Anda di halaman 1dari 41

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Parkinson

a. Definisi

PP merupakan penyakit neurodegeneratif sistem

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari parkinsonism yang

secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis


commit to user
terutama bagian substansia nigra pars kompakta (SNC) yang

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy Bodies)(Thamrin,

S, Subagya, Akbar, M, 2015).

Parkinsonism adalah suatu sindrom yang gejala utamanya

tremor saat istirahat, kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan

(akinesia) dan instabilitas postural.

b. Epidemiologi

Penyakit parkinson paling sering dialami pada usia lanjut

dan jarang di bawah umur 30 tahun, biasanya timbul pada usia

40-70 tahun dan mencapai puncak pada dekade keenam. Rasio

antara laki-laki dan perempuan sebesar 3:2. Prevalensi parkinson

adalah 160 per 100.000 populasi dan angka kejadiannya sebesar

20 per 100.000 populasi yang meningkat seiring dengan

bertambahnya usia(Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015).

c. Kriteria Diagnosis Parkinson

 Kriteria Diagnosis menurut Hughes

 Possible:

terdapat salah satu dari gejala utama yaitu tremor saat

istirahat, rigiditas, bradikinesia atau kegagalan refleks

postural

 Probable:

Bila terdapat kombinasi dari dua gejala utama (termasuk

kegagalan refleks postural) alternatif lain: tremor istirahat


commit to user

97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

asimetris, rigiditas asimetris, atau bradikinesia asimetris

sudah cukup

 Definite

Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua

gejala dengan satu gejala lain yang tidak asimetris (tiga

tanda kardinal) atau dua dari tiga tanda tersebut dengan

satu dari ketiga tanda pertama asimetris

 Kriteria Koller

Possible: terdapat 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik

yang berlangsung satu tahun atau lebih dan berespon

terhadap levodopa dan atau dopamin agonis levodopa: 1000

mg/ hari selama 1 bulan yang diberikan sampai perbaikan

sedang dan lama perbaikan satu tahun atau lebih

 Kriteria Klinis UKDP Society Bankuntuk penyakit

parkinson probable

 Langkah 1 : Diagnosis dari sindrom Parkinson

Bradikinesia dengan setidaknya salah satu dari:

rigiditas, 4-6 Hz tremor saat istirahat, ketidakstabilan

postural yang tidak disebabkan oleh disfungsi visual,

vestibular, cerebellar atau propioseptif

 Langkah 2 : Kriteria eksklusi untuk penyakit Parkinson

 Riwayat stroke berulang


commit to user

98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Riwayat trauma kepala berulang

 Riwayat ensefalitis

 Dalam terapi neuroleptik saat onset gejala

 Gejala terbatas pada satu sisi setelah tiga tahun

 Supranuclear gaze palsy

 Gejala serebelar

 Dementia berat pada awal onset

 Babinsky (+)

 Adanya tumor otak pada CT scan

 Tidak memeberikan respon terhadap terapi

levodopa

 Langkah 3 : Minimal 3 dari kriteria suportif berikut

 Onset unilateral

 Tremor saat istirahat’

 Perjalanan penyakit progresif

 Gejala asimetri yang menetap pada sebagian besar

onset

 Memberikan respon yang baik (70-100%) pada

levodopa

 Timbul khorea berat yang diinduksi levodopa

 Memberikan respon terhadap levodopa selama 5

tahun atau lebih


commit to user
 Perjalanan klinis 10 tahun atau lebih

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi parkinsonism

Idiopatik (primer)  Penyakit parkinson

 Juvenile parkinsonism

Simptomatik (sekunder)  Drug induced: neuroleptik, antiemetik,

reserpin, tetrabenazine, alfa metildopa,

lithium,flunarizin, cinarizin

 Hemiatrofi- hemiparkinsonism

 Hidrocephalus, hidrocephalus bertekanan

normal

 Hipoksia

 Infeksi dan pasca infeksi

 Pasca ensefalitis, slow virus

 Metabolik : disfungsi paratiroid

 Toksin : Mn, Mg, CO, sianida, metanol,

etanol

 Trauma kranioserebral

 Tumor otak

 Vaskuler (multiinfark serebral)

 Siringomieli

Sindroma Parkinson Plus  Degenerasi ganglion kortikobasal

 Sindrom Demensia
commit to user

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Sindrom Atrofi Multi Sistem

 Atrofi Palidus Progresif

 Palsi Supranuklear Progresif

Penyakit heterodegeneratif  Penyakit Hutington

 Lubag (filipino X linked distonia-

parkinsonism)

 Nekrosis striatal dan sitopati mitokondria

 Neuroakantosis, penyakit Wilson

e. Faktor Resiko

 Usia lanjut

Usia tua sering dihubungkan dengan proses degenerasi

seluler, penurunan mekanisme kompensasi dan

kemampuan regenerasi sel. Penuaan dikaitkan dengan

disfungsi mitokondria, peningkatan produksi radikal bebas

dan stres oksidatif, menyebabkan ketidakstabilan genom

dan mutasi DNA, penurunan kelangsungan hidup sel,

proses degenerasi protein yang menyebabkan peningkatan

deposisi abnormal protein seluler otak yaitu α-synuclein

dan Tau. commit to user


Peningkatan akumulasi protein ini berpengaruh

101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada proses degenerasi di substansia nigra pars kompakta

dan kerusakan sistem dopaminergik di ganglia basalis.

 Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami penyakit

parkinson dibandingkan wanita kemungkinan karena laki-

laki mendapat paparan faktor resiko yang lainnya, seperti

toksin atau trauma kepala. Teori lain menjelaskan bahwa

estrogen mempunyai efek neuroprotektif. Teori yang lain

menjelaskan tentang adanya gen predisposisi parkinson

dapat dihubungkan dengan kromosom X.

 Riwayat keluarga

Jika terdapat satu atau lebih keluarga dekat dengan

penyakit parkinson akan meningkatkan kemungkinan

terkena parkinson pada keluarga yang lainnya, biasanya

dengan derajat minimal.

 Penurunan kadar estrogen

Wanita post menopause yang tidak mendapatkan terapi

pengganti hormon mempunyai resiko terkena parkinson

sebanding dengan post histerektomi.

 Pekerja agricultural

commit to user

102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Paparan terhadap toksin lingkungan seperti pestisida atau

herbisida mempunyai resiko terkena parkinson karena

beberapa toksin menghambat produksi dopamin dan

merusak radikal bebas.

 Faktor genetik

Sebuah penelitian oleh Mayo Clinic menyatakan bahwa

gen α-synuclein kemungkinan berperan dalam

perkembangan penyakit ini. Penelitian menunjukkan

bahwa individu dengan gen aktif yang berlebih

mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar.

 Penurunan kadar vitamin B

Sebuah penelitian pada mencit menunjukkan bahwa

defisiensi vitamin B menyebabkan gejala parkinson berat.

 Trauma kepala(David, 2016)

f. Derajat Klinis PP

Derajat KlinisPP menurut Hoehn dan Yahr yaitu(Thamrin, S,

Subagya, Akbar, M, 2015):

 Stadium I: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala

yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak

menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada

satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat
commit to user

103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Stadium II: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan

minimal, cara jalan terganggu

 Stadium III: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan

mulai terganggu saat berjalan / berdiri, disfungsi sedang

umum

 Stadium IV: Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat

berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan

bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat

berkurang dari sebelumnya.

 Stadium V: stadium cachetic, kecacatan total, tidak

mampu berdiri dan berjalan, memerlukan perawatan

menetap

g. Patofisiologi

 Anatomi ganglia basalis

Ganglia basalis terdiri dari striatum, globus palidus dan

nukleus subthalamikus. Striatum dibentuk oleh nukleus

kaudatus dan putamen. Striatum merupakan target dari

input korteks menuju ke ganglia basalis. Globus palidus

merupakan sumber output terhadap thalamus dan dibagi

menjadi segmen interna dan eksterna.

Ganglia basalis berfungsi menerima input dari korteks

cerebri di striatum, kemudian diteruskan ke globus palidus


commit
dan substansia to user
nigra, selanjutnya menuju korteks cerebri

104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melalui thalamus. Fungsi ganglia basalis adalah

mempertahankan tonus otot yang diperlukan untuk

menstabilkan posisi sendi. Berkurangnya dopaminergik

dari substansia nigra ke striatum terjadi pada

parkinson(Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015).

 Autoregulasi Dopamin

Dopamin merupakan katekolamin yang disintesis dari

tyrosin di terminal neuron dopaminergik. Dopamin

melewati sawar darah otak melalui transpor aktif. Proses

perubahan L-tyrosin menjadi L-dihydroxyphenylalanine

(L-dopa) dikatalisis oleh enzim tyrosin hidroxylase yang

ada dalam neuron katekolaminergik. L-dopa diubah secara

cepat menjadi dopamin oleh aromatic L-amino acid

decarboxylase. Di dalam ujung saraf, dopamin dibawa ke

vesikel oleh protein pembawa dan dilepaskan dari ujung

saraf melalui eksositosis. Kerja dopamin pada ce;ah sinaps

diakhiri dengan diambil kembali oleh protein carrier

membran atau didegradasi oleh kerja 3,4-

Dihydroxyphenylacetic acid (DOPAC) oleh enzim

monoamine oxydase tipe B (MAO-B). Kerja dopamin di

otak diperantarai reseptor protein dopamin, terdapat 5

macam reseptor dopamin. Kelimanya reseptor dopamin

dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelas reseptor


commit to user

105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D1 yang menstimulasi sintesis intraseluler cAMP dan

reseptor D2 yang menghambat sintesis cAMP,

menghambat arus Ca2+ dan meningkatkan arus K+. Yang

termasuk kelas reseptor D1 adalah protein D1 dan D5,

sedangkan protein D4 dan D5 termasuk ke;las reseptor

D2(Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015).

 Patofisiologi parkinson

Gejala PP muncul karena kerusakan sel neuron

dopaminergik substansia nigra mengalami kerusakan

hingga lebih dari 50% dan dopamin berkurang hingga 80%

disertai dengan pembentukan inklusi sitoplasmik

eosinofilik atau Lewy Bodies. Pada PP juga terjadi proses

kerusakan neuron di lokus coreleus, dopaminergik di

ventral tegmentum, talamus, hipotalamus dan serotonergik

di nucleus raphe.

Sistem dopaminergik mempengaruhi tonus secara terus-

,menerus selama aktivitas motorik. Berkurangnya dopamin

dalam neostriatum menyebabkan menurunnya kontrol

gerakan otot. Ganglia basalis berfungsi sebagai daerah

modulasi pengatur arus informasi dari korteks serebral ke

neuron motorik di medulla spinalis.

Parkinson merupakan kondisi yang bisa terjadi akibat

ketidakseimbangan dopaminergik di substansia nigra yang


commit to user

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dipersarafi oleh sistem kolinergik dan neurotransmiter

asetilkolin, sehingga output yang berasal dari striatum akan

mempengaruhi fungsi motorik. PP selain mengalami

defisit dopaminergik juga dapat terjadi perubahan sistem

kolinergik, noradrenergik dan serotonergik. Defisit

kolinergik berhubungan dengan penurunan frontal

cholineacetyl transferase yang berhubungan dengan

gangguan kognitif dan demensia. Gangguan kognitif

dihubungkan dengan gangguan pada reseptor D1 dan D3.

Interneuron dalam striatum menggunakan asetilkolin yang

berfungsi eksitatif memicu dan mengatur gerakan tubuh di

bawah kehendak. Arus keluar dari striatum dapat melalui

dua jalur yaitu(Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015):

 Jalur langsung

Jalur langsung dibentuk oleh neuron striatum dengan

reseptor D1 yang memproyeksikan langsung ke

substansia nigra pars retikulata (SNR) dan globus

palidus interna (GPi) dilanjutka ke ventroanterior

dan ventrolateral talamus kemudian ke korteks.

Neurotransmiter yang terlibat adalah GABA yang

bersifat eksitatorik, dengan efek akhirnya adalah

peningkatan arus rangsangan dari talamus ke korteks.

 Jalur tidak langsung


commit to user

107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jalur tidak langsung dibentuk neuron striatal dengan

reseptor D2 yang memproyeksi ke globus palidus

eksterna (GPe) kemudian ke nukleus subtalamikus

(STN) menggunakan neurotransmiter glutamanergik

yang bersifat eksitatori, rangsang kemudian

diteruskan ke SNR dan GPi. Proyeksi dari striatum

ke GPe, dari GPe ke STN menggunakan

neurotransmiter GABA yang bersifat eksitatorik,

tetapi jalur akhir proyeksi dari STN ke SNR dan GPi

merupakan jalur rangsang negatif glutamanergik,

sehingga efek akhirnya adalah berkurangnya arus

rangsangan dari talamus ke korteks. Pada PP akibat

kondisi dopamin yang menurun terjadi efek

sebaliknya yaitu inhibisi arus keluar dari SNR dan

GPi ke talamus dan berkurangnya rangsangan

terhadap korteks motorik.

h. Gejala Klinis

 Gejala motorik(Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015)

 Tremor : biasanya bermula pada satu tangan

kemudian ke tungkai sisi yang sama. Frekuensinya

4-7 gerakan per detik timbul pada keadaan istirahat

dan berkurang saat digerakkan, bertambah parah

saat commit to user


emosi dan hilang saat tidur.

108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Rigiditas : pada permulaan terbatas pada satu

ekstremitas atas dan hanya pada gerakan pasif, pada

stadium lanjut menjadi menyeluruh dan memberikan

tahanan jika persendian digerakkan secara pasif.

Penyebab rigiditas adalah meningkatnya aktivitas

motor neuron alfa

 Bradikinesia : gerakan volunter menjadi lambat dan

memulai suatu gerakan menjadi sulit

 Hilangnya reflek postural

 Gambaran gejala motorik lainnya : dystonia,

hemidistonia, rasa kaku saat berjalan dan berputar

mengikuti garis, suara monoton, sulit memulai

gerak, oculogyric crises

 Gejala non motorik

Gambaran gejala non motorik meliputi:

 Gangguan neuropsikiatri : depresi, psikosis, apatis,

ansietas, obsesif kompulsif, gangguan atensi,

halusinasi, ilusi, delusi, delirium, demensia

 Disfungsi otonom: sistem kardiovaskuler (hipotensi

ortostatik, aritmia, bradikardi), sistem

gastrointestinal (konstipasi, disfagia, excessive

salivation, nausea vomitus), sistem berkemih

commitinkontinensia),
(nokturia, to user seksual (disfungsi seksual,

109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hiperseksualitas) dan sistem termoregulasi

(xerostomia, intoleransi panas atau dingin)

 Gangguan sensorik : nyeri, gangguan penciuman

 Gangguan tidur : insomnia, Excessive Daytime

Sleepiness, Restless Legs Syndrome,Periodic Limb

Movement, nightmare, vivid dream, sleep apnea,

insomnia.

2. Gangguan Fungsi FungsiKognitif pada PP

PP umumnya ditandai sebagai gangguan gerak, namun

beberapa tahun terakhir spektrum klinis PP lebih luas, mencakup

banyak domain non motorik, termasuk gangguan kognitif. Gejala non

motorik dari PP dapat berdiri sendiri atau bersamaan atau mengikuti

gejala motorik. Prevalensi gangguan kognitif sebesar 20% dan

bervariasi tergantung tempat penelitian. Resiko menderita demensia

pada PP lebih tinggi dibanding pada kelompok kontrol dengan umur

yang sama. Angka gangguan kognitif pada PP bervariasi mulai dari

derajat ringan atau Mild Cognitive Impairment (MCI) sampai dengan

demensia karena perbedaan metodologi dan kurangnya keseragaman

dalam kriteria diagnostik untuk gangguan kognitif pada

PP(Dirnberger, G, Jahanshahi, M, 2013).Faktor resiko gangguan

kognitif pada PP berhubungan dengan usia yang lebih tua dari 70

tahun, nilai Unified Parkinson’s Disease Rating Scale(UPDRS) lebih

commit mania,
dari 25, depresi, gangguan to user agitasi, disorientasi, psikosis jika

110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diterapi dengan levodopa, stres, gangguan kardiovaskuler, status

ekonomi, tingkat pendidikan rendah, bradikinesia dan gangguan

postural. Meningkatnya penggunaan terapi dopaminergik pada PP

derajat berat dapat berpotensi sebagai perancu pada gangguan

kognitif (Thamrin, S, Subagya, Akbar, M, 2015)

MCI merupakan prediktor demensia pada PP yang memiliki

konsekuensi penting dalam manajemen pasien. Saat ini diperkirakan

bahwa setidaknya terdapat 50% orang dengan PP mengalami MCI.

MCI yang terdiagnosis pada tahun pertama PP memiliki resiko

sangat tinggi untuk terjadinya demensia. Lebih dari 25% pasien

dengan MCI pada PP menjadidemensia dalam waktu 3 tahun dan

hampir 50% pasien PP yang terdiagnosa MCI pada awal dan 1 tahun

pertama berkembang menjadi demensia(Pedersen, KF, Larsen, JP,

Tysnes, OB, 2013).Identifikasi MCI pada PP sangat penting karena

memprediksi penurunan kognitif di masa depan termasuk

berkembang menjadi demensia. Manifestasi gangguan kognitif pada

penderita PP merupakan hal yang sangat mempengaruhi kualitas

hidup pasien(Sawada, H, Oeda, T, Umemura, A, 2015).

Profil gangguan kognitif pada PP dapat dilihat dari berbagai

area kognitif berikut yaitu atensi dan fungsi luhur. Atensi merupakan

proses penyaringan informasi yang berhubungan dengan stimulus

eksternal dan internal, tetapi belum ada kesepakatan apakah penyakit

parkinson tanpa demensia beresiko mengalami gangguan atensi atau


commit to user

111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tidak. Fungsi eksekutif adalah fungsi yang berhubungan dengan

realisasi tujuan, perilaku adaptif, yang merupakan respon terhadap

lingkungan baru atau yang memberikan tantangan. Evaluasi fungsi

memori pada PP difokuskan pada memori eksplisit dan implisit.

Memori eksplisit verbal dan non verbal bisa terganggu pada PP tanpa

demensia, kadang didapatkan adanya gangguan memori deklaratif

konseptual dimana terjadi gangguan pengenalan kata-kata. Fungsi

bahasa sering menjadi perhatian utama meskipun dianggap tidak

dominan sebagai gangguan kognitif pada PP. Gangguan seperti

apraksia, afasia atau agnosia jarang ditemukan pada PP. Kriteria

diagnosis gangguan kognitif pada PP yaitu adanya gangguan dalam

setidaknya satu domain antara memori, visuospasial dan atensi atau

gangguan eksekutif lainnya. Studi klinis berdasarkan tehnik

pencitraan fungsional menunjukkan bahwa gangguan kognitif tidak

hanya tergantung pada kematian neuron dopaminergik di substansia

nigra, lokus soeruleus, sistem noradrenergik, nukleus raphe, lokasi

serotoninergik dan nukleus basal Meyert, juga terkait daerah seperti

korteks prefrontal, hipokampus dan amigdala. Defisit fungsi kognitif

pada pemeriksaan PP dari pemeriksaan yang paling sensitif

didapatkan gangguan fungsi atensi progresif sehingga mempengaruhi

pemeriksaan yang melibatkan daerah kortikal yang lebih posterior

(learning, visuospasial dan memori)

commit to user

112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Heterogenitas defisit fungsi kognitif pada penderita PP secara

signifikan mempersulit diagnosis klinis yang saat ini didasarkan pada

penilaian neuropsikologi untuk bahasa (Boston Naming Test),

perencanaan dan penalaran abstrak (Winconsin Card Sorting Test,

Tower of London, Wechsler Adult Intelligence Scale/ WAIS),

kemampuan visuospasial (Orientation Test), recall verbal bebas (Red

Auditory Learning Test) dan memori visual (Rapid Face Recognition

Test), kecepatan psikomotor (Digit Symbol Test) dan perhatian

(Backward Digit Test). Diantara penilaian tersebut penilaian tentang

memori yang paling cocok untuk diagnosis gangguan fungsi kognitif

pada PP(Anang, JB, Gagnon, JF, Bertrand, JA, 2014).

Patogenesis PP dengan demensia belum diketahui, meskipun

pada tingkat seluler inflamasi mikroglial penting diamati pada daerah

yang mengalami degenerasi dopaminergik dan beberapa proteksi

untuk PP ditawarkan oleh pengobatan anti inflamasi jangka panjang.

Sehingga neuroinflamasi yang dimediasi mikroglia telah

dihipotesiskan mempunyai peran penting dalam patogenesis PP yang

berkaitan dengan penurunan kognitif(Choi, SM, Kim, BC, Kang,

KW, 2016).

Gangguan fungsi kognitif PP disebabkan oleh beberapa faktor

seperti neurotransmiter, biokimia dan struktural (neuron dan sinaps).

Terdapat hubungan antara gangguan fungsi kognitif dan kepadatan

Lewy Body dan gangguan neuron di hipokampus dan amigdala.


commit to user

113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Fungsi kognitif berhubungan dengan menipisnya dopamin di nukleus

caudatus yang terlibat dalam sirkuit ganglia basal-talamokortikal dan

saling terlibat dengan berbagai daerah korteks prefrontal(Park, SJ,

Song, IU, Chung SW, 2015).

Lobus frontal berperan penting dalam fungsi kognitif terutama

dalam fungsi eksekutif. Hal ini disebabkan karena gangguan sirkuit

nigrostriatal setelah keluar dari nukleus kaudatus ke korteks frontal

melalui thalamus. Lobus frontal mempunyai jalur frontosubkortikal

yang berhubungan dengan fungsi pengaturan kognitif yang

meliputi(Suharjanti, I, Mudjiani, B, Rahmatul, W, 2014):

a. Sirkuit dorsolateral prefrontal

Sirkuit ini berperan dalam fungsi kognitif, memori dan

membangkitkan program motorik dan verbal, yang dimulai dari

korteks prefrontal dorsolateral menuju globus palidus

dorsomedial lateral dan nukleus thalamus

dorsomedialanteroventral ke regio dorsolateral prefrontal.

b. Sirkuit singulatum anterior

Sirkuit ini terdiri atas 3 regio yaitu rostral (mengatur

aktivitas afektif), dorsal (mengatur fungsi kognitif) dan kaudal

(mengatur fungsi motorik), dimulai dari korteks singulatum

anterior ke nukleus akumben, globus palidus rostrolateral

thalamus mediodorsal dan kembali ke korteks singulatum


commit to user

114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

anterior. Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan apatis,

penurunan kemauan dan tidak adanya emosi.

c. Sirkuit orbitofrontal

Sirkuit ini dimulai dari korteks orbitolateral menuju nukleus

kaudatus ventromedial ke globus palidus dorsomedial, nukleus

thalamus ventroanterior dan mediodorsal menuju ke korteks

orbitolateral. Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan

disinhibisi berupa gangguan perilaku mudah marah, emosi labil

dan obsesif kompulsif. Sirkuit ini juga berperan dalam

membentuk rasa empati, mood dan perilaku sosial.

Gejala klinis demensia pada PP meliputi:(Yang, Y, Tang, B, Guo, Ji-

Feng, 2016)

Tabel 2. Gambaran klinis demensia yang berhubungan dengan PP

Karakteristik gejala Gejala klinis

I.Karakteristik utama Diagnosis penyakit parkinson berdasarkan kriteria Queen

Square Brain Bank

Sindrom demensia slowly progresif pada penyakit

parkinson yaitu:

 Gangguan lebih dari satu domain kognitif

 Perburukan dari fungsi kognitif dibandingkan

sebelum menderita parkinson

 toDefisit
commit user berat mengganggu aktivitas harian (sosial,

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pekerjaan dan perawatan diri)

II.Karakteristik terkait Gejala kognitif :

 Gangguan atensi spontan, atensi yang terfokus,

penampilan buruk dalam tugas yang atensional, yang

fluktuatif selama seharian dan dari hari ke hari

 Gangguan fungsi eksekutif pada tugas inisiasi,

perecanaan, merancang bentuk, menemukan aturan,

set shifting atau mengatur tatanan

 Bradifrenia

 Gangguan visuospatial: tugas yang memerlukan

orientasi visuospatial, persepsi dan konstruksi

 Gangguan memori: recall bebas kejadian yang baru

terjadi, tugas yang memerlukan learning material

baru, rekognisi biasanya lebih baik dari recall bebas

 Gangguan bahasa: fungsi utama terjaga, kesulitan

menemukan kata dan gangguan pemahaman kalimat

kompleks

 Gangguan tingkah laku

 Apatis: penurunan spontanitas, hilangnya motivasi,

kertetarikan

 Perubahan personalitas dan mood : depresi dan

ansietas

commit to user

116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Halusinasi: kebanyakan visual, biasanya kompleks

 Delusi: biasanya paranoid, delusi phantom boarder

 Tidur siang yang berlebihan

III.Gejala yang tidak  Adanya komorbiditas lain yang mungkin bisa

termasuk penyakit menyebabkan gangguan kognitif tetapi dianggap

parkinson dengan bukan penyebab demensia

demensia tetapi  Interval waktu antara perkembangan gejala motorik

membuat diagnosis dan kognitif tidak diketahui

meragukan

IV.Gejala yang  Gejala kognitif dan tingkah laku yang hanya tampak

menunjukkan kondisi dalam hal kondisi lain seperti konfusi akut karena

lain atau penyakit penyakit sistemik atau intoksikasi obat

sebagai penyebab  Gejala yang cocok dengan kriteria demensia vaskuler

gangguan mental, probableberdasarkan NINDS-AIREN

yang ketika muncul

membuatnya mungkin

untuk meyakinkan

diagnosis penyakit

parkinson

Diagnosis MCI dan demensia pada PP (Palavra, NC, Naismith, SL,

Lewis, SJG, 2013)

Tabel 3. Pengelompokan demensia pada PP

Probable demensiacommit to user dengan PP


yang berkaitan

117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Karakteristik utama: keduanya harus ada

B. Gejala klinis yang berkaitan:

 Gambaran khas defisit kognitif termasuk gangguan pada

sedikitnya 2 dari 4 domain kognitif utama

 Terdapat sedikitnya 1 gejala tingkah laku, kurangnya

gejala tingkah laku tidak menyingkirkan diagnosis ini

C. Tidak ada satupun gejala dari grup III

D. Tidak ada satupun gejala dari grup IV

Possible demensia yang berkaitan dengan PP

A. Karakteristik utama: keduanya harus ada

B. Gejala klinis yang berkaitan:

 Gambaran tidak khas defisit kognitif pada 1 atau lebih

domain

 Gejala tingkah laku bisa muncul bisa tidak

ATAU

C. 1 atau lebih gejala dari grup III muncul

D. Tidak ada satupun gejala dari grup IV

Tabel 4. Kriteria Mild Cognitive Impairment

Level I

 Diagnosa berdasarkan kriteria UK Brain Bank

 Gangguan gradual pada kemampuan fungsi kognitif yang

dilaporkan oleh pasien atau informan atau observasi dokter

 commit
Defisit kemampuan to userpada pemeriksaan neuropsikologi
kognitif

118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

formal atau skala kemampuan fungsi kognitif global

 Gangguan fungsi kognitif tidak cukup signifikan mengganggu

fungsional penderita

Level II

 Pemeriksaan neuropsikologis meliputi dua pemeriksaan dengan

masing-masing lima domain (atensi, working memory,

eksekutif, bahasa, memori dan visuospasial).

 Gangguan minimal pada dua pemeriksaan neuropsikologi

dengan satu domain fungsi kognitif atau satu pemeriksaan

dengan dua domain fungsi kognitif yang berbeda

 Gangguan signifikan pada pemeriksaan fungsi kognitif serial

atau terganggu signifikan dari tingkat estimasi premorbid.

Penatalaksanaan demensia pada PP meliputi:

a. Farmakologi

 Donepezil merupakan inhibitor acetylcholinesterase yang

bersifat efektif, biasanya diberikan peroral dengan dosis

1x5 mg sehari selama 3-4 minggu ditingkatkan menjadi

1x 10 mg sehari.

 Rivastigmin merupakan inhibitor acetylcholinesterase,

biasanya diberikan peroral dengan dosis 2x1,5 mg sehari

selama 1 bulan sampai maksimal 2x6 mg


commit to user

119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Galantamin merupakan inhibitor acetylcholinesterase,

diberikan peroral dengan dosis awal 2x4 mg dan dapat

dititrasi 1 bulan sampai dosis maksimal 2x16

mg(Palavra, NC, Naismith, SL, Lewis, SJG, 2013).

b. Non farmakologi

Pasien non demensia parkinson yang menjalani cognitive

training dilaporkan mengalami peningkatan perbaikan pada

atensi, kecepatan pengolahan informasi, memori, visuospasial

dan kemampuan visuokonstruktif, kelancaran verbal

semantikdan fungsi eksekutif, juga mengalami perbaikan pada

pemeriksaan Stroop test. Cognitive training berkontribusi

memperbaiki fungsi kognitif pada pasien PP dengan

memberikan perubahan pada ketidakseimbangan dengan

mengubah hambatan sirkuit.

3. High-Sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP)

CRP merupakan sebuah molekul yang termasuk famili

pentraxin protein dan merupakan biomarker plasma yang stabil pada

inflamasi sistemik derajat rendah. CRP disintesis di hati dan berperan

dalam sistem pertahanan imun manusia. CRP dapat diproduksi di

otak oleh sel neuron, sel glial, sel endotel, sel otot polos dan jaringan

adiposa. CRP merupakan salah satu protein fase akut, kadarnya

meningkat pada serum atau plasma secara umumsebagai respon

commit to
terhadap kerusakan jaringan user
dan inflamasi sitemik, sehingga menjadi

120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

biomarker inflamasi sistemik. Produksi hs-CRP dikontrol oleh

interleukin 6 (IL-6)(Rubenfire, 2016)

hs-CRP merupakan penanda inflamasi yang paling stabil,

kadarnya meningkat 100-200 kali atau lebih tinggi pada keadaan

inflamasi sistemik yang menyebabkan kerusakan endotel. Tes CRP

mempunyai sensitivitas tinggi, dapat menjadi tambahan nilai prediksi

untuk kolestrol total, Low Density Lipoprotein (LDL) dan High

Density Lipoprotein (HDL). hs-CRP merupakan kadar CRP lebih

rendah yang dapat dideteksi dengan metode Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay (ELISA)atau Chemiluminescent. Cara

pengukuran hs-CRP yang lain menggunakan metode

imunoturbidimetrik, imunonefelometri, merupakan pemeriksaan

untuk mentukan kadar hs-CRP secara kuantitatif menggunakan laser.

Prinsip pemeriksaan dengan metode ini yaitu CRP dalam serum aka

mengikat antibodi spesifik terhadap CRP sehingga membentuk

kompleks imun. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi akibat kompleks

imun tersebut diukur secara fotometris. Konsentrasi CRP ditentukan

secara kuantitatif dengan cara pengukuran imunoturbidimetrik.

Pemeriksaan ini memberikan sensitivitas sampai 0,4 mg/l(Faraj, M,

Salem, M, 2012)

Kadar CRP sirkulasi pada orang dewasa yang sehat sekitar 0,8

mg/l (Persentil 90th 3 mg/l dan persentil 99th 10 mg/l). Nilai rujukan

CRP sebesar 0-10 mg/dl sedangkan hs-CRP sebesar kurang dari 3


commit to user

121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mg/dl. Pada inflamasi akut kadar CRP dapat mencapai lebih dari 10

mg/dl. Konsentrasinya akan meningkat lebih dari 5 mg/l dimulai

sekitar 6 jam dan mencapai puncak sekitar 48 jam sampai 72 jam

setelah stimulus awal dengan waktu paruh sekitar 19 jam kemudian

menurun 1-2 minggu setelah infeksi atau inflamasi. hs-CRP tidak

dipengaruhi oleh makanan dan irama sirkardian. Sampel untuk

pemeriksaan CRP pada umumnya menggunakan serum, dapat juga

menggunakan plasma liverin dan EDTA.

hs-CRP dipengaruhi oleh usia, genetik dan jenis kelamin,

beberapa kondisi dapat meningkatkan hs-CRP yaitu inflamasi,

infeksi terutama oleh bakteri, keganasan, trauma, penyakit kulit

akibat reaksi alergi, penyakit autoimun (leukemia, systemic lupus

erytematosus), penyakit hepar, ginjal kronik, tindakan hemodialisa,

tindakan operatif, fraktur tulang, luka bakar. Kadar CRP dan hs-CRP

pada post operasi spine mengalami peningkatan yang signifikan pada

hari ke-7 dengan sensitivitas sebesar 100% dan spesifitas sebesar

83%, sedangkan pada hari ke-14 dengan sensitivitas sebesar 100%

dan spesifisitas sebesar 97%, yang menunjukkan adanya infeksi pada

tempat operasi (Chen, W, C, Puvanesarajah, S, Lo, S, L, 2012)Kadar

CRP bervariasi di antara etnik dengan kadar tertinggi pada Afrika-

Amerika, diikuti dengan Hispanic dan Kaukasian, sedangkan kadar

rendah didapatkan pada populasi Jepang dan Cina. Peningkatan hs-

CRP berkaitan dengan faktor resiko multipel penyakit


commit to user

122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

serebrovaskuler seperti merokok, hipertensi, diabetes melitus,

dislipidemia. Menurut Wee et al, individu obesitas dan overweight

memiliki kadar hs-CRP lebih tinggi dibanding individu normal dan

tidak dipengaruhi oleh ras.McCormack dan Allan menyatakan bahwa

golongan statin dan fibrat dapat menurunkan CRP. Penggunaan obat

golongan statin secara signifikan menurunkan kadar hs-CRP pada

pasien HIV dalam waktu 12 bulan (Calza, L, Trapani, F, Bartoleti,

M, 2012). Penggunaan terapi oral hormon estrogen dan progesteron

post menopause lebih dari sama dengan 6 bulan dapat meningkatkan

CRP melalui aktivasi metabolisme hepar(Liu, W, Wang, J, Zhang, C,

2014). Penggunaan Non Steroidal Antiinflammatory Drug (NSAID)

pada arthritis rheumatoid selama minimal 2 minggu mempengaruhi

kadar serum hs-CRP (Trap, S, Barthels, EM, Bliddal, H, 2012).

4. Hubungan hs-CRP, PP dan Gangguan Fungsi Kognitif

Penyakit neurodegeneratif merupakan kelompok gangguan

kronis progresif yang ditandai dengan kehilangan neuron. PP

merupakan penyakit neurodegeneratif progresif karena kematian sel

substansia nigra pars compacta yang mengandung neurotransmiter

dopamin(Hirsch, EC, Vyas, S, Hunot, S, 2012). PP sering terjadi

pada dekade keenam sampai ketujuh kehidupan. Penuaan

dihubungkan dengan peningkatan kondisi degeneratif yang luas

seperti Alzheimer’s Disease (AD), PP dan arterosklerosis, semua

commit to user
kondisi tersebut berhubungan dengan degeneratif.Penuaan berperan

123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam perubahan sistem imun yang berkaitan dengan usia yang

berkontribusi pada kemungkinan peningkatan infeksi pada usia tua.

Penuaan dihubungkan dengan peningkatan ringan aktivitas inflamasi,

biasanya dipengaruhi faktor lingkungan, penurunan hormon seksual

dan komorbiditas lainnya(Wang, Q, Liu, Y, Zhou, J, 2015). Monosit

di darah perifer mengalami peningkatan kapasitas untuk

memproduksi sitokin proinflamasi pada usia tua. Beberapa penulis

menggambarkan adanya peningkatan Interleukin-6 (IL-6), Tumor

Necrosis Factor α (TNFα), CRP dan fibrinogen. Seiring dengan

pertambahan usia, perubahan inflamasi diekspresikan di otak dalam

bentuk proliferasi astrosit dan mikroglia yang teraktivasi. Mekanisme

kematian sel, suatu proses inflamasi di otak, perubahan terhadap

kadar sitokin dan neurotropin sebanding dengan mikroglia yang

teraktivasi.Meskipun hal ini masih belum jelas apakah kapasitas

inflamasi usia pertengahan kehidupan memulai perubahan yang dapat

terdeteksi pada otak tersebut, dapat berkaitan dengan kondisi

neurodegeneratif(Chao, X, Wong, SC, Tan, EK, 2014). Proses

penuaan dapat menginduksi fenotip penuaan atau patologi yang

terkait dengan usia, hal ini terjadi karena normalnya jaringan

mempunyai jumlah sel yang konstan, akumulasi sel yang tua dapat

mengganggu pembaruan dan perbaikan jaringan. Sebagai tambahan,

gen yang ditambahkan oleh respon penuaan yang mengkode protein

yang disekresi yang dapat mengubah struktur dan fungsi jaringan.


commit to user

124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Faktor yang disekresikan oleh sel yang menua bervariasi tergantung

tipe selnya. Fibroblast yang tua mensekresikan matrix

metalloproteinase, faktor pertumbuhan epitelial dan sitokin

inflamasi. Sel yang tua dapat terlibat dalam proses penuaan dan

patologi yang berkaitan dengan umur dengan menstimulasi

remodelling jaringan kronik dan atau inflamasi lokal, yang

dibuktikan dengan peningkatan sekresi matrix

metalloproteinase(Bellizzi, K, Gosney, M , 2012).

Mikroglia berperan dalam sistem imun pada otak yang intak

dan menjadi teraktivasi sebagai respon inflamasi, trauma, iskemia,

tumor dan neurodegenerasi. Mikroglia merupakan bentuk utama

pertahanan imun aktif di sistem saraf pusat. Beberapa informasi

dapat dianggap sebagai inflamasi subklinis kronis menunjukkan

faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk penurunan kognitif di

masa mendatang dan demensia(Su, X, Federoff, HJ, 2014).

Mikroglia yang teraktivasi dapat mempunyai peran neurotoksin

dengan produksi sitokin proinflamasi dan dapat berperan sebagai

neuroprotektor dengan produksi gabungan neurotropik seperti Brain

Derived Neurotrophic Factor. Mikroglia terdistribusi di seluruh otak

dan berfungsi sebagai makrofag yang menetap dan sel yang

mempresentasikan antigen pada sistem saraf pusat. Mikroglia

berperan penting dalam fungsi neuronal, kesehatan, homeostasis dan

kelangsungan lingkungan mikro baik normal maupun patologis


commit to user

125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melalui fagositosis debris yang mengganggu secara potensial dan

sekresi faktor neurotropik yang menunjang perbaikan jaringan.

Menurut Nimmerjahn et al, mikroglia otak yang sehat dan intak

sangat aktif dan mempertahankan lingkungan mikronya. Pada

perjalanan penyakit neurodegeneratif, mikroglia yang teraktivasi

telah menunjukkan peran penting yang merugikan, hal ini disebabkan

karena penuaan mikroglia yang dihubungkan dengan umur. Penuaan

mikroglia menggambarkan penekanan perubahan mikroglia

neuroprotektif pada otak muda menjadi neurotoksik pada usia

tua.Efek klinis mikroglia pada PP yang mewakili penyakit

neurodegeneratif belum diketahui. Penelitian epidemiologis dan

model PP mengindikasikan bahwa penuaan merupakan faktor resiko

terbesar pada PP, sehingga dapat dihipotesiskan bahwa

neuroinflamasi yang dimediasi mikroglia mempunyai peranan

penting dalam patogenesis PP(Chao, X, Wong, SC, Tan, EK, 2014).

Hasil penelitian terbaru menyatakan reaksi neuroinflamasi berperan

dalam patogenesis PP digambarkan dengan peningkatan hs-CRP

pada PP dibandingkan normal(Choi, SM, Kim, BC, Kang, KW,

2016).

Yang berperan dalam patofisiologi PP adalah respon imun

alami dan adapatif. Imunitas alami tidak memerlukan antigen spesifik

untuk berkembang sedangkan imunitas adaptif terjadi ketika antigen

spesifik dipresentasikan dan dikenali oleh limfosit. Terdapat


commit to user

126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penjelasan yang menyatakan bahwa respon imun dicetuskan secara

sekunder oleh kerusakan seluler dan atau hilangnya neuron didaerah

yang terlibat(Herrero, MT, Estrada, C, Maatouk, L, 2015).

α-synuclein merupakan protein 14kDa yang terdiri dari 140

asam amino, terletak di terminal presinap dan nukleus, terdiri dari 3

domain yaitu N-terminal, amyloid-β component (NAC) dan C-

terminal(Recasens, A, Dehay, B, 2014). Protein ini berperan dalam

regulasi fisiologis enzim tertentu, kompartementalisasi, penyimpanan

dan daur ulang neurotransmiter. α-synucleindidegradasi oleh

Ubiquitin-Proteasome System (UPS) dan jalur autophagy-lysosomal.

Pada PP terjadi proses mutasi yang menyebabkan terjadinya agregasi

α-synuclein yang berlangsung terus-menerus sehingga menyebabkan

neurotoksisitas yang berakhir dengan kematian sel. Efek toksisitas α-

synuclein tidak hanya dalam sitoplasma sel-sel di sekitarnya tetapi

juga di ruang ekstraseluler. Pada PP didapatkan adanya akumulasi α-

synuclein di sel glia yang memicu inflamasi kronis yang berakhir

dengan degenerasi (Xu, Lingjia, Pu, Jiali, 2016). Pada penelitian

yang dilakukan Lin et aldidapatkan bahwa kadar α-synucleinpada

pasien PP dengan gangguan fungsi kognitif dibandingkan pasien PP

yang normal (Lin, CH, Yang, SY, Horng, HE, 2017).

hs-CRP merupakan penanda inflamasi sistemik sensitif, infeksi

dan kerusakan jaringan. Peningkatan kadar hs-CRP dihubungkan

secara kuat dengan peningkatan resiko penyakit serebrovaskuler dan


commit to user

127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

neurodegeneratif. Hal ini disebabkan karena peningkatan

permeabilitas paraseluler BBB ketika konsentrasinya melebihi

ambang yang diperlukan untuk menimbulkan gangguan fungsi BBB.

Konsentrasi ambang hs-CRP secara mudah dicapai dalam kondisi

inflamasi atau bahkan obesitas. Interaksi antara hs-CRP dan BBB

merupakan proses dua fase, dengan peningkatan permeabilitas dosis

tinggi hs-CRP yang memungkinkannya masuk ke sistem saraf pusat

dan menginduksi gliosis reaktif dan gangguan fungsi sistem saraf

pusat. Laporan sebelumnya menyatakan bahwa protein inflamasi

otak dapat meningkatkan kadar protein inflamasi perifer karena

mereka melewati BBB yang terganggu oleh neuroinflamasi atau

melalui stimulasi produksi protein inflamasi perifer.CRP adalah

protein fase akut yang dilepaskan hepatosit sebagai respon untuk

meningkatkan sitokin inflamasi dalam sirkulasi dan berperan sebagai

aktivator sistem komplemen, suatu kaskade imunologikal yang

membantu sistem imun bawaan dan menghancurkan antigen.

Aktivasi komplemen diperkirakan berperan pada adanya respon

inflamasi dan berdampak pada proses neurodegeneratif(Song, IU,

Cho, HJ, Kim, JS, 2014).

Berdasarkan mekanisme homeostasis yang berkaitan dengan

kalsium terbentuk hipotesis GABA sebagai patofisiologi PP. Teori

ini melibatkan banyak fungsi fisiologis di dalam maupun di luar

sistem saraf, diatur oleh interaksi kompleks kalsium/GABA,


commit to user

128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

neurotransmisi kalsium-dependent dan fungsi metabolik

seluler.Penurunan kontrol kalsium/GABA memulai beberapa proses

yang menyebabkan penurunan fungsi protektif BBB dan akumulasi

intraseluler kalsium dan Lewy Body. Peningkatan permeabilitas BBB

memicu terjadinya inflamasi di otak yang mencerminkan proses

neurodegenerasi (Blaszczyk, 2016).

Pada dasarnya, terdapat dua bentuk kematian sel yang telah

dikenal yaitu nekrosis dan apoptosis. Keduanya mempunyai peran

penting dalam perkembangan, homeostasis dan patogenesis.

Biasanya nekrosis telah dianggap sebagai kematian kebetulan yang

disebabkan karena gangguan sitotoksik yang parah dan tidak

memerlukan reaksi molekuler khusus. Sedangkan apoptosis

merupakan bentuk utama kematian sel yang terprogram yang

digambarkan dengan formasi badan apoptosik, penyusutan nuklear,

fragmentasi dan penonjolan membran. Seiring perkembangan

penelitian telah digambarkan suatu bentuk nekrosis yang terprogram

dan teregulasi secara genetik yang disebut nekroptosis. Nekroptosis

dapat dicetuskan oleh ligan famili reseptor kematian dan stimulus

ekstraseluler dan intraseluler yang menginduksi ekspresinya. Secara

morfologis nekroptosis mirip dengan nekrosis seluler yang

membedakannya adalah adanya kelompok sel yang mati, awal

hilangnya integritas sel membran, pembengkakan sel dan organella,

sitoplasma granuler, fragmentasi kromatin dan lisis seluler.


commit to user

129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebaliknya pada apoptosis, isi sel nekroptik secara pasif masuk ke

matrik ekstraseluler melalui membran sel yang rusak. Nekroptosis

terlibat pada banyak proses patologis seperti injury iskemi-reperfusi

jantung, otak dan injury yang menginduksi penyakit inflamasi, juga

dilaporkan mempunyai peran penting pada patogenesis berbagai

penyakit neurodegeneratif(Zhang, S, Tang, M, Luo, H, 2017).

Nekroptosis diinisiasi oleh TNF, dapat juga oleh anggota famili

lain ligan TNF seperti Fas and TNF-related apoptosis-inducing ligan

(TRAIL), interferon (IFNs), Toll-like Receptors (TRLs) signaling

and viral infection via the DNA sensor DNA dependent activator of

interferon regulatory factor (DAI)(Zhang, S, Tang, M, Luo, H,

2017).Peristiwa molekuler yang terjadi selama kematian sel pd PP

masih belum jelas. Terdapat adanya fakta yang mengindikasikan

bahwa autophagy yang merupakan akhiran dari nekroptosis terlibat

dalam kematian sel pada PP. Wu et al melaporkan bahwa Necrostatin

(Nec-1) dapat memblok apoptosis dan memberi perlindungan pada

neuro dopaminergik. Mereka menggunakan 6-Hydroxydopamine (6-

OHDA) untuk menginduksi sel PC12 sebagai model PP untuk

meneliti peran nekroptosis dengan aktivasi autophagy. Disabilitas

mitokondria menginduksi autophagy reaktif. Beberapa mutasi yang

menyebabkan PP herediter, gen yang terlibat yaitu PINK1, Parkin

atau DJ1yang berperan pada mitophagy dan membuktikan bahwa

penurunan kualitas mitokondria berperan pada PP. Stres oksidatif


commit to user

130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan mekanisme patogenik utama pada PP yang menunjukkan

peningkatan kematian sel autophagy neuron dopaminergik(Son, JH,

Shim, JH, Kim, KH, 2012).

Foo et al menyatakan bahwa patofisiologi gejala motorik dan

disfungsi kognitif disebabkan oleh disfungsi metabolik neuronal dan

perubahan neurotransmiter glutamanergik karena gangguan jalur

mossy fiber dan hubungan hippocampal-amigdala (Foo, H, Mak, E,

Chander, RJ, 2017). Kematian neuron dopaminergik yang semakin

meluas ke korteks prefrontal, hpocampus dan amigdala berperan

dalam terjadinya gangguan kognitif ((Solari, N, Bonito-Oliva, A,

Fisone,G, 2017). Pada pemeriksaan imaging dengan

Fludeoxyglucose-Positron Emission Tomography (FDG-PET)

menunjukkan pada PP dengan demensia terjadi hipometabolisme di

parietal posterior dan occipital, sedangkan pada PP dengan MCI

terjadi hipometabolisme di fronto-parieto-temporo-occipital (Tang,

Y, Ge, J, Liu, FL, 2016)

Demensia pada PP mempunyai efek negatif yang penting pada

kesehatan pasien, beban pengasuh dan biaya pemeliharaan kesehatan.

MCI merupakan penurunan fungsi kognitif yang tidak normal sesuai

umur tetapi aktivitas dasar kehidupan sehari-hari masih terjaga dan

tidak sepenuhnya memenuhi kriteria demensia. Penelitian terkini

menyatakan bahwa MCI sering terjadi pada onset awal penyakit

demensia(Yang, Y, Tang, B, Guo, Ji-Feng, 2016).


commit to user

131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pola gangguan kognitif bersifat heterogen, baik dalam

gambaran kognitif, perubahan patologis dan keterlibatan genetik.

Pada suatu penelitian kohort, gangguan dalam memori verbal dan

atensi dikaitkan dengan perubahan MCI menjadi demensia pada

penyakit parkinson. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya

yang menyatakan defisit eksekutif dan memori verbal dikaitkan

dengan demensia pada penyakit parkinson, meskipun juga ditemukan

disfungsi visuospasial(Choi, SM, Kim, BC, Kang, KW, 2016)

Lindqvist et al mengevaluasi hubungan antara level CRP pada

cairan serebrospinal dengan demensia pada pasien PP, pada hasilnya

didapatkan peningkatan rata-rata hs-CRP cairan serebrospinal

signifikan pada pasien PP dengan demensia dibandingkan dengan

yang tanpa demensia. Pada penelitian lain menyatakan bahwa terjadi

peningkatan kadar hs-CRP yang signifikan pada pasien PP dengan

demensia dibandingkan dengan kontrol (Park, SJ, Song, IU, Chung

SW, 2015).

5. Gangguan Fungsi Kognitif pada PP dan Instrumen yang

Digunakan

Pasien PPdengan peningkatan resiko berkembang menjadi

demensia dengan prevalensi kumulatif di atas 80%. Sekitar 25%

pasien PP non demensia memenuhi kriteria MCI yang berubah

menjadi demensia pada banyak kasus. Sehingga biomarker untuk

commit
MCI akan meningkatkan to user
akurasi diagnostik, identifikasi resiko tinggi

132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjadi demensia dan memprediksi respon terapi kognitif(Palavra,

NC, Naismith, SL, Lewis, SJG, 2013). Gangguan fungsi kognitif

ringan umumnya terjadi pada awal penyakit dan dapat terjadi pada

saat terdiagnosis PP. Domain kognitif yang terpengaruh pada

parkinson meliputi fungsi eksekutif, atensi, kecepatan proses

penerimaan informasi, visuospasial, belajar dan memori. Terdapat

bermacam- macam skala kognitif untuk PP(Kulisevsky, J,

Pagonabarraga, J, 2011).

Tabel 5. Skala kognitif yang tervalidasi untuk PP

Skala kognitif yang tidak spesifik untuk PP

 Mattis Dementia Rating Scale (MDRS)

 Mini-Mental Status Examination (MDRS)

 Cambridge Cognitive Assesment (CAMCOG)

 Frontal Assesment Battery (FAB)

Skala kognitif spesifik

 Mini Mental Parkinson (MMP)

 SCOPA-COG (Scales for Outcomes of Parkinson’s Disease

Cognition)

 PANDA (Parkinson Neuropsychometric Dementia Assesment)

 PD-CRS (Parkinson’s Disease-Cognitive Rating Scale)

commit to user

133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mini Mental Parkinson(MMP) dibentuk dari Follstein MMS,

yang meliputi tujuh sub bagian tiap nilai. Terdapat adanya modifikasi

subtes orientasi karena kesulitan awal untuk memperkirakan waktu

berdasar gangguan terkait frontal dan PP. Gangguan memori pada PP

timbul pada tahap lanjut dan tampak lebih kompleks, dapat

dinyatakan dengan learning tiga kata dan recall. Sehingga sub bagian

memori dirancang untuk mengatasi pengelompokan sederhana dan

memerlukan tanda internal, gambaran mental dan kemampuan

visuospasial. Sub bagian kalkulasi dan kontrol mental diduga sensitif

untukdomain atensi dan kemampuan frontal. Gangguan bahasa

biasanya ringan pada awal PP dan terbatas pada tugas kelancaran.

Design tugas mengkopi pada MMSE tidak digunakan karena

memerlukan kemampuan motorik dan menyebabkan bias yang besar

pada PP yang predominan dengan gejala motorik. Sub bagian

pemrosesan konsep dirancang untuk memeriksa proses kognitif yang

melibatkan tugas yang mirip, yang diperkirakan sensitif untuk proses

demensia(Costa, A, Bagoj, E, Monaco, M, 2013). Nilai total MMP

sebesar 32, cut off pada ≤17/32 mempunyai sensitivitas sebesar 0,51

dan spesifisitas sebesar 0,97, positive predictive value 0,83, negative

predictive value 0,87. Sedangkan cut off pada ≤29/32 mempunyai

sensitivitas sebesar 1.00 dan spesifisitas sebesar 0,70(Larner, 2012)

commit to user

134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. KERANGKA PIKIR
Parkinson

Inflamasi akut
Stres oksidatif
Mutasi genetik
Sitokin proinflamasi (IL 6-8,
TNF α, IFN γ, IL-1β)
Disfungsi metabolik
Agregasi α synuclein neuron
Activated mikroglia

Toksisitas α synuclein Kadar hs-CRP ↑ Penurunan inhibisi Perubahan


GABA pelepasan glutamat

Akumulasi Matrix
Inklusi Lewy Bodies di
Metaloproteinase
substansia nigra

Hipometabolisme
Inflamasi kronis Gejala motorik korteks frontal
parkinson ,temporal dan occipital

Nekroptosis &Autophagy

Hilangnya neuron –
neuron dopaminergik Penurunan serotonin
dan dopamin
Derajat Klinis
Parkinson ↑

Defisit dopaminergik
jalur frontostriatal Akumulasi Lewy bodies di Plak amiloid
limbik & korteks

Gangguan fungsi
kognitif ↑

Keterangan:
: Fokus penelitian

: Fokus penelitian

commit to user

135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. HIPOTESIS

1. Ada hubunganantara kadar hs-CRP dan gangguan fungsi kognitif

pada pasien PP di RSUD dr. Moewardi Surakarta

2. Ada hubungan antara derajat klinis dengan gangguan fungsi

kognitif pada pasien PP di RSUD dr. Moewardi Surakarta

3. Adahubungan kadar hs-CRP dan derajat klinis dengan gangguan

fungsi kognitif pada pasien PP di RSUD dr. Moewardi Surakarta,

di mana semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin tinggi derajat

klinis dan semakin tinggi gangguan fungsi kognitif pada PP

commit to user

136

Anda mungkin juga menyukai