Anda di halaman 1dari 2

PR

di mana letak niat jahat ? Bagaimana cara mengeksonerasi ketidakberuntungan dalam usaha, ada
cicak mati di alat produk ?

Niat Jahat (Mens rea) sebagaimana pendapat Simons sebagai sebuah dasar pertanggung
jawaban dalam hukum pidana yang menitikberatkan hubungan antara keadaan jiwa (psychisch)
dari pelaku dan hubungan terhadap perbuatan yang dilakukan (Sudarto, 2009). Keadaan jiwa
dalam niat jahat (Mens rea) melahir kan 2 bentuk dari kesalahan yaitu kesengajaan dan kealpaan.
Wetboek Van Strafrecht tahun 1980 mengartikan kesengajaan sebagai kehendak untuk
melakukan atau tidak melakukan perbuatan - perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh
undang-undang (Schaffmeister, Keijzer, & Sutorius, 1995). Pasal 56 Undang – Undang nomor
33 tahun 14 tentang Jaminan Produk Halal mengatur bahwa “Pelaku Usaha yang tidak menjaga
kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00”. Apabila dilakukan penafsiran a contrario, maka Pasal 56 tersebut
mengharuskan setiap pelaku usaha untuk menjaga kehalalan dari produk yang telah bersertifikat
halal. Dalam kaitannya dengan kasus OE yang tidak menjaga kehalalan produk kecap, diketahui
bahwa molasses merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kecap. Molasses
tersebut ditempatkan dalam sebuah tempat penampungan sebelum dilakukan pengolahan,
sebagai bagian dari proses produksi maka pelaku usaha diwajibkan untuk memastikan
kebersihan dari tempat penampungan tersebut demi menjamin kehalalan produk yang
diproduksi. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 21 ayat 2 Undang – Undang Jaminan Produk
halal yang mewajibkan proses produk halal untuk dijaga kebersihan, bebas dari najis, dan bebas
dari bahan tidak halal. Dalam hal ini pelaku usaha mengetahui kewajiban yang harus dilakukan,
akan tetapi tidak mengindahkan kewajiban tersebut yang mengakibatkan tercemar nya produk
halal yang diproduksi.

Menurut Henri P. Panggabean, klausula eksonerasi adalah perjanjian yang disertai syarat
- syarat mengenai kewenangan salah satu pihak dalam hal ini produsen tentang pengalihan
kewajiban atau tanggung jawabnya terhadap produk yang akibatnya dapat merugikan konsumen
(Mirudan & Yodo, 2008). Undang – Undang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen mengatur dalam Pasal 18 ayat 1 bahwa “Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila Menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelaku usaha”. Berdasarkan ketentuan tersebut pelaku usaha tidak
dapat menerapkan klausula eksonerasi dalam hal terjadinya suatu hal yang mengakibatkan
kerugian pada konsumen. Pelaku usaha yang bergerak di bidang pangan memiliki kewajiban
untuk memastikan terjaminnya mutu dan kualitas dari pangan yang diproduksi. Dalam hal
didapatnya cicak mati dalam tempat penampungan molasses menandakan adanya perbuatan
pelaku usaha yang tidak mengindahkan ketentuan Undang – Undang 33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal. Pelaku usaha yang mem-produksi produk halal wajib menjaga kehalalan
produk tersebut, dalam hal kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada konsumen produk
halal maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha.

Daftar Pustaka
Mirudan, A., & Yodo, S. (2008). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Schaffmeister, D., Keijzer, N., & Sutorius, E. (1995). Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty.
Sudarto. (2009). Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto FH UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai