Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


Tata Kelola Perusahaan

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Ade Irma 1902110283
Risda Aulia 1902113080
Siti Jauhariah 1902111654
Widya Wati 1902110026

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 27 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................i


Daftar Isi ...............................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................2
Bab II Pembahasan
2.1 Pengungkapan dan Transparansi ..............................................................3
2.1.1 Pengertian Transparansi...................................................................3
2.1.2 Pengungkapan..................................................................................3
2.2 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi Di Indonesia.................6
2.3 Insider Trading..........................................................................................8
2.4 Contoh Kasus Pengungkapan dan Transparansi pada PT. Perusahaan
Gas Negara................................................................................................9
2.4.1 Profil Perusahaan..............................................................................9
2.4.2 Kronologi Kasus...............................................................................10
2.4.3 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip OECD 5 Pengungkapan dan
Transparansi.....................................................................................12
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan................................................................................................13
3.2 Saran..........................................................................................................14
Daftar Pustaka.......................................................................................................15

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip transparansi mengharuskan informasi tersedia dan dapat langsung


diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Prinsip
pengungkapan dan transparansi menyatakan bahwa perusahaan harus
mengungkapkan semua informasi material mengenai perusahaan secara akurat
dan tepat waktu. Beberapa informasi material tersebut antara lain kondisi
keuangan, struktur kepemilikan, transaksi pihak berelasi, dan tata kelola
perusahaan. Laporan keuangan perusahaan harus di audit oleh auditor eksternal
yang independen dan kompeten, serta media komunikasi harus memberikan akses
informasi yang relevan yang sama, tepat waktu, dan efisien dari sisi biaya untuk
semua pemangku kepentingan.
Aturan pengungkapan yang transparan akan mengurangi
ketidakseimbangan informasi sehingga kemungkinan terjadinya tindakan yang
dapat merugikan perusahaan dapat diperkecil. Adanya praktik pengungkapan yang
baik disuatu pasar modal dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi
dan juga melindungi investor. Informasi yang disampaikan perusahaan kepada
investor perlu disediakan secara reguler, dapat diandalkan, dan dapat
dibandingkan dengan cukup rinci agar investor dapat menilai akuntabilitas
manajemen, dan mengambil keputusan
Terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu pengungkapan wajib dan
pengungkapan sukarela. Regulator mrnrtapkan pengungkapan wajib apa saja yang
harus dilakukan perusahaan. Peraturan Bapepam- LK mengharuskan perusahaan
publik untuk menyampaikan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan
(X.K.2), serta menyampaikan laporan tahunan (X.K.6). Bursa efek indonesia juga
mengatur kewajiban perusahaan tercatat untuk menyampaikan laporan keuangan
interim ( Peraturan No I-E). Perusahaan secara sukarela juga dapat melakukan
pengungkapan sukarela, melebihi pengungkapan wajib yang diharuskan regulator.

1
Yang perlu diungkapkan adalah yang material yaitu informasi yang jika tidak
diungkapkan atau disajikan secara tidak wajar akan mempengaruhi pengambilan
keputusan ekonomis oleh pengguna informasi.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan pengungkapan dan transparansi?
2) Bagaimana perkembangan sejarah pengungkapan dan transparansi di
Indonesia ?
3) Apa yang dimaksud dengan insider trading ?
4) Bagaimana keterkaitan kasus pada PT. Perusahaan Gas Negara dengan
prinsip OECD 5 pengungkapan dan transparansi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Tata Kelola
Perusahaan.
2) Untuk mengetahui dan memahami apa itu pengungkapan dan transparansi.
3) Untuk mengetahui perkembangan sejarah penungungkapan dan
transparansi di Indonesia.
4) Untuk mengetahui tentang insider trading.
5) Untuk mengetahui keterkaitan kasus pada Pt. Perusahaan Gas Negara
dengan prinsip OECD 5 pengungkapan dan transparansi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengungkapan dan Transparansi


2.1.1 Pengertian Transparansi
Bushman & Smith (2003: 76) mendefinisikan transparansi perusahaan
sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya
mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan,
kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang
bersifat umum. Dalam tingkatan negara, Bushman, dkk (2004)
mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu transparansi
keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara
disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah
analisis, dan media penyebarannya. Sedangkan transparansi pemerintah disusun
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.2 Pengungkapan
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa pengungkapan
yang tepat waktu dan akurat dibuat pada semua hal material mengenai
perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola
perusahaan. Pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi,
yaitu penyajian informasi dalam bentuk statemen keuangan. Pengungkapan harus
mencakup standar sebagai berikut :
1) Pengungkapan harus mencakup informasi material tentang:
a) Hasil keuangan dan operasi perusahaan.
b) Tujuan perusahaan.
c) Kepemilikan saham mayoritas dan hak suara.
d) Kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif, dan
informasi tentang anggota dewan, termasuk kualifikasi, proses
seleksi, direktur perusahaan lain dan apakah mereka dianggap
independen oleh dewan.

3
e) Transaksi dengan pihak terkait.
f) Faktor risiko mendatang.
g) Isu mengenai karyawan dan stakeholders lainnya.
h) Struktur dan kebijakan tata kelola, khususnya isi kebijakan tata
kelola perusahaan dan proses yang diimplementasikan.
i) Informasi harus disiapkan dan diungkapkan sesuai dengan standar
kualitas akuntansi yang tinggi dan pengungkapan keuangan dan non-
keuangan.
2) Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan
berkualitas dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif
kepada dewan dan pemegang saham bahwa laporan keuangan cukup
mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang
material.
3) Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan
berkewajiban kepada perusahaan untuk melakukan kerja profesional dalam
melakukan audit.
4) Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan akses yang adil,
tepat waktu, dan akses yang hemat biaya kepada informasi yang relevan
oleh pengguna.
5) Kerangka Corporate Governance harus dilengkapi dengan pendekatan
yang efektif yang membahas dan mempromosikan penyediaan analisis
atau nasihat oleh analis, broker, lembaga pemeringkat yang relevan dengan
keputusan oleh investor, bebas dari konflik kepentingan material yang
mungkin meragukan integritas analisis atau nasihat mereka.

Good Corporate Governance mutlak diperlukan jika ada potensi konflik


kepentingan diantara pihak tertentu. Hal ini terjadi karena adanya asimetri
informasi (information asymmetry), yaitu keadaan di mana salah satu pihak
memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki pihak lain. Ada dua tipe utama asimetri
informasi :

4
a) Adverse selection yaitu satu pihak atau lebih yang melakukan transaksi
usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Contoh :
informasi internal perusahaan kepada investor yang dibatasi oleh manajer.
b) Moral hazard yaitu satu pihak atau lebih tidak dapat mengamati tindakan
pihak lain, padahal tindakan tersebut mempengaruhi kepentingan semua
pihak dalam transaksi. Contoh : memotivasi usaha manajer (terkait dengan
pemisahan tugas).

Dalam pengungkapan terdapat biaya-biaya yang dibutuhkan dalam


pengungkapan, seperti sebagai berikut :
a) Out-of-pocket costs yaitu biaya administrasi, bahan baku, dan sebagainya.
b) Indirect costs yaitu biaya untuk mengungkapkan informasi kepada
kompetitor (potensial).
Perusahaan akan meningkatkan jumlah pengungkapan selama manfaat
pengungkapan melebihi biaya yang dikeluarkan.

Menurut penelitian dan bukti empiris, terdapat asosiasi negatif tehadap


pengungkapan yaitu antara :
1) Tingkat pengungkapan dan cost of equity capital. Ada dua penjelasan:
a) Peningkatan pengungkapan meningkatkan likuiditas pasar saham
dan mengurangi cost of equity capital, bisa melalui pengurangan
biaya transaksi atau peningkatan permintaan untuk saham
perusahaan.
b) Peningkatan pengungkapan mengurangi risiko estimasi yang
disebabkan estimasi investor tentang parameter return asset.
2) Tingkat pengungkapan dan cost of debt. Alasan lenders dan underwriters
mempertimbangkan kebijakan pengungkapan perusahaan dalam estimasi
mereka tentang default risk.

Menurut Andrew Sheng (2000), manfaat pengungkapan adalah untuk


memelihara integritas dan untuk berfungsi secara adil dan efisien, pasar perlu
informasi berkualitas tinggi, pengungkapan tepat waktu, dan akses efisien untuk

5
informasi tersebut. Para investor membutuhkan informasi ini untuk membuat
keputusan investasi dan untuk berdagang. Sebenarnya tanpa regulasi pun,
perusahaan memiliki insentif pribadi untuk melakukan pengungkapan informasi.
Dengan alasan, yaitu :
a) Perusahaan mengadakan kontrak dengan berbagai pihak. Kontrak ini perlu
informasi untuk mengawasi apakah hak dan kewajiban tiap pihak sudah
terpenuhi.
b) Tekanan pasar (pasar modal dan tenaga kerja). Manajer yang berkinerja
baik akan dinilai tinggi oleh pasar, apalagi jika manajer bisa meningkatkan
nilai perusahaan.

2.2 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi Di Indonesia


Berdasarkan pada Jurnal Corporate Governance, Disclosure and Its
Evidence in Indonesia yang dibuat oleh Siddharta Utama, pengungkapan pada
emiten di Indonesia pada awalnya berdasarkan pada PP no. 64 tahun 1999 tentang
Laporan Tahunan. Menurut peraturan tersebut pengungkapan hanya boleh
dilakukan oleh perusahaan listed saja, sehingga akhirnya muncul peraturan baru
yang mengharuskan semua perusahaan, termasuk yang tidak listed harus di audit
dan diungkapkan laporan keuangannya apabila memiliki nilai aset atau aset bersih
melebihi Rp. 25.000.000.000. Selain itu, tertera juga dalam peraturan Bapepam-
LK VIII.G.2. pengungkapan laporan tahunan meliputi :
a) Deskripsi umum, yang berisi profil perusahaan, produk, sistem organisasi
dan lainnya.
b) Deskripsi khusus, yang berisi mengenai informasi saham, nilai aset,
kebijakan dividen, dan lainnya.
c) Ringkasan mengenai data keuangan yang meliputi perbandingan penjualan
selama 5 tahun, laba kotor, laba operasi, laba bersih, EPS, dan analisa
laporan keuangan lainnya.
d) Diskusi dan analisis manajemen, yang berisi tentang analisis dan informasi
yang berpotensi material yang terjadi sejak laporan tahun lalu.

6
e) Laporan Keuangan, penyajian laporan keuangan berdasarkan standar yang
berlaku.
Kemudian Herwidiyatmo mengusulkan agar detail pengungkapan harus
sesuai dengan standar internasional, seperti hal-hal yang menyangkut kepentingan
minority shareholder. Agar tidak terjadi adanya benturan kepentingan maka
dibutuhkan persetujuan oleh pemilik saham minoritas. Penerapan ini pertama kali
diikuti oleh 22 perusahaan yang listed dan pedoman yang digunakan berdasarkan
peraturan Bapepam, Regulasi Industri, dan Standar akuntansi yang berlaku umum.
Dalam perkembangan pengungkapan laporan tahunan pada bank di
Indonesia, terutama bank sentral (Bank Indonesia), pengungkapan tidak hanya
ditujukan pada publik saja, namun juga diungkapkan di bank-bank yang
beroperasi di Indonesia. Informasi yang diungkapkan adalah :
a) Informasi umum, yang berisi mengenai profil emiten (struktur, produk,
pemilik dan lainnya).
b) Laporan Keuangan 2 tahun terakhir, yang berisi laporan audit, neraca,
laporan rugi laba, laporan perubahan modal, arus kas, komitmen dan
kontijensi, dan catatan atas laporan keuangan.
c) Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu berisi analisis kredit, persentase
kredit nasabah, kredit relasi, kredit yang kolektif, dan loan dari dalam dan
luar negeri.
Berdasarkan studi, skor (level) pengungkapan perusahaan listed yang ada
di Indonesia masih dibawah 60%. Hal ini berarti syarat-syarat pemenuhan
pengungkapan berdasarkan peraturan Bapepam-LK masih rendah, dan dibutuhkan
perhatian khusus mengenai hal ini. Lebih menarik, ternyata auditor memainkan
peran juga dalam menentukan skor (level) pengungkapan ini. Skor pengungkapan
akan makin rendah pada saat emiten berganti dengan auditor yang baru. Dalam
hal ini, pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang penting
dalam menunjukkan identias perusahaan yang sebenarnya.

7
2.3 Insider Trading
Insider trading merupakan istilah teknis yang hanya dikenal dalam pasar
modal. Istilah tersebut mengacu kepada praktek di mana orang dalam (corporate
insider), melakukan transaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif
yang mereka miliki yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor.
Praktek insider trading bertentangan dengan prinsip keterbukaan.
Keterbukaan merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan yang menjual
sahamnya melalui bursa efek. Prinsip keterbukaan (disclosure principle)
merupakan sesuatu yang harus ada, baik untuk kepentingan pengelola bursa
(BEJ), pengawas (Bapepam), dan calon investor. Oleh karena itu, dapat ditentukan
bahwa perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek insider trading apabila
memenuhi tiga unsur minimal, yaitu :
a) Adanya orang dalam (insider).
b) Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum di
disclosed (unpublished inside information).
c) Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan informasi
material yang belum tersedia untuk umum tersebut (insider trading).
Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien.
Dampak negatif insider trading adalah:
a) Pembentukan harga yang tidak fair. Pembentukan harga tersebut
disebabkan kurangnya informasi yang merata yang dimiliki para pelaku
bursa, artinya hanya dimiliki oleh orang dalam atau sekelompok orang
tertentu yang mempunyai akses terhadap orang dalam.
b) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya kepercayaan
investor terhadap bursa akan menyebabkan perubahan kebijakan
investasinya dan akhirnya bursa tidak lagi dianggap sebagai alternatif
sumber pembiayaan yang menguntungkan.
c) Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena ambiguitas dan
rendahnya reliabilitas informasi yang mengemuka, sehingga menghambat
perkembangan pasar modal yang pada akhirnya dapat memperlambat
pertumbuhan ekonomi karena menurunnya minat investasi.

8
d) Memperburuk citra emiten. Hilangnya kepercayaan investor terhadap
emiten merupakan salah satu penyebab hilangnya image positif investor,
dan apabila hal tersebut terjadi maka sulit bagi emiten merebut kembali
simpati masyarakat. Hal ini berdampak negatif secara luas dari aspek
ekonomis, sumber daya serta pangsa pasar yang ada.
e) Kerugian bagi investor. Kerugian tersebut disebabkan karena investor
membeli efek pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang
murah, sehingga investor merasa dirugikan dan tidak mendapatkan
perlindungan.
f) Menurunkan nilai perusahaan yang tercermin dari turunnya harga.
g) Mencegah pembeli potensial dari better deal on the stock.
h) Menurunkan likuiditas saham maupun likuiditas pasar.

2.4 Contoh Kasus Pengungkapan dan Transparansi pada PT. Perusahaan


Gas Negara
2.4.1 Profil Perusahaan
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah
perusahaan yang menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua bidang
usaha yaitu distribusi atau penjualan gas bumi dan transmisi atau transportasi gas
bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di seluruh wilayah usaha. Usaha
distribusi meliputi pembelian gas bumi dari pemasok dan penjualan gas bumi
melalui jaringan pipa-pipa distribusi ke pelanggan rumah tangga, dan komersial.
Sedangkan usaha transmisi merupakan kegiatan pengangkutan (transportasi) gas
bumi melalui pipa transmisi dari sumber-sumber gas ke pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN
Enthoven & Co. Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ Overzeese Gasen
Electriciteit Maatschapij (NZ OGEM) oleh pemerintah Belanda pada tahun 1950.
Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia mengambil alih kepemilikan perusahaan
dan mengubah namanya menjadi Penguasa Perusahaan Peralihan Listrik dan Gas
(P3LG). Seiring dengan perkembangan pemerintahan Indonesia, pada tahun 1961
status perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.

9
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
19/1965, perusahaan ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal sebagai
Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah status hukumnya dari Perusahaan
Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum (Perum). Setelah itu, status perusahaan
berubah dari Perum menjadi Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara
beradasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta pendirian
perusahaan No. 486 tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan status
perserosn yang berubah menjadi perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan
diubah dengan Akta Notaris No. 5 tanggan 13 November 2003, yang antara lain
berisi tentang perubahan struktur permodalan.
Pada tanggal 5 Desember 2003 perseroan memperoleh pernyataan efektif
dari Badan Pengawas Pasar Modal untuk melakukan penawaran umum saham
perdana kepada masyarakat sebanyak 1.296.296.000 saham, yang terdiri dari
475.309.000 dari divestasi saham Pemerintah Republik Indonesia, pemegang
saham perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi
perseroan diganti menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saham
perusahaan telah tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada
tanggal 15 Desember 2003 dengan kode transaksi perdagangan ‘PGAS’.

2.4.2 Kronologi Kasus


Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang
signifikan dimana pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan perdagangan
Rp.10.850,- per lembar saham, dan pada harga penutupan perdagangan jatuh ke
harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %). Kemudian pada tanggal 11
Januari 2007 transaksi harga perdagangan dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar
saham dan pada harga penutupan perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,-
per lembar sahamnya atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas
penurunan saham yang tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi
oleh pihak pengawas pasar modal. Kemudian ditemukan indikasi bahwa PT. PGN
terlambat menyampaikan informasi yang material yakni koreksi atas rencana

10
besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150
MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya
(dalam rangka komersialisasi) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember
2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat di
release tersebut ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT. PGN.
Informasi tentang penurunan volume gas sudah diketahui oleh manajemen PGN
sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi tertundanya gas in sejak tanggal
18 Desember 2006. Namun baru diberitahukan pada 11 Januari 2007. Kedua
informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat
mempengaruhi harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan
harga saham pada tanggal 12 Januari 2007.
Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk men-suspend saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari 2007.
Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk menindaklanjuti kasus
tersebut. Bapepam pun mulai melakukan penyelidikan terkait dengan penurunan
harga saham yang tidak wajar tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang telah
dilakukan melalui review atas dokumen-dokumen dan terhadap jajaran direksi PT.
PGN, akuntan publiknya, dan koordinator pelaksana proyek dan manajer proyek
SSWJ. Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS telah melakukan
pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan
Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan
Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi
saham PGAS yang dilakukan oleh Perusahaan Efek Anggota Bursa. Atas
pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi sebesar Rp. 35.000.000,00 atas
keterlambatan penyampaian keterbukaan informasi selama 35 hari atas
pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam
Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan
Kepada publik. Dan juga memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00
kepada direksi dan mantan direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang
menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret 2007 atas pelanggaran

11
tentang pemberian keterangan yang secara material tidak benar yang melanggar
Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.
Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap para
jajaran direksi PT. PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider Trading.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut telah terbukti adanya insider trading yang
dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas (mantan direktur
pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP Simanjuntak (mantan Direktur Utama
dan sekarang Komisaris), Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan),
Iwan Heriawan, Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami
yang melakukan transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai dengan
11 Januari 2007. Atas pelanggaran tersebut para pelaku dikenai sanksi
administratif dan denda total sebesar Rp. 2.800.000.000,00.

2.4.3 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip OECD 5 Pengungkapan dan


Transparansi
OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahaan, bahwa
perusahaan harus terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di perusahaan.
Tidak hanya masalah, ekspektasi yang baik dan buruk pun harus dijelaskan secara
terbuka pada pemangku kepentingan perusahaan. Dalam kasus diatas, PGN
menutupi masalah penundaan proyek mereka, yang mana apabila diungkapkan
maka akan menurunkan nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya beberapa
pemilik saham sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah
mengetahui masalah tersebut. Orang yang mengetahui hal ini disebut insider
trading. Orang yang mengetahui masalah perusahaan sehingga dia tahu benar
bahwa perusahaan akan mengalami penurunan nilai di masa yang akan datang.
Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh pihak pemegang saham, karena
PGN takut jika sampai masalah ini terdengar kepada pemegang saham lain maka
pemegang saham lain akan ikut menjual sahamnya dan menurunkan nilai pasar
PGN. Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini yaitu
tidak transparan pada seluruh pemegang saham.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam perdagangan saham dalam bursa efek, sering terjadi permasalahan-
permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai pihak dengan motivsi atau tujuan
tertentu. Misalnya dalam hal pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan atau
disclose dipasar modal dana adanya praktek dalam transaksi saham di bursa efek
yaitu insider trading, yaitu adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka
yang tergolong “orang dalam” perusahaan, perdagangan mana didasarkan atau
motivasi karena adanya suatu “informasi orang dalam” yang penting dan belum
terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedangan insider tersebut
mengharapkan akan mendapatkam keuntungan ekonomi secara pribadi, langsung
atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalan pintas (Short Swing
Profit).
Bushman & Smith (2003: 76) mendefinisikan transparansi perusahaan
sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya
mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan,
kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang
bersifat umum. Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dibuat pada semua hal material
mengenai perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata
kelola perusahaan.
Perkembangan pengungkapan dan transparansi di Indonesia berdasarkan
pada Jurnal Corporate Governance, Disclosure and Its Evidence in Indonesia
yang dibuat oleh Siddharta Utama, pengungkapan pada emiten di Indonesia pada
awalnya berdasarkan pada PP no. 64 tahun 1999 tentang Laporan Tahunan.
Menurut peraturan tersebut pengungkapan hanya boleh dilakukan oleh perusahaan
listed saja, sehingga akhirnya muncul peraturan baru yang mengharuskan semua
perusahaan, termasuk yang tidak listed harus di audit dan diungkapkan laporan

13
keuangannya apabila memiliki nilai aset atau aset bersih melebihi Rp.
25.000.000.000.
Berdasarkan Prinsip OECD 5, pengungkapan dan transparansi perusahaan
meliputi seluruh elemen, yaitu laporan keuangan dan hasil operasi perusahaan,
tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan hak suara, transaksi dengan
pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan, hal-hal penting
berkaitan dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan struktur dan
kebijakan tata kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman atau kebijakan
tata kelola perusahaan dan penerapannya.

3.2 Saran
Perusahaan harus menerapkan prinsip-prinsip dalam OECD untuk
menjalankan operasinya dengan baik dan maksimal agar terhindar dari berbagai
pelanggaran perundang-undangan yang akan dikenakan sanksi oleh Bapepam-LK
jika terbukti perusahaan tersebut melanggar, terutama dalam menerapkan prinsip
OECD 5 yaitu pengungkapan dan transparansi atas informasi perusahaan yang
harus diungkapkan dengan terbuka agar tiak terjadi insider trading.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/5916843/Transparansi_dan_Pengungkapan_Interna
sional_Terhadap_Laporan_Keuangan_Perusahaan

http://yuriaiuary.blogspot.com/2017/05/pengungkapan-dan-transparansi.html
https://www.kajianpustaka.com/2020/01/transparansi-keuangan.html

https://www.coursehero.com/file/51300178/CG-Pengungkapan-Transparansi-
OECDpdf/

https://id.scribd.com/document/373440995/Pengungkapan-Dan-Transparansi

15

Anda mungkin juga menyukai