. Jika
akses perkutan tidak berhasil setelah dua kali percobaan, pertimbangkan
infus intraoseus melalui jarum sumsum tulang: ukuran 18 pada bayi,
ukuran 15 pada anak kecil (Gambar 4) atau penyisipan garis vena
femoralis dengan ukuran yang sesuai menggunakan teknik Seldinger.
Jika prosedur ini gagal, dokter dengan keterampilan dan keahlian
dapat melakukan pemotongan vena langsung, tetapi prosedur ini harus
digunakan hanya sebagai pilihan terakhir, karena prosedur ini jarang dapat
dilakukan dalam waktu kurang dari 10 menit, bahkan dengan tangan yang
berpengalaman, sedangkan bahkan penyedia dengan Keterampilan dan
keahlian yang terbatas dapat diandalkan untuk menempatkan jarum
intraoseus di rongga tulang rusuk dalam waktu kurang dari 1 menit.
Situs pilihan untuk akses vena pada anak-anak adalah:
 Perifer perkutan (dua kali percobaan) —Fosa antekubiti (e) atau vena
safena di pergelangan kaki.
 Penempatan intraoseus— (1) tibia anteromedial, (2) femur distal.
Komplikasi dari prosedur ini termasuk selulitis, osteomielitis, sindrom
kompartemen, dan fraktur iatrogenik. Tempat yang disukai untuk
kanulasi intraoseus adalah tibia proksimal, di bawah level tuberositas
tibialis. Situs alternatif adalah femur distal, meskipun tibia proksimal
kontralateral lebih disukai. Kanulasi intraoseus tidak boleh dilakukan
pada ekstremitas dengan fraktur yang diketahui atau dicurigai.
 Penempatan perkutan — Vena femoralis
 Penempatan perkutan — Vena jugularis atau subklavia eksternal atau
internal (harus disediakan untuk ahli pediatrik; jangan gunakan jika
ada gangguan jalan napas, atau kerah serviks dipasang)
 Pemotongan vena — Vena safena di pergelangan kaki.

Gambar 4. Infus intraoseus, A. femur distal, B. tibia proksimal. Jika akses


perkutan tidak berhasil setelah dua kali percobaan, pertimbangkan untuk
memulai infus intraoseus melalui jarum sumsum tulang (ukuran 18 pada bayi, 15
ukuran pada anak kecil).

RESUSITASI CAIRAN DAN PENGGANTIAN DARAH


Resusitasi cairan untuk anak-anak yang cedera didasarkan pada berat
badan, dengan tujuan mengganti volume intravaskular yang hilang. Bukti
perdarahan mungkin terbukti dengan hilangnya 25% volume darah yang
bersirkulasi pada anak. Strategi resusitasi cairan awal untuk anak-anak
cedera yang direkomendasikan dalam edisi ATLS sebelumnya terdiri dari
pemberian cairan kristaloid isotonik hangat secara intravena sebagai bolus
awal 20 mL / kg, diikuti dengan satu atau dua tambahan bolus kristaloid
isotonik 20 mL / kg sambil menunggu pasien. respons fisiologis. Jika anak
menunjukkan bukti perdarahan yang sedang berlangsung setelah bolus
kristaloid kedua atau ketiga, 10 mL / kg sel darah merah dapat diberikan.
Kemajuan terbaru dalam resusitasi trauma pada orang dewasa dengan
syok hemoragik telah mengakibatkan perpindahan dari resusitasi kristaloid
untuk mendukung dari "resusitasi pengendalian kerusakan," yang terdiri
dari penggunaan terbatas cairan kristaloid dan administrasi awal rasio
seimbang sel darah merah, plasma beku segar, dan trombosit. Pendekatan
ini tampaknya menghentikan tiga serangkai yang mematikan dari
hipotermia, asidosis, dan koagulopati yang diinduksi oleh trauma, dan
telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik pada orang dewasa yang
cedera parah. Terdapat pergerakan di pusat trauma anak di Amerika
Serikat menuju strategi resusitasi produk darah seimbang restriktif
kristaloid pada anak-anak dengan bukti syok hemoragik, meskipun
penelitian yang dipublikasikan yang mendukung pendekatan ini masih
kurang pada saat publikasi ini.
Prinsip dasar dari strategi ini adalah bolus kristaloid isotonik 20 mL /
kg diikuti dengan resusitasi produk darah berbasis berat badan dengan 10-
20 mL / kg sel darah merah kemasan dan 10-20 mL / kg plasma beku
segar dan trombosit, biasanya sebagai bagian dari protokol transfusi
massal pediatrik. Sejumlah penelitian terbatas telah mengevaluasi
penggunaan protokol transfusi masif berbasis darah untuk anak-anak yang
cedera, tetapi para peneliti belum dapat menunjukkan keunggulan
kelangsungan hidup. Untuk fasilitas tanpa akses langsung ke produk
darah, resusitasi kristaloid tetap menjadi alternatif yang dapat diterima
sampai dipindahkan ke fasilitas yang sesuai. Pantau anak-anak yang
cedera dengan hati-hati untuk respons terhadap resusitasi cairan dan
kecukupan perfusi organ. Kembalinya normalitas hemodinamik
ditunjukkan oleh:
Melambatnya detak jantung (usia yang sesuai dengan peningkatan
tanda fisiologis lainnya)
 Membersihkan sensorium.
 Kembalinya denyut perifer.
 Kembalinya warna kulit normal.
 Peningkatan kehangatan pada ekstremitas.
 Peningkatan tekanan darah sistolik dengan kembali ke normal sesuai
usia.
 Peningkatan tekanan nadi (> 20 mm Hg)
 Output urin 1 sampai 2 mL / kg / jam (tergantung usia)
Anak-anak umumnya memiliki satu dari tiga respons terhadap
resusitasi cairan:
1. Kondisi kebanyakan anak akan distabilkan dengan menggunakan
cairan kristaloid saja, dan darah tidak diperlukan; anak-anak ini
dianggap sebagai "responden". Beberapa anak merespons kristaloid
dan resusitasi darah; anak-anak ini juga dianggap sebagai responden.
2. Beberapa anak memiliki respons awal terhadap cairan kristaloid dan
darah, tetapi kemudian terjadi penurunan kualitas; grup ini disebut
"penanggap sementara".
3. Anak-anak lain tidak merespon sama sekali terhadap cairan kristaloid
dan infus darah; kelompok ini disebut sebagai "non-responders".
Penanggap sementara dan non-penanggap adalah kandidat untuk
infus cepat produk darah tambahan, aktivasi protokol transfusi massal,
dan pertimbangan untuk operasi awal. Mirip dengan praktik resusitasi
orang dewasa, pemberian produk darah lebih awal pada pasien refrakter
mungkin tepat. Diagram alir resusitasi adalah bantuan yang berguna
dalam perawatan awal anak-anak yang cedera (Gambar 5).
Gambar 5. Diagram Alir Resusitasi untuk Penderita Anak dengan hemodinamik
normal dan abnormal.
OUTPUT URINE
Output urin bervariasi sesuai usia dan ukuran: Target output untuk
bayi adalah 1-2 mL / kg / jam; untuk anak di atas usia satu sampai remaja,
targetnya adalah 1-1,5 mL / kg / jam; dan 0,5 mL / kg / jam untuk remaja.
Pengukuran keluaran urin dan berat jenis urin merupakan metode yang
dapat diandalkan untuk menentukan adekuatnya resusitasi volume. Ketika
volume darah yang bersirkulasi telah pulih, keluaran urin akan kembali
normal. Pemasangan kateter urin memfasilitasi pengukuran yang akurat
dari keluaran urin anak untuk pasien yang menerima resusitasi volume
besar.
TERMOREGULASI
Rasio tinggi luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh pada anak-
anak meningkatkan pertukaran panas dengan lingkungan dan secara
langsung memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur suhu inti.
Peningkatan laju metabolisme anak, kulit tipis, dan kurangnya jaringan
subkutan yang substansial juga berkontribusi pada peningkatan kehilangan
panas penguapan dan pengeluaran kalori. Hipotermia dapat secara
signifikan mengganggu respons anak terhadap pengobatan,
memperpanjang waktu koagulasi, dan berdampak buruk pada fungsi
sistem saraf pusat (SSP). Saat anak terpapar selama survei awal dan fase
resusitasi, lampu panas di atas kepala, pemanas, dan / atau selimut termal
mungkin diperlukan untuk menjaga panas tubuh. Hangatkan ruangan serta
cairan infus, produk darah, dan gas yang dihirup. Setelah memeriksa anak
selama tahap awal resusitasi, tutupi tubuhnya dengan selimut hangat untuk
menghindari kehilangan panas yang tidak perlu.

F. Resusitasi Jantung Paru


Anak-anak yang menjalani resusitasi kardiopulmoner (CPR) di
lapangan dengan kembalinya sirkulasi spontan sebelum tiba di pusat
trauma memiliki kemungkinan sekitar 50% untuk bertahan hidup secara
neurologis secara utuh. Anak-anak yang datang ke unit gawat darurat
masih mengalami henti jantung traumatis memiliki prognosis yang
seragam. Anak-anak yang menerima CPR selama lebih dari 15 menit
sebelum kedatangan ke UGD atau memiliki murid tetap pada saat
kedatangan secara seragam tidak dapat bertahan. Untuk pasien trauma
pediatri yang datang dengan trauma dengan CPR lanjutan dalam jangka
waktu lama, upaya resusitasi yang berkepanjangan tidak menguntungkan.

G. Trauma Dada
Delapan persen dari semua cedera pada anak-anak melibatkan dada.
Cedera dada juga berfungsi sebagai penanda cedera sistem organ lainnya,
karena lebih dari dua pertiga anak dengan cedera dada memiliki banyak
cedera. Mekanisme cedera dan anatomi dada anak bertanggung jawab atas
spektrum cedera yang terlihat. Sebagian besar cedera dada pada masa
kanak-kanak disebabkan oleh mekanisme tumpul, paling sering
disebabkan oleh cedera kendaraan bermotor atau jatuh. Kelenturan, atau
kepatuhan, dari dinding dada anak memungkinkan energi kinetik
disalurkan ke parenkim paru yang mendasari, menyebabkan memar paru.
Patah tulang rusuk dan cedera mediastinum jarang terjadi; jika ada, mereka
menunjukkan kekuatan yang berdampak parah. Cedera spesifik yang
disebabkan oleh trauma toraks pada anak-anak serupa dengan yang
dialami pada orang dewasa, meskipun frekuensi cedera ini berbeda.
Mobilitas struktur mediastinal membuat anak-anak lebih rentan terhadap
pneumotoraks tegangan, cedera yang mengancam jiwa paling umum pada
anak-anak. Pneumomediastinum jarang terjadi dan jinak pada sebagian
besar kasus. Ruptur diafragma, transeksi aorta, robekan trakeobronkial
mayor, flail chest, dan kontusio jantung juga jarang terjadi pada pasien
trauma anak. Jika teridentifikasi, perawatan untuk cedera ini sama dengan
orang dewasa. Cedera yang signifikan pada anak-anak jarang terjadi
sendiri dan seringkali merupakan komponen dari cedera multisistem
mayor. Insiden cedera toraks penetrasi meningkat setelah usia 10 tahun.
Trauma penetrasi ke dada pada anak-anak ditangani dengan cara yang
sama seperti pada orang dewasa. Tidak seperti pada pasien dewasa,
sebagian besar cedera dada pada anak-anak dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan radiografi dada standar. Pencitraan cross-sectional jarang
diperlukan dalam evaluasi cedera tumpul pada dada pada anak-anak dan
harus dilakukan pada mereka yang temuannya tidak dapat dijelaskan
dengan radiografi standar. Sebagian besar cedera toraks pediatrik dapat
berhasil ditangani menggunakan kombinasi yang tepat antara perawatan
suportif dan torakostomi tabung. Torakotomi umumnya tidak diperlukan
pada anak-anak.

H. Trauma Perut
Sebagian besar cedera perut pediatrik diakibatkan oleh trauma benda
tumpul yang terutama melibatkan kendaraan bermotor dan jatuh. Cedera
intra-abdomen yang serius memerlukan keterlibatan segera oleh ahli
bedah, dan anak-anak yang mengalami hipotensi yang mengalami trauma
abdomen tumpul atau tembus memerlukan intervensi operasi yang cepat.
ASSESSMENT
Bayi dan anak kecil yang sadar umumnya takut dengan kejadian
traumatis, yang dapat mempersulit pemeriksaan perut. Sambil berbicara
dengan tenang dan tenang kepada anak, ajukan pertanyaan tentang adanya
nyeri perut dan nilai dengan lembut nada otot perut. Jangan
mengaplikasikan palpasi yang dalam dan nyeri saat memulai pemeriksaan;
Hal ini dapat menyebabkan penjagaan sukarela yang dapat
membingungkan temuan. Sebagian besar bayi dan anak kecil yang stres
dan menangis akan menelan banyak udara. Jika perut bagian atas
membengkak saat pemeriksaan, masukkan tabung lambung untuk
mendekompresi lambung sebagai bagian dari fase resusitasi. Dekompresi
tabung orogastrik lebih disukai pada bayi. Adanya tanda bahu dan / atau
sabuk pangkuan meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera
intraabdomen, terutama dengan adanya fraktur lumbal, cairan
intraperitoneal, atau takikardia persisten. Pemeriksaan abdomen pada
pasien yang tidak sadar tidak terlalu bervariasi sesuai usia. Dekompresi
kandung kemih memfasilitasi evaluasi perut. Karena pelebaran lambung
dan kandung kemih yang membengkak dapat menyebabkan nyeri perut,
interpretasikan temuan ini dengan hati-hati, kecuali organ-organ ini telah
didekompresi sepenuhnya.
CEDERA VISCERAL KHUSUS
Sejumlah cedera perut lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan pada orang dewasa. Cedera seperti yang disebabkan oleh
stang sepeda, siku membentur anak di kuadran kanan atas, dan cedera di
lap-belt sering terjadi dan terjadi ketika isi visceral ditekan secara paksa
antara pukulan di dinding anterior abdomen dan tulang belakang di
posterior. Jenis cedera ini juga dapat disebabkan oleh penganiayaan anak.
Cedera pankreas tumpul terjadi dari mekanisme yang sama, dan
pengobatannya tergantung pada tingkat cedera. Perforasi usus halus di atau
dekat ligamen Treitz lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada
orang dewasa, seperti halnya cedera avulsi usus halus dan mesenterika.
Cedera khusus ini sering terlambat didiagnosis karena gejala awal
yang tidak jelas. Pecahnya kandung kemih juga lebih sering terjadi pada
anak-anak daripada pada orang dewasa, karena kedalaman panggul anak
yang dangkal. Anak-anak yang hanya menggunakan sabuk pangkuan
berisiko mengalami gangguan usus, terutama jika mereka memiliki tanda
sabuk pangkuan di dinding perut atau mengalami fraktur distraksi-fleksi
(Kesempatan) pada tulang belakang lumbar. Setiap pasien dengan
mekanisme cedera ini dan temuan ini harus dianggap memiliki
kemungkinan besar cedera pada saluran cerna, sampai terbukti sebaliknya.
Cedera penetrasi pada perineum, atau cedera straddle, dapat terjadi dengan
jatuh ke objek yang menonjol dan menyebabkan cedera intraperitoneal
karena kedekatan peritoneum dengan perineum. Pecahnya viscus berongga
membutuhkan intervensi operasi dini.

I. Trauma Kepala
Sebagian besar cedera kepala pada populasi anak-anak adalah akibat
dari kecelakaan kendaraan bermotor, penganiayaan anak, kecelakaan
sepeda, dan jatuh. Data dari repositori data trauma pediatrik nasional
menunjukkan bahwa pemahaman tentang interaksi antara SSP dan cedera
ekstrakranial sangat penting, karena hipotensi dan hipoksia dari cedera
terkait mempengaruhi hasil dari cedera intrakranial. Kurangnya perhatian
pada ABCDE dan cedera terkait dapat meningkatkan kematian akibat
cedera kepala secara signifikan. Seperti pada orang dewasa, hipotensi
jarang disebabkan oleh cedera kepala saja, dan penjelasan lain untuk
temuan ini harus diselidiki secara agresif.
Otak anak secara anatomis berbeda dengan otak orang dewasa.
Ukurannya berlipat ganda dalam 6 bulan pertama kehidupan dan mencapai
80% ukuran otak orang dewasa pada usia 2 tahun. Ruang subarachnoid
relatif lebih kecil, menawarkan lebih sedikit perlindungan ke otak karena
daya apung yang lebih sedikit. Dengan demikian, momentum head lebih
cenderung memberikan kerusakan struktural parenkim. Aliran darah otak
normal meningkat secara progresif hingga hampir dua kali lipat dari
tingkat orang dewasa pada usia 5 tahun dan kemudian menurun. Ini
sebagian menyebabkan kerentanan signifikan anak-anak terhadap hipoksia
serebral dan hiperkarbia.

ASSESSMENT
Anak-anak dan orang dewasa dapat berbeda dalam menanggapi
trauma kepala, yang mempengaruhi evaluasi anak yang cedera. Berikut
adalah perbedaan utama:
1. Hasil akhir pada anak-anak yang menderita cedera otak parah lebih
baik daripada pada orang dewasa. Namun, hasil pada anak-anak di
bawah usia 3 tahun lebih buruk daripada yang mengikuti cedera
serupa pada anak yang lebih besar. Anak-anak sangat rentan terhadap
efek dari cedera otak sekunder yang dapat disebabkan oleh
hipovolemia dengan penurunan perfusi otak, hipoksia, kejang, dan /
atau hipertermia. Efek kombinasi hipovolemia dan hipoksia pada otak
yang cedera sangat merusak, tetapi hipotensi akibat hipovolemia
adalah faktor risiko tunggal yang paling serius. Sangat penting untuk
memastikan pemulihan yang memadai dan cepat dari volume darah
yang bersirkulasi dengan tepat dan menghindari hipoksia.
2. Meskipun jarang, hipotensi dapat terjadi pada bayi setelah kehilangan
darah yang signifikan ke ruang subgaleal, intraventrikular, atau
epidural, karena jahitan terbuka dan fontanel kranial bayi. Dalam
kasus seperti itu, perawatan berfokus pada pemulihan volume yang
sesuai.
3. Bayi, dengan fontanel terbuka dan jahitan mobile cranial, memiliki
toleransi lebih terhadap lesi massa intrakranial yang meluas atau
pembengkakan otak, dan tanda-tanda kondisi ini mungkin
tersembunyi sampai terjadi dekompensasi yang cepat. Bayi yang tidak
dalam keadaan koma tetapi memiliki fontanel menonjol atau diastasis
jahitan harus diasumsikan mengalami cedera yang lebih parah, dan
konsultasi bedah saraf awal sangat penting.
4. Muntah dan amnesia sering terjadi setelah cedera otak pada anak-anak
dan tidak selalu berarti peningkatan tekanan intrakranial. Namun,
muntah atau muntah terus-menerus yang menjadi lebih sering menjadi
perhatian dan memerlukan CT kepala.
5. Kejang benturan, atau kejang yang terjadi segera setelah cedera otak,
lebih sering terjadi pada anak-anak dan biasanya sembuh sendiri.
Semua aktivitas kejang membutuhkan pemeriksaan CT kepala.
6. Anak-anak cenderung memiliki lebih sedikit lesi massa fokal
dibandingkan orang dewasa, tetapi peningkatan tekanan intrakranial
akibat pembengkakan otak lebih sering terjadi. Pemulihan cepat
volume darah yang bersirkulasi normal sangat penting untuk
mempertahankan tekanan perfusi serebral (CPP). Jika hipovolemia
tidak segera diperbaiki, akibat dari cedera kepala dapat diperburuk
oleh cedera otak sekunder. CT darurat sangat penting untuk
mengidentifikasi anak-anak yang membutuhkan pembedahan segera.
7. Glasgow Coma Scale (GCS) berguna dalam mengevaluasi pasien
anak, tetapi komponen skor verbal harus dimodifikasi untuk anak di
bawah 4 tahun (Tabel 6).
8. Karena peningkatan tekanan intrakranial sering terjadi pada anak-
anak, konsultasi bedah saraf untuk mempertimbangkan pemantauan
tekanan intrakranial harus diperoleh pada awal proses resusitasi untuk
anak-anak dengan
a. skor GCS 8 atau kurang, atau skor motorik 1 atau 2;
b. beberapa cedera yang berhubungan dengan cedera otak yang
memerlukan resusitasi volume besar, operasi dada atau perut
segera, atau yang stabilisasi dan penilaiannya diperpanjang; atau
c. CT scan otak yang menunjukkan bukti perdarahan otak,
pembengkakan otak, atau herniasi transtentorial atau serebelar.
Manajemen tekanan intra kranial merupakan bagian integral
untuk mengoptimalkan CPP.
9. Dosis obat ditentukan oleh ukuran anak dan berkonsultasi dengan ahli
bedah saraf. Obat yang sering digunakan pada anak-anak dengan
cedera kepala antara lain saline hipertonik 3% dan manitol untuk
mengurangi tekanan intrakranial, serta Levetiracetam dan Fenitoin
untuk kejang.

Kriteria tersedia untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko rendah


untuk kepala, tulang belakang leher, dan cedera perut dan oleh karena itu
tidak memerlukan CT.

Table 6 Pediatric Verbal Score

VERBAL RESPONSE V-SCORE

Appropriate words or social 5


smile, fixes and follows

Cries, but consolable 4

Persistently irritable 3

Restless, agitated 2

None 1

PENATALAKSANAAN (MANAGEMENT)
Penatalaksanaan cedera otak traumatis pada anak-anak melibatkan
penilaian dan pengelolaan ABCDE yang cepat dan dini, serta keterlibatan
bedah saraf yang sesuai sejak awal pengobatan. Penilaian sekuensial yang
tepat dan manajemen cedera otak yang difokuskan pada pencegahan
cedera otak sekunder — yaitu, hipoksia dan hipoperfusi — juga penting.
Intubasi endotrakeal dini dengan oksigenasi dan ventilasi yang memadai
dapat membantu menghindari kerusakan SSP yang progresif. Upaya untuk
mengintubasi trakea secara oral pada anak yang tidak kooperatif dengan
cedera otak mungkin sulit dan sebenarnya meningkatkan tekanan
intrakranial.
Di tangan dokter yang telah mempertimbangkan risiko dan manfaat
intubasi pada anak-anak tersebut, sedasi farmakologis dan blokade
neuromuskuler dapat digunakan untuk memfasilitasi intubasi. Saline
hipertonik dan manitol menciptakan hiperosmolalitas dan peningkatan
kadar natrium di otak, mengurangi edema dan tekanan di dalam kubah
tengkorak yang cedera. Zat-zat ini memiliki manfaat tambahan sebagai
agen rheostatic yang meningkatkan aliran darah dan menurunkan respon
inflamasi. Seperti pada semua pasien trauma, penting juga untuk menilai
kembali semua parameter secara terus menerus.

J. Cedera Saraf Tulang Belakang


Trauma Tulang Belakang dan Tulang Belakang juga berlaku untuk
pasien anak. Bagian ini menekankan informasi yang khusus untuk cedera
tulang belakang pediatrik. Untungnya, cedera medulla spinalis pada anak
jarang terjadi — hanya 5% cedera medulla spinalis terjadi pada kelompok
usia anak. Untuk anak-anak di bawah usia 10 tahun, kecelakaan kendaraan
bermotor paling sering menyebabkan cedera ini. Untuk anak-anak berusia
10 hingga 14 tahun, kendaraan bermotor dan aktivitas olahraga
menyebabkan jumlah cedera tulang belakang yang sama.
PERBEDAAN ANATOMI
Perbedaan anatomi pada anak-anak yang perlu diperhatikan dalam
merawat cedera tulang belakang antara lain sebagai berikut:
 Ligamen interspinous dan kapsul sendi lebih fleksibel.
 Badan vertebral terjepit di anterior dan cenderung meluncur ke depan
dengan fleksi.
 Sambungan facet datar.
 Anak-anak memiliki kepala yang relatif besar dibandingkan dengan
lehernya. Oleh karena itu, momentum sudut lebih besar, dan titik
tumpu berada lebih tinggi di tulang belakang leher, yang
menyebabkan lebih banyak cedera pada tingkat oksiput hingga C3.
 Lempeng pertumbuhan tidak tertutup, dan pusat pertumbuhan tidak
terbentuk sempurna.
 Gaya yang diterapkan pada leher atas relatif lebih besar daripada pada
orang dewasa.

K. Trauma Muskuloskeletal
Prioritas awal untuk menangani trauma tulang pada anak-anak sama
dengan prioritas orang dewasa. Kekhawatiran tambahan melibatkan
potensi cedera pada pelat pertumbuhan anak.
SEJARAH (HISTORY)
Riwayat pasien sangat penting dalam evaluasi trauma
muskuloskeletal. Pada anak-anak yang lebih kecil, diagnosis x-ray untuk
patah tulang dan dislokasi sulit dilakukan karena kurangnya mineralisasi
di sekitar epifisis dan adanya fisis (lempeng pertumbuhan). Informasi
tentang besarnya, mekanisme, dan waktu cedera memfasilitasi korelasi
yang lebih baik dari temuan fisik dan sinar-X. Bukti radiografik dari
fraktur pada usia yang berbeda harus mengingatkan dokter akan
kemungkinan perlakuan buruk pada anak, seperti halnya fraktur
ekstremitas bawah pada anak-anak yang terlalu muda untuk berjalan.
KEHILANGAN DARAH
Kehilangan darah yang terkait dengan patah tulang panjang dan
panggul secara proporsional lebih sedikit pada anak-anak dibandingkan
pada orang dewasa. Kehilangan darah terkait dengan fraktur femur
tertutup yang terisolasi yang dirawat dengan tepat dikaitkan dengan
penurunan hematokrit rata-rata sebesar 4 poin persentase, yang tidak
cukup untuk menyebabkan syok. Oleh karena itu, ketidakstabilan
hemodinamik dengan adanya fraktur femur yang terisolasi harus segera
dievaluasi untuk sumber kehilangan darah lainnya, yang biasanya akan
ditemukan di dalam perut.
PERTIMBANGAN KHUSUS DARI TENGKORAK YANG
IMMATURE
Tulang memanjang saat tulang baru dibentuk oleh fisis di dekat
permukaan artikular. Cedera pada, atau berdekatan dengan, area ini
sebelum fisis ditutup dapat menghambat pertumbuhan normal atau
mengubah perkembangan tulang dengan cara yang tidak normal. Trauma
remuk pada fisis, yang seringkali sulit dikenali secara radiografik,
memiliki prognosis terburuk. Sifat tulang yang belum matang dan lentur
pada anak-anak dapat menyebabkan patah tulang "greenstick", yang tidak
lengkap dengan angulasi yang dipertahankan oleh serpihan kortikal di
permukaan cekung. Torus, atau "gesper," fraktur yang terlihat pada anak
kecil melibatkan angulasi akibat impaksi kortikal dengan garis fraktur
radiolusen. Kedua jenis patah tulang ini mungkin menunjukkan
penganiayaan pada pasien dengan riwayat yang tidak jelas, tidak
konsisten, atau bertentangan. Fraktur supracondylar di siku atau lutut
memiliki kecenderungan tinggi untuk cedera vaskular serta cedera pada
lempeng pertumbuhan.
FRAKTUR SPLINTING
Belat sederhana pada ekstremitas yang retak pada anak-anak biasanya
cukup sampai evaluasi ortopedi definitif dapat dilakukan. Ekstremitas
yang cedera dengan bukti gangguan vaskular memerlukan evaluasi darurat
untuk mencegah gejala sisa iskemia yang merugikan. Upaya tunggal untuk
mengurangi fraktur untuk memulihkan aliran darah dapat dilakukan,
diikuti dengan splint sederhana atau splint traksi pada ekstremitas.

L. Penganiayaan Anak
Setiap anak yang mengalami cedera yang disengaja sebagai akibat
dari tindakan pengasuh dianggap sebagai anak yang dipukul atau dianiaya.
Pembunuhan adalah penyebab utama kematian yang disengaja di tahun
pertama kehidupan. Anak-anak yang menderita trauma non-kecelakaan
memiliki tingkat keparahan cedera yang jauh lebih tinggi dan tingkat
kematian enam kali lipat lebih tinggi daripada anak-anak yang mengalami
cedera karena kecelakaan. Oleh karena itu, riwayat menyeluruh dan
evaluasi cermat terhadap anak-anak yang dicurigai mengalami
penganiayaan sangat penting untuk mencegah kematian, terutama pada
anak-anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Dokter harus mencurigai
penganiayaan anak dalam situasi berikut:
 Terdapat perbedaan antara riwayat dan tingkat cedera fisik —
misalnya, seorang anak kecil kehilangan kesadaran atau mengalami
cedera yang signifikan setelah jatuh dari tempat tidur atau sofa, patah
tulang pada ekstremitas saat bermain dengan saudara kandung atau
anak lain, atau menopang ekstremitas bawah patah tulang meskipun
dia terlalu muda untuk berjalan.
 Interval berkepanjangan telah berlalu antara waktu cedera dan
datangnya perawatan medis.
 Anamnesis termasuk trauma berulang, dirawat di DE yang sama atau
berbeda.
 Riwayat cedera berubah atau berbeda antara orang tua atau pengasuh
lainnya.
 Ada riwayat "berbelanja" di rumah sakit atau dokter.
 Orang tua merespons dengan tidak tepat atau tidak mematuhi nasihat
medis — misalnya, meninggalkan anak tanpa pengawasan di fasilitas
darurat
 Mekanisme cedera tidak masuk akal berdasarkan tahap perkembangan
anak (Tabel 7).
Temuan berikut, pada pemeriksaan fisik yang cermat, menyarankan
penganiayaan anak dan memerlukan penyelidikan yang lebih intensif:
 Memar warna-warni (yaitu, memar pada tahap penyembuhan yang
berbeda)
 Bukti seringnya cedera sebelumnya, yang ditandai dengan bekas luka
lama atau patah tulang yang sembuh pada pemeriksaan sinar-X
 Cedera perioral
 Cedera pada area genital atau perianal.
 Fraktur tulang panjang pada anak di bawah usia 3 tahun
 Ruptur visera internal tanpa trauma tumpul mayor sebelumnya
 Hematoma subdural multipel, terutama tanpa fraktur tengkorak baru
 Perdarahan retinal
 Cedera yang aneh, seperti gigitan, luka bakar rokok, dan bekas tali
 Luka bakar derajat dua dan tiga dengan batas-batas tajam
 Patah tulang tengkorak atau patah tulang rusuk terlihat pada anak-
anak yang berusia kurang dari 24 bulan
Di banyak negara, dokter terikat oleh undang-undang untuk
melaporkan insiden penganiayaan anak kepada otoritas pemerintah,
bahkan kasus di mana penganiayaan hanya dicurigai. Anak-anak yang
dianiaya berisiko tinggi mengalami cedera fatal, jadi pelaporan sangatlah
penting. Sistem melindungi dokter dari tanggung jawab hukum untuk
mengidentifikasi kasus penganiayaan yang dikonfirmasi atau bahkan
mencurigakan.
Meskipun prosedur pelaporan berbeda-beda, prosedur tersebut paling
sering ditangani melalui lembaga layanan sosial setempat atau departemen
layanan manusia dan kesehatan negara bagian. Proses pelaporan
penganiayaan anak menjadi lebih penting ketika seseorang menyadari
bahwa 33% dari anak-anak yang dianiaya yang meninggal karena
penyerangan di Amerika Serikat dan Inggris Raya adalah korban dari
episode penganiayaan sebelumnya.

Table 7 Baby Milestones

AGE TYPICAL SKILLS

1 month • Lifts head when supine


• Responds to sounds
• Stares at faces

2 months • Vocalizes
• Follows objects across field of vision
• Holds head up for short periods

3 months • Recognizes familiar faces


• Holds head steady
• Visually tracks moving objects

4 months • Smiles
• Laughs
• Can bear weight on legs
• Vocalizes when spoken to

5 months • Distinguishes between bold colors


• Plays with hands and feet

6 months • Turns toward sounds or voices


• Imitates sounds
• Rolls over in both directions
7 months • Sits without support
• Drags objects toward self

8 months • Says “mama” or “dada” to parents


• Passes objects from hand to hand

9 months • Stands while holding on to things

10 months • Picks things up with “pincer” grasp


• Crawls well with belly off the ground

11 months • Plays games like “patty cake” and “peek-a-boo”


• Stands without support for a few seconds

12 months • Imitates the actions of others


• Indicates wants with gestures

M. Pencegahan
Perangkap terbesar yang terkait dengan trauma pediatrik adalah
kegagalan untuk mencegah cedera anak sejak awal. Hingga 80% cedera
masa kanak-kanak dapat dicegah dengan penerapan strategi sederhana di
rumah dan komunitas. Pencegahan cedera ABCDE telah dijelaskan, dan
memerlukan perhatian khusus pada populasi di antaranya manfaat seumur
hidup dari pencegahan cedera yang berhasil terbukti dengan sendirinya.
(box 10 - 1)
Gangguan sosial dan keluarga yang terkait dengan cedera masa
kanak-kanak tidak hanya dapat dihindari, tetapi untuk setiap dolar yang
diinvestasikan dalam pencegahan cedera, empat dolar disimpan untuk
perawatan rumah sakit.
N. Teamwork
Perawatan anak-anak yang terluka parah menghadirkan banyak
tantangan yang membutuhkan pendekatan tim yang terkoordinasi.
Idealnya, anak-anak yang cedera dirawat di tempat yang memiliki tim
trauma anak yang terdiri dari seorang dokter dengan keahlian dalam
menangani trauma anak, dokter spesialis anak, dan perawat dan staf
pediatrik.
Anggota tim harus diberi tugas dan fungsi khusus selama resusitasi
untuk memastikan transisi perawatan yang teratur. Kenyataannya adalah
bahwa kebanyakan anak yang cedera pada awalnya akan dirawat di
fasilitas dengan sumber daya khusus anak yang terbatas. Tim trauma
dewasa mungkin bertanggung jawab untuk merawat anak-anak yang
cedera dan harus menyediakan hal-hal berikut:
 Pemimpin tim trauma yang memiliki pengalaman dalam merawat
pasien yang terluka dan mengetahui sumber daya medis lokal yang
tersedia untuk merawat anak-anak yang terluka
 Penyedia dengan keterampilan manajemen jalan napas dasar
 Akses ke penyedia dengan keterampilan jalan napas pediatrik tingkat
lanjut
 Kemampuan untuk menyediakan akses vaskular pediatrik melalui
jalur perkutan atau intraoseus
 Pengetahuan tentang resusitasi cairan pediatrik
 Ukuran peralatan yang sesuai untuk berbagai usia yang berbeda
 Perhatian yang ketat pada dosis obat
 Keterlibatan awal ahli bedah dengan keahlian pediatrik, lebih disukai
ahli bedah pediatrik
 Pengetahuan dan akses ke sumber daya pediatrik yang tersedia
(dokter anak, pengobatan keluarga) untuk membantu mengelola
komorbiditas atau masalah khusus pediatrik
 Dimasukkannya keluarga anak selama resusitasi gawat darurat dan
selama anak tinggal di rumah sakit
 Sangatlah penting untuk menanyai setelah kasus trauma pediatrik.
Anggota tim dan orang lain yang hadir di ruang resusitasi mungkin
sangat terpengaruh oleh hasil yang buruk untuk anak-anak. Sumber
daya kesehatan mental yang tepat harus tersedia.

2.2. Pemeriksaan Fisik pada Pasien Trauma Pediatrik


A. Cedera Otak Ringan
Cedera Otak Ringan adalah cedera otak yang diklasifikasikan
berdasarkan tingkat kesadaran yang diukur dengan menggunakan skala
GCS (Glasgow Coma Scale) 13-15 yang diukur 30 menit setelah trauma
(1,2,5)
1. Anamnesis
Identitas pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama,
Pekerjaan, Alamat
- Keluhan utama
- Mekanisma trauma
- Waktu dan perjalanan trauma
- Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
- Amnesia retrograde atau antegrade
- Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran,
kejang, vertigo
- Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
- Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,
hipertensi dan diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan
darah
2. Pemeriksaan Fisik

Secondary Survey
Pemeriksaan Status Generalis Pemeriksaan dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan khusus untuk
menentukan kelainan patologis, dengan metode: – Dari ujung
rambut sampai dengan ujung kaki atau, – Per organ B1 – B6
(Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone) Pemeriksaan fisik
yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:
Pemeriksaan fisik:
1. pemeriksaan tanda vital, tekanan darah, nadi respirasi dan
derajat kesadaran sesuai dengan skala koma glasgow pediatrik
untuk stabilisasi segera untuk kelangsungan hidup dasar.
2. Status mental dievaluasi apakah anak masih menangis,
responsif atau diam, gaduh gelisah hingga agitasi.
3. Status lokalis trauma perlu diperinci dengan cermat misalnya
jika ada benjolan, lokasi, besar, rasa nyeri, berdenyut atau tidak
(pulsatif).
4. Kepala:
a. Jejas trauma apakah ada hematoma, lacerasi, luka terbuka,
depresi tulang, gigi patah atau tanggal
b. Cairan yang keluar melalui telinga, hidung dan mulut,
battle sign, racoon eyes.
c. Wajah asimetris atau tidak.
d. Refleks pupil isokor atau anisokor, diameter pupil dan
refleks cahaya.
e. Evaluasi nervi cranialis apakah ada lateralisasi atau tidak.
5. Leher:
a. Jejas trauma, lokasi, jika ada secepatnya harus dilakukan
stabilisasi dan imobilisasi untuk mencegah cedera baru
akibat perlakuan.
b. Kaku kuduk jika dicurigai terjadi kebocoran cairan
serebrospinal tetapi terdapat jejas diseputar leher maka
pemeriksaan meningeal sign dapat dilakukan ditempat lain
misalnya memeriksa tanda kerniq atau laseque.
6. Pemeriksaan jejas diluar kepala yang berpotensi menyebabkan
perdarahan baik yang nyata atau perdarahan internal.
7. Pemeriksaan sensorimotor untuk menilai pergerakan apakah
masih spontan, simetris dan terkoordinasi dengan baik atau
tidak. Pemeriksaan refleks fisiologis, patologis untuk menilai
keterlibatan parenkim otak.
Pathway

2.3. Prosedur Diagnostic pada Pasien Trauma Pediatrik


Riwayat klinis Pada saat kedatangan pasien, pemeriksaan awal dan
penanganan kedaruratan yang meliputi jalan napas (airway), pernapasan
(breathing) dan sirkulasi darah (circulation) (the ABCs of emergency
management). dilakukan dengan cermat. Setelah keadaan stabil dapat
ditanyakan riwayat klinis pasien secara singkat dan cepat dengan perhatian
pada waktunya, pajanan, dan gejala penyertanya. Anak sering tampak tidur
dapat disebabkan kelainan metabolik, anak tiba-tiba tidak sadar karena
pecahnya pembuluh darah, anak jatuh mungkin karena perdarahan
intrakranial atau anak tidak sadar setelah kejang lama. Sakit kepala dengan
kekakuan di leher dapat disebabkan meningitis. Pasien dengan muntah-
muntah kemudian tak sadar dapat disebabkan sindrom Reye.
Informasi penting lainnya adalah yang berhubungan dengan kesehatan,
atau gejala neurologis yang terjadi sebelum penurunan kesadaran. Riwayat
muntah – muntah sebelumnya, gangguan bicara, bingung, hemiparesis, atau
sakit dada, dapat dibuat daftar kemungkinan penyebabnya
Pemeriksaan Fisis Dan Neurologis
Pada prinsipnya pemeriksaan fisis umum tidak terpisahkan dengan
pemeriksaan neurologis. Secara garis besar pemeriksaan ini dapat langsung
dikerjakan pada saat yang bersamaan. Pemeriksaan fisis dan neurologis umum
dilakukan sebagai berikut
1. Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi (ABCs management ) sebagai
resusitasi awal
2. Respirasi – disfungsi saluran napas atas atau bawah
3. Derajat kesadaran
4. Pemeriksaan saraf otak, gerakan bola mata, respon pupil, refleks
okulosefalik dan okulovestibular
5. Pemeriksaan motorik, posisi istirahat, aktivitas motorik spontan, respon
terhadap rangsang
6. Pemeriksaan sistemik: suhu, funduskopi, telinga – hidung - tenggorokan,
jantung, pembuluh darah, dan perut

Tanda Vital
Pada keadaan awal pemeriksaan tanda vital meliputi tekanan darah, laju
nadi atau denyut jantung dan laju napas sangat membantu dalam menentukan
penyebab penurunanan kesadaran. Beberapa penyebab yang perlu difikirkan
berdasarkan kelainan tanda vital dapat dilihat pada Tabel 8

. Tabel 8. Penyebab tersering perubahan tekanan darah dan laju nadi anak
tidak sadar
Skala Koma Glasgow
Penentuan tingkat kesadaran agar mudah dinilai secara objektif
ditentukan dengan skala numerik. Skala koma Glasgow yang ditujukan
pada trauma kapitis, ternyata dapat digunakan pada keadaan penurunan
kesadaran akibat penyebab lain. Penilaian dilakukan dengan penilaian
numerik terhadap respon terbaik buka mata, fungsi motorik, dan respon
lisan atau verbal. Adapun penilaian skala koma Glasgow anak dapat dilihat
pada Tabel 9.
Skala ini dapat menentukan prognosis pada trauma kepala pada
dewasa, tetapi tidak dapat menentukan prognosis penurunan kesadaran
akibat lain pada anak. Skala koma Glasgow dan modifikasinya untuk anak
lebih objektif dalam menilai tingkat kesadaran. Pada Skala koma Glasgow
Pediatrik dibuat sedikit perubahan penilaian verbal dan mengubah nilai
terbaik berdasarkan perkembangan dan usia anak. Skala berkisar antara 3 –
15; nilai skala 12 – 14 menunjukkan gangguan kesadaran ringan, nilai skala
9 -11 menunjukkan gangguan kesadaran sedang, dan nilai skala < 8
didefinisikan sebagai koma.

Tabel 9 Penilaian skala koma Glasgow pada anak


Pola Napas
Pola napas normal membutuhkan interaksi normal antara batang otak dan
korteks. Batang otak berperan dalam mengatur keinginan napas (drive),
sedangkan kortek berperan dalam mengatur pola napas.2. Kontrol
metabolik, oksigenisasi, asam – basa dikontrol dengan menurunkan pusat
batang otak antara medula dan midpons. Kontrol pola napas di midbrain.
Gangguan metabolik dan hipoksia dapat diatasi dengan perubahan pola
pernapasan, sehingga pola napas yang abnormal mencerminkan gangguan
neurologis yang berat. Penentuan lokalisasi kelainan berdasarkan pola
napas tidak selalu pasti. Mengenal kelainan pola napas ini penting untuk
klinisi, memperkirakan derajat proses yang terjadi. Adapun karakteristik
pola napas dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pola pernapasan disertai dengan penurunan fungsi susunan saraf pusat
Ukuran Dan Reaktifi Tas Pupil, Serta Gerak Bola Mata
Reaksi pupil (konstriksi dan dilatasi) diatur oleh sistim saraf simpatis
(midriasis) dan parasimpatis (miosis), yang relatif tidak terpengaruh oleh
gangguan metabolik. Tidak adanya refleks pupil terhadap cahaya,
cenderung disebabkan kelainan struktural yang mempengaruhi derajat
kesadaran. Serabut – serabut simpatis berasal dari hipotalamus, menurun
ke daerah atas spina torasikus, dan menaik ke atas sepanjang arteri karotis
interna dan melalui fisura orbitalis superior menuju pupil. Adapun serabut-
serabut parasimpatis berasal dari midbrain dan menuju pupil melalui saraf
okulomotorius (Nervus III).
Ensefalopati metabolik atau intoksikasi glutamat menyebabkan pupil
mengecil dan konstriksi tetapi responsif terhadap cahaya. Lesi di daerah
diensefalon dan intoksikasi barbiturat memberikan respon yang sama. Lesi
midbrain mempengaruhi serabut simpatis dan parasimpatis sehingga pupil
terfiksasi di tengah, konstriksi pupil yang tidak reaktif. Keterlibatan saraf
otak ke III menyebabkan dilatasi pupil terfiksasi. Pupil pinpoint ditemukan
akibat lesi di daerah pontin. Kelumpuhan asimetri lebih sering ditemukan
akibat kelainan struktural sebagai penyebab penurunan derajat kesadaran.
Jaras yang mengatur gerakan bola mata melalui fasikulus longitudinal
medialis yang berhubungan dengan saraf otak ke III, IV, IV di batang
otak.
Gerakan bola mata abnormal pada pasien dengan penurunan
kesadaran disebabkan oleh gangguan anatomis yang lokasinya sama
dengan bagian kaudal ARAS. Beberapa keadaan yang menyebabkan
gangguan refleks pupil dan gerakan bola mata dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Gangguan refl eks pupil dan gerakan bola mata pada
penurunan kesadaran

Respon Motorik
Fungsi motorik dapat memberikan informasi tentang lokalisasi lesi.
Pola hemiparesis disertai refleks otot abnormal, memperlihatkan lokalisasi
lesi kontralateral dari jaras kortikospinalis. Fenomena kortikal, akibat
kerusakan pada atau di atas nukleus tertentu pada batang otak, dapat
menyebabkan sindrom.
 Dekortikasi atau posisi fleksi (lengan fleksi dan tertarik ke atas dada)
disebabkan oleh kerusakan traktus spinalis atau di atas red nucleus
 Deserebrasi atau posisi ekstensi (lengan ekstensi dan rotasi interna)
disebabkan kerusakan dekat traktus vestibulospinalis, atau akibat
keracunan
 Opistotonus adalah posisi kepala ke belakang disertai tulang belakang
melengkung, dan tangan di samping akibat kerusakan berat kedua
korteks

Manifestasi Klinis Berdasarkan Tingkat Gangguan


Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar manifestasi klinis
berdasarkan tingkat gangguan pada susunan saraf pusat dapat dilihat pada
Tabel 12.

Tabel 12. Manifestasi klinis berdasarkan tingkat gangguan di susunan saraf pusat

Evaluasi diagnosis tingkat gangguan kesadaran perlu ditentukan


dengan menilai respon motorik, besar dan reaksi pupil, gerak bola mata
dan pola pernapasan. Dengan mengetahui tingkat gangguan kesadaran
secara berkala dapat ditentukan prognosis pasien.

2.4. Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Pediatrik


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki lebih beresiko dua kali lipat
lebih besar daripada resiko pada wanita), usia (biasanya terjadi pada
anak-anak usia 2 bulan, usia 15 tahun hingga 24 tahun, dan lanjut
usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, tanggal MRS
(Kowalak, 2011).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien Cedera Otak Sedang adalah gangguan
penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala ( pusing ), mual, dan
muntah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala.
Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun
(GCS<15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris
atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta
kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. Perlu
ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-
ngebutan
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol berlebihan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan diabetes melitus.
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran (cedera kapala ringan, GCS : 13-15; cedera
kepala sedang GCS : 9-12; cedera kepala berat, bila GCS kurang atau
sama dengan 8 dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.

1) Sistem pernafasan (B1/ Breathing)

a) Inspeksi : Di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi


sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi
klavikula/dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada : di nilai penuh dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan
mungkin menunjukan adanya atelectasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemothoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang
tepat. Pada observasi ekspansi dada juga perlu di nilai : retraksi
dari otot- otot intercostal, substernal, pernapasan abdomen, dan
respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas
ini dapat terjadi jika otot-otot intercostal tidak mampu
menggerakan dinding dada.

b) Palpasi : Fremitus menurun di banding dengan sisi yang lain


akan di dapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga
thoraks

c) Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan


melibatkan trauma pada thoraks/hematothoraks

d) Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,


stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada
klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

2) Sistem kardiovaskuler (B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem karidiovaskuler di dapatkan renjatan


(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala
sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera
kepala pada beberapa keadaan dapat di temukan tekanan darah
normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia dan aritmia.
Frekuansi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar
haemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan
merangsang pelepasan antidiuretic hormone (ADH) yang
berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau mengeluarkan garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini
akan meningkat sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada sistem kardiovaskuler

3) Sistem persyarafan (B3 (Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama


di sebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat
adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural
hematoma dan epidural hematoma.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap di bandingkan
pengkajian pada sistem lainya.

a) Pengkajian Tingkat Kesadaran

b) Pengkajian Fungsi Serebral

c) Pengkajian Syaraf Kranial

d) Pengkajian Sistem Motorik

e) Pengkajian Reflek

f) Pengkajian Sistem Sensorik

4) Sistem perkemihan (B4 (Bladder)

Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakeristik urine,


termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
pada ginjal setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami
inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
menggunakan sistem perkemihan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang – kadang kontrol sfingter urinarius
eksternal hilang atau berkurang .selama periode ini,dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) Sistem pencernaan (B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan


menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
dihubungksn dengsn peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas

6) Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6 (Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh


ekstermitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit, warna kebiruan menunjukakan
adanya sianosis ( ujung kuku, ekstermitas,telinga, hidung, bibir
dan membram mukosa).pucat pada wajah dan membram mukosa
dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau
syok,pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator
dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada
kulit dapat menunjukkan adanya demam, dan infeksi. Integritas
kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi,mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat

2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri Akut
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik misalnya
abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan dibuntikan
dengan cedera traumatik (SDKI, Hal 172)

3. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosis : Nyeri Akut I.08238 (SIKI, Hal 172)

Tindakan :

Observasi :

- Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan


nyeri

- Identifikasi respon nyeri non verbal

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas, intensitas nyeri

Terapeutik :

- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.


Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan


strategi meredakan nyeri

Edukasi :

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri


- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Observasi :

- Mengidentifikasi skala nyeri

- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri

- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas, intensitas nyeri

Terapeutik :

- Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.


Suhu ruangan, pencahayaan, kebisinfan)

- Memfasilitasi istirahat dan tidur

- Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan


strategi meredakan nyeri

Edukasi

- Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

- Menjelaskan strategi meredakan nyeri

- Menangjurkan memonitor nyeri secara mandiri

- Menganjurkan menggunakan analgesik secara tepat

Kolaborasi
Mengkolaborasikan pemberian analgesik, jika perlu

5. Evaluasi

S : Klien megatakan sudah mengetahui tentang penyebab nyerinya

O : Klien mampu menggunakan anlgesik secara mandiri

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Karakteristik unik anak-anak meliputi perbedaan penting dalam
anatomi, luas permukaan tubuh, kepatuhan dinding dada, dan
kematangan kerangka. Tanda-tanda vital normal sangat bervariasi
sesuai usia. Asesmen awal dan pengelolaan anak-anak yang terluka
parah dipandu oleh pendekatan ABCDE. Keterlibatan awal ahli bedah
umum atau ahli bedah anak sangat penting dalam menangani cedera
pada anak.
2. Penatalaksanaan cedera visceral abdomen nonoperatif harus dilakukan
hanya oleh ahli bedah di fasilitas yang dilengkapi untuk menangani
kontinjensi dengan cara yang cepat.
3. Penganiayaan anak harus dicurigai jika ada temuan yang
mencurigakan pada riwayat atau pemeriksaan fisik. Ini termasuk
riwayat yang tidak sesuai, presentasi yang tertunda, cedera yang
sering terjadi sebelumnya, cedera yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan, dan cedera perineum.
4. Sebagian besar cedera masa kanak-kanak dapat dicegah. Dokter yang
merawat anak-anak yang cedera memiliki tanggung jawab khusus
untuk mempromosikan penerapan program dan praktik pencegahan
cedera yang efektif di rumah sakit dan komunitas mereka.
3.2. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih
dalam mengenai Askep Trauma Pada Pasien Pediatrik. Kami berharap
makalah ini bisa lebih baik lagi kedepannya. Dan Penulis selanjutnya bisa
melengkapi kekurangan dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ronald M. Stewart, MD, FACS and friends. ATLS Advanced Trauma Life Support
Student Course Manual Tenth Edition. 2018. American College of Surgeons.
United States of America
Erny dkk. Trauma Kepala pada Anak: Klasifikasi Hingga Pemantauan Jangka
Panjang. 2019. Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra
Yuniarti N. Epidemologi Trauma Secara Global. 2012. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Denpasar
Indra Muhammad. Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” Dengan Diagnosa
Medis Cedera Otak Ringan(Cor) Di Ruang Melati Rsud Bangil Pasuruan.
2020. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Partini P. Trihono dkk. Kegawatan pada Bayi dan Anak. 2012. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 2017.
Dewan Pengurus Pusat. Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 2017.
Dewan Pengurus Pusat. Jakarta Selatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2017.
Dewan Pengurus Pusat. Jakarta Selatan

Lampiran 1. Lembar Pernyataan (dilampirkan dalam makalah)


Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain
kecuali yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik, kami bersedia
mendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

……………., tanggal, bulan, tahun

Nama Nim Tanda tangan mahasiswa

Efa Datul Umami (18142010084)


Kusuma Laila Watik (18142010091)

Moh Sofyan Adiputra (18142010094)

Asma Inas Tesa (18142010106)

Nurur Rohmah (18142010097)

Pathul Bari (18142010112)

Agus Solihin (18142010105)

Fakihatul Ainaini (18142010085)

LEMBAR PENILAIAN

MAKALAH DAN PRESENTASI KELOMPOK


No Aspek Kriteria Penilaian Nil
yang max
dinilai

1. Pendahulua a. Menjelaskan topik, 0-5


n tujuan dan deskripsi
singkat makalah
b. Spesifik
2. Isi dan Laporan lengkap 0-20
kesimpulan

3. Daftar a. Menggunakan aturan 0-5


pustaka penulisan daftar
pustaka yang baik dan
benar
b. Jumlah minimal
referensi: buku (3),
internet (5) dan jurnal
(1)
4. Penulisan a. Jumlah halaman min. 0-10
makalah 10 (bab1 - penutup)
b. Penulisan bahasa
Indonesia yang baik
dan benar termasuk
tanda baca.
c. Logo (5x5 cm)
d. Penggunaan Theme
font times new roman
font 12 spasi 1,5
e. Kertas A4 minimal
70 gram
f. Tehnik mengutip dari
referensi
g. Kelengkapan form
penilaian (wajib ada)
5. Proses a. Keaktifan konsultasi 0-10
Konsultasi b. Kemampuan diskusi
(responsive dan
analisis)
NILAI TOTAL (max 50)

FORMAT PENILAIAN MAKALAH

KOMENTAR FASILITATOR

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......................................................

PRESENTASI KELOMPOK

NO ASPEK YANG DINILAI Nilai

1. Kemampuan 0-10
mengemukakan inti sari
makalah

2. Kemampuan menggunakan 0-10


media dan IT

3. Kemampuan berdiskusi 0-30


(responsif, analisis)

NILAI TOTAL

Nb: Untuk nilai presentasi kelompok, Jika tidak hadir maka nilai otomatis 0.
Jika ingin menambah nilai, ada penugasan dari pengampu dengan nilai maksimal
20 (menghadap wajib h+1)

Soft Skill yang dinilai selama diskusi : team work, komunikasi

Komentar fasilitator :

....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................

Penilaian mahasiswa lain/audien (maksimal 100)

POINT ASPEK YANG


PENILAIAN DINILAI

Selama proses  Aktif bertanya


diskusi  Aktif memberikan
ide/pendapat
(nilai 65-100)  Inovatif dan kreatif
dalam memberikan
pendapat.
 Kemampuan analitik
dalam mengajukan
pertanyaan dan
memberikan solusi

Mahasiswa yang tidak hadir

1.

2.

3.

Kriteria penilaian:

a. Mahasiswa yang bertanya / memberikan pendapat / menyimpulkan


penilaian sama seperti di atas
b. Mahasiswa hadir tapi tidak bertanya/ memberikan pendapat/
menyimpulkan, penilaian 65
c. Mahasiswa tidak hadir (nilai otomatis 0), kalo menginginkan nilai
tambahan menghadap pengampu, h+1, nilai maksimal 56

Tanggal Nama Mahasiswa Revisi Dosen


pembimbing
Senin, 5 1. Efa Datul Mufarika,
April Umami S.Kep.,Ns.,M.Kep
2021 2. Kusuma Laila
Watik
3. Moh. Sofyan A
4. Asma Inas Tesa
5. Nurur Rohmah
6. Pathul Bari
7. Agus Solihin
8. Fakihatul A

Anda mungkin juga menyukai