PEMERINTAH DAERAH
NASKAH AKADEMIK
KABUPATEN BOGOR
KERJASAMA ANTARA
PEMERINTAH DAERAH
KOTA SUKABUMI
DENGAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK
PARAHYANGAN
BANDUNG
SUKABUMI
TAHUN 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi
tentang Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya disebut Raperda.
Naskah Akademik ini terdiri dari Bab I Pendahuluan; Bab II Kajian Teoritis
dan Praktik Empiris; Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Terkait; Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis; Bab V Jangkauan, Arah
Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah; dan Bab VI
Penutup yang memuat Kesimpulan dan Saran, serta pada Lampiran dimuat draft
Raperda tentang Penanggulangan Kemiskinan.
TIM PENYUSUN
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
..............................................................................................................
DAFTAR ISI 3
........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN 5
..................................................................................................
1.1. Latar Belakang 5
.......................................................................................
1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................... 10
1.3. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................ 10
1.4. Metode Penelitian 10
...................................................................................
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 13
...........................................................
2.1. Kemiskinan ............................................................................................ 13
2.2. Pengelompokan Kemiskinan 16
....................................................................
2.3. Faktor Kemisikinan ................................................................................. 17
2.3.1. Pemenuhan Kebutuhan dan Kegagalan Pemenuhan Hak Dasar
Manusia ...................................................................................
17
2.3.2. Beban Kependudukan ............................................................... 33
2.3.3. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender ................................. 34
2.4. Diskursus Konsep Negara Hukum Kesejahteraan ...................................... 34
2.5. Program Nasional Penanggulangan Kemiskinan ........................................ 45
2.5.1. Umum………………………………...................................................... 45
2.5.2. Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia……………. 48
2.6. Kebijakan Pembangunan Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan ........ 55
2.7. Kewenangan Pembentukan Peraturan Daerah .......................................... 56
2.8. Asas-asas dalam Penyusunan Peraturan Daerah ....................................... 59
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 61
............
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 87
............................................
4.1. Landasan Filosofis .................................................................................. 87
4.2. Landasan Sosiologis ............................................................................... 88
4.3. Landasan Yuridis 88
....................................................................................
4
BAB I
PENDAHULUAN
1 Dikutip dari DM Mustamin, Selayang Pandang (tentang) Perkembangan Type-type Negara Modern, Yasm
Matutu, Ujung Pandang, 1977, hlm. 9-20
8
Hal ini sesuai dengan pendapat Adam Smith, yang menyebutkan bahwa
fungsi negara adalah: (1) menjaga keamanan dan ketertiban sesuai dengan batas
wewenang yang ditetapkan oleh negara itu sendiri (security and order); (2)
melindungi setiap anggota masyarakat dari ketidakadilan atau penindasan yang
dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya (justice enforcement); dan (3)
menyediakan sarana dan prasarana umum yang tidak dapat disediakan, dibangun
atau dipelihara sendiri oleh anggota masyarakat (public infrastructure
development).4
2
Disarikan B. Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.
199-202
3
Dikutip dari Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah ,
Alumni, Bandung, 2004, hlm. 36-37
4
Dikutip dari Murtir Jeddawi, Op.Cit, hlm. 33-34
9
5
Murtir Jeddawi, Memacu Investasi di Era Ekonomi Daerah, Kajian Beberapa Perda tentang Penanaman
Modal, UII Pres, Yogyakarta, 2005, hlm. 39-40
10
yang diamanatkan dalam UUD 1945 berikut perubahannya. Sila kelima Pancasila
menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam
pengertian “negara”, termasuk di dalamnya daerah (dan pemerintah daerah).
Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan
bahwa ada warga masyarakat yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya
secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya,
masih ada warga masyarakat yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi
sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Disamping itu, dilakukan pula penelitian sosiologis dan historis agar penelitian
bernilai komprehensif, karena penelitian yang dilakukan memerlukan dukungan
data, sehingga harus dilakukan pendekatan kemasyarakatan.
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN
PRAKTIK EMPIRIK
2.1. KEMISKINAN
Pengertian kemiskinan secara harfiah, berasal dari kata dasar miskin yang
artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang
6
Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum Dan Ham, Analisis Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan,
Tahun 2016, hlm. 2
15
kapita per hari.7 konsumsi setara dengan 2.100 kalori per hari ditambah
kebutuhan pokok lainnya seperti sandang pangan, perumahan,
kesehatan.
a. Kemiskinan Absolut.
7
Badan Pusat Statistik, Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia, 2015
17
b. Kemiskinan Relative.
Seseorang yang tergolong miskin relative sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
c. Kemiskinan Kultural.
makanan, air, keamanan dan cinta yang merupakan hal yang penting untuk
bertahan hidup dan kesehatan. Sedangkan menurut King (1987) dan Potter
(2005) mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar manusia berfokus
pada tiga sistem yakni, sistem personal, interpersonal, dan sistem sosial.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan
dan kesehatan.9
Self-actualization needs
Self-esteem needs
9
Disadur dari artikel Eka Sakti Wahyuningtyas, Memahami Kebutuhan Dasar Manusia,
http://ekasaktiwahyuningtyas.blogspot.com/2013/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
20
negara hukum, tetapi dari Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, khususnya
pada kalimat :”…… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia ….”, merupakan bukti
bahwa RI ialah suatu negara hukum berkonstitusi yang dituliskan. 10
10
Muh. Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Jambatan, Jakarta, Cet. Kedua, 1952, hlm.
68
37
3. MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan UU. MPR berwenang mengubah dan
menetapkan UUD (Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1).
6. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat (Pasal 6A ayat 1).
9. NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Gubernur,
bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
UU ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintahan daerah berhak
38
11. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan
membentuk UU. Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 19, 20, 21
dan 22).
12. Dalam hal kepentingan memaksa, presiden berhak menetapkan perpu yang
harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak
mendapat persetujuan, maka perpu harus dicabut (Pasal 22 ayat 1, 2 dan 3).
13. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum (Pasal 22C
ayat 1, 2, 3 dan 4).
14. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya
ekonomi lainnya, yang berkaitan dengan perimbangan pusat dan daerah, serta
melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU otonomi daerah (Pasal 22D ayat
1, 2, 3 dan 4).
15. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, dan
adil setiap lima tahun sekali, untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan
wakil presiden serta DPRD (Pasal 22E ayat 1, 2, 3 dan 4).
16. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan UU (Pasal 23A).
21. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD
(Pasal 24C ayat 1, 2, 3, 4, 5 dan 6).
kesehatan, jaminan sosial, dan mempunyai hak milik pribadi (Pasal 28H
ayat 1, 2, 3 dan 4).
24. Hak untuk hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
beragama, tidak diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
(Pasal 28I ayat 1, 2, 3, 4 dan 5).
25. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J ayat 1
dan 2).
26. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR
apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-
kurangnya ¾ dari jumlah anggota MPR. Putusan untuk mengubah pasal-pasal
UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu
anggota dari seluruh anggota MPR. Khusus tentang bentuk NKRI tidak dapat
dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5).
27. Seluruh peraturan perundang-undangan dan lembaga negara yang ada masih
tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD (Pasal I dan II
Aturan Peralihan).
Karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka
negara hukum Indonesia dapat pula dinamakan negara hukum Pancasila 11.
1. Aliran Legal-Yuridis
11 Oemar Senoajdji, Peradilan bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1980, hlm. 24-58
12 Sjachran Basah, Ilmu Negara, Citra Bakti, Bandung, 1992, hlm. 3
43
2. Aliran Humanistik
Lip service tentang Pancasila tampak pula pada usaha untuk mengganti
Pancasila dengan Panca Cinta. Selanjutnya terjadi pula penyelewengan setelah
Indonesia kembali pada UUD 1945, pada saat nasakom ditempatkan sebagai
dasar pemerintahan negara disamping Pancasila. Presiden Soekarno
sebetulnya mempunyai tujuan yang baik dengan menciptakan nasakom, yaitu
menghilangkan sistem free fight democracy dan menggantinya dengan dasar
kerjasama dan musyawarah diantara empat golongan yang berpengaruh
dalam masyarakat : golongan nasional, golongan agama, golongan komunis
dan golongan karyawan.13
Konsep negara kesejahteraan dalam suatu negara dapat dilihat dari cara
mendistribusikan kekuasaan dan alat-alat negara dalam suatu sistem
pemerintahan negara yang diatur dalam konstitusinya, sebagai pranata peraturan
14 Soekarno, Lahirnya Pantja-Sila, Pidato di depan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan) pada sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni 1945, yang selanjutnya
dibukukan oleh Penerbit Tridaja pada tahun 1947.
15 Sri Soemantri, Bunga Rampai ......, Op. Cit, hlm. 459
45
Namun dari pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, dapat dilihat komitmen
mengenai Indonesia sebagai negara hukum kesejahteraan, sebagai berikut :
kedaulatan rakyat yang berkaitan dengan unsur-unsur negara hukum, yaitu16: (i)
Pemerintahan berkedaulatan rakyat adalah pemerintahan yang memiliki
kekuasaan terbatas atau dibatasi; (ii) Pemerintahan berkedaulatan rakyat adalah
pemerintahan yang mengakui kemajemukan masyarakat (pluralistik); dan (iii)
Pemerintahan berkedaulatan rakyat menolak adanya setiap upaya untuk
memutlakkan suatu pandangan atau pikiran mengenai masyarakat dan moral.
2.5.1. UMUM
16
Dikutip dari Bagir Manan, Hubungan Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994,
hlm. 35
17
Sumber : BPS, Susenas dan Vivi Alatas (Perhitungan Bank Dunia, 2014)
47
18
Disadur dari Analisis Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan, Pusat Analisis dan
Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, Tahun 2016
50
19
Perbandingan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Indonsia 1980-2014, BPS, Susenas dan Vivi Alatas
(Perhitungan Bank Dunia, 2014.
51
20
Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (Rpjpd) Kota Sukabumi Tahun 2005 - 2025
57
21
Istilah dalam mandate (mandans = yang melimpahkan mandat, mandataris = yang mendapat mandat) istilah dalam
delegasi (delegans = yang melimpahkan delegasi, delegataris = yang mendapat delegasi)
58
22
Muhammad Abud Musa’ad, Penguatan Otonomi Daerah di Balik Bayang-Bayang Ancaman
Disintegrasi, Penerbit ITB, 2002,hlm.28
59
Ketiga, sistem formal. Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam
urusan rumah tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan dalam atau dengan
undang-undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
dianggap penting bagi daerahnya, asal saja tidak mencakup urusan yang telah
diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih tinggi
tingkatannya. Jadi, urusan yang telah diatur dan diurus oleh Pemerintah yang
lebih tinggi tingkatnya, tidak boleh diatur dan diurus lagi oleh Daerah. Dengan
perkataan lain, urusan rumah tangga Daerah dibatasi oleh peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatnya (hierarchische taakafbakening).
Keempat, sistem riil. Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan
kewenangan kepada Daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari Daerah maupun Pemerintah
Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Karena pemberian
tugas dan kewajiban serta wewenang ini didasarkan pada keadaan yang riil di
dalam masyarakat, maka kemungkinan yang dapat ditimbulkannya ialah bahwa
tugas/urusan yang selama ini menjadi wewenang Pemerintah Pusat dapat
diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan melihat kepada kemampuan dan
keperluannya untuk diatur dan diurus sendiri, sebaliknya bilamana dipandang
60
perlu, suatu urusan dapat diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat atau
ditarik kembali dari Daerah. Sistem ini dianut oleh Negara Republik Indonesia pada
saat berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden
Nomor 6 Tahun 1956 (disempurnakan), Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960
(disempurnakan), dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965.
Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam
setiap kebijakan pemerintah daerah. Dalam hal ini, perlu adanya kepastian
hukum dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Sukabumi.
b. Asas keterbukaan
Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif dalam
penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
c. Asas proporsionalitas
d. Asas akuntabilitas
Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Daerah harus dapat
61
f. Asas efektivitas
g. Asas keadilan
h. Asas desentralisasi
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
1. Pasal 5 :
2. Pasal 19 :
4. Pasal 21 :
5. Pasal 24 :
6. Pasal 29 :
7. Pasal 30 :
8. Pasal 31 :
(b) teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten; (c) terdapat materi
baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; dan (d) penguraian materi
sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.
Landasan hukum bagi upaya mensejahterakan fakir miskin sampai saat ini
masih bersifat parsial yang tersebar di berbagai ketentuan peraturan perundang-
undangan, sehingga diperlukan adanya undang-undang yang secara khusus
mengatur fakir miskin.
Angka 1 :
70
Angka 2 :
Angka 3 :
2. Pasal 3 :
3. Pasal 4 :
4. Pasal 5 :
5. Pasal 6 :
6. Pasal 7 :
7. Pasal 8 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9):
Ayat (1):
Ayat (3):
72
Ayat (4):
Ayat (7):
Ayat (8):
Ayat (9):
Ayat (3) :
Lurah atau Kepala Desa atau nama lain yang sejenis wajib
menyampaikan pendaftaran atau perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Bupati/Walikota
melalui Camat.
Ayat (4):
Ayat (5):
9. Pasal 11 :
(1) Data fakir miskin yang telah diverifikasi dan divalidasi yang
disampaikan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (9) dan Pasal 9 ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
dasar bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk
memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan.
(3) Setiap orang dilarang memalsukan data fakir miskin baik yang
sudah diverifikasi dan divalidasi maupun yang telah ditetapkan
oleh Menteri.
10. Pasal 12 :
11. Pasal 13 :
12. Pasal 14 :
13. Pasal 15 :
14. Pasal 16 :
15. Pasal 17 :
74
16. Pasal 18 :
17. Pasal 27
Ayat (1) :
Ayat (2) :
Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah. DPRD dan Kepala Daerah
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang diberi
mandat rakyat untuk melaksanakan
yang dilakukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat kepada Menteri. Dari
sisi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, keputusan yang diambil oleh Menteri
bersifat final.
Majunya suatu bangsa sangat ditentukan oleh inovasi yang dilakukan bangsa
tersebut. Untuk itu maka diperlukan adanya perlindungan terhadap kegiatan yang
bersifat inovatif yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di Daerah dalam
memajukan daerahnya. Perlu adanya upaya memacu kreativitas Daerah untuk
meningkatkan dayasaing Daerah. Untuk itu perlu adanya kriteria yang obyektif yang
dapat dijadikan pegangan bagi Pejabat Daerah untuk melakukan kegiatan yang
bersifat inovatif. Dengan cara tersebut inovasi akan terpacu dan berkembang tanpa
ada kekhawatiran menjadi obyek pelanggaran hukum.
Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah akan sulit tercapai tanpa adanya
dukungan personel yang memadai, baik dalam jumlah maupun standar kompetensi
yang diperlukan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah. Dengan cara tersebut, Pemerintah Daerah akan mempunyai
birokrasi karir yang kuat dan memadai dalam aspek jumlah dan kompetensinya.
Wakil Pemerintah Pusat untuk melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan
pengawasan terhadap Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pasal 236 :
Upaya penanganan fakir miskin merupakan salah satu amanat dari Pasal
34 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara. Namun kenyataannya, jumlah masyarakat yang
tergolong fakir miskin sangat banyak dan tersebar di wilayah perdesaan,
perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal/terpencil, atau perbatasan
antarnegara sesuai dengan kondisi demografis dan kondisi geografis wilayah
Indonesia. Kondisi tersebut merupakan salah satu yang menyebabkan fakir miskin
mengalami hambatan dan kesulitan dalam mengakses fasilitas bagi pemenuhan
kebutuhan dasarnya. Selain itu, kondisi pertumbuhan perekonomian Indonesia
belum mencapai pada taraf yang memungkinkan bagi fakir miskin untuk
mempunyai kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya secara mandiri.
1. Pasal 1 angka 2:
Angka 1 :
Angka 2 :
3. Pasal 15 :
87
5. Pasal 17 :
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS
a. Sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
merupakan landasan filosofis Raperda, karena penyelenggaraan kesejahteraan
sosial antara lain dimaksudkan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan,
yaitu melaksanakan pembangunan Daerah pada khususnya dan pembangunan
ekonomi nasional pada umumnya.
b. Pasal 18 ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 UUD 1945. Pasal 18 menyebutkan bahwa
NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Gubernur,
bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintahan
89
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN
PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah. Dengan demikian, maka dasar hukum yang menjadi acuan
pembentukan Raperda tentang Penanggulangan Kemiskinan, adalah :
10. Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Sukabumi Tahun 2005-2025.
B. Ketentuan Umum
Pengertian
a. Definisi yang dicantumkan dalam pasal hanya terminologi atau istilah yang
dipergunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa pasal
berikutnya, sedangkan yang tidak berulang, dijadikan materi “penjelasan
pasal”.
b. Terminologi atau istilah yang hanya digunakan satu kali, namun terminologi
atau istilah tersebut diperlukan pengertiannya dalam suatu bab, bagian
atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu dimasukan definisi.
6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
93
anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga.
7. Hak Dasar adalah Hak Masyarakat yang harus dilindungi oleh Pemerintah
Daerah dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat terutama hak ekonomi, sosial dan budaya.
8. Warga miskin adalah seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dan atau hak-hak dasarnya.
11. Rumah Tangga Sasaran adalah rumah tangga yang termasuk dalam
katagori Miskin.
Asas
Kebijakan
Tujuan
b. bantuan kesehatan;
f. Hasil verifikasi dan validasi data yang sudah ditetapkan dengan dengan
Peraturan Wali Kota ditempatkan/dikelola dalam sistem informasi
terpadu penanggulangan kemiskinan daerah serta dijadikan sebagai dasar
intervensi program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kota
Sukabumi; dan
c. TKPKD terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, masyarakat, dunia usaha, dan
pemangku kepentingan lainnya;
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai TKPKD diatur dalam Peraturan Wali Kota.
g. perlindungan sosial, rasa aman dari perlakuan atau ancaman dan tindak
kekerasan; dan
3. Kewajiban Masyarakat
K. Pendanaan
3. Unsur dunia usaha, berperan aktif dalam penyediaan dana dan/atau barang
dan/atau jasa untuk penanggulangan kemiskinan sebagai perwujudan dari
tanggung jawab sosial perusahaan serta Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan bagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah.
103
M. Pengaduan Masyarakat
N. Penyidikan
O. Ketentuan Pidana
P. Ketentuan Penutup
BAB VI
PENUTUP
6. 1. Kesimpulan
6. 2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Referensi
12. Bagir Manan, Hubungan Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1994
109
B. Peraturan Perundang-undangan
LAMPIRAN
112
RANCANGAN
TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Kota yang selanjutnya disebut Daerah adalah
Kota Sukabumi.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
3. Wali Kota adalah Walikota Sukabumi.
4. Miskin adalah kondisi dimana seorang tidak mampu
memenuhi hak-hak dasar antara lain kebutuhan
pangan, layanan kesehatan, layanan pendidikan,
pekerjaan dan berusaha, perumahan, air bersih dan
sanitasi, tanah, sumber daya alam, rasa aman, dan
partisipasi.
5. Kemiskinan adalah suatu kondisi sosial ekonomi
seseorang atau sekelompok orang yang tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup dan Sasaran
Pasal 2
Ruang lingkup penanggulangan kemiskinan meliputi:
a. strategi penanggulangan Kemiskinan;
b. hak, kewajiban, dan tanggung jawab;
c. pendataan Kemiskinan;
d. teknis pelayanan terpadu;
e. program penanggulangan kemiskinan;
f. pelaksanaan penaggulangan kemiskinan;
g. TKPKD;
h. pengawasan, monitoring, dan evaluasi;
i. pendanaan; dan
j. peran serta masyarakat dan dunia usaha.
Pasal 3
Sasaran penanggulangan Kemiskinan adalah
perorangan, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat
yang meliputi:
a. penduduk Miskin yang termasuk dalam basis data
terpadu Tim Nasional Penanggulangan dan
Pengentasan Kemiskinan; dan
b. penduduk Miskin hasil verifikasi Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Asas
Pasal 4
Penanggulangan Kemiskinan, dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. keadilan sosial;
c. non diskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
Bagian Keempat
117
Kebijakan
Pasal 5
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan meliputi:
a. penganggaran;
b. integrasi perencanaan; dan
c. penguatan kelembagaan.
Bagian Kelima
Tujuan
Pasal 6
Penanggulangan Kemiskinan, bertujuan untuk:
a. melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan
beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup
Masyarakat Miskin;
b. mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas
kelompok Masyarakat Miskin untuk terlibat dalam
pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat;
c. memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi
pelaku usaha berskala mikro dan kecil; dan
d. mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan
sosial untuk meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat Miskin.
BAB II
STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Pasal 7
Strategi Penanggulangan Kemiskinan meliputi:
a. pendataan penduduk miskin secara akurat, dan
terpadu;
b. pengurangan beban pengeluaran Masyarakat Miskin;
c. peningkatan kemampuan dan pendapatan
Masyarakat Miskin;
d. pengembangan dan penjaminan keberlangsungan
usaha mikro Masyarakat Miskin;
e. penguatan kelembagaan Penanggulangan
Kemiskinan; dan
f. peningkatan dan pemanfaatan penggunaan teknologi
informasi bagi kelembangan penanggulangan
Kemiskinan.
BAB IV
118
Pasal 9
(1) Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a,
meliputi:
e. bantuan pangan dan sandang;
f. bantuan kesehatan;
g. bantuan pendidikan; dan
h. bantuan perbaikan sarana dan prasarana
perumahan.
(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan program
bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan Wali Kota.
Pasal 10
(1) Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b, dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
a. pembangunan infrastruktur pendukung sosial
ekonomi di kelurahan;
b. peningkatan kapasitas bagi masyarakat miskin; dan
119
Pasal 11
(1) Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi mikro sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, dilakukan dengan
pemberian bantuan modal usaha yang meliputi:
a. peningkatan permodalan bagi penduduk Miskin
dalam program pemberdayaan usaha ekonomi mikro;
b. perluasan akses program pinjaman modal murah
oleh lembaga keuangan/perbankan bagi warga
miskin;
c. peningkatan pemberian pinjaman dana bergulir; dan
d. peningkatan sarana dan prasarana usaha.
(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan program
Penanggulangan Kemiskinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan Wali Kota.
Pasal 12
(1) Program Penanggulangan Kemiskinan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d, meliputi:
a. program peningkatan kesempatan atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi warga miskin;
b. program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidup; dan
120
BAB V
PELAYANAN TERPADU KEMISKINAN
Pasal 13
(1) Teknis pelayanan terpadu Penanggulangan Kemiskinan
dibentuk secara berjenjang di Daerah dan kecamatan.
(2) Teknis pelayanan terpadu penanggulangan kemiskinan
tingkat Kota disebut Unit Pelaksana Teknis Sistem
Layanan dan Rujukan Terpadu atau disingkat UPT SLRT
Kota Sukabumi dan untuk Tingkat kecamatan dibentuk
dengan nama Pusat Kesejahteraan Sosial Kecamatan
atau PUSKESOS Kecamatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelayanan
terpadu penanggulangan Kemiskinan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
peraturan Wali Kota.
BAB VI
VERIFIKASI DAN VALIDASI DATA KEMISKINAN
Pasal 21
(2) Perangkat Daerah melakukan verifikasi dan validasi
data warga miskin Daerah secara periodik, terpadu dan
partisipatif.
(3) Verifikasi dan validasi data kemiskinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara langsung dari
tingkat kelurahan sampai tingkat Kota berdasarkan
kreteria kemiskinan yang berlaku secara nasional dan
kriteria lokal.
(4) Verifikasi dan Validasi data sebagaimana dimaksud ayat
(1) pasal ini dilaksanakan sekurang-kurangnya setiap 1
(satu) tahun.
(5) Verifikasi dan Validasi data sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat daerah yang
membidangi.
(6) Hasil verifikasi dan validasi data sebagaimana ayat (2)
Pasal ini, akan ditetapkan kemudian oleh Peraturan
Kepala Daerah.
121
Pasal 22
(1) Setiap orang dilarang memberikan keterangan data
palsu dan/atau memalsukan data kemiskinan.
(2) Verifikasi dan validasi data kemiskinan harus
dilaksanakan secara jujur, adil, obyektif, transparan,
dan akuntabel.
(3) Biaya verifikasi dan validasi kemiskinan dibebankan
kepada APBD serta sumber anggaran lain yang sah.
BAB VII
PELAKSANAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Pasal 23
(1) Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara
bertahap, terpadu, konsisten dan keberlanjutan sesuai
skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan
sumber daya Pemerintah Kota Sukabumi dan
kebutuhan warga miskin.
(2) Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan oleh SKPD
yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas
pokok dan fungsi penanggulangan kemiskinan.
(3) Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan
dikoordinasikan oleh TKPKD Kota Sukabumi
BAB VIII
TIM KOORDINASI
PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH
Pasal 24
(1) Dalam upaya meningkatkan koordinasi
penanggulangan kemiskinan, dibentuk TKPKD.
(2) TKPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkedudukan di bawah dan tanggung jawab kepada
Wali Kota.
122
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat Miskin
Pasal 25
Setiap Masyarakat Miskin berhak mendapatkan
pemenuhan hak dasar dalam mendapatkan:
a. kecukupan pangan, sandang, dan papan;
b. pelayanan kesehatan sesuai ketentuan;
c. pelayanan pendidikan sesuai dengan ketentuan
d. ketrampilan berusaha, peluang pekerjaan, dan
pengembangan usaha;
e. kemudahan untuk memperoleh kebutuhan air bersih
dan sanitasi yang baik;
f. lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
g. perlindungan sosial, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman dan tindak kekerasan; dan
h. kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial, ekonomi, dan politik.
Pasal 26
(1) Warga miskin wajib mengusahakan peningkatan taraf
kesejahteraannya untuk memenuhi hak-hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 serta berperan
aktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
(2) Dalam memenuhi hak-hak dasarnya masyarakat miskin
wajib menaati norma, etika dan peraturan
perundang undangan.
Bagian Kedua
123
Bagian Ketiga
Kewajiban Masyarakat
Pasal 28
(1) Masyarakat wajib secara aktif untuk:
a. turut serta bertanggung jawab terhadap pemenuhan
hak warga miskin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25;
b. berpartisipasi secara aktif dalam peningkatan
kesejahteraan dan kepedulian terhadap warga
miskin dengan meningkatkan kepedulian sosial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyalurkan
kepedulian kepada warga miskin diatur dalam
Peraturan Kepala Daerah
Bagian Keempat
Kewajiban Dunia Usaha
Pasal 29
(1) Kewajiban pengusaha dan/atau dunia usaha, baik
swasta, Badan Usaha Milik Negara maupun Badan
Usaha Milik diwujudkan dalam bentuk pemberian dan
pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan
dan/atau pemanfaatan Program Kemitraan dan bina
lingkungan untuk mendukung program
penanggulangan kemiskinan.
124
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 30
(1) Walikota melaksankan pendampingan, pengawasan
monitoring dan evaluasi terhadap upaya
penanggulangan kemiskinan di daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pendampingan, pengawasan, monitoring dan evaluasi
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan
Bupati.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 31
Pendanaan bagi pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan, bersumber dari:
e. APBD Kota Sukabumi, dan atau APBN
f. Dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Dana
Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) bagi
BUMD;
g. Pertisipasi Masyarakat; dan /atau
h. sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA
Pasal 32
(1) Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya
untuk berperan aktif dalam penanggulangan
kemiskinan baik yang dilaksanakan Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Sukabumi, dunia
usaha maupun masyarakat dari proses perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi.
125
Pasal 33
(1) Unsur dunia usaha sebagaimana dimaksud pada Pasal
31 ayat (2), berperan aktif dalam penyediaan dana
dan/atau barang dan/atau jasa untuk penanggulangan
kemiskinan sebagai perwujudan dari tanggung jawab
sosial perusahaan serta Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan bagi perusahaan BUMN atau BUMD.
(2) Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan
oleh masyarakat, dunia usaha, wajib diselaraskan
dengan strategi dan program penanggulangan
kemiskinan dan berkoordinasi dengan TKPKD.
BAB XII
PENGADUAN MASYARAKAT
Pasal 34
(1) Masyarakat dapat mengadukan terkait pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan.
(2) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan secara tertulis, SMS dan atau via
aplikasi e-LAPOR kepada TKPKD dan atau SKPD yang
membidangi melalui kelurahan dan kecamatan, dengan
mencantumkan identitas diri dan permasalahan yang
jelas.
(3) TKPKD dan/atau SKPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus memberikan jawaban atas pengaduan
tersebut, secara obyektif dan transfaran.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 35
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang pelanggaran peraturan Daerah ini,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang berlaku.
126
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1), dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Peraturan pelaksanaan peraturan Daerah ini ditetapkan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak peraturan
Daerah ini diundangkan.
Pasal 38
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan
peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
lembaran
Daerah Kota Sukabumi.
Ditetapkan di Sukabumi
pada tanggal 27 2018
Diundangkan di Sukabumi
pada tanggal 27 Agustus 2018
Plt. SEKRETARIS
DAERAH
KOTA SUKABUMI,
SALEH MAKBULLAH
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI
NOMOR TAHUN2018
TENTANG
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
I. UMUM
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak
dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang
sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban
dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui
pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk
mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, maka
perlu dilakukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas
pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan
penanggulangan kemiskinan.
Untuk melakukan penanggulangan kemiskinan diperlukan
upaya penjaminan yang meliputi penetapan sasaran, perancangan
dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektifitas
anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan yang menangani
penanggulangan kemiskinan.
Dengan telah diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, maka Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri tersebut merupakan landasan bagi Kota Sukabumi
dalam menangani penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka memberikan pedoman penanggulangan
kemiskinan di Kota Sukabumi, maka dipandang perlu membentuk
Peraturan Kota Sukabumi tentang Penanggulangan Kemiskinan di
Kota Sukabumi.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
131
Pasal 24
Huruf a
Program pemberdayaan masyarakat semisal Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.