Anda di halaman 1dari 50

Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

MODUL KEBIJAKAN DAN PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN


LONGSOR

PELATIHAN PENGELOLAAN LONGSOR


PADA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR

2017

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

Balai Uji Coba Sistem Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi MODUL 02 II-1
Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor
sebagai kelompok kemampuan inti/substansi dalam Pelatihan Pengelolaan
Longsor Pada Infrastruktur SDA. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan
kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang pengelolaan longsor
pada infrastruktur SDA.

Modul kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor ini disusun dalam 3
(tiga) bagian yang terbagi atas pendahuluan, materi pokok, dan penutup.
Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta
pelatihan dalam memahami kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor.
Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi
aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang pengelolaan longsor pada
infrastruktur SDA.

Bandung, September 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc.


NIP. 19670908 199103 1 006

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL....................................................................vi
PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat..............................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.......................................................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................................2
E. Estimasi Waktu.................................................................................................2
MATERI POKOK 1 KEBIJAKAN DAN PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN
LONGSOR................................................................................................................3
1.1 Ketentuan Dasar...............................................................................................3
1.2 Ketentuan Hukum Pengelolaan Bencana........................................................4
1.2.1 UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan..........................................4
1.2.2 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana................7
1.2.3 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang.......................................8
1.2.4 UU No. 19 Tahun 2004........................................................................11
1.2.5 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana...............................................................................................13
1.2.6 PP No. 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Penanggulangan
Bencana...............................................................................................14
1.2.7 PERPRES No. 8 Tahun 2008 Tentang BNPB....................................15
1.2.8 PERMEN PUPR No. 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria dan Penetapan
Wilayah Sungai....................................................................................16
1.2.9 PERMEN PUPR No. 13 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan
Bencana Akibat Daya Rusak Air.........................................................16
1.2.10 PERMEN ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah...17
1.3 Kebijakan Yang Sedang Berlaku Terkait Longsor Pada Infrastruktur SDA...19
1.4 Kelembagaan Terkait Longsor.......................................................................22

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi ii


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.4.1 Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)...23


1.4.2 Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).....24
1.4.3 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.....................................25
1.4.4 Pihak-Pihak Terkait Kelembagaan Penanggulangan Bencana..........28
1.4.5 Peran Lembaga Internasional dan Lembaga Internasional Non
Pemerintah/Non Govermment Organization (NGO)...........................32
1.5 Latihan............................................................................................................33
1.6 Rangkuman....................................................................................................34
PENUTUP...............................................................................................................35
A. Simpulan.........................................................................................................35
B. Tindak Lanjut..................................................................................................35
EVALUASI FORMATIF..........................................................................................36
A. Soal.................................................................................................................36
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iv


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi
Modul kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor ini terdiri dari 1 (satu)
materi pokok yang membahas mengenai kebijakan dan peraturan terkait
pengelolaan longsor.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang


berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami
kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi v


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan yang menjadi alat ukur tingkat
penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi pada materi pokok.

Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan
baik materi yang merupakan kemampuan inti/substansi dari Pelatihan
Pengelolaan Longsor Pada Infrastruktur SDA. Untuk menambah wawasan,
peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu materi yang berkaitan dengan
kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor dari sumber lainnya.

Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi dan studi kasus.

Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta pelatihan diharapkan mampu memahami
kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vi


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pegawai negeri sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-
tugas lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat
perlu upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus
diemban oleh Pegawai Negeri Sipil.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, Pegawai


Negeri Sipil harus memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
hal tersebut dapat terwujud dengan melalui pembinaan yang dilaksanakan
berkelanjutan. Sesuai dengan Undang -Undang Nomor 43 tahun 1999 yang
dinyatakan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan secara berhasil guna dan berdaya guna

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan/wawasan mengenai
kebijakan, peraturan dan kelembagaan terkait pengelolaan longsor, melalui
metode ceramah interaktif, diskusi dan studi kasus.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan diharapkan mampu
memahami kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 1


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

2. Indikator Keberhasilan
Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan kebijakan
dan peraturan terkait pengelolaan longsor.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor ini akan
membahas materi:
1. Ketentuan Dasar Pengelolaan Bencana;
2. Peraturan Perundangan Terkait Longsor:
a. UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan,
b. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana,
c. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang,
d. UU No. 19 Tahun 2004,
e. PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana,
f. PP No. 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana,
g. PERPRES No. 8 Tahun 2008 Tentang BNPB,
h. PERMEN PUPR No. 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria dan Penetapan
Wilayah Sungai,
i. PERMEN PUPR NO. 13 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Bencana
Akibat Daya Rusak Air,
j. PERMEN ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah.
3. Kebijakan yang Sedang Berlaku Terkait Longsor Pada Infrastruktur SDA;
4. Kelembagaan Terkait Longsor.

E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor” ini adalah
4 (empat) jam pelajaran (JP) atau sekitar 180 menit.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

MATERI POKOK 1
KEBIJAKAN DAN PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN LONGSOR

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor.

1.1 Ketentuan Dasar


Ketentuan hukum pengelolaan bencana sudah tercantum dalam Alinea ke empat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “ Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia .......”, ketentuan dasar
tersebut dapat ditafsirkan bahwa “merupakan kewajiban Negara” dan “Tugas
Pemerintah” untuk melindungi seluruh penduduk Indonesia dalam lingkungan
hidup Indonesia guna kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia dan segenap umat
manusia. Bila ada tanggung jawab negara berarti didalamnya ada kewajiban
negara, dengan demikian merupakan tugas pemerintah untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap korban bencana. Ada tidaknya
pertanggungjawaban, dapat diukur melalui 3 aspek yang meliputi AKIBAT dan
KEGIATAN, TEMPAT, serta SUMBER / KORBAN yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Akibat dan Kegiatan
a. Akibat bencana dapat berupa KERUSAKAN dan MEMBAHAYAKAN,
KERUSAKAN adalah kerugian fisik dan hampir pasti ada dalam setiap
kejadian bencana, sedang MEMBAHAYAKAN tidak selalu berarti
termasuk KERUSAKAN.
b. Perlu dilihat adakah hubungan antara suatu kegiatan yang dilakukan atau
tidak dilakukan dengan terjadinya bencana alam dan adakah hubungan
kausal antara kegiatan dengan akibat yang terjadi.
2. Tempat atau Ruang
Tempat atau Ruang penting untuk dikenali, karena untuk menentukan:
a. siapa yang berhak mengajukan klaim
b. kepada siapa tuntutan tersebut dialamatkan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 3


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

3. Sumber dan Korban


Ada tidaknya pertanggungjawaban perlu dinilai atas dasar arti penting
kesalahan yang dilakukan oleh pelaku (sumber bencana) sehingga
menimbulkan korban.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan kriteria dan prosedur


akuntabilitas:
a. Harus dicari dasar hukum yang dapat digunakan untuk menentukan
tingkat kesalahan dan perbuatan yang bersangkutan.
b. Harus ditetapkan hubungan kausal antara perbuatan dengan kerusakan
yang terjadi.
c. Harus dapat diketahui identitas pelaku
d. Nilai kerugian harus dapat dihitung atau dikuantifikasi.

Dalam hubungannya dengan negara-negara lain, perlindungan diplomatik


terhadap korban harus tersedia. Artinya bahwa jika korban tidak berhasil
mendapatkan ganti kerugian maka pemerintah perlu mengambil alih
persoalannya.

1.2 Ketentuan Hukum Pengelolaan Bencana


1.2.1 UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan
Isi dari UU No. 11 Tahun 1974:
 BAB I PENGERTIAN
Pasal 1 : Definisi
 BAB II FUNGSI
Pasal 2 : Air Sebagai Fungsi Sosial
 BAB III HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG
Pasal 3 : Hak Menguasai Oleh Negara
Pasal 4 : Wewenang Pemerintah
Pasal 5 : Menteri Yang Ditugasi
Pasal 6 : Wewenang Pemerintah Bila Terjadi Bencana
Dalam hal ini terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang
mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 4


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

mengambil tindakan-tindakan penyelamatan dengan mengatur kegiatan-


kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan
Undang-Undang ini.
Pasal 7 Diatur Oleh PP
 BAB IV PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS
Pasal 8 : Perencanaan Dan Perencanaan Teknis Dan Prioritas Pemakaian
Pasal 9 : Penelitian dan Inventarisas
 BAB V PEMBINAAN
Pasal 10 : Tata Cara Pembinaan
 BAB VI PENGUSAHAAN
Pasal 11 : Pengusahaan Oleh Pemerintah Badan Hukum, Badan Sosial dan
atau perorangan
 BAB VII EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN
Pasal 12 : Eksploitasi & Pemeliharaan
 BAB VIII PERLINDUNGAN
Pasal 13 : Perlindungan Air
(1) Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus
dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya,
supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam
Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:
(a) Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;
(b) Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap
sumber- sumbernya dan daerah sekitarnya;
(c) Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat
merugikan penggunaan serta lingkungannya;
(d) Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-
bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah
 BAB IX PEMBIAYAAN
Pasal 14 : Pembiayaan
 BAB X KETENTUAN PIDANA
Pasal 15 : Ketentuan Pidana

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 5


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

 BAB XI KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 16 : Peralihan
 BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17 : Berlakunya UU
PENJELASAN ATAS UU RI NO. 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN
a. PENJELASAN UMUM
b. PENJELASAN PASAL DEMI PA.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 6


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.2.2 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


1. Ketentuan Umum 1 7. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 8. Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan
- 26 Istilah Dan Definisi 1 31-59 Bencana 60-70
a. Bagian Ke-1 Umum a. Bagian Ke-1 Pendanaan
- Aspek Penyelenggaraan 31 - Penyediaan Dana 60
- Penetapan, Pencabutan Oleh Pemerintah - Alokasi Anggaran 61
2. Landasan, Asas, Dan Tujuan 2-4 Dan Hak Mendapat Ganti Rugi 32 - Dana Siap pakai 62
- Pancasila Dan UUD 1945 2 b. Bagian Ke-2 Tahapan - Mekanisme Pengelolaan Dana Diatur
- Asas 3 - Tahap Penyelenggaraan 33 Dengan PP 63
- Tujuan 4 b1. Paragraf Ke-1 Prabencana - Dana Bencana Yang Disebabkan Kegiatan
- Tahapan Prabencana 34 Keantariksaan 64
- Penyelenggaraan Dalam Situasi Tidak b. Bagian Ke-2 Pengelolaan Bantuan Bencana
3. Tanggung Jawab Dan Wewenang 5-9 Terjadi Bencana 35 - Pengelolaan 65
- Penanggung Jawab Penyelenggaraan 5 - Perencanaan Dan Penyusunan - Pengelolaan Bantuan Sesuai Peraturan
- Tanggung Jawab Pemerintah 6 Perencanaan 36 Perundang-undangan 66
- Wewenang Pemerintah 7 - Pengurangan Risiko 37 - Arahan Penggunaan Bantuan 67
- Tanggung Jawab Pemerintah Daerah 8 - Pencegahan 38 - Tata Cara Pemanfaatan Serta
- Wewenang 9 - Pemaduan Dalam Perencanaan Pertanggungjawaban Penggunaan
Pembangunan 39 Bantuan 68
- Penyusunan Rencana, Dilengkapi Analisis - Santunan Duka Cita Dan Kecacatan 69
Risiko Bencana 40 - Pengelolaan Bantuan Sesuai Peraturan
4. Kelembagaan 10-25 - Syarat Analisis Risiko, Pemantauan Dan Perundang-undangan 70
a. Bagian Ke-1 Badan Nasional Evaluasi 41
Penanggulangan Bencana (BNPB) - Penegakan Rencana Tata Ruang,
- BNPB Setingkat Menteri 10 Pemantauan Dan Evaluasi 42
- Unsur BNPB 11 - Pendidikan, Pelatihan, dan Persyaratan 9. Pengawasan 71-73
- Tugas BNPB 12 Standar Teknis 43 - Pengawasan Terhadap Seluruh Tahap
- Fungsi BNPB 13 - Penyelenggaraan Dalam Situasi Terdapat Penanggulangan Bencana 71
- Fungsi Dan Keanggotaan Unsur Pengarah Potensi Terjadi Bencana 44 - Pengawasan Terhadap Laporan Upaya
14 - Kesiapsiagaan 45 Pengumpulan Sumbangan 72
- Pembentukan, Fungsi Dan Keanggotaan - Peringatan Dini 46 - Pengawasan Sesuai Peraturan Perundang-
Unsur Pelaksana 15 - Mitigasi Bencana 47 undangan 73
- Tugas Unsur Pelaksana 16 b2. Paragraf Ke-2 Tanggap Darurat
- Pembentukan, Fungsi, Tugas, Struktur - Penyelenggaraan Saat Tanggap Darurat
Organisasi, Dan Tata Kerja BNBP Diatur 48 10. Penyelesaian Sengketa 74
PerPres 17 - Pengkajian Secara Cepat Dan Tepat 49 - Upaya Penyelesaian Sengketa 74
b. Bagian Ke-2 Badan Penanggulangan - Status Keadaan Darurat Bencana
Bencana Daerah (BPBD) Ditetapkan 50
- Penjelasan BPBD 18 - Penetapan Status Darurat Bencana 51
- Unsur Dan Pembentukan BPBD 19 - Penyelamatan Dan Evakuasi Korban 52 11. Ketentuan Pidana 75-79
- Fungsi BPBD 20 - Pemenuhan Kebutuhan Dasar 53
- Pidana Karena Kelalaian 75
- Tugas BPBD 21 - Penanganan Masyarakat Dan Pengungsi
- Pidana Karena Kesengajaan 76
- Fungsi Dan Keanggotaan Unsur Pengarah 54
- Pidana Karena Sengaja Menghambat
22 - Pelindungan Terhadap Kelompok Rentan
Kemudahan Akses Saat Darurat
- Pembentukan, Fungsi Dan Keanggotaan 55
Bencana 77
Unsur Pelaksana 23 - Pemulihan Fungsi Prasarana Dan Sarana
- Pidana Karena Sengaja Menyalahgunakan
- Tugas Unsur Pelaksana 24 Vital 56
Pengelolaan Bantuan 78
- Pembentukan, Fungsi, Tugas, Struktur b3. Paragraf Ke-3 Pascabencana
- Pidana Karena Kelalaian dan Kesengajaan
Organisasi, Dan Tata Kerja BPBD Diatur - Penyelenggaraan Tahap Pascabencana
Oleh Korporasi 79
PerDa 25 57
- Rehabilitasi 58
- Rekonstruksi 59
12. Ketentuan Peralihan 80-82
5. Hak Dan Kewajiban Masyarakat 26-27 - Berlakunya Peraturan Perundang-undangan
a. Bagian Ke-1 Hak Masyarakat Berkaitan Dengan Penanggulangan Bencana
- Hak Setiap Orang 26 6. Peran Lembaga Usaha Dan Lembaga 80
b. Bagian Ke-2 Kewajiban Masyarakat Internasional 28-30 - Berlakunya Program Kegiatan Berkaitan
- Kewajiban Setiap Orang 27 a. Bagian Ke-1 Peran Lembaga Usaha Dengan Penanggulangan Bencana 81
- Kesempatan Lembaga Usaha 28 - Sebelum Dan Setelah BNPB Dibentuk 82
- Kegiatan Dan Kewajiban Lembaga Usaha
29
b. Bagian Ke-2 Peran Lembaga Internasional
13. Ketentuan Penutup 83-85
- Ikut Sertanya Lembaga Internasional Dan
- Berlakunya UU Ini 83
Lembaga Asing 30
- Diterbitkannya PP Sebagai Pelaksanaan UU
Ini 84
- Mulai Berlakunya UU Ini 85

Catatan :
 Angka di depan menunjuk bab, contoh ”4. Kelembagaan” berarti Bab IV
Kelembagaan
 Angka di belakang menunjuk pasal, contoh “Wewenang 9”, berarti Wewenang
ada di Pasal 9 UU = Undang-Undang, RI = Republik Indonesia, PP =
Peraturan Pemerintah

Gambar I.1 - Diagram ringkasan UU RI No. 24 Tahun 2007

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 7


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.2.3 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang


Perangkat peraturan tentang penataan ruang sudah ada yaitu dengan sudah
berlakunya UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang sebagai pengganti
UU No. 24 Tahun 1992. Undang-Undang ini terdiri atas 13 Bab dengan 80 Pasal.
Secara garis besar isi UU ini ditunjukkan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 - Garis besar UU No. 26 Tahun 2007


Bab Uraian Bab dan Bagian Paragraf Pasal Penjelasan
I Ketentuan Umum 1
II Asas Dan Tujuan 2,3 ada
III Klasifikasi Penataan Ruang 4
5,6 ada
IV Tugas Dan Wewenang
Bagian I Tugas 7 ada
Bagian II Wew Pem 8 ada
9
Bagian III Wew Pem Da Prov 10 ada
Bagian IV Wew Pem Kab/Ko 11 ada
Pengaturan & Pembinaan Penat
V 12
Ru
13 ada
VI Pelaksanaan Penataan Ruang
Bag I Perenc Tata Ruang 1. Umum 14-15 ada
16
17-18 ada
2. Peren TRWN 19
20 ada
21
3. Perenc TRWP 22
23 ada
24
4. Peren TRWKab 25,26 ada
27
5. Peren TRWKo 28,3 ada
30,3
Bag II Pemanf. Ruang 1. Umum 32,3 ada
2. Pemanf Ru Wil 34 ada
Bag III Pengend Pemanf Ruang 35-38 ada
39,40
Bag IV Penataaan Ru Kaws Perkot 1. Umum 41 ada
2. Peren TR Kaw
42
Perkot
43,44 ada
3. Pemanf Ru Kaw
45 ada
Perko
4. Pengend
Pemanf Ru Kaw 46 ada
Perko
5. Kerja Sama
Pena Ru Kaw 47
Perko
Bag V Penataan Ru Kaw Perdes 1. Umum 48 ada

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 8


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Bab Uraian Bab dan Bagian Paragraf Pasal Penjelasan


2. Peren TR Kaw
49,50
Perdes
51 ada
3. Pemanf Ru Kaw
52
Perdes
4. Pengend
Pemanf Ru Kaw 53
Perdes
5. Kerja Sama
Pena Ru Kaw 54
Perdes
VII Pengawasan Penataan Ruang 55,56 ada
57
58 ada
59
VIII Hak, Kewajib, & Peran Masya 60,61 ada
62
63 ada
64
65,66 ada
IX Penyelesaian Sengketa 67 ada
X Penyidikan 68 ada
XI Ketentuan Pidana 69-75
XII Ketentuan Peralihan 76
77 ada
XIII Ketentuan Penutup 78 ada
79,80
Penjelasan I. Umum
II. Pasal-Pasal

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 9


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Ringkasan UU No. 26 Tahun 2007 ditunjukkan dalam gambar I.2


1 Ketentuan Umum 1
2 Asas & Tujuan 2,3 34 Definisi 1

3 Klasifikasi PR 4-6 4 Tugas &Wewenang 7-11


- Klasifikasi: sistem,fungsi utama kaw, wilayah adm - PR→rakyat makmur, penyeleng pem, hormat hak
kegiatan kaw, nilai strategis kaw 4 orang & adat 7

- Detail klasifi: -sistem: wil & internal pkotaan -fungsi utama - Wewenang pem 8
kaw lindung (5) & budi daya(11) -wil adm: nas, prov, kab/kt -
kegiatn kaw: perkot, perdes - nilai strategis kaw: nas, prov, - Mentri: pengat, pembin, pengaw, pelaks, koord 9
kab/kota 5 5Pengaturan&Pembinaan PR12,13
- Wewenang pemprov 10
- Peraturan uu & pedom 12
- PR memperhatikan: kond fisik wil NKRI → bencana, potensi
- Wewenang pemkab/kt 11
SDA, SDM, SDBuatan, kondi eko-sos-bud-pol-huk-hankam- - Pembina: koord,sosiali uu, bimbing-suprvisi-konsult,
LH,geostrategi, geopolit, & geoekonomi diklat,litbang, sist info, pengemb masya, PP13

- Nas, prov, kab/kota jenjang & komplemen


6 Pelaksanaan Penataan Ruang 14-54

- 3 Ruang: darat, laut,Perencanaan


udara & dlmTata
bumiRuang 14-31 Pemanfaatan Ruang 32-34

-Hasil Perenc TR (PP) 14 - Pelaks prgram pemanf rg + biaya32


- Ruang laut & udara UU 6
-RTRW dan Ruang 15 - Pemanf rg mengacu fungsi rg (PP) 33

-Peninjauan kembali (PP) 16 Pemanfaatan Ruang Wilayah 34


PR Kaw Perkotaan 41-47
-Renc struktur rg & renc pola rg (PP)17 - Permusan kebij strtgis operas, prgrm
-Bentuk kaw perkotaan (kecil, sdng, besar,
sektoral, pelaks pembang 34
-Penetapan Raperda 18
metropol, megapolitan), kriteria (PP) 41
Perenc TRWN 19-21
Perenc TR Kaw Perkot 42-44
-Penyusunan memperhatikan 19
-Renc rinci TRWKab, Rg terbuka hijau,
-Muatan RTRWN (PP) 20 -Distribusi Ruang Terbuka Hijau 42

-Rencana rinci tata ruang 21 -Koord 2/lbih wil kab/kt 1/leih wil prov43

PerencTRWProv 22-24 -RTR kaw metropol 44


PR Kaw Perdesaan 48-54
-Penyusu mengacu & memperhatikan 22 Pemanf Rg Kaw Perkotaan 45
Pengendal Pemanf Rg 35-40 -PR Kaw Perdes diarahkan utk &
-Muatan RTRWProv 23 -Kaw Perkotaan bagian
diselenggarakan pada wilayah
(PP) 48 45
-Pengend: prturan zonasi, perizinan,
-RTR kaw &strategis provinsi Perda Pengend
PerencPemanf
Rg KawRg Kaw Perkot
49-51 46
insentif disinsentif & sanksi 3524 Perdes

Perenc -Pengend kawbagian


perkotwilbagian
49 wilayah 46
-Peraturan zonasiTRWKab
(PP) 36 25-27 -Kaw perdes

-Penyu mengacu & memperhatikan25 KerjaPerdesa


-PR Kaw Sama PR Kawwil
1/lbh Perkotaan
kab 50 47
-Ketentuan perizinan (PP) 37
-Kerjasama PR (PP) 47
Gambar I.2 - Ringkasan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 10


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.2.4 UU No. 19 Tahun 2004


PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 41
TAHUN 1999
TENTANG KEHUTANAN MENJADI UNDANG-UNDANG

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG
KEHUTANAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,


telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha di bidang
pertambangan di kawasan hutan terutama bagi pemegang izin atau perjanjian
sebelum berlakunya Undang-undang tersebut. Ketidakpastian tersebut terjadi,
karena dalam ketentuan Undang-undang tersebut tidak ada ketentuan yang
menyatakan bahwa perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan yang
berada di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang
tersebut tetap berlaku. Tidak adanya ketentuan tersebut mengakibatkan status
dari izin atau perjanjian yang ada sebelum berlakunya Undang-undang tersebut
menjadi tidak jelas dan bahkan dapat diartikan menjadi tidak berlaku lagi. Hal ini
diperkuat ketentuan Pasal 38 ayat (4) yang menyatakan secara tegas bahwa pada
kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola
pertambangan terbuka. Ketentuan tersebut semestinya hanya berlaku sesudah
berlakunya Undang-undang tersebut dan tidakdiberlakukan surut.
Ketidakpastian hukum dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan di
kawasan hutan tersebut dapat mengakibatkan Pemerintah berada dalam posisi
yang sulit dalam mengembangkan iklim investasi. Sehubungan dengan hal
tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 11


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang


Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan perlu ditetapkan menjadi Undang-undang.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 12


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.2.5 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan


Bencana
1. Ketentuan Umum 1-3 5) Paragraf 6 Penyelamatan - Ketentuan Terkait Permintaan Dan
- 19 Istilah Dan Definisi 1 - Penjelasan 46 Penggunaan Bantuan 78
- Tujuan 2 6) Paragraf 7 Komando - Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Rekonstruksi
- Tahapan 3 - Sistem Komando 47 79
- Pos Komando 48 1) Paragraf 1 Pembangunan Kembali Prasarana
- Pos Komando Lapangan 49 Dan Sarana
- Penyusunan Rencana Operasi 50 - Penjelasana Tentang Pembangunan
2. Prabencana 4-20 d. Bagian Ke-4 Penyelamatan dan Evakuasi Kembali Prasarana Dan Sarana 80
a. Bagian Ke-1 Umum - Penjelasan Tentang Penyelamatan Dan - Penjelasan Tentang Perencanaan Teknis
- Penanggulangan Bencana Tahap Prabencana 4 Evakuasi Masyarakat Terkena Bencana 51 Pembangunan Kembali Prasarana Dan
b. Bagian Ke-2 Situasi Tidak Terjadi Bencana e. Bagian Ke-5 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Sarana 81
- Penanggulangan Bencana Dalam Situasi Tidak - Penjelasan 52 2) Paragraf 2 Pembangunan Kembali Sarana
Terjadi Bencana 5 f. Bagian Ke-6 Perlindungan Terhadap Kelompok Sosial Masyarakat
- Perencanaan Penanggulangan Bencana 6 Rentan - Penjelasan Tentang Pembangunan Kembali
- Pengurangan Risiko Bencana 7 - Penjelasan 53 Sarana Sosial Masyarakat 82
- Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana 8 g. Bagian Ke- 7 Pemulihan Segera Prasarana dan - Penjelasan Perencanaan Teknis
- Pencegahan 9 Sarana Vital Pembangunan Kembali Sarana Sosial
- Pemaduan Dalam Perencanaan Pembangunan - Penjelasan 54 Masyarakat 83
10 - Pelaksanaan Pembangunan Kembali
- Persyaratan Analisis Risiko Sarana Sosial Masyarakat 84
Bencana 11 3) Paragraf 3 Pembangkitan Kembali
- Analisis Risiko Bencana 12 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat
4. Pascabencana 55-90
- Pelaksanaan Dan Penegakan Rencana Tata - Pejelasan Tentang Pembangkitan Kembali
a. Bagian Ke-1 Umum
Ruang 13 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat 85
- Tahap Pascabencana 55
- Pendidikan Dan Pelatihan 14 4) Paragraf 4 Penerapan Rancang Bangun
b. Bagian Ke-2 Rehabilitasi
c. Bagian Ke-3 Situasi Terdapat Potensi Terjadi - Penjelasan Tentang Penerapan Rancang
- Rehabilitasi Pada Wilayah Pascabencana dan
Bencana Bangun 86
Penetapan prioritas 56
- Penanggulangan Bencana Dalam Situasi 5) Paragraf 5 Partisipasi dan Peran Serta
- Penanggungjawab Dan Katentuan Pelaksanaan
Terdapat Potensi Terjadi Bencana 15 Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan,
Kegiatan
- Kesiapsiagaan Penanggulangan Dunia Usaha, Dan Masyarakat
Rehabilitasi 57
Bencana 16 - Penjelasan Tentang Partisipasi dan Peran
- Dana Dan Bantuan Pada Kegiatan Rehabilitasi
- Rencana Penanggulangan Kedaruratan Serta Lembaga/Organisasi
58
Bencana 17 Kemasyarakatan, Dunia Usaha, Dan
- Ketentuan Terkait Permintaan Dan
- Sistem Manajemen Logistik Dan Peralatan 18 Masyarakat 87
Penggunaan Bantuan 59
- Peringatan Dini 19 6) Paragraf 6 Peningkatan Kondisi Sosial,
- Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi
- Mitigasi Bencana 20 Ekonomi, Dan Budaya
60
1) Paragraf 1 Perbaikan Lingkungan Daerah - Penjelasan Tentang Peningkatan Kondisi
Bencana Sosial, Ekonomi, Dan
3. Tanggap Darurat 21-54 Budaya 88
- Penjelasan Tentang Perbaikan Lingkungan
a. Bagian Ke-1 Umum 7) Paragraf 7 Peningkatan Fungsi Pelayanan
- Penanggulangan Bencana Saat Tanggap Darurat 61
- Penjelasan Tentang Perencanaan Teknis Publik
21 - Penjelasan Tentang Peningkatan Fungsi
b. Bagian Ke-2 Pengkajian Secara Cepat dan Perbaikan Lingkungan 62
- Pelaksana Kegiatan Perbaikan Lingkungan Pelayanan Publik 89
Tepat 8) Paragraf 8 Peningkatan Pelayanan Utama
63
- Penjelasan 22 Dalam Masyarakat
2) Paragraf 2 Perbaikan Prasarana Dan Sarana
c.Bagian Ke-3 Penentuan Status Keadaan Darurat - Penjelasan Tentang Peningkatan Pelayanan
Umum
Bencana Utama Dalam Masyarakat 90
- Penjelasan 23 - Penjelasan Tentang Kegiatan Perbaikan 64
- Kemudahan Akses Oleh BNPB Dan - Penyusunan Dokumen Rencana Teknis
Perbaikan 65
BPBD 24
1) Paragraf 1 Pengerahan SDM, Peralatan, Dan - Pelaksanaan Perbaikan 66
3) Paragraf 3 Pemberian Bantuan Perbaikan 5. Pemantauan dan evaluasi 91-94
Logistik a. Bagian Ke-1 Pemantauan
Rumah Masyarakat
- Penjelasan 25 - Penjelasan Tentang Pemantauan 91
- Penjelasan Tentang Pemberian Bantuan 67
- Tujuan 26 - Pelaksanaan Pemantauan 92
4) Paragraf 4 Pemulihan Sosial Psikologis
- Pengiriman SDM, Peralatan, Dan Logistik a. Bagian Ke-2 Pelaporan
27 - Penjelasan Tentang Pemulihan Sosial
Psikologis 68 - Penjelasan Tentang Pelaporan 93
- SDM, Peralatan, Dan Logistik Pada Bencana b. Bagian Ke-3 Evaluasi
5) Paragraf 5 Pelayanan Kesehatan
Tingkat Kabupaten/ - Penjelasan Tentang Evaluasi 94
Kota 28 - Kegiatan Pemulihan Kondisi Kesehatan
- SDM, Peralatan, Dan Logistik Pada Bencana Masyarakat 69
Tingkat Provinsi 29 6) Paragraf 6 Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
- Penjelasan Tentang Kegiatan Rekonsiliasi
- Bantuan Melalui Pola Pendampingan Oleh 6. Ketentuan Lain-Lain 95
BNPB Terhadap BPBD 30 dan Resolusi Konflik 70
7) Paragraf 7 Pemulihan Sosial Ekonomi - Ketentuan Dalam Hal Bantuan Untuk
- Pengerahan Peralatan Dan Logistik 31 Penanggulangan Bencana Berasal Dari Negara
2) Paragraf 2 Imigrasi, Cukai, dan Karantina Budaya
- Penjelasan Tentang Kegiatan Pemulihan Asing 95
- Kemudahan Akses Terhadap Bantuan Dari
Sosial. Ekonomi. Dan Budaya 71
Luar Negeri 32
8) Paragraf 8 Pemulihan Keamanan Dan
- Penjelasan Personil Asing 33
- Kemudahan Akses Bagi Personil Asing Ketertiban
7. Ketentuan Penutup 96
- Penjelasan Tentang Kegiatan Pemulihan
Untuk Melaksanakan Kegiatan Bantuan 34 - Mulai Berlakunya PP Ini 96
Keamanan Dan
- Wajib Lapor Bagi Personil Asing 35
Ketertiban 72
- Kemudahan Akses Bagi Peralatan Atau
Logistik Dari Luar Negeri 36 9) Paragraf 9 Pemulihan Fungsi Pemerintahan
- Penjelasan Tentang Kegiatan Pemulihan
- Tindakan Karantina Bagi Peralatan Atau
Fungsi
Logistik Dari Luar Negeri 37
Pemerintahan 73
3) Paragraf 3 Perizinan
- Perizinan Terhadap Pemasukan Personil 10) Paragraf 10 Pemulihan Fungsi Pelayanan
Asing Dan/Atau Peralatan Tertentu 38 Publik
4) Paragraf 4 Pengadaan Barang/Jasa - Penjelasan Tentang Kegiatan Pemulihan
- Penjelasan 39 Fungsi Pelayanan
- Ketentuan Tentang Pengadaan Publik 74
Barang/Jasa 40 c. Bagian Ke-3 Rekonstruksi
- Penggunaan Dana Siap Pakai 41 - Rekonstruksi Pada Wilayah Pascabencana dan
7) Paragraf 5 Pengelolaan dan Penetapan
Prioritas 75
Pertanggungjawaban Uang dan/atau
Barang - Penanggung Jawab dan Ketentuan Pelaksanaan
- Penjelasan 42 Kegiatan Rekonstruksi 76
- Dana dan Bantuan Pada Kegiatan Rekonstruksi
- Pemberian dan Penggunaan Dana Siap
77
Pakai 43
- Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Dana Siap Pakai 44
- Laporan Pertanggung Jawaban Uang
Dan/Atau Barang 45

Catatan :
 Angka di depan menunjuk bab, contoh ”3”. Tanggap Darurat” berarti Bab III
Tanggap Darurat
 Angka di belakang menunjuk pasal, contoh “Tujuan 2”, berarti Tujuan ada di
Pasal 2 PP = Peraturan Pemerintah, RI = Republik Indonesia

Gambar I.3 - Diagram ringkasan PP RI No. 21 Tahun 2008

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 13


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.2.6 PP No. 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Penanggulangan


Bencana
1. Ketentuan Umum 1-3 3. Penggunaan Dana Penanggulangan 4. Pengelolaan Bantuan Bencana 24-30
- Istilah Dan Definisi 1 Bencana 10-23 a. Umum
- Tujuan 2 a. Umum - Penyediaan Dan Pemberian Bantuan
- Pengaturan 3 - Penggunaan Dana 10 Bencana 24
 tugas pokok dan fungsinya.  kepada korban meninggal.
 sesuai dengan penyelenggaraan  Bantuan bencana
penanggulangan bencana b. Santunan Duka Cita
2. Sumber Dana Penanggulangan b. Prabencana - Penjelasan 25
Bencana 4-9 - Perencanaan, Penganggaran,  korban meninggal
- Sumber dan Penanggungjawab 4 Pelaksanaan, Pelaporan, Dan  pendataan, identifikasi, dan verifikasi
 tanggungjawab bersama Pertanggungjawaban Penggunaan  kepada ahli waris korban
 berasal dari dana 11  persetujuan Menteri Keuangan
- Anggaran Dana 5 - Alokasi Dana 12 c. Santunan Kecacatan
 mengalokasikan anggaran Dalam APBN dan - Penggunaan Dana Dalam Situasi Tidak - Penjelasan Santunan Kecacatan 26
APBD Terjadi Bencana 13  kecacatan mental dan/atau fisik
 disediakan pada tahap prabencana - Penggunaan Dana Dalam Situasi  pendataan, identifikasi, dan verifikasi
 bersumber dari APBN Terdapat Potensi Terjadinya Bencana 14  diatur dengan Peraturan Kepala BNPB
- Alokasikan Anggaran Dana 6  Dana penanggulangan bencana yang d. Pinjaman Lunak Untuk Usaha Produktif
 disediakan dalam APBN digunakan 15 - Penjelasan Pinjaman Lunak Untuk Usaha
 dana siap pakai  BNPB atau BPBD Produktif 27
 ditempatkan dalam anggaran BPBD - Penggunaan Dana 16  kehilangan mata pencaharian
 harus selalu tersedia - Penggunaan Dana Siap Pakai 17  diberikan dalam bentuk:
 bantuan sosial berpola hibah  sesuai dengan kebutuhan  kredit usaha produktif; atau
- Dana Yang Bersumber Dari Masyarakat 7  pengadaan barang dan/atau jasa  kredit pemilikan barang modal
 mendorong partisipasi masyarakat  ditetapkan oleh Kepala BNPB - pendataan, identifikasi, dan verifikasi
 dicatat dalam APBN - Pengaturan Penggunaan Dana Siap - Peraturan Kepala BNPB setelah mendapat
 dicatat dalam APBD Pakai 18 persetujuan MenKeu
 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan c. Pascabencana e. Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
 diatur dengan PenMenDageri - Perencanaan, Penganggaran, - Penjelasan Bantuan Pemenuhan
- Upaya Mendorong Partisipasi Masyarakat 8 Pelaksanaan, Pelaporan, Dan Kebutuhan Dasar 28
- Izin Pengumpulan Dana 9 Pertanggungjawaban Penggunaan  d diberikan kepada korban bencana
 wajib mendapat izin Dana 19 dalam bentuk:
 disampaikan kepada BNPB atau BPBD - Penggunaan Dana 20  penampungan sementara;
- Kegiatan Rehabilitasi 21  bantuan pangan;
- Kegiatan Rekonstruksi 22  sandang;
- Dana Bantuan Pemerintah Kepada  air bersih dan sanitasi; dan
Pemerintah Daerah 23  pelayanan kesehatan
- prioritas kepada kelompok rentan
- diatur dengan Peraturan Kepala BNPB
5. Pengawasan Dan Laporan f. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban 31-366 Bantuan
a. Umum - Koordinasi Bantuan 29
- Pengawasan Dan Laporan  bencana pada tingkat nasional
Pertanggungjawaban Pengelolaan  pada tingkat daerah
Dana 31 - Tata Cara Pengelolaan Serta
 bantuan penanggulangan bencana Pertanggungjawaban Penggunaan
 dilakukan oleh masyarakat kepada Bantuan 30
korban bencana  pertanggungjawaban penggunaan
b. Pengawasan bantuan
- Pelaksana Pengawasan 32  diatur dengan Peraturan Kepala BNPB
c. Laporan Pertanggungjawaban
- Ketentuan Laporan Pertanggungjawaban
33
- Pertanggungjawaban Penggunaan Dana 6. Ketentuan Penutup 37
Saat Tanggap Darurat 34 - Mulai Berlakunya PP Ini 37
 sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan
transparansi
 dilaporkan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah masa tanggap darurat.
- Pelaporan Keuangan Penanggulangan
Bencana 35
 sesuai standar akuntansi
pemerintahan
 bersumber dari masyarakat
- Audit Laporan Pertanggungjawaban 36

Catatan :
 Angka di depan menunjuk bab, contoh ”6. Ketentuan Penutup” berarti Bab VI
Ketentuan Penutup
 Angka di belakang menunjuk pasal, contoh “Pengaturan 3”, berarti Pengaturan
ada di Pasal 3
 PP = Peraturan Pemerintah, RI = Republik Indonesia

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 14


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Gambar I.4 - Diagram ringkasan PP RI No. 22 Tahun 2008


1.2.7 PERPRES No. 8 Tahun 2008 Tentang BNPB
1. Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi 1-4 2. Organisasi 5-39
- Kedudukan BNPB 1 a. Susunan Organisasi BNPB
- Tugas BNPB 2 - Penjelasan Tentang Organisasi BNPB 5
- Fungsi BNPB 3 b. Kepala
- Koordinasi BNPB 4 - Tugas Kepala BNPB 6
c. Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana
 Kedudukan, Tugas dan Fungsi
- Kedudukan Unsur Pengarah PB 7
3. Tata Kerja 40-50 - Tugas Unsur Pengarah PB 8
- Tata Kerja Kepala BNPB 40 - Fungsi Unsur Pengarah PB 9
- Sidang Anggota Unsur Pengarah PB 41  Keanggotaan
- Pelaksanaan Tugas Semua Unsur di - Anggota Unsur Pengarah PB 10
BNPB 42 - Rincian Anggota Unsur Pengarah PB 11
- Sistem Pengendalian Intern Pimpinan Unsur d. Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana
Pelaksana PB 43  Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
- Tanggung Jawab Pimpinan Unsur Pelaksana PB - Kedudukan Unsur Pelaksana PB 12
Mengkoordinir Bawahan 44 - Tugas Unsur Pelaksana PB 13
- Kewajiban Mematuhi Atasan Oleh Pimpinan - Fungsi Unsur Pelaksana PB 14
Unsur Pelaksana PB 45  Susunan Organisasi
- Kewajiban Pembinaan Dan Pengawasan Oleh - Susunan Organisasi Unsur Pelaksana
Pimpinan Unsur Pelaksana PB 46 PB 15
- Pelaksanaan Fungsi koordinasi Unsur  Sekretariat Utama
Pelaksana PB 47 - Kedudukan Dan Pemimpin SU 16
- Pelaksanaan Fungsi Komando Unsur Pelaksana - Tugas SU 17
PB 48 - Fungsi SU 18
- Pelaksanaan Fungsi Pelaksanaan Unsur  Deputi Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan
Pelaksana PB 49 - Kedudukan Dan Pemimpin Deputi Bid.
- Ketentuan Lebih Lanjut 50 P & K 19
- Tugas Deputi Bid. P & K 20
- Fungsi Deputi Bid. P & K 21
 Deputi Bidang Penanganan Darurat
- Kedudukan Dan Pemimpin Deputi Bid. PD 22
4. Pengangkatan, Dan Pemberhentian 51-61 - Tugas Deputi Bid. PD 23
a. Pengangkatan Dan Pemberhentian - Fungsi Deputi Bid. PD 24
Kepala  Deputi Bidang Rehabilitasi Dan Rekonstruksi
- Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala - Kedudukan Dan Pemimpin Deputi Bid.
BNPB 51 R & R 25
- Hak Kepala BNPB 52 - Tugas Deputi Bid. R & R 26
b. Pengangkatan Dan Pemberhentian - Fungsi Deputi Bid. R & R 27
Anggota Unsur Pengarah Penanggulangan  Deputi Bidang Logistik Dan Peralatan
Bencana - Kedudukan Dan Pemimpin Deputi Bid.
- Pengangkatan Dan Pemberhentian L & P 28
Anggota Unsur Pengarah PB 53 - Tugas Deputi Bid. L & P 29
- Pengangkatan Anggota Dari Unsur - Fungsi Deputi Bid. L & P 30
Pemerintah 54  Inspektorat Utama
- Pengangkatan Anggota Dari Kalangan - Kedudukan Dan Pemimpin Inspekt. Utama 31
Masyarakat Profesional 55 - Tugas Inspektorat Utama 32
- 9 Pengangkatan Dan Penetapan - Fungsi Inspektorat Utama 33
Anggota 56  Pusat
- Masa Tugas Anggota 57 - Pembentukan Dan Pemimpin Pusat 34
- Mekanisme Pemilihan dan Kriteria Anggota - Penetapan Pembentukan Pusat 35
Dari Masyarakat Profesional 58  Unit Pelaksana Teknis
c. Eselon, Pengangkatan, Dan Pemberhentian - Pembentukan Dan Pemimpin Unit PT 36
Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana - Penetapan Pembentukan Unit PT 37
- Eselon Unsur Pelaksana PB 59  Lain-lain
- Pengangkatan Dan Pemberhentian Anggota - Susunan Organisasi SU, Deputi, Inspekt. Utama,
60 Pusat 38
- Jabatan Di Lingkungan Unsur Pelaksana PB - Penetapan Jabatan Fungsional 39
61
6. Ketentuan Lain-Lain 63-64
- Pembentukan BPBD Dan Koordinasi Dengan
5. Pembiayaan 62 BNPB 63
- Pembiayaan Kegiatan BNPB 62 - Penetapan Rincian Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, Dan Tata Kerja BNPB 64

8. Ketentuan Penutup 68-70


- Dengan Berlakunya PerPres ini, Perpres No. 83 7. Ketentuan Peralihan 65-67
Th. 2005 Dicabut Dan Tidak Berlaku 68 - Ketentuan Saat Berlakunya PerPres 65
- Saat Berlakunya PerPres Ini, Peraturan Terkait - Biaya Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi BNPB 66
Yang Tidak Bertentangan Tetap Berlaku 69 - PerPres No. 83 Th. 2005 Masih Berlaku
- Mulai Berlakunya PerPres Ini 70 Sepanjang Belum Diubah Dan/Atau Diganti
Dengan PerPres Ini. 67

Catatan :
 Angka di depan menunjuk bab, contoh ”2. Organisasi” berarti Bab II Organisasi
 Angka di belakang menunjuk pasal, contoh “Tugas BNPB 3”, berarti Tugas
BNPB ada di Pasal 3
 PerPres = Peraturan Presiden, RI = Republik Indonesia, BNPB = Baban
Nasional Penanggulangan Bencana, PB = Penanggulangan Bencana

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 15


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Gambar I.5 - Diagram Ringkasan PerPres RI No. 8 Tahun 2008


1.2.8 PERMEN PUPR No. 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria dan Penetapan
Wilayah Sungai
Isi dari PERMEN PUPR No. 4 tahun 2015:
Pasal 1 : Definisi
Pasal 2 : Maksud dan Tujuan
Pasal 3 : Tata pengaturan air
Pasal 4 : Pengelolaan Sumber Daya Air Permukaan
Pasal 5 : Wilayah Sungai
Pasal 6 : Tugas dan Tanggung Jawab Pengelolaan Sumber Daya Air
Pasal 7 : Kriteria Penetapan Wilayah Sungai
Pasal 8 : Peta Wilayah Sungai
Pasal 9 : DAS yang tidak tercantum
Pasal 10 : Pengelolaan sumber daya air untuk pulau-pulau kecil yang tidak
tercantum
Pasal 11 : Kebutuhan Air Baku
Pasal 12 : Perubahan Wilayah Sungai
Pasal 13 : Ketentuan Peralihan
Pasal 14 : Ketentuan Penutup

1.2.9 PERMEN PUPR No. 13 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan


Bencana Akibat Daya Rusak Air
Isi dari PERMEN PUPR No. 13 tahun 2015:
 BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 : Definisi
Pasal 2 : Maksud dan Tujuan
Pasal 3 : Macam-macam bencana akibat daya rusak air
Pasal 4 : Ruang Lingkup
Pasal 5 : Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana
Pasal 6 : Penugasan Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana
 BAB 2 MEKANISME PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT
DAYA RUSAK AIR
Pasal 7 : Tahapan Kegiatan Penanggulangan Darurat Bencana

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 16


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Pasal 8 : Penugasan tim teknis kaji cepat


Pasal 9 : Penyusunan rencana aksi
Pasal 10 : Evaluasi ketersediaan sumber daya
Pasal 11 : Pelaksanaan kegiatan
Pasal 12 : Tindak lanjut dari hasil evaluasi ketersediaan sumber daya
Pasal 13 : Pelaksanaan kegiatan secara kontraktual
Pasal 14 : Laporan pertanggungjawaban
Pasal 15 : Petunjuk teknis
 BAB 3 PERAN MASYARAKAT
Pasal 16 : Peran Masyarakat
 BAB 4 PENDANAAN
Pasal 17 : Dana Penanggulangan Darurat
Pasal 18 : Prasarana
Pasal 19 : Wewenang dan Tanggung Jawab
 BAB 5 KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20 : Ketentuan Peralihan
 BAB 6 KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21 : Ketentuan Penutup

1.2.10 PERMEN ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
(a) Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
(b) Air adalah semua Air yang terdapat pada, di atas atau di bawah permukaan
tanah, termasuk air laut yang berada di darat.
(c) Sumber Air adalah tempat atau wadah Air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
(d) Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam Air dan/atau pada Sumber
Air yang dapat memberikan manfaat atau kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
(e) Air Permukaan adalah semua Air yang terdapat pada permukaan tanah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 17


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

(f) Air Tanah adalah Air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
(g) Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologik, tempat semua kejadian hidrogeologik seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan Air Tanah berlangsung.
(h) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang energi dan sumber daya mineral.

Pasal 2
(a) Sumber Daya Air termasuk di dalamnya Air Tanah dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
untuk mewujudkan kemanfaatan Air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
(b) Air Tanah dikelola dengan prinsip keterpaduan dengan Air Permukaan.
(c) Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan
pada Cekungan Air Tanah.

Pasal 3
Cekungan Air Tanah ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
(a) mempunyai batas hidrogeologik yang dikontrol oleh kondisi geologis
dan/atau kondisi hidraulis Air Tanah;
(b) mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan Air Tanah dalam satu
sistem pembentukan Air Tanah; dan
(c) memiliki satu kesatuan sistem akuifer.

Pasal 4
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
(a) Cekungan Air Tanah dalam wilayah provinsi
(b) Cekungan Air Tanah lintas provinsi; dan
(c) Cekungan Air Tanah lintas negara.

Pasal 5

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 18


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Penetapan Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


dituangkan dalam Daftar Cekungan Air Tanah dan Peta Cekungan Air Tanah di
Indonesia mengacu pada Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dijadikan acuan oleh
Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan zona
konservasi Air Tanah, pemakaian Air Tanah, pengusahaan Air Tanah, dan
pengendalian daya rusak Air Tanah.

Pasal 7
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat ditinjau kembali
berdasarkan perubahan fisik pada Cekungan Air Tanah yang bersangkutan
dan/atau ditemukan data baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Air Tanah.

Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Daftar Cekungan Air Tanah di Indonesia dapat dilihat pada lembar lampiran
Peraturan Menteri ini.

1.3 Kebijakan Yang Sedang Berlaku Terkait Longsor Pada Infrastruktur


SDA
Berikut ini beberapa kebijakan yang sedang berlaku saat ini terkait dengan longsor
akibat daya rusak air:
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 3:
Bencana akibat daya rusak air antara lain:
a. banjir termasuk banjir bandang;
b. erosi dan sedimentasi;
c. banjir lahar dingin;

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 19


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

d. tanah longsor pada tebing sungai yang berubah menjadi aliran debris;
e. intrusi; dan/atau
f. perembesan.
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 5:
(1) Dalam melakukan penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak
air, BBWS/BWS membentuk Satuan Tugas Siaga Penanggulangan
Bencana.
(2) Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk oleh Kepala BBWS/BWS pada setiap awal tahun.
(3) Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dibentuk oleh Kepala BBWS/BWS dengan keanggotaan
yang terdiri dari unsur perencanaan, pelaksanaan, operasi dan
pemeliharaan, dan tatalaksana pada BBWS/BWS.
(4) Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) bertugas melakukan siaga bencana akibat daya rusak air.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Satuan
Tugas Siaga Penanggulangan Bencana berpedoman pada organisasi
dan mekanisme kerja Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana
yang ditetapkan oleh Kepala BBWS/BWS.
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 6:
Dalam hal terjadi bencana akibat daya rusak air, Kepala BBWS/BWS
menugaskan sebagian anggota Satuan Tugas Siaga Penanggulangan
Bencana bertindak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai tim teknis
kaji cepat.
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 7:
Kegiatan penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air dilakukan
melalui tahapan:
a. penugasan tim teknis kaji cepat;
b. penyusunan rencana aksi;
c. evaluasi ketersediaan sumber daya;
d. pelaksanaan kegiatan; dan
e. laporan pertanggungjawaban.
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 14:

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 20


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

(1) BBWS/BWS wajib melakukan penatausahaan atas penerimaan dan


penggunaan dana darurat bencana akibat daya rusak air dalam bentuk
laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf e kepada Menteri selaku pengguna anggaran melalui Direktur
Jenderal Sumber Daya Air selaku kuasa pengguna anggaran.
(2) Laporan pertanggungjawaban penatausahaan atas penerimaan dan
penggunaan dana darurat bencana akibat daya rusak air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. laporan e-Monitoring dan laporan keuangan; dan
b. laporan pertanggungjawaban.
(3) Laporan e-Monitoring dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui program aplikasi yang dikeluarkan
oleh lembaga yang berwenang.
(4) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b terdiri atas laporan penggunaan:
a. dana siap pakai dari BNPB; dan
b. dana cadangan bencana Direktorat Jenderal Sumber Daya Air melalui
mekanisme surat kuasa penerima anggaran.
(5) Laporan penggunaan dana siap pakai dari BNPB sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a antara lain memuat:
a. surat permohonan bantuan dana dari Kepala BBWS/BWS;
b. surat pernyataan bencana dan masa tanggap darurat dari Kepala
Daerah; dan
c. surat Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum kepada
Kepala BNPB tentang permohonan bantuan dana menggunakan dana
siap pakai.
(6) Laporan penggunaan dana cadangan bencana Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b antara
lain memuat:
a. surat permohonan bantuan dana dari Kepala BBWS/BWS;
b. surat pernyataan bencana dan masa tanggap darurat dari Kepala
Daerah; dan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 21


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

c. surat alokasi dana dari Direktur Jenderal Sumber Daya Air kepada
Kepala BBWS/BWS.
(7) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah kegiatan selesai
dilaksanakan
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 15:
Pelaksanaan kegiatan penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 dilakukan
sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan penanggulangan darurat bencana
akibat daya rusak air sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 Permen PUPR No.13 th 2015 Pasal 16:
(1) Masyarakat setempat dapat berperan dalam mekanisme kegiatan
penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
keikutsertaan dalam:
a. proses pengambilan keputusan;
b. kegiatan penanggulangan; atau
c. pengawasan.

1.4 Kelembagaan Terkait Longsor


Sejak Tahun 2001, Pemerintah Indonesia telah memiliki kelembagaan
penanggulangan bencana seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3
Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 111 Tahun 2001. Rangkaian bencana yang dialami Indonesia khususnya
sejak tsunami Aceh Tahun 2004 telah mendorong pemerintah memperbaiki
peraturan yang ada melalui PP No. 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanganan Bencana (Bakornas-PB). Rangkaian bencana yang terus
terjadi mendorong berbagai pihak termasuk DPR untuk lebih jauh
mengembangkan kelembagaan penanggulangan bencana dengan mengeluarkan
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut,

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 22


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

diamanatkan untuk dibentuk badan baru, yaitu Badan Nasional Penanggulangan


Bencana (BNPB) menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana (Bakornas-PB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
menggantikan Satkorlak dan Satlak di daerah.

Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat


nasional, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) sesuai PerPres No. 8/2008 tentang BNPB. Segera setelah terbentuknya
BNPB, pemerintah daerah berkewajiban membentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB
sesuai dengan PerMendagri No.26/2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata
Kerja BPBD di tingkat provinsi serta kabupaten dan kota. BNPB
bertanggungjawab kepadan Presiden, BPBD tingkat provinsi bertanggung jawab
kepada Gubernur, dan BPBD tingkat Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota.Badan Penanggulangan Bencana (BNPB dan BPBD) teridiri atas
unsur pengarah dan unsur pelaksana. Unsur pengarah terdiri atas unsur pengarah
dari masyarakat professional dan unsur pengarah dari pejabat pemerintah. Unsur
pengarah dari masyarakat profesional BNPB dipilih melalui proses seleksi yang
ketat yang ujungnya dilakukan uji kepatutan dan kelayakan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk diserahkan kepada
Presiden untuk mendapatkan surat pengangkatan.

1.4.1 Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)


UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
 Pasal 5 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi
penanggungjawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
 Pasal 10 : Pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana


 Dasar Hukum : Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.
 Dasar Pembentukan : Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 23


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

tentang Badan Nasional Penanggulangan


Bencana.
 Struktur Organisasi : Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja BNPB.
.
Kedudukan Badan Penanggulangan Bencana
 Tingkat Nasional : BNPB merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) yang dipimpin seorang
Kepala setingkat Menteri.
 Tingkat Provinsi : BPBD tingkat provinsi dipimpin oleh seorang
pejabat setingkat di bawah Gubernur atau
setingkat eselon I/b. Kepala BPBD dijabat
secara ex-officio oleh Sekretaris Daerah
Provinsi.
 Tingkat : BPBD tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh
Kabupaten/Kota seorang pejabat setingkat di bawah
bupati/walikota atau setingkat eselon II/a.
Kepala BPBD Kab/Kota dijabat secara ex-
officio oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.

Tugas BNPB
 Memberikan pedoman dan pengarahan usaha penanggulangan bencana.
 Menetapkan standardisasi dan kebutuhan PB.
 Menyampaikan informasi kepada masyarakat.
 Melaporkan penyelenggaraan PB kepada Presiden setiap bulan.
 Menggunakan dan mempertanggungjawaban sumbangan/bantuan nasional &
internasional.
 Mempertanggungjawaban penggunaan anggaran.
 Melaksanakan kewajiban lain sesuai peraturan perundangan.
 Menyusun pedoman pembentukan BPBD.

1.4.2 Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)


UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
 Pasal 5 : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 24


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

penanggungjawab dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana.
 Pasal 18 : Pemerintah Daerah membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

1.4.3 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai dengan siklus bencana yang
secara garis besar terdiri atas tiga tahap, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan
pasca bencana. BNPB/BPBD bertindak selaku koordinator dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana dan pasca
bencana. BNPB/BPBD menjalankan fungsi komando dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat. Untuk penanggulangan
bencana letusan gunung berapi sebagaimana kasus bencana Gunung Merapi,
ada dua subtahapan kritis di luar masa tanggap darurat yang penangannya harus
mirip dengan penanganan saat tanggap darurat, yaitu subtahap siaga darurat
pada tahap prabencana dan subtahap awal rekoveri pada tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi.

Upaya penetapan kebijakan yang berisiko timbulnya bencana Gunung Merapi


harus dilakukan pada semua tahapan penanggulangan bencana dengan
melakukan perbaikan secara terus menerus. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana Gunung Merapi pada tahapan prabencana berlangsung baik dalam
situasi tidak terjadi bencana maupun dalam situasi terdapat potensi terjadinya
bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi dalam situasi tidak


terjadi bencana setidaknya harus meliputi perencanaan penanggulangan
bencana, pengurangan resiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam
perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penentuan dan
penegakan rencana tata ruang (KRB/Kawasan Rawan Bencana), pendidikan dan
pelatihan, dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 25


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Perencanaan penanggulangan bencana meliputi pengenalan dan pengkajian


ancaman bencana, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis
kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana,
penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan
alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Dalam kegiatan
pelatihan, Pemda, BNPB, Kementerian Sosial, dan Badan SAR Nasional sudah
melakukan serangkaian pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat
lereng Gunung Merapi. Dalam kegiatan pendidikan, banyak TK SD, SMP, SMA di
wilayah lereng Gunung Merapi sudah mulai medapatkan pengetahuan
pengenalan Gunung Merapi, baik oleh para guru di dalam kelas maupun oleh
instansi dan para kelompok pegiat PB/PRB misalnya oleh BPPTK, Kelompok
Pelestari Lingkungan (Sumardani, 2010). Di tingkat perguruan tinggi, pendidikan
serta kajian yang terkait dengan penanggulangan bencana Gunung Merapi dapat
ditemui misalnya pada Program Unggulan Kemendiknas dalam bidang
Manajemen Rekayasa Kegempaan di Magister Teknik Sipil Program Pasca
Sarjana Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (MRK
UII) serta pada PSBA UGM dan CEEDEDS UII.

Pengurangan risiko bencana (PRB) Gunung Merapi dilakukan untuk mengurangi


dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang
tidak terjadi bencana, yang meliputi pengenalan dan pemantauan risiko bencana,
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana sebagaimanadisebutkan
dalam subsistem perencanaan di muka, pengembangan budaya sadar bencana,
peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana, dan
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi dalam situasi


terdapat potensi terjadi bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini oleh
BPPTK Kementerian ESDM, dan mitigasi bencana. Kesiapsiagaan dilakukan
untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian
bencana. Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat
dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 26


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

tanggap darurat. Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi


masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana Gunung Merapi.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi pada saat tanggap


darurat meliputi pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,
dan sumber daya, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana, kebutuhan dasar, perlindungan terhadap
kelompok rentan, dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Dalam status keadaan darurat bencana telah ditetapkan BNPB/BPBD mempunyai
kemudahan akses yang meliputi pengerahan sumber daya manusia, pengerahan
peralatan, pengerahan logistik, imigrasi, cukai, dan karantina, perizinan,
pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau
barang, penyelamatan, dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga. Hal
tersebut sudah mulai dilaksanakan dalam penangangan darurat erupsi Gunung
Merapi Tahun 2010 yang lalu (BNPB, 2010b)

Penyelenggaraan penanggulangan bencana Gunung Merapi pada tahap pasca


bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi dilakukan melalui
kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana
umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan
sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik. Rekonstruksi dilakukan
melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi pembangunan kembali
prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat,
pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan rancang
bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana,
partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha,
dan masyarakat, peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, peningkatan
fungsi pelayanan public, dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Untuk Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010, tahap pasca bencana primer dan tahap
tanggap darurat bencana sekunder sedang berjalan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 27


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

- Perencanaan
- Pencegahan
- Pengurangan Resiko
Situasi Tidak
- Pendidikan
Ada Bencana - Pelatihan
- Penelitian
- Penataan Tata Ruang

Pra-Bencana
- Mitigasi
Situasi Terdapat
- Peringatan DIni
Potensi Bencana - Kesiapsiagaan

- Kajian Cepat
- Status Keadaan Darurat
Saat Tanggap - Penyelamatan & Evakuasi
Penyelenggaraan
Darurat - Pemenuhan Kebutuhan Dasar
- Perlindungan
- Pemulihan

- Prasarana dan Sarana


Rehabilitasi
- Sosial
Pasca bencana - Ekonomi
- Kesehatan
Rekonstruksi - Keamanan & Ketertiban
- Lingkungan

Gambar I.6 - Penyelenggaraan penanggulangan bencana

1.4.4 Pihak-Pihak Terkait Kelembagaan Penanggulangan Bencana


Para-pihak yang terlibat banyak sekali meliputi unsur-unsur pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta/investor,
kontraktor, konsultan, masyarakat dan lain-lain. Gambar berikut ini menunjukkan
para-pihak yang terkait dalam infrastruktur. Pada prinsipnya para-pihak ini dapat
dikelompokkan menjadi 5 grup, yaitu:
 Penyedia pelayanan (service provider);
 Pengatur (regulator);
 Perencana (planner);
 Organisasi pendukung (support organizations);
 Pemakai (user).

Pihak-pihak terkait dengan kelembagaan penanggulangan bencana dapat dilihat


pada Gambar I.7 berikut.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 28


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Swasta dan Institusi Lain


DPR, DPRD, Pemerintah :
- Industri Investor
- Kontraktor Kementerian Kehakiman
- Konsultan Kementerian Pertanian
- Supplier Kementerian Kehutanan
- Pengelola rekreasi, pantai, jalan tol, KementerianKelautan
persewaan gedung, pengembangan, dll Kementerian Lingkungan
Kementerian Pariwisata
Masyarakat Kementerian Perhubungan Bandar/Bandara
KementerianSumber Daya Energi dan Mineral : PLTA
KementerianPekerjaan Umum
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta

Gambar I.7 - Pihak-pihak terkait kelembagaan penanggulangan bencana

1. BASARNAS (Badan SAR Nasional)

Berdasarkan denganPeraturan Presiden No. 99 Tahun 2007 tentang Badan


SAR Nasional (yang selanjutnya disebut BASARNAS) adalah Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden. BASARNAS mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue) yang
selanjutnya disebut SAR, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, BASARNAS menyelenggarakan
fungsi :
a. perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang SAR;
b. perumusan kebijakan teknis di bidang SAR;
c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang SAR;
d. pembinaan, pengerahan, dan pengendalian potensi SAR;
e. pelaksanaan siaga SAR;
f. pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR;
g. pengkoordinasian potensi SAR dalam pelaksanaan operasi SAR;
h. pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di
bidang SAR;
i. penelitian dan pengembangan di bidang SAR;
j. pengelolaan data dan informasi dan komunikasi di bidang SAR;
k. pelaksanaan hubungan dan kerjasama di bidang SAR;

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 29


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

l. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab


BASARNAS;
m. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum;
n. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BASARNAS;
o. penyampaian laporan, saran dan pertimbangan di bidang SAR.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BASARNAS dikoordinasikan oleh


Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan. Dalam hal terjadi
musibah pelayaran dan/atau penerbangan, atau bencana atau musibah
lainnya, BASARNAS atau melalui Unit Pelaksana Teknis BASARNAS
dan/atau Pos SAR terdekat segera mengambil langkah-langkah yang
diperlukan serta melaksanakan tindak awal dan operasi SAR sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan. Pelaksanaan operasi SAR tersebut dilakukan
secara terkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat,
instansi/organisasi potensi SAR, dan pihak lain terkait.

Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi


BASARNAS, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan sumber anggaran lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Peran BASARNAS dalampenanggulangan bencanaalam, BASARNAS


berpartisipasi untukmemberikan bantuan SAR pada saatkejadian suatu
bencana berupa operasi pencarian, pertolongan dan evakuasikorban.
Instansi yang bertanggung jawabmengkoordinasikan penangananbencana
alam (banjir, tsunami, gempabumi, dll) adalah BAKORNAS
melaluiSATKORLAK dan SATLAK di DaerahTK I dan TK II.
2. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika)
BMKG mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND), dipimpin oleh seorang Kepala Badan. BMKG mempunyai tugas :
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi,
Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2008, dalam

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 30


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

melaksanakan tugas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika


menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
b. Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
d. Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan
data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
e. Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
f. Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta
masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim;
g. Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak
terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena factor
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
h. Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika;
i. Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
j. Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan
jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
k. Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan
komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
l. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen
pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
m. Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika;
n. Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
o. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan
BMKG;

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 31


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

p. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab


BMKG;
q. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
r. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BMKG dikoordinasikan oleh


Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.Semua unsur di
lingkungan BMKG dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan BMKG sendiri
maupun dalam hubungan antar instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah.

1.4.5 Peran Lembaga Internasional dan Lembaga Internasional Non


Pemerintah/Non Govermment Organization (NGO)
Posisi geografis Indonesia yang berdekatan dengan Negara lain yang sering
dilanda bencana alam seperti Timor leste, Filipina, Papua Nugini, dan Jepang.
Karena letaknya berada di zona pertemuan antara keratin-keratan kulit bumi yang
dikenal dengan lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan Lempeng Pasifik,
mak Indonesia memiliki pranatyan geologi yang sangat kompleks, yang
berdampak pada Negara kita tidak hanya kaya akan sumber daya mineral tetapi
juga kaya akan bencana alam, gempa bumi dan tsunami, letusan gunung api dan
tanah longsor serta banjir.

Sebagaimana diketahui Indonesia sendiri sejak lima tahun terakhir sering dilanda


bencana mulai dari gempa dan tsunami Aceh Tahun 2004, letusan Gunung
Merapi Tahun 2010 dilanjutkan dengan banjir lahar dingin secara terus menerus
sepanjang musim penghujan Tahun 2010 dan Tahun 2011. Kurban dari semua
bencana ini sudah tak terhitung jumlahnya, baik korban jiwa, harta, dan jiwa belum
lagi kerugian sosial. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran bahwa kita
hidup ditengah-tengah ancaman bencana perlu ditanamkan dalam diri seluruh
masyarakat dan bangsa Indonesia.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 32


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Keberadaan Non Government Organization (NGO) atau lembaga asing non


pemerintah saat terjadi bencana harus berkoordinasi dengan pemerintah. Hal itu
diatur dalam Peraturan pemerintah No. 23/2008 tentang Peran Serta lembaga
Internasional dalam penaggulangan bencana. Namun saat tanggap darurat
peraturan tersebut memberi perkecualian yakni lembaga internasional dan
lembaga asing non pemerintah dapat memberikan bantuan secara langsung tanpa
melalui prosedur yang berlaku. Hal ini yang kerap dilihat ketika tanggap darurat
suatu bencana, lalu lalang NGO pendonor begitu mudahnya dan pengiriman
bantuan langsung pada tujuan. Pada dasarnya peran lembaga asing non
pemerintah memperkuat kapasitas pemerintah dalam mencegah
dan pengurangan risiko bencana, sehingga bila disertai koordinasi, maka
penyaluran bantuan serta dukungan pelaksanaan rehabilitasi pasca bencana lebih
mudah dilakukan.

Lembaga internasional yang berkegiatan di Indonesia dilarang menjalankan


aktivitas politik serta keamanan serta menjalankan pekerjaan yang berunsur
proletisi-menyebarluaskan agama. Soal hak dan kewajiban, sambungnya lembaga
internasional mendapatkan kemudahan dan perlindungan sesuai dengan
perundangan atas stafnya (orang asing) untuk menjalankan rencana kerjanya.
Kewajiban mereka menghormati latar belakang sosial, agama dan adat
kebiasanaan masyarakat setempat, melaporkan pekerjaan kepada pemerintah
serta  melaporkan  pekerjaan dan penggunaan dananya kepada donor dan negara
asal yang bersangkutan. Lembaga asing non pemerintah yang bekerja dengan
misi kemanusiaan, semisal penanganan bencana dan konflik biasanya telah
memiliki kemantapan untuk tidak memihak, tidak membawa aspirasi politik, agama
atau misi tertentu dan tidak diskriminatif. Apabila seluruh komponen warga
masyarakat, Pemerintah dan aparat Negara bersatu padu untuk memberikan
pelatihan penanggulangan dan mitigasi bencana maka pada saat terjadinya suatu
bencana akan dapat diminimalisir jumlah kerugian maupun jumlah korban
bencana.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 33


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.5 Latihan
Terkait dengan Longsor pada infrastruktur SDA, Menurut Anda kebijakan apa
yang berlaku saat ini? Sebutkan salah satu pasalnya dan jelaskan sdah sejauh
apa penerapannya secara faktual!

1.6 Rangkuman
Dalam melaksanakan pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA ada acuan atau
pedoman pelaksanaan yang mengacu pada kebijakan dan peraturan yang berlaku
saat ini. Adapun kebijakan dan peraturan pengelolaan longsor pada infrastruktur
SDA, diantaranya :
 UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan;
 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;
 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang;
 UU No. 19 Tahun 2004;
 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
 PP No. 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana;
 PERPRES No. 8 Tahun 2008 Tentang BNPB;
 PERMEN PUPR No. 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah
Sungai;
 PERMEN PUPR NO. 13 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Bencana
Akibat Daya Rusak Air; serta
 PERMEN ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 34


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

PENUTUP

A. Simpulan
Pengelolaan sumber daya alam merupakan kewajiban negara dan juga tugas
pemerintah. PNS sebagai Aparatur Sipil Negara di lingkungan sumber daya air
diberikan kewenangan salah satunya untuk melakukan pengelolaan longsor pada
infrastruktur sumber daya air. Dalam melaksanakan pengelolaan longsor pada
infrastruktur SDA ada acuan atau pedoman pelaksanaan yang mengacu pada
kebijakan dan peraturan yang berlaku saat ini. Adapun kebijakan dan peraturan
pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA, diantaranya :
 UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan;
 UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;
 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang;
 UU No. 19 Tahun 2004;
 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
 PP No. 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana;
 PERPRES No. 8 Tahun 2008 Tentang BNPB;
 PERMEN PUPR No. 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah
Sungai;
 PERMEN PUPR NO. 13 Tahun 2015 Tentang Penanggulangan Bencana
Akibat Daya Rusak Air; serta
 PERMEN ESDM No. 2 Tahun 2017 Tentang Cekungan Air Tanah.

B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA
dan ketentuan pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang
komprehensif mengenai pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 35


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

EVALUASI FORMATIF

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pembahasan modul


kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor pada Pelatihan Pengelolaan
longsor pada infrastruktur SDA. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang disampaikan
dalam modul.

A. Soal
1. Berikut ini mana yang tidak termasuk peraturan terkait longsor pada
infrastruktur SDA?
a. UU No. 11 th. 1974
b. UU No. 26 th. 2007
c. PP No. 21 th. 2008
d. Permen No. 4 th. 2015
e. Permen No. 27 th. 2015
2. UU No. 24 tahun 2007 berisi tentang …
a. tata ruang
b. kehutanan
c. pengelolaan Bencana
d. penyelenggaraan penanggulangan bencana
e. penanggulangan bencana akibat daya rusak air
3. Berdasarkan Permen PUPR No.13 tahun 2015 Pasal 5, dalam melakukan
penanggulangan darurat bencana akibat daya rusak air, BBWS/BWS
membentuk …
a. Satuan Tim Siaga Penanganan Bencana
b. Satuan Tim Siaga Penanggulangan Bencana
c. Satuan Tim Siaga Penanggulangan Bencana Longsor
d. Satuan Tugas Siaga Penanganan Bencana Longsor
e. Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana
4. Berikut ini Kelembagaan Terkait Longsor pada Infrastruktur SDA, kecuali…

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 36


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

a. BNPB
b. PMI
c. BBWS
d. BASARNAS
e. NGO
5. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2008, dalam melaksanakan
tugas BMKG menyelenggarakan fungsi berikut, kecuali:
a. perumusan kebijakan teknis di bidang metereologi, klimatologi, dan
geofisika
b. pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika
c. melakukan koordinasi dengan pemerintah di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika
d. pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika
e. pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang
meteorologi, klimatologi, dan geofisika

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang di
paparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut :

Jumlah Jawaban Yang Benar


Tingkat Penguasaan= × 100 %
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan :


90 - 100 % : baik sekali
80 - 89 % : baik
70 - 79 % : cukup
< 70 % : kurang

Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
menerapkan kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor. Proses berbagi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 37


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

dan diskusi dalam kelas dapat menjadi pengayaan akan materi kebijakan dan
peraturan terkait pengelolaan longsor. Untuk memperdalam pemahaman terkait
materi kebijakan dan peraturan terkait pengelolaan longsor, diperlukan
pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau pada modul-
modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi modul-modul yang
ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman yang utuh akan
pengelolaan longsor pada infrastruktur SDA.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 38


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

1.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 39


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 40


DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011 Penanganan Bencana Banjir


Lahar Dingin, Jakarta

Dietrich, W.E., and Dunne, T. ,1978, Sediment budget for a small catchment in
mountainous terrain. Zeitschrift für Geomorphologie, Supplement, 29: 191–
206.

Fannin, R.J., and Rollerson, T.P., 1993, Debris flows: some physical
characteristics and behaviour. Canadian Geotechnical Journal, 30: 71–81.

Johnson, A.M., and Rodine, J.R., 1984, Debris flow. In Slope instability. Edited by
D. Brunsden and D.B. Prior. Wiley & Sons, London, pp. 257–361.

KepPres No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.

Kodoatie, Analisis Tanah Longsor Sungai Batanghari, Jambi

Kodoatie, Robert J., 2003. Erosi Lahan dan Sedimentasi Sungai

Kodoatie, Robert J., dan Sjarief Roestam, 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu,
Jakarta

Kodoatie, Robert J., 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi,
Yogyakarta

Kodoatie, Robert J., dan Sjarief Roestam, 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., dan Sjarief Roestam, 2012. Tata Ruang Air Tanah. Penerbit
Andi, Yogyakarta.

Okunishi, K., and Iida, T.,1981, Evolution of hillslopes including landslides.

Transactions, Japanese Geomorphological Union, 2: 291–300.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

GLOSARIUM

Diplomatik : Hubungan resmi antara negara dan negara.


Klaim : Tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak
(memiliki atau mempunyai) atas sesuatu.
Kuantifikasi : Pernyataan jumlah satuan dalam angka.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 2 Kebijakan dan Peraturan Terkait Pengelolaan Longsor

KUNCI JAWABAN

Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

Adapun kunci jawaban dari soal evaluasi formatif, sebagai berikut :


1. e (Permen No. 27 tahun 2015)
2. c (pengelolaan bencana)
3. e (Satuan Tugas Siaga Penanggulangan Bencana)
4. b (PMI)
5. c (melakukan koordinasi dengan pemerintah di bidang meteorologi, klimatologi,
dan geofisika)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai