Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

Virus merupakan agen infeksi kelas khusus yang merupakan parasit


intraseluler obligat. Virus berbeda dari mikroorganisme lain dalam hal
organisasinya, susunannya, dan mekanisme replikasi. Partikel virus komplit
atau virion dapat dipandang sebagai kompleks dasar bahan-bahan genetik,
yang terdiri dari RNA dan DNA dan dikelilingi oleh selaput pelindung protein,
yaitu kapsid yang dapat juga bertindak sebagai pengangkut untuk penyebaran
dari satu sel hospes ke sel yang lain.
Pengembangan obat antivrus baik sebagai profilaksis ataupun terapi
belum mencapai hasil seperti apa yang diinginkan oleh manusia. Berbeda
dengan antimikroba, antiviral dapat menghambat dan membunuh virus yang
akan dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada. Ini karena replikasi
virus RNA maupun DNA berlangsung di dalam sel hospes dan membutuhkan
enzim dan bahan lain dari hospes. Tantangan bagi penelitian ialah bagaimana
menemukan suatu obat yang dapat menghambat secara spesifik salah satu
proses replikasi virus.
Pemberantasan beberapa infeksi virus telah dikembangkan dengan
menggunakan vaksin yang efektif yang merangsang respon imun spesifik.
Kemajuan yang cepat dalam imunologi menyediakan alat baru dengan sistem
imunologik yang data diatur dan sedang dievaluasi secara aktif untuk
pencegahan, diagnosis dan pengobatan infeksi virus, tumor dan penyakit
autoimun. Hal ini meliputi interferon, interleukin, hormone timus dan antibodi
monoklonal.
Pada makalah ini, kami mengkaji bagimana cara pengobatan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh virus, misalnya: Influenza, flu burung, flu
babi,alergi, dan asma dengan melihat etiologi, patofisioligi, penatalaksanaan
dan mekanisme masing-masing penyakit disertai dengan mekanisme
pengobatannya.

1
BAB II

ISI

1. INFLUENZA
DEFINISI
Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan
terutama ditandai oleh demam, gigil, sakit otot, sakit kepala dan sering ditandai
pilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung
antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri (ilmu penyakit dalam). Influenza
merupakan sinonim dari flue atau common cold. Influenza merupakan infeksi
saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien
pada semua istilah usia. Istilah “common cold” lebih menjelaskan suatu
kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang memiliki ciri seperti
hidung tersumbat (nasal congestion), suara serak (sore throat), dan batuk.
Influenza disebabkan oleh virus RNA yang dapat hidup pada manusia,
kuda, babi, ikan paus, ayam, itik dan burung. Virus penyebab influenza
merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA dan berdasarkan namanya
sudah jelas bahwa virus ini mempunyai afinitas myxo atau musin. Virus RNA
terdiri atas inti protein dengan antara lain RNA dan polymerase. Di bagian
luarnya terdapat membrane albumin dan membrane lemak, di mana terdapat
tajuk glycopeptida. Infeksi terjadi melalui inhalasi dari tetesan liur (pada waktu
bersin, batuk, berbicara). masa inkubasinya 1-3 hari.

ETIOLOGI
Penyebab dari timbulnya influenza adalah Haemophillus influenza (tipe A,
B, dan C). Jenis-jenis virus influenza yang dikenal dibagi berdasarkan 3 tipe,
yakni:
1. Tipe A, dengan 5 subtipe, yaitu H 1-H2-H3-H4 dan H5, yang bermutasi setiap 1-
2 tahun.
2. Tipe B, yang bermutasi setiap 4-5 tahun
3. Tipe C yang jarang sekali terdapat.

2
Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test. Tipe B
biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan
kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemic. Tipe C adalah tipe yang
diragukan patogenitasnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan
gangguan ringan saja. .
Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen
permukaannya yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe
hemaglutinin yang ada pada manusia (H1, H2, H3) berperan dalam
penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2) berperan dalam
penetrasi virus ke dalam sel.

PATOFISIOLOGI
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya di traktus
respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang
membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius
10 virus droplet 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita
influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus.
Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa
jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan
menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan
sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi
tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida bakteri Gram negative.
Infeksi influenza menyebabkan kerusakan seluler dan deskuamasi
mukosa malalui permukaan dari saluran pernafasan tetapi tidak mempengaruhi
lapisan dasar epitel. Perbaikan sempurna kerusakan sel mungkin memakan
waktu 1 bulan. Kerusakan oleh virus pada eitel saluran pernafasan,
menurunkan resistensinya terhadap invasi sekunder bakteri trutama
staphylococcus, streptococcus, dan Haemophylus influenzae. Edema dan
infiltrasi mononuclear dalam respon rterhadap kematian sel dan deskuamasi
karena replikasi virus agaknya menyebabkan gejala lokal. Gejala sistemik yang
menonjol yang berkaiotan dengan influenza mungkin mencerminkan produksi
sitokinin.

3
MEKANISME PENULARAN
Virus influenza menyebar di udara melalui titik air yang timbul dari bersin
orang yang terinfeksi. Perkembangbiakan virus flu dalam rubuh sebenarnya
dimulai 24 jam sebelum timbul gejala. Menyebarnya influenza tanpa menyadari
sama sekali bahwa kita dalam keadaan sakit. Begitu gejala timbul biasanya
setelah pajanan selama dua hari, penularannya sampai 5 hari berikutnya.
Orang yang tampaknya tidak terkena flu selama epidemic seringkali mengalami
kasus subklinis yaitu infeksi dengan gejala ringan atau tanpa gejala.
Diperkirakan jumlah orang yang mengalami flu diam-diam ini empat kali lebih
besar dari jumlah orang yang mengalami gejala lengkap. Meskipun demikian,
orang yang terinfeksi flu tanpa gejala ini juga dapat menularkan infeksi dan
inilah alasannya mengapa infeksi tampaknya menyebar secara sporadis,
kemudia tiba-tiba meledak dalam jumlah besar dimasyarakat.
Secara normal, orang terinfeksi penyakit saluran pernapasan merasa
terlalu rasa sakit untuk dapat melanjutkan aktivitas sehari-hari seperti biasa,
namun para dokter percaya bahwa jumlah korban flu tanpa gejala yang banyak
ini turut menyebabkan penyebaran influenza yang cepat diseluruh dunia begitu
si virus tiba. Virus flu juga dapat menetap selama beberapa jam di udara,
menunggu seseorang melakukan kontak.

MANIFESTASI PENYAKIT
Pada umumnya pasien mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot, batuk,
pilek, dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejala-
gejala ini dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin. Pada
pemeriksaan fisis tidakdapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali
hiperemia ringan sampai berat pada selaput lendir tenggorok.
Gejala-gejala akut ini dapat berlangsung untuk beberapa hari dan hilang
dengan spontan. Tubuh dapat mengatasi virus influenza melalui mekanisme
produksi zat antibodi dan penglepasan interferon. Setelah sembuh akan
terdapat resistensi terhadap infeksi oleh virus yang homolog.
Pada pasien usia lanjut harus dipastikan apakah influenza juga
menyerang paru-paru. Pada keadaan tersebut, pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan bunyi nafas yang abnormal. Komplikasi yang mungkin pada pasien

4
ini adalah infeksi sekunder, seperti pneumonia bakterial. Batuk-batuk kering
berubah menjadi batuk yang produktif yang kadang-kadang dapat mengandung
bercak-bercak warna coklat. Penyakit umumnya akan membaik dengan
sendirinya tetapi kemudian capkali pasien akan mengeluh lagi mengenai
demam dan sakit dada. Pemerikasaan sinartembus dapat menunjukkan adanya
infiltrat di paru-paru. Infeksi sekunder ini umumnya akibat streptokokus
pneumonia atau Hemophilus influenzae.
Infeksi sekunder yang berat sekali, dikenal sebagai pneumonia stafilokok
fulminans dapat terjadi beberapa hari setelah seseorang diserang influenza.
Pada pasien terjadi sesak nafas, diare, batuk dengan bercak merah, hipotensi
dan gejala-gejala kegagalan sirkulasi.

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala penyakit influenza pada umumnya akan membaik
dengan sendirinya dalam waktu 3-7 hari. Penyakit influenza memiliki bentuk
yang bervariasi berdasarkan tingkat keparahannya, mulai dari infeksi yang
asimtomatik (tanpa gejala), infeksi saluran pernapasan atas ringan, sampai
dengan penyakit yang parah yang mengancam jiwa dengan atau tanpa
komplikasi.
Penyakit influenza ringan tanpa komplikasi ditandai dengan gejala umum
seperti : demam (belum tentu dialami oleh semua pasien), batuk, sakit
tenggorokan, hidung tersumbat, hidung berarir, nyeri otot, sakit kepala,
menggigil, malaise,, terkadang diare dan muntah, tetapi tidak ada sesak napas.
Pasien dengan penyakit influenza ringan dapat berkembang menjadi penyakit
yang lebih parah. Progresivitas penyakit influenza ini dapat terjadi dengan
cepat, yaitu dalam waktu 24 jam.
Gejala-gejalanya muncul setelah masa inkubasi 1-3 hari dan berupa
seperti:
a. Demam
b. sakit kepala
c. sakit otot dan sendi
d. sakit tenggorok
e. batuk

5
f. hidung beringus atau tersumbat
g. lelah parah.

MEKANISME TEST
Tipe pemeriksaan influenza (tipe A dan B) dapat juga ditentukan dengan
menggunakan teknik immunofluorescence atau hemagglutination inhibition
(HAI), dan subtype hemagglutinin dari virus influenza A (H1, H2, H3) dapat juga
diidentifikasi menggunakan HAI dengan antiserum spesifik subtype.
Test complement-fixation (CF) dan hemagglutination inhibition (HI)
merupakan metode yang paling umum digunakan untuk membandingkan serum
pada pasien dengan infeksi, baik akut atau pada masa pemulihan, meskipun
kedua tes tersebut memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah.
Peningkatan titer immunoglobin (Ig) minimal 4 kali lipat, merupakan diagnostic
infeksi. Peningkatan signifikan-hasil pengukuran enzyme-linked iimunosorbent
assay (ELISA) merupakan diagnostic infeksi akut.
Tes-tes lain, seperti rapid antigen test dan point-of-care (POC) test, direct
fluorescence antibody (DEA) test, dan the reverse transcription polymerase
chain reaction (RT-PCR) assay dapat digunakan untuk memperoleh hasil
identifikasi virus yang cepat.
Tes diagnostic lainnya : kultur pada bagian lain yang berpotensi terinfeksi
perlu dilakukan jika dicurigai terjadi ko-infeksi, superinfeksi, atau infeksi
sekunder; dan perlu dilakukan radiografi dada jika dicurigai terjadi pneumonia.

PENCEGAHAN
Cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit yang parah
dari penyakit influenza adalah dengan vaksinasi. Cara pencegahan yang harus
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menutup hidung dan
mulut menggunakan tissue saat batuk atau bersin, kemudian buanglah tissue
bekas pakai pada tempat sampah tertutup.; cucilah tangan dengan
menggunakan sabun dan air, atau dengan cairan antiseptic pembersih tangan.
Vaksin influenza akan sangat efektif bila strain virus yang menyerang
sesuai dengan virus vaksin yang diberikan. Strain virus yang menyerang terus
berubah-ubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, strain virus pada vaksin juga

6
mengikuti perubahan tersebut. Setiap tahunnya, WHO merekomendasikan
komposisi vaksin sesuai dengan tiga strain virus yang paling dominan ( dua
strain virus influenza A dan satu strain virus influenza B).
Terdapat dua macam vaksin yang dapat digunakan untuk pencegahan
virus influenza, yaitu :
1. Trivalent influenza vaccine (TIV)
Keuntungan pemberian vaksin adalah secara signifikan dapat mencegah
terjadinya penyakit yang parah, masuk rumah sakit, dan kematian. TIV
direkomendasikan diberikan pada semua orang berusia di atas 6 bulan yang
diberikan secara intramuscular, dibuat dari virus yang dimatikan sehingga tidak
menyebabkan timbulnya tanda dan gejala influenza like illness.
2. Live-attenuated influenza vaccine (LAIV)
Keuntungan pemberian LAIV yaitu dapat menurunkan penyakit demam
yang parah sebesar 18,8%, penyakit saluran pernapasan atas dengan demam
sebesar 23,6%m mempercepat penyembuhan penyakit, mengurangi jumlah
hari tidak masuk kantor atau sekolah, menurunkan jumlah kunjungan ke dokter,
serta menurunkan penggunaan antibiotika yang diresepkan dan obat-obat
tanpa resep. LAIV diberikan secara intranasal yang dibuat dari virus hidup yang
dilemahkan.

MEKANISME PENGOBATAN INFLUENZA


Pengobatan influenza bersifat simptomatis atau hanya mengobati gejala
yang ada seperti demam, pilek, bersin, alergi, dll. Tidak diobati secara kausatif
sebab penyakit ini dapat semuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, jadi
mekanisme pengobatannya lebih untuk mengurangi gejala yang ada.
a. Konsumsi Multivitamin, Terutama Vitamin C
Konsumsi multivitamin setiap hari sangat baik untuk membantu
meningkatkan stamina tubuh dan mencegah penyakit. Vitamin C dapat
diperoleh melalui makan sayur dan buah atupun dari sediaan vitamin yang
beredar di pasaran. Khasiatnya yang terpenting adalah berdaya antiviral kuat
dan antibakteri yang diperkirakan berdasarkan sifat antioksidannya.
b. Antihistamin

7
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin dan
digunakan untuk mengobati simptomatis bermacam-macam gangguan alergi
yang disebabkabn oleh pelepasan histamin. Contoh : difenhidramin HCl,
feniramin maleat.
c. Dekongestan
Sampai saat ini ada 3 jenis dekongestan yang dikenal. Penggunaan
dekongestan dapat mengurangi tekanan dan sumbatan, bukan dengan
mengeringkan lendir, tetapi dengan mengerutkan pembuluh darah dalam
hidung agar tidak menyumbat jalan napas. Virus influenza memicu
dilepaskannya substansi radang yang membuat pembuluh darah halus dilubang
hidung bengkak. Mengingat saluran pernapasan yang kecil, maka jika
pembuluh darah membengkak sedikit saja maka sumbatan yang terjadi akan
menyebabkan sulit bernapas.
Pseudoefedrin (agonis α) jenis dekongestan pertama yang biasa
digunakan, dimana obat ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung
melalui reseptor α1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan
demikian mengurangi penyumbatan hidung.
Dekongestan jenis kedua disebut antikolinergik. Obat ini bekerja dengan
memblokir bahan kimia tubuh yang bernama asetilkolin. Bahan kimia inilah
yang biasanya merangsang kelenjar lendir.. Dengan memblokir produksi
asetilkolin dihidung, produksi lendir berkurang.
Jenis dekongestan ketiga adalah bahan kimia aromatic. Seperti kamper
dan minyak kayu putih. Bahan ini meringankan hidung tersumbat dengan
merangsang kelenjar lendir hidung untuk menghasilkan lebih banyak cairan.
Lendir encer ini akan melunakkan dan melarutkan lender yang kering dan keras
yang menyebabkan sumbatan. Dengan demikian, system pernapasan dapat
membersihkan dirinya sendirinya lewat batuk atau ingus keluar.
d. Analgetik dan antipiretik
Influenza seringkali disertai dengan sakit kepala dan demam. Nyeri ringan
dapat ditangani dengan obat perifer seperti parasetamol, asetosal,
mefenaminat, begitu pula dengan rasa nyeri yang disertai dengan demam.

8
DAFTAR OBAT
No Nama Obat Golongan Mek.Kerj Indikasi E.Samping
Obat a
1
1 Loratadin (G/As), Antihistamin Memblok Rhinitis Gangguan
tablet 10 mg ; reseptor alergi : bersn GI,lelah,
sirup 5 mg/5 ml histamin dan gatal mulut kering
pada hidung
2
Winatin (As),
3
Gradine 10(As)

4
Alernitis (P)

5
Aldisa SR (P)
6
Allohex(P)

7
Alloris (P)
1
2 Klorfeniramin Antihistamin Memblok Urtikaria,aler Rasa kantuk
maleat tablet 4 reseptor gi, bersin,flu
mg(G) histamin

2
CTM(As)

3
Chlorpheniramine
(As)

4
Pehachlor(P)

5
Selmetor (P)

6
Aficitom (P)

Cortihist (P)
7

1
3 Pseudoefedrin Dekongestan Mengurang Meringankan Mengantuk,
tablet 30 i inflamasi geja flu sakit kepala,
mg(15mg) pembuluh karena alergi gangguan GI
darah sal nafas
2
Rhinofed (P)
dalam atas
3
Trifed(P) hidung

9
4
Alerfed (P)
1
4 Fenilpropanolami Dekongestan Meringankan Mengantuk
n kapsul 12,5 mg gejala flu
seperti
2
Dextral (P)
hidung
3
Dextrosin (P) tersumbat

4
Flucef (P)
1
5 Parasetamol Analgetik, Menghamb Meringankan Mual,muntah,
tablet 500 mg antipiretik at sintesis gejala flu hepatotoksik
(G/As) PG seperti
demam
2
Pct drops 120
mg/5 ml (As)

3
Fasidol (As)

4
Sanmol (P)

5
Anaflu (P)
6
Alphamol (P)

7
Betamol (P)
1
6 Ibuprofen Analgetik, Menghamb Menghilangk Gangguan GI
antipiretik at sintesis an rasa nyeri
Tablet 200
PG disertai
mg(G/As);
demam
2
Ibuprofen
suspensi 100 mg/5
ml(As)

3
Farsifen (As)

4
Ibufenz(As)

5
Axalan (P)

6
Arthrifen 7Plus (P)

8
Proris (P)

10
9
Ribunal (P)

2. FLU BURUNG

DEFINISI, GEJALA dan ETIOLOGI

11
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk
famili Orthomyxoviridae. Virus influensa adalah partikel berselubung berbentuk
bundar atau bulat panjang, merupakan genome RNA rangkaian tunggal dengan
jumlah lipatan tersegmentasi sampai mencapai delapan lipatan, dan
berpolaritas negatif. Virus influensa merupakan nama generik dalam keluarga
Orthomyxoviridaedan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan
perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Virus
influensa unggas (Avian Influenza Viruses, AIV) termasuk tipe A. Telaahan
yang sangat bagus mengenai struktur dan pola replikasi virus-virus influensa
sudah dipublikasikan baru-baru ini.
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
a. Gejala pada unggas.
i. Jengger berwarna biru
ii. Borok dikaki
iii. Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia.
i. Demam (suhu badan diatas 38 °C)
ii. Batuk dan nyeri tenggorokan
iii. Radang saluran pernapasan atas
iv. Pneumonia, Infeksi mata, Nyeri otot

PATOFISIOLOGI
Determinan antigenik utama dari virus influensa A dan B adalah
glikoprotein transmembran hemaglutinin (H atau HA) dan neuroaminidase (N
atau NA), yang mampu memicu terjadinya respons imun dan respons yang
spesifik terhadap subtipe virus. Respons in sepenuhnya bersifat protektif di
dalam, tetapi bersifat protektif parsial pada lintas, subtipe yang berbeda.
Berdasarkan sifat antigenisitas dari glikoprotein-glikoprotein tersebut, saat ini
virus influenza dikelompokkan ke dalam enambelas subtipe H (H1-H16) dan
sembilan N (N1-N9). Kelompok-kelompok tersebut ditetapkanketika dilakukan
analisis filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gen-
gen HA dan NA melalui cara deduksi asam amino.

12
Cara pemberian nama yang sesuai nomenklatur konvensional untuk
isolate virus influensa harus mengesankan tipe virus influensa tersebut, spesies
penjamu (tidak perlu disebut kalau berasal dari manusia), lokasi geografis,
nomor seri, dan tahun isolasi. Untuk virus influensa tipe A, subtipe hemaglutinin
dan neuroamidasenya ditulis dalam kurung. Salah satu induk strain virus
influenza unggas dalam wabah H5N1 garis Asia yang terjadi akhir-akhir ini,
berhasil diisolasikan dari seekor angsa dari provinsi Guangdong, China. Oleh
karena itu ia diberi nama A/angsa/Guangdong/1/96 (H5N1). Sedangkan isolat
yang berasal dari kasus infeksi H5N1 garis Asia pada manusia yang pertama
kali terdokumentasikan terjadi di Hong Kong, dan dengan demikian disebut
sebagai A/HK/156/97 (H5N1).
Hemaglutinin, sebuah protein yang mengalami glikosilasi dan asilasi
(glycosylated and acylated protein) terdiri dari 562-566 asam amino yang terikat
salam sampul virus. Kepala membran distalnya yang berbentuk bulat, daerah
eskternal yang berbentuk seperti tombol dan berkaitan dengan kemampuannya
melekat pada reseptor sel, terdiri dari oligosakharida yang menyalurkan
derivate asam neuroaminic. Daerah eksternal (exodomain) dari glikoprotein
transmembran yang kedua, neuroamidase (NA), melakukan aktivitas ensimatik
sialolitik (sialolytic ensymatic activity) dan melepaskan progeni virus yang
terjebak di permukaan sel yang terinfeksi sewaktu dilepaskan. Fungsi ini
mencegah tertumpuknya virus dan mungkin juga memudahkan gerakan virus
dalam selaput lendir dari jaringan epitel yang menjadi sasaran. Selanjutnya
virus pun akan menempel ke sasaran. Ini membuat neoroamidase merupakan
sasaran yang menarik bagi obat antivirus. Kegiatan yang terpadu dan
terkoordinasi spesies glikoprotein antagonistik HA dan NA dari strain virus
tertentu merupakan hal yang penting bagi proses pelekatan dan pelepasan
virion.
Pelekatan ke protein permukaan sel dari virion-virion virus influensa A
tercapai melalui glikoprotein HA virus tertrimerisasi yang matang (mature
trimerised viral HA glycoprotein). Stratifikasi pelekatan tersebut didasarkan
pada pengenalan spesies asam sialik (N-asetil-atau N-asam glikollineuraminat)
ujung akhir yang jelas, tipe hubungan glikosidik ke galaktosa paling ujung (α2-3

13
atau α2-6) dan susunan fragmen yang terletak lebih dalam dari sialil-
oligosakharida yang terdapat di permukaan sel. Sebuah varietas dari sialil-
oligosakharida yang lain diekspresikan dengan pembatasan (restriksi) ke
jaringan dan asal spesies di dalam penjamu lain dari virus influensa.
Penyesuaian (adaptasi) glikoprotein HA maupun NA virus ke jenis reseptor
yang khas (spesifik) dari spesies penjamu tertentu merupakan prasyarat bagi
terjadinya replikasi yang efisien. Ini berarti terjadi perubahan bentuk unit
pengikat dari protein HA setelah terhadi penularan antar spesies. Bagan
mekanistik dari berbagai tipe reseptor disajikan dalam Gambar 1.

Virus influensa unggas biasanya menunjukkan afinitas tinggi terhadap


asam sialik yang terkaitkan dengan α2-3 karena unsur ini merupakan tipe
reseptor yang paling dominan di jaringan epitel endodermik (usus, paru-paru)
pada unggas yang menjadi sasaran virus-virus tersebut. Sebaliknya, virus
influensa yang beradaptasi pada manusia terutama mencapai residu terkait 2-6
(2-6 linked residues) yang mendominasi sel-sel epitel tanpa silia (non-cilliated)
dalam saluran pernafasan manusia. Sifat-sidat dasar reseptor seperti ini
menjelaskan sebagian dari sistem pertahanan suatu spesies, yang membuat
penularan influensa unggas ke manusia tidak mudah terjadI. Tetapi akhir-akhir
ini ditemukan ada sejumlah sel epitel berbulu detar (cilliated cells) dalam
trachea manusia yang juga memiliki konjugat glikoprotein serupa reseptor
unggas dengan densitas yang rendah, dan juga dijumpai adanya sel-sel ayam
yang membawa reseptor sialil yang serupa dengan yang ada pada manusia
dengan konsentrasi yang rendah. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
manusia tidak sepenuhnya kebal terhadap infeksi virus influensa unggas strain

14
tertentu. Pada babi dan juga burung balam, kedua jenis reseptor tersebut
dijumpai dalam densitas yang lebih tinggi yang membuat kedua hewan ini
mempunyai potensi untuk menjadi tempat pencampuran bagi strainvirus
unggas dan manusia.
Setelah berhasil melekat pada reseptor yang sesuai, virion masuk dan
menyatu ke dalam sebuah ruang endosom melalui mekanisme yang tergantung
dan tidak tergantung kepada clathrin. Dalam ruang ini virus tersbut mengalami
degradasi dengan cara menyatukan membran virus dengan membran
endosom: dimediasi oleh pemindahan proton melalui terowongan protein dari
matrix-2 (M2) virus, pada nilai pH di endosom sekitar 5,0. Selanjutnya akan
terjadi serangkaian penataan ulang protein matrix-1 (M1) dan kompleks
glikoprotein homotrimerik HA. Sebagai hasilnya, terbuka (exposed) sebuah
bidang (domain) yang sangat lipofilik dan fusogenik dari setiap monomer HA
yang masuk ke dalam membran endolisomal, dan dengan demikian memulai
terjadinya fusi antara membran virus dengan membran lisomal. Berikutnya,
kedelapan segmen RNA genomik dari virus, yang terbungkus dalam lapisan
pelindung dari protein (ribonucleoprotein complex, RNP) nukleokapsid (N),
dilepaskan ke dalam sitoplasma. Di sini mereka disalurkan ke nukleus untuk
melakukan transkripsi mRNA virus dan replikasi RNA genomik melalui proses
yang rumit yang secara cermat (Jw: njlimet) diatur oleh faktor virus dan faktor
sel. Polimerase yang dependen terhadap RNA (RdRp) dibentuk oleh sebuah
kompleks (gabungan) dari PB1, PB2 dan protein PA virus, dan memerlukan
RNA (RNP) yang terbungkus (encapsidated RNA (RNPs)) untuk tugas ini.
Setelah terjadi translasi protein virus dan perangkaian nukleokapsid yang
membawa RNA genomik yang sudah ter-replikasi, virion-virion progeni tumbuh
dari membran sel yang di dalamnya sudah dimasukkan glikoprotein virus
sebelumnya. Penataan antara nukleokapsid berbentuk lonjong dan protein
pembungkus virus dimediasi oleh protein matrix-1 virus (M1) yang membentuk
struktur serupa cangkang tepat di bawah pembungkus virus. Reproduksi virus
di dalam sel yang mudah menerimanya berlangsung cepat (kurang dari sepuluh
jam) dan dengan proses yang efisien, asalkan konstelasi gen yang “optimal”
tersedia di sana.

15
Akibat aktivitas RdRp virus yang mudah mengalami kekeliruan, terjadi
mutasi dengan kecepatan tinggi, yaitu > 5 x 10 -5 perubahan nukleotida per
nukleotida dan juga terjadi percepatan siklus replikasi. Dengan demikian terjadi
hampir satu pertukaran nukleotida per genom per replikasi di antara virus-virus
influensa. Kalau ada tekanan selektif (misalnya antibodi yeng mentralkan,
ikatan reseptor yang tidak optimal, atau obat antiviral) yang bekerja selama
proses replikasi virus dalam penjamu atau dalam populasi, dapat terjadi ada
mutan-mutan dengan keunggulan selektif (mis. lepas dari proses netralisasi,
membentuk unit pengikat reseptor baru) dan kemudian menjadi varian yang
dominan dalam quasi-spesies virus di dalam tubuh penjamu atau dalam
populasi. Jika determinan antigenik dari glikoprotein HA dan NA membran
dipengaruhi oleh mekanisme yang dipicu kekebalan, proses (gradual) tersebut
disebut sebagai antigenic drift.
Sebaliknya, antigenic shift menunjukkan adanya perubahan mendadak
dan mendalam dalam determinan antigenik, yaitu pertukaran subtipe H
dan/atau N, di dalam satu siklus tunggal replikasi. Hal ini terjadi dalam sebuah
sel yang secara bersamaan terinfeksi oleh dua atau lebih virus influensa A dari
subtipe yang berbeda. Karena distribusi segmen genomik virus yang sudah ter-
replikasi ke dalam progeni yang baru tumbuh berlangsung tanpa tergantung
kepada subtipe asal dari tiap segmen itu, dapat muncul progeni yang
berkemampuan untuk bereplikasi yang membawa informasi genetik dari virus
induk yang berbeda-beda (disebut sebagai reassortants). Sementara virus
penyebab wabah influensa pada manusia yang terjadi di tahun 1957 (H2N2)
dan 1968 (H3N2) secara jelas muncul dari percampuran (reassortment) antara
virus manusia dan virus unggas, virus penyebab “Flu Spanyol” di tahun 1918
semata-mata berasal dari unggas.

MEKANISME TEST
Sampai saat ini terdapat 5 uji laboratorik yang dapat digunakan untuk
diagnosa infeksi oleh virus avian influenza, diantaranya uji identifikasi agen
dengan metode isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas, uji
patogenitas yaitu uji intra venous pathogenicity index (IVPI) pada ayam umur 4
minggu, uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi dalam darah unggas,

16
uji deteksi antigen menggunakan rapid test kit komersial dan uji molekuler untuk
mendeteksi RNA.
Metode yang akan dibahas disini adalah metode Rapid tes SD Bioline
Influenza Ag sebagai alat diagnosa cepat untuk membedakan apakah
seseorang terkena virus influenza tipe A atau B. flu burung (avian influenza)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang biasanya menjangkiti
burung dan mamalia. Penyebab flu burung adalah virus influensa tipe A yang
menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar
ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia.
Virus influensa tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya
Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 15 varian H dan 9 varian N. Virus
flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki
waktu inkubasi selama 3-5 hari. Burung liar dan unggas domestikasi (ternak)
dapat menjadi sumber penyebar H5N1.
Prinsip kerja SD Bio Line Influenza Ag
Prinsip dan metode kerja rapid test ini adalah dengan menggunakan gold
conjugate dan immuno chromatographic assay dimana hasil tes berupa garis
tes dapat dilihat dengan mata langsung tanpa menggunakan alat bantu.
Tiap Box/kit terdiri dari :
 25 test yang asing-masing dibungkus dengan kantong alumunium foil
dengan desicant.
 Control Swab
 Positive Control Influenza Tipe A (Tipe H1N1 & H3N2). Dalam 1 Box
terdapat Positive Control Influenza Tipe A
 Positive Control Influenza Tipe B. Dalam 1 Box terdapat 1 Positive Control
Influenza Tipe B.
 Negative Control Influenza (Streptococcus pyogenes). Dalam 1 box
terdapat 1 Negative Control.

Sementara penggunaan dari alat-alat adalah:


 Assay diluent digunakan untuk melarutkan dan mengekstraksi specimen.
Dalam 1 box terdapat 10 ml/botol.

17
 Test Tube atau Rack Test Tube (Tabung Reaksi) untuk menyiapkan sampel
dan pengujian. Dalam 1 Box terdapat 25 tabung reaksi dan 1 rak untuk
tempat tabung reaksi.
 Swab yang terbungkus plastik steril untuk mengoleksi specimen. Dalam 1
box terdapat 25 buah.
 Pipet Palstik untuk memindahkan assay diluent. Dalam 1 box terdapat 25
dispossable dropp
Rapid test ini memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 91,8% dan spesifisitas
98,9% yang dibandingkan biakan kultur dan RT PCR sebagai standar baku.
Cara penggunaan Rapid Test ini sangat sederhana
 Ambil spesimen baik berupa usapan (swab) dari tenggorokan atau hidung.
Spesimen juga dapat diambil dari aspirate dari hidung maupun
tenggorokan.
 Ambil assay diluent dalam botol dan masukkan dalam tabung reaksi
sebanyak 300 ml (sampai batas garis hitam pada dropper/pipet yang telah
disediakan)
 Masukkan usapan (swab) ke dalam tabung reaksi, aduk sedikitnya 5 kali
 Pindahkan swab sambil diputar di dinding tabung reaksi
Masukkan alat test strip kedalam tabung reaksi (dengan tanda panah
masuk terlebih dahulu)
 Tunggu 10-15 menit dan baca hasilnya
Jika muncul garis berwarna merah pada kolom paling kanan Sebagai C
(Control) dan kolom paling kiri (dekat tanda panah) maka ini berarti positif
Influenza Tipe A. Sedangkan Jika muncul garis berwarna merah pada kolom
paling kanan (Sebagai C (Control)) dan kolom tengah ini berarti positif Influenza
Tipe B. Perlu diperhatikan, jika dalam colom C tidak keluar garis maka hasil tes
dinyatakan invalid.

MEKANISME PENULARAN

18
Penularan antara sesama unggas
Lingkar hidup virus influensa unggas jenis patogenisitas rendah dalam
unggas air liar secara genetik adalah stabil. Siklus infeksi antar unggas terjadi
melalui rantai oral-fekal (mulut-tinja). Selain menular melalui kontak langsung
dari penjamu ke penjamu, air dan benda-benda lain yang tercemar virus
merupakan jalur penularan tidak langsung yang juga penting. Ini berbeda
dengan penularan virus influensa pada mamalia (manusia, babi, kuda) yang
terutama terjadi melalui percikan yang tersembur dari hidung dan mulut. Pada
unggas, titer ekskresi tertinggi yang pernah dilaporkan mencapai 10 8,7 x 50%
dosis telur-terinfeksi (egg-infected dose, EID50) per gram tinja. Titer rata-rata
biasanya jauh lebih rendah dari itu. Virus influensa unggas menunjukkan
kemampuan yang mengagumkan dalam mempertahankan daya penularannya
di lingkungan alam, terutama di permukaan air, meskipun dalam morfologi
nampak rapuh. Telah dibuktikan bahwa suspensi virus dalam air mampu
mempertahankan daya penularannya selama lebih dari 100 hari pada suhu
17°C. Di bawah –50°C virus dapat bertahan praktis untuk waktu yang tidak
terbatas. Data dari Ito et al(1995) dan Okazaki et al(2000) membuktikan bahwa
di daerah palearktik, virus influensa unggas terawetkan di dalam air danau
yang beku selama musim dingin ketika penjamu alaminya sedang bermigrasi ke
tempat yang lebih panas. Ketika mereka kembali pada musim panas
berikutnya, unggas-unggas tersebut bserta anak-anaknya yang masih rentan
akan terinfeksi oleh virus-virus yang terlepas sewaktu es mencair. Sejalan
dengan temuan ini, diperkirakan bahwa virus-virus influensa tersimpan awet
dalam lingkungan es untuk waktu yang sangat lama, dan bahwa virus-virus
kuno serta genotipnya dapat aktif kembali dari tempat-tempat penampungan
semacam itu.
Masuknya virus LPAI subtipe H5 atau H7 ke tubuh kawanan unggas yang
rentan merupakan dasar dari rantai infeksi yang dapat diikuti dengan
perkembangan de novobiotipe yang sangat patogenik. Risiko penularan dari
burung liar ke unggas peliharaan terutama terjadi kalau unggas peliharaan
tersebut dibiarkan bebas berkeliaran, menggunakan air yang juga digunakan
oleh burung liar, atau makan dan minum dari sumber yang tercemar kotoran

19
burung liar pembawa virus. Unggas juga dapat terinfeksi jika bersentuhan
langsung dengan hewan pembawa virus, atau kotoran hewan lain yang
membawa virus, atau bersentuhan dengan benda-benda yang tervemar bahan
mengandung virus. Sekali virus menginfeksi kawanan unggas, LPAIV tidak
harus mengalami suatu fase adaptasi pada spesies unggas tersebut sebelum
dikeluarkan lagi dalam jumlah yang cukup besar untuk dapat menular secara
horisontal ke unggas lain, baik dalam kawanan sendiri ataupun ke kawanan
yang lain. Demikian pula sekali HPAIV berkembang dari kawanan unggas yang
terinfeksi LPAIV, ia juga dapat menular dengan cara yang sama. Pasar unggas
yang menjual unggas dalam jumlah besar dan unggas ditempatkan secara
saling berdesakan, merupakan multiplikator penyebaran penularan.
Tindakan pengamanan (biosecurity) yang baik, yang ditujukan untuk
mengisolasi perusahaan peternakan unggas yang besar, dapat secara efektif
mencegah penularan dari satu peternakan ke peternakan yang lain secara
mekanik (misalnya melalui alat-alat, kendaraan, makanan, pakaian -- terutama
sepatu, dan kandang atau kurungan yang tercemar)..Sebuah analisis yang
dilakukan terhadap kasus wabah HPAI di Italia selama tahun 1999/2000
menunjukkan cara penulatan sebagai berikut: pemindahan atau perpindahan
kawanan unggas (1,0%), kontak yang terjadi selama dalam pengangkutan
unggas ke tempat pemotongan (8,5%), lingkungan dalam radius atu kilometer
seputar peternakan yang terserang (26,2%), truk-truk yang digunakan
mengangkut pakan, kandang atau bangkai unggas (21,3%), penularan secara
tidak langsung karena pertukaran karyawan, alat-alat, dsb (9,4%) (Marangon
and Capua 2005). Tidak ada petunjuk bahwa wabah yang terjadi di Italia itujuga
menyebar melalui udara. Tetapi pada wabah yang terjadi di Belanda (2003) dan
kanada (2004), diperkirakan juga terjadi penyebaran melalui udara. Peranan
vektor hidup seperti binatang pengerat atau lalat, yang dapat bertindal sebagai
“vektor mekanik” tetapi dia sendiri tidak terinfeksi, belum dapat ditentukan tetapi
yang pasti peranan mereka tidak dianggap besar.
Hingga munculnya HPAIV H5N1 garis Asia, adanya infeksi balik HPAIV
dari unggas ternak ke burung liar belum memegang peranan yang berarti.
Tetapi dalam bulan April 2005, penyakit yang diakibatkan oleh H5N1 garis Asia

20
muncul di danau Qinghai di Barat Laut China yang memakan korban ribuan
angsa berkepala bergaris dan bebek spesies lain yang berpindah serta juga
burung camar. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya penularan virus H5N1
garis Asia oleh burung-burung liar perlu diperhitungkan dalam konse
pencegahan di masa datang (dibahas di bawah)
Sejak akhir 2003, di Asia telah dijumpai beberapa virus H5N1 yang sangat
patogen pada ayam tetapi tidak pada bebek. Uji coba infeksi dengan
menggunakan isolat virus-virus ini menunjukkancampuran yang heterogen
dalam analisis genetik dan kemampuan membentuk lempeng dalam biakan sel.
Bebek-bebek yang selamat dalam percobaan dengan isolat ini mengeluarkan
virus pada hari ke 17 yang telah kehilangan potensi patogenisitasnya terhadap
bebek. Jika gejala-gejala klinis digunakan untuk melakukan skrining adanya
HPAIV H5N1 di lapangan, bebek-bebek ini nampaknya telah menjadi “Kuda
Troya” bagi virus-virus ini.

PENULARAN KE MANUSIA
Penularan virus influensa unggas ke manusia yang menimbulkan gejala-
gejala klinis yang nyata masih dianggap peristiwa yang jarang. Mengingat
besarnya potensi terpapar HPAIV H5N1 pada jutaan manusia di Asia Tenggara,
jumlah kasus influensa unggas pada manusia yang terdokumentasikan,
meskipun menunjukkan peningkatan selama beberapatahun terakhir ini, secara
komparatif masih dapat dianggap rendah.
Pertama kali ditemukan adanya hubungan antara HPAIV H5N1 garis Asia
dengan penyakit pernafasan pada manusia adalah di Hong Kong pada tahun
1997, ketika enam dari 18 orang yang terinfeksi H5N1 meninggal dunia. Kasus-
kasus ini secara epidemiologik berhubungan dengan kejadian wabah H5N1
yang sangat patogen di pasar unggas hidup. Risiko penularan langsung dari
unggas ke manusia terutama terjadi pada mereka yang telah bersentuhan
dengan unggas ternak yang sudah terinfeksi, atau dengan permukaan benda-
benda yang banyak tercemari kotoran unggas. Risiko terpapar diperkirakan
cukup substantif sewaktu penyembelihan, pencabutan bulu, pemotongan dan
persiapan unggas untuk dimasak. Virus HPAI H5N1 garis asia dapat ditemukan
di semua jaringan – termasuk daging – di tubuh bangkai. Dalam beberapa

21
kejadian serupa, dilaporkan bahwa orang yang menyembelih atau
mempersiapkan unggas yang sakit untuk dimakan telah mengalami penyakit
yang fatal, sementara anggota keluarganya yang juga ikut makan daging
unggas tersebut tidak mengalami hal serupa.
Suatu strain H9N2 telah menyebabkan gejala mirip influensa ringan pada
dua orang anak dalam kejadian SAR di Hong Kong di tahun 1999, dan seorang
anak lagi di pertengahan bulan Desember 2003. Strain H9N2 yang beredar
dalam unggas ternak pada saat ini telah menimbulkan gejala-gejala dan angka
kematian yang bermakna pada spesies yang rentan semisal kalkun dan ayam.
Sampai hari ini, tidak ada bukti bahwa daging unggas yang dimasak
secara baik dapat menjadi sumber penularan H5N1 garis Asia pada manusia.
Sebagai pedoman umum, WHO menganjurkan agar daging dimasak sampai
matang benar, sehingga seluruh bagian daging mencapai suhu internal 70 oC.
Pada suhu ini virus influensa dapat dimatikan sehingga membuat aman untuk
dimakan mrskipun daging mentahnya telah tercemari virus H5N1.

PENULARAN KE MAMALIA LAIN


Dalam beberapa kejadian, virus influensa unggas sydah menular ke
berbagai spesies mamalia. Di sini, mengikuti siklus replikasi dan adaptasi, garis
epidemi baru dapat diketahui. Terutama babi telah sering terlibatkan dalam
“pelintasan antar kelas” semacam itu. Di populasi babi diEropa, virus H1N1
yang serupa virus unggas sangat banyak dijumpai dan sebuah virus H1N2,
yang merupakan virus re-assortant unggas-manusia, pertama kali berhasil
disiolasi di Inggeris tahun 1992, kini makin mantap pertumbuhannya. Di
Amerika Serikat, sebuah virus (H3N2) yang merupakan triple reassortantantara
H1N1 yang klasik, virus H3N2 manusia dan subtipe virus unggas kini mulai
beredar (Olsen 2002). Subtipe lain yang barangkali berasal dari unggas (mis.
H1N7, H4N6) beberapa kali dijumpai pada babi. Sebuah virus H9N2 yang
berasal dari unggas dalam prevalensi yang moderat dijumpai pada babi di
China bagian timur. Selain babi, mamalia laut dan kuda juga sudah
menunjukkan tertulari virus influensa A yang berasal dari unggas.
Infeksi H5N1 secara alami juga pernah dijumpai pada harimau dan kucing
besar lainnya di sebuah kebun binatang di Thailand setelah hewan-hewan itu

22
diberi makan bangkai ayam yang membawa virus. Hewan-hewan tersebut
kemudian menderita sakit berat dengan angka kematian yang tinggi.
Nampaknya terjadi juga penularan dari kucing ke kucing di kebun binatang
tersebut. Kasus-kasus ini merupakan laporan pertama tentang terjadinya infeksi
virus influensa pada golongan Felidae. Dalam suatu eksperimen, kucing rumah
Eropa berbulu pendek juga dapat ditulari virus H5N1.
Pada tahun 2004, sebanyak 3.000 sampel serum yang diambil dari babi
yang bebas berkeliaran di Vietnam telah diuji secara serologik untuk
mengetahui seberapa jauh mereka telah terpapar oleh virus influensa H5N1.
Melalui uji netralisasi virus dan analisis Western blotterbukti bahwa 0,25%
sampel menunjukkan hasil seropositif. Dalam suatu eksperimen infeksi,
nampak bahwa babi dapat terinfeksi virus H5N1 yang diisolasi di Asia di tahun
2004 dari manusia dan unggas. Gejala yang muncul setelah diobservasi
selama empat hari pasca infeksi hanyalah batuk ringan dan suhu badan yang
sedikit meningkat. Selanjutnya virus dapat diisolasi dari jaringan saluran
pernafasan selama oaling sedikit enam hari. Titer virus tertinggi dari usap
jaringan hidung dijumpai pada hari kedua pasca infeksi, tetapi tidak satupun
dari hewan yang diinfeksi melalui percobaan ini yang menularkannya ke babi
lain yang bersentuhan dengan mereka. Nampaknya virus H5N1 ganas yang
beredar di Asia dapat secara alami menginfeksi babi tetapi insidensi penularan
seperti itu agaknya masih rendah. Tidak satupun virus H5N1 dari unggas dan
manusia dalam uji coba tersebut sanggup menular di antara babi-babi dalam
kondisi eksperimental ini. Berdasarkan pada pengamatan ini, saat ini agaknya
babi tidak memainkan peranan penting terhadap terjadinya wabah virus H5N1
garis Asia.
Wabah influensa unggas H7N7 yang sangat patogen pada unggas ternak
di Belanda, Belgia dan Jerman dalam musim semi tahun 2003 telah
menyebabkan penyakit yang ringan, terutama konjunktivitis, pada 89 pekerja
peternakan unggas yang terpapar oleh unggas hidup dan bangkai unggas yang
terinfeksi. Tetapi seorang dokter hewan yang terkena infeksi mengalami sesak
nafas akut yang membawa kematian. Selain itu, selama terjadi wabah di
Belanda, infeksi H7N7 telah secara virologi dan serologi terpastikan pada

23
beberapa keluarga yang mengalami kontak dengan sumber infeksi, empat di
antaranya mengalami konjunktivitis. Bukti adanya infeksi alami (asimtomatik)
oleh strainLPAIV subtipe H9, H7 dan H5 pada manusia juga telah dilaporkan
pada kejadian lain di Italia dan Jepang.
Dalam sebuah laporan singkat, disampaikan sebuah kejadian infeksi
mematikan oleh influensa H5N1 pada tiga ekor musang pemakan ikan yang
lahir di tempat pemeliharaan di sebuah taman nasional Vietnam. Sumber
penularan sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Sementara 20 ekor
hewan sejenis yang tinggal di kandang sebelahnya tidak ada satupun yang
sakit.
Virus influensa unggas tidak ditemukan pada tikus, kelinci dan beberapa
jenis hewan lain yang ada di pasar unggas hidup di Hong Kong, ketika
sebanyak 20% ayam yang dijual di sana ditemukan positif terinfeksi H5N1 garis
asia.

PENCEGAHAN
a. Pada Unggas:
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
b. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu
burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
f. Imunisasi.
2. Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi &
istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :

24
i. Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada
tubuhnya)
ii. Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80°C selama 1 menit
dan pada telur sampai dengan suhu ± 64°C selama 4,5 menit.

MEKANISME PENGOBATAN
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
1. Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3. Pemberian obat antivirus

Obat Antivirus Influenza


Obat antivirus influenza yang pertama ditemukan adalah derivat
adamantan yaitu, amantadin dan rimantadin. Kedua obat ini merupakan
penghambat protein saluran ion M2 virus influenza. Obat tersebut cukup efektif,
tetapi hanya aktif terhadap virus influenza A dan tidak terhadap influenza B
karena virus influenza B tidak memiliki protein M2. Virus influenza A yang
resisten amantadin segera muncul sesudah kedua obat tersebut digunakan,
karena adanya mutasi yang mengakibatkan hilangnya efek hambat terhadap
fungsi saluran ion M2 oleh obat amantadin. Mutasi ini pada beberapa galur
influenza unggas terjadi secara alami. Hal ini mengakibatkan terjadinya
resistensi terhadap amantadin pada penderita yang mendapat pengobatan.
Kemudian dikembangkan obat antivirus influenza penghambat neuraminidase.
Terjadinya resistensi terhadap penghambat neuraminidase agak sulit, karena
lokasi tempatmutasi agar terjadi resistensi terletak di daerah bagian enzim
neuraminidase yang sangat dilindungi, sehingga potensi untuk terjadinya
resistensi sangat rendah. Karena situs aktif neuraminidase sangat dilindungi
mengakibatkan
Penghambat neuraminidase bekerja sangat aktif terhadap subtipe virus
influenza A dan B. Ada dua jenis obat penghambat neuraminidase, yaitu
oseltamivir dan zanamivir. Zanamivir sebagai obat antivirus influenza harus
diberikan secara topikal, inhalasi atau intravena, karena bila diberikan secara
oral, penyerapan di dalam usus kurang sempurna, maka pemakaian obat ini

25
kurang disukai. Selain itu, obat zanamivir di pasaran hanya terdapat dalam
bentuk inhalasi. Terdapat pula beberapa jenis bahan kimia, misalnya derivat
cyclopentane yang sedang dicoba sebagai
Penghambat neuraminidase, yang diperkirakan mempunyai efektivitas
yang hampir sama dengan oseltamivir. Tetapi obat ini masih perlu dievalusasi
lebih mendalam. Oseltamivir bila diberikan secara oral dapat bekerja dengan
baik, sehingga obat penghambat neuraminidase ini merupakan obat antivirus
influenza yang paling banyak dipakai.

Oseltamivir
Oseltamivir merupakan satu-satunya obat penghambat neuraminidase
yang cukup efektif dan dapat diberikan secara oral. Telah diketahui bahwa
neuraminidase influenza sangat penting untuk replikasi virus, yaitu untuk
lepasnya virusdari sel pejamu. Karena replikasi virus influenza sangat aktif
Pada hari-hari pertama infeksi, hambatan terhadap neuraminidase dalam
kisaran waktu ini dapat memotong siklus infeksi virus influenza. Oleh karena itu,
pengobatan dengan oseltamivir sangat perlu diberikan sedini mungkin pada
infeksi influenza agar dapat mencapai efikasi klinis yang maksimal. Pemberian
oseltamivir juga dilaporkan dapat mengurangi terjadinya komplikasi bronkitis,
pneumonia, otitis media, dan sinusitis secara bermakna. Sebagai contoh,
oseltamivir dapat mengurangi angka kejadian otitis media sebanyak 44% pada
anak, yang disertai dengan penurunan jumlah resep antibiotik.
DAFTAR OBAT
Nama Obat/
Mekanisme Indikasi Efek samping
Dosis
1
Oseltamivir Inhibitor Pengobatan Mual, muntah, diare dan
75mg neuraminidase influenza nyeri lambung, bronkhitis,
(Tamiflu®) tipe A dan pusing, kelelahan, sakit
B kepala, insomnia
2 x 1 kapsul
selama 7 hari

26
2
Zanamivir Pengobatan sama dengan oseltamivir
75mg influenza
Inhibitor
(Relenza®) tipe A dan
neuraminidase
B
2 x 1 kapsul
selama 7 hari

3. FLU BABI (SWINE FLU)

Flu babi (swine flu) adalah Influensa babi merupakan penyakit saluran
pernafasan akut yang sangat menular, disebabkan oleh virus influensa tipe A

27
yang termasuk dalam orthomyxovirus. Babi merupakan induk semang utama
virus influensa babi, namun demikian virus tersebut dapat juga menular pada
manusia
Sumber dari Flu Babi adalah Virus A/H1N1 kemudian menular ke manusia.
Waktu inkubasi/penetasan virus tersebut biasanya 3-4 hari (mungkin saja bisa
1-7 hari), gejalanya sama halnya dengan penyakit Influensa biasa; panas
dalam, pusing kepala,batuk,sakit pada tenggorokan, pilek, sakit pada otot-otot
dan lain sebagainya. Dan terjadi juga gejala muntah-muntah dan mencret atau
kelainan pada alat pencernaan. Banyak pasien yang berpenyakit ringan dapat
sembuh, sebagian yang menderita penyakit berat seperti yang diberitakan
dapat meniggal dunia. Bagi orang yang mempunyai penyakit kronis alat
pernapasan atau asma, penyakit kronis hati, penyakit gula,kelemahan pada
kekebalan tubuh, orang yang sedang mengandung, penyakit berat ini penyakit
yang mudah tertular
PATOFISIOLOGI
Pada penyakit influensa babi, virus masuk melalui saluran pernafasan atas
kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan
berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24
jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat
pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9, meninggalkan
adanya kerusakan.
Mekanisme virus H1N1 yang menyerang sistem respirasi manusia pada
dasarnya melalui beberapa tahapan yang membentuk siklus, yaitu:
1) Perlekatan, 2) Penetrasi, 3) Endositosis, 4) Pelepasan materi genetik,
5) Transkripsi, 6) Perakitan, dan 7) Pelepasan.

28
(siklus infeksi virus H1N1)

GEJALA
Gejala utama flu babi mirip dengan gejala influenza pada umumnya
seperti : demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat
mengalami mual, muntah dan diare. Penyakit ini dapat jatuh ke arah yang lebih
buruk sehingga pasien mengalami kesulitan untuk bernafas dan memerlukan
alat bantu nafas (ventilator). Bila ada bakteri yang ikut ikutan menginfeksi paru
paru maka pasien dapat mengalami radang paru paru atau pneumonia.
Beberapa diantaranya dapat mengalami gejala kejang kejang. Kematian
umumnya terjadi karena adanya infeksi sekunder bakteri pada paru paru
sehingga diperlukan antibiotika yang pas untuk mengatasi infeksi tersebut.

PENYEBAB DAN PROSES PENYEBARAN


Sumber penyebabnya dari Virus Flu Babi A/H1N1.
Untuk penularan dari orang ke orang, sumber Virus Flu Babi A/H1N1
penularannya sama hal dengan penyakit Influensa seperti, penderita/ pasien
yang batuk atau bersin yang mengandung virus tersebut “penularan lewat
percikkan/menyemprot”, dan kemudian Virus tersebut menempel ke tangan lalu
memegang mulut atau hidung “penularan lewat sentuhan” Demikianlah cara
penularan virus ini.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (DIAGNOSA)
 Real time RT PCR (Polymerase Chain Reaction)
 Kultur Virus

29
 Peningkatan empat kali antibody spesifik swine influenza (H1N1)
dengan tes netralisasi.
PENCEGAHAN
• Mencuci tangan dan berkumur-kumur
• Etika saat Batuk
• Vaksin Virus influenza
Vaksin virus tahunan sangat direkomendasikan untuk individu yang lebih
dari 6 bulan dengan kondisi medikal kronis yang beresiko untuk komplikasi
influenza.
• Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi &
istirahat cukup.
PENCEGAHAN DENGAN TANAMAN OBAT
Tanaman obat dapat dijadikan alternative dalam pencegahan infeksi virus
flu babi, bukan sebagai obat untuk menyembuhkan. Beberapa jenis tanaman
obat dan olahannya yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh atau kekebalan tubuh, antara lain sebagai berikut :
a. Bunga Kasumba Turate (Carthamus tingtorius)
b. Sambiloto (Androgaphis paniculata Burm. F nees)
c. Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam)
d. Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.)
e. Temulawak (Curcuma xanthoriza)
f. Meniran (Phylantus neruri)
g. Kelompok Tanaman Echinacea (Echinacea purpurea, Echinacea
pallida, Echinacea angustifolia)
PENGOBATAN
Ada 4 macam obat yang dapat digunakan untuk mengobati virus influensa
tipe A (termasuk didalamnya virus flu babi dan flu burung) yaitu amatandine dan
rimantadine keduanya termasuk golongan adamantane serta zanamivir dan
oseltamivir keduanya termasuk golongan neuramidase. Virus flu babi telah
resisten tehadap amantadine dan rimantadine dan masih sensitif tehadap
zanamivir dan oseltamivir sehingga kedua obat yang disebut terakhir
direkomendasikan.

30
Oseltamivir harus diberikan 48 jam setelah awitan gejala. Oseltamivir
menghambat neuraminidase virus influenza, suatu enzim yang memutuskan
ikatan virus baru dari tempat ikatannya pada lapisan pembungkus sel segera
sbelum dilepas. Menurut American Academy of Pediatrics, oseltamivir dapat
diberikan pada anak dengan usia 1 tahun ke atas dan tidak direkomendasikan
untuk anak yang berumur kurang dari 1 tahun. Dosis untuk terapi oseltamivir
adalah 2x75 mg selama 5 hari. Sedangkan untuk profilaksis diberikan pada
anak untuk usia 12 tahun ke atas, diberikan sekali sehari selama 7 hari.
Alternative dosis lain yang dapat juga digunakan menurut WHO adalah :
 Anak dengan BB < 15 kg : 2x30mg/hari selama 5 hari
 Anak dengan BB 15-23 kg : 2x45mg/hari selama 5 hari
 Anak dengan BB 23-40 kg : 2x60mg/hari selama 5 hari
 Anak dengan BB > 40 kg : 2x75mg/hari selama 5 hari
Zanamivir diberikan minimal 48 jam setelah gejala terlihat. Zanamivir
adalah suatu obat dihirup (oral inhalasi) digunakan untuk mengobati dan
mencegah influenza termasuk flu babi." Zanamivir menekan dan mengurangi
penyebaran virus influenza dengan cara menghalangi aktivitas enzim
neuraminidase, enzim yang dihasilkan oleh virus yang memungkinkan virus
untuk menyebar dari sel yang terinfeksi ke sel yang sehat. Dengan mencegah
penyebaran virus dari sel ke sel, gejala dan durasi infeksi influenza berkurang.
Penggunaan Zanamivir hanya direkomendasikan untuk usia 5 tahun ke atas.
Dosis yang dianjurkan adalah dua inhalasi (5 mg per inhalasi) dua kali sehari
(sekitar 12 jam terpisah) selama 5 hari. Dua dosis (dipisahkan oleh paling
sedikit dua jam) harus diberikan pada hari pertama pengobatan. Sedangkan
untuk pencegahan diberikan 10 mg selama 10 hari.
DAFTAR OBAT
Bentuk
Obat Sediaa Indikasi Efek Samping Dosis
n
Generik Tablet Terapi dan Efek samping 75
(Oseltamivir pencegahan yang paling mg /
) infeksi virus sering adalah hari
Paten influenza mual, muntah,

31
diare, bronkitis,
sakit kepala,
perut dan pusing.
type A dan Reaksi alergi,
(Tamiflu®)
B reaksi kulit,
kejang, gangguan
perilaku telah
dilaporkan
Efek samping
yang paling
sering adalah
sakit kepala,
diare, mual,
batuk, muntah
Terapi dan dan pusing.
Generik pencegahan Sinusitis, telinga,
20
(Zanamivir) infeksi virus hidung, dan
Inhaler mg /
Paten influenza infeksi
hari
(Relenza®) type A dan tenggorokan
B dapat terjadi.
Reaksi kulit,
reaksi alergi,
bronchospasms,
dan gangguan
perilaku telah
dilaporkan.

4. ASMA
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara epitel
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal.
Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan

32
oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipereaktivitas
bronkus yang khas.
Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan
untuk menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang
sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang
menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.
Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien
terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma.
Angka bisa jauh lebih besar kalau kriteria diagnosisnyadiperlonggar. Bahkan,
tahun ini paling tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di
Indonesia, diperkirakan sampai 10 % penduduk mengidap asma dalam
berbagai bentuknya.
Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut diantaranya
predisposisi genetik asma, alergi, hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin,
ras/etnik.
Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :
a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk berkembang
menjadi asma adalah :
 Alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik,
alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga
 Sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
 Asap rokok
 Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
b. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan
gejala asma menetap. Faktor lingkungan yang menyebabkan
eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma menetap adalah :

33
 Alergen di dalam maupun di luar ruangan
 Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
 Infeksi pernapasan
 Olah raga dan hiperventilasi
 Perubahan cuaca
 Makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
 Ekspresi emosi yang berlebihan
 Asap rokok
 Iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
 Batuk terutama pada malam atau dini hari
 Sesak napas
 Nafas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
nafasnya
 Rasa berat di dada
 Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
 Serangan batuk yang hebat
 Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
 Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
 Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
 Kesadaran menurun
Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

34
Tabel. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara
pasti, namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial
a. Faktor Predisposisi
 Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan fokus pencetus. Selain itu hipersensitifitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan
b. Faktor Presipitasi
 Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

35
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
 Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sring mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
 Stress
Stress/gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma
yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/ gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya.
 Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti
 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
 Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu. Seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.

36
Patofisiologi
 Karakteristik utama asma termasuk obstroksi jalan udara dalam
berbagai tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema dan
hipersekresi), BHR, dan inflamasi jalan udara.
 Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui
maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen, virus, atau
polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini dapat
menginduksi respon inflamasi.
 Alergen yang terhirup menyebabkan reaksi alergi fase awal ditandai
dengan aktifasi sel yang menghasilkan antibodi IgE yang spesifik
allergen. Terdapat aktivasi yang cepat dari sel mast dan makrofag pada
jalan udara, yang membebaskan mediator proinflamasi seperti histamin
dan eikosanoid yang menginduksi kontraksi otot polos jalan udara,
sekresi mukus, vasodilatasi dan eksudasi plasma pada jalan udara.
Kebocoran plasma protein menginduksi penebalan dan pembengkakan
dinding jalan udara serta penyempitan lumennya disertai dengan
sulitnya pengeluaran mukus.
 Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam setelah serangan
allergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, limfosit T, basofil dan
makrofag.
 Eosinofil bermigrasi ke dalam jalan udara dan membebaskan mediator
inflamasi (leukotrien dan protein granul), mediator sitotoksik, dan sitokin.
 Aktivasi limfosit T menyebabkan pembabasan sitokin dari sel T-helper
tipe 2 (TH2) yang memperantarai inflamasi alergik (interleukin [IL]-4, IL-
5, IL-6, IL-9, dan IL-13). Sebaliknya sel T helper tipe 1 (TH1)
menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting untuk
mekanisme pertahanan selular. Inflamasi asmatik alergik dapat
ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara sel TH1 dan TH2.
 Degranulasi sel mast sebagai respon terhadap allergen mengakibatkan
pembebasan mediator seperti histamin; faktor kemotaksis eosinofil dan
neutrofil; leukotrien C4, D4 dan E4; prostaglandin; dan faktor
pengaktivasi platelet (PAF). Histamin mampu menginduksi konstriksi

37
otot polos dan bronkospasme dan berperan dalam edema mukosa serta
ke sekresi mukus.
 Makrofag alveolar membebaskan sejumlah mediator inflamasi,
termasuk PAF dan leukotrien B4, C4 dan D4. produksi faktor
khemotaktik neutrofil dan eusinofil memperkuat proses inflamasi.
 Neutrofil juga merupakan sumber mediator (PAF, prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien) yang berkontribusi pada BHR dan inflamasi
jalan udara.
 Jalur 5-lipoksigenase dari asam pemecahan asam arakhidonat
bertanggung jawab pada produksi leukotrien. Leukotrien C4, D4, dan E4
(sistenil leukotrien) menyusun zat reaksi lambat anafilaksis (slow-
reacting substance of anaphylaxis, SRS-A). Leukotrien ini dibebaskan
selama proses inflamasi di paru-paru dan menyebabkan
bronkokonstriksi, sekresi mukus, permeabilitas mikrovaskular, dan
edema jalan udara.
 Sel epitel bronkhial juga berpartisipasi dalam inflamasi dengan
membebaskan eikosanoid, peptidase, protein matiks, sitokin dan nitrit
oksida. Pengikisan epitel mengakibatkan peningkatan responsifitas dan
perubahan permeabilitas mukosa jalan udara, pengurangan faktor
relaksan yang berasal dari mukosa, dan kehilangan enzim yang
bertanggung jawab untuk penguraian neuropeptida inflamasi.
 Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam lumen jalur
udara merusak transport mukosiliar. Kelenjar bronkus menjadi berukuran
besar, dan sel goblet meningkat baik ukuran baik jumlahnya, yang
menunjukkan suatu peningkatan produksi mukus. Mukus yang
dikeluarkan oleh penderita asma cenderung memiliki viskositas tinggi.
 Jalan udara dipersyarafi oleh syaraf parasimpatik, simpatik, dan syaraf
inhibisi nonadrenergik. Tonus istirahat normal otot polos jalan udara
dipelihara oleh aktivitas eferen vagal, bronkokonstriksi dapat
diperantarai oleh stimulasi vagal pada bronchi berukuran kecil. Semua
otot polos jalan udara mengandung reseptor beta adrenergik yang tidak
dipersyarafi yang menyebabkan bronkodilatasi. Pentingnya reseptor

38
alfa adrenergik dalam asma tidfak diketahui. Sistem syaraf
nonadrenergik pada trachea dan bronchi dapat memperkuat inflamasi
pada asma dengan melepaskan nitrit oksida.
Penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme
(bronkokontriksi), edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental.

Mekanisme test
Umumnya, diagnosis asma tidaklah sulit, tetapi pada kasus tertentu
kadang-kadang sukar dibedakan dengan penyakit lain yang memberikan gejala
yang serupa. Ada kalanya gejala yang muncul hanya batuk atau sesak atau
mungkin hanya rasa berat di dada. Maka untuk kasus-kasus seperti ini
diperlukan pemeriksaan yang lebih cermat dan mungkin perlu beberapa
pemeriksaan penunjang. Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendiagnosis penyakit asma, terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain
untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis
juga berguna untuk menyusun srategi pengobatan pada penderita asma. Pada
anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau
rasa berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara spontan atau

39
dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan
batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan
jasmani ataupun hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu,
mungkin adanya riwayat alrgi baik pada penderita maupun pada keluarganya,
seperti rhinitis alergi, dermatitik atopic dapat membantu menegakakan
diagnosis.
Yang perlu juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan, dengan
mengetahui factor pencetus kemudian menghindarinya, diharapkan gejala
asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada asma, terdiri dari:
 Allergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk
sari, bulu binatang, kapas, debu kopi atau the, maupun yang berupa
makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat  pewarna dan
sebagainya.
 Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,
parainfluensa dan sebagainya.
 Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.

 Ketegangan atau tekanan jiwa.

 Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan


sebagainya.
 Polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok, semprot
nyamuk, parfum dan sebagainya.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka seseorang dicurigai menderita asma apabila:
 Sesak atau batuk yang berkepanjangan setelah menderita influenza
 Batuk-batuk setelah olahraga, terutama pada anak-anak atau rasa berat
atau tercekik pada dada sehabis olahraga (yang terbukti tidak ada
kelainan jantung)
 Sesak atau batuk-batuk pada waktu ruang berdebu atau berasap
 Batuk-batuk setelah mencium bau tertentu
 Batuk-batuk atau sesak yang sering timbul pada malam hari dan tidak
berkurang sesudah duduk.

40
Dengan kata lain, bila seseorang mengeluh sesak, batuk atau mengi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, kita perlu mencurigai itu suatu asma. Atau
yeng membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan
dapat hilang dengan atau tanpa obat. Artinya, serangan asma ada yang hilang
dengan sendirinya tanpa pengobatan. Tetapi, membiarkan penderita asma
dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga bisa membahayakan nyawa
penderita.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, selain berguna untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding, juga berguna untuk mengetahui penyakit-
penyakit yang mungkin menyertai asma. Pemeriksaan fisik meliputi seluruh
badan, mulai dari kepala sampai ke kaki.
Kelainan fisik pada penderita asma tergantung pada obstruksi saluran
napas (beratnya serangan) dan saat pemeriksaan. Pada saat serangan,
tekanan darah bisa naik, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, mengi (wheezing) sering dapat terdengar tanpa statoskop, ekpirasi
memanjang (lebih dari 4 deik atau 3 kali lebih panjang dari inspirasi) disertai
ronki kering dan mengi. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada, dimana pada perkusi akan terdengan
hipersonor. Pernapasan cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu pernapasan, sehingga tanpak retraksi suprasternal, supraklavicula dan
sel iga dan pernapasan cuping hidung.
Dalam praktek, jarang dijumpai kesulitan dalam menegakkan diagnosis
asma, tetapi batuk, sesak ataupun mengi (wheezing) tidak hanya dijumpai pada
penderita asma, untuk itu, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi untuk
menegakkan diagnosis.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :

41
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug. (Medicafarma, 2008)
2. Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan
 Pada pemeriksaan darah tepi, terutama jumlah eosinofil total sering
meningkat pada pasien asma, dan hal ini dapat membantu untuk
membedakan asma dengan bronchitis kronik. Jumlah    eosinofil
menurun dengan pemberian kortikosteroid, sehingga dipakai juga
untuk patokan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pada pasien asma.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dada ditujukan untuk menyingkirkan penyakit
lain yang memberikan gejala serupa, seperti ggal jantung kiri, atau
menemukan penyakit lain yang menyertai asma seperti tuberculosis, atau
mendeteksi adanya komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.
c. Uji Kulit
Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui adanya antibody IgE yang
spesifik pada kulit, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya

42
antibody yang serupa pada saluran napas penderita    asma. Tes ini hanya
menyokong anamnesis, karena allergen yang menunjukkan tes kulit positif
tidak selalu merupakan pencetus serangan asma, demikian pula
sebaliknya.
d. Pemeriksaan Spirometri
Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital
paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga
diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai
prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma,
yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)

Gambar 2. Macam-macam PEF meter

Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa


gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah
dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus
puncak ekspirasi (APE).

43
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai
berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien
diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk
menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut
alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka
tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam
liter/menit.

Gambar 3. Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter


Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan
nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang
berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.

Cara pemeriksaan variabilitas APE

Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam
hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.

APE malam – APE pagi


Variabilitas harian = x 100%
½( APE malam + APE pagi)

Pengukuran dilakukan sebelum dan 10 menit setelah pemberian


bronkodilator.
e. Tes Provokasi Brokial

44
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi bronkus. Tes ini tidak
dilakukan apabila tes spirometri menunjukkan    resersibilitas 20% atau
lebih. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk tes provokasi bronchial
seperti tes provokasi histamine, metakolin, allergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin bahkan inhalasi dengan aqua destila.
Penurunan FEV1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan
pertanda adanya hiperaktivitas bronkus.
Mekanisme timbulnya penyakit
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan
respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan
mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara
dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki
mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam
saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita
harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di
dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggung jawab
terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini.
Mekanisme pengobatan
Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
 Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
 Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
 Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

45
 Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi
- Komunikasi/nasehat saat berobat
- Diskusi
- Tukar menukar informasi (sharing of information group)
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya
meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap
tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya
kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan
yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin
kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan
pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma
secara konkret.
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui
bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status
sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma
2. Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma
sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan
Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter
dan oleh pasien di rumah.
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan

46
di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui
gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang
mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu
pengobatan seperti :
 Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
 Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan
berjalan baik
 Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan
atau penghentian obat
 Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Pemberian oksigen
5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat yang dapat dilakukan dengan : ƒ penghentian merokok,
ƒ menghindari kegemukan, kegiatan fisik misalnya senam asma
Terapi farmakologi
Sebagaimana penyakit lain, penatalaksanaan asma didasarkan pada
pemahaman mengenai pathogenesis penyakit. Penatalaksanaan asma dibagi
menjadi dua, yaitu: penatalaksanaan asma saat serangan (reliever) dan
penatalaksanaan asma di luar serangan (controller).
Berdasarkan panduan asma internasional (GINA: Global Intiative for Asthma),
tujuan penatalaksanaan asma yang berhasil adalah bagaimana penyakit asma
tersebut bisa dikontrol. Menurut GINA yang telah diakui oleh WHO dan National
Healt, Lung and Blood Institute-USA (NHBCLI), ada beberapa kriteria yang
dimaksudkan dengan asma terkontrol. Idealnya tidak ada gejala-gejala kronis,
jarang terjadi kekambuhan, tidak ada kunjungan ke gawat darurat, tidak ada
keterbatasan aktivitas fisik, seperti latihan fisik dan olahraga, fungsi paru normal
atau mendekati normal, minimal efek samping dari penggunaan obat dan
idealnya tidak ada kebutuhan akan obat-obat yang digunakan kalau perlu.

47
Dalam penatalaksanaan asma, yang penting adalah menghindari
pencetus (trigger) dan memilih pengobatan yang tepat untuk mencegah
munculnya gejala asma. Selain itu, menghilangkan gejala dengan cepat dan
menghentikan serangan asma yang sedang terjadi.
a. Penatalaksanaan Asma Saat Serangan
Penatalaksanaan asma saat serangan bertujuan untuk:
mencegah kematian, dengan segera menghilangkan obstruksi saluran
napas; mengembalikan fungsi paru sesegera mungkin; mencegah
hipoksemia dan mencegah terjadinya serangan berikutnya.
Penatalaksanaan asma saat serangan dibagi lagi menjadi dua, yaitu
penatalaksanaan saat serangan di rumah dan penatalaksanaan asma
saat serangan di rumah sakit.
b. Penatalaksanaan Saat Serangan di Rumah
1. Terapi awal
Berikan segera Inhalasi agonis beta2 kerja cepat 3 kali dalam 1
jam berarti setiap 20 menit, contohnya Salbutamol 5mg, Terbutalin 10
mg, Fenoterol 2,5 mg Jika tidak tersedia inhalasi agonis beta2 maka
dapat diberikan agonis beta2 oral 3x1tablet 2 mg .Evaluasi respon
pasien. Jika keadaan pasien membaik yaitu gejala batuk, sesak dan
mengi berkurang atau tidak terjadi serangan ulang selama 4 jam maka
pemberian beta2 agonis diteruskan setiap 3-4 jam selama 1-2    hari.
Jika keadaan pasien tidak membaik atau malah memburuk maka berikan
kortikosteroid oral seperti 60-80 mg metilprednisolon kemudian
pemberian beta2 agonis diulangi dan segera rujuk pasien ke rumah
sakit.
c. Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit
1. Terapi awal
Inhalasi beta2 agonis kerja singkat secara nebulisasi 1 dosis tiap
20 menit selama 1 jam atau agonis beta2 injeksi seperti Terbutalin o,5 ml
subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan. Berikan oksigen
dengan kanul nasal 4-6 l/menit untuk mencapai saturasi 90% pada

48
dewasa dan 95% pada anak-anak. Berikan kortikosteroid sistemik
seperti hidrokortison 100-200mg atau metilprednisolon IV jika:
a. Serangan asma berat
b. Tidak ada respon segera dengan beta2 agonis
c. Jika pasien sedang mendapat kortikosteroid peroral
d. Lakukan penilaian ulang APE, saturasi oksigen dan pemeriksaan
lain bila diperlukan
Jika respon baik maka pasien dipulangkan, teruskan pengobatan
inhalasi beta2 agonis dan dapat ditambahkan kortikosteroid oral, berikan
arahan pada pasien untuk minum obat secara teratur.    Jika respon
pasien tidak sempurna dalam 1-2 jam maka pasien dirawat di rumah
sakit dengan:
 Pemberian inhalasi beta2 agonis dan inhalasi antikolinergik
 Beri kortikosteroid sistemik
 Berikan oksigen sama seperti sebelumnya
 Dapat diberikan aminofilin IV
Jika respon buruk dalam 1 jam maka pasien dirawat di ICU dengan
diberikan
 Inhalasi beta2 agonis dan inhalasi antikolinergik
 Kortikosteroid IV
 Beta2 agonis subkutan, IM dan IV
 Beri oksigen
 Aminofilin IV
 Berikan intubasi dan ventilasi mekanik
d. Penatalaksanaan Asma di Luar Serangan
Penatalaksanaan asma diluar serangan, mengacu kepada berat
ringannya gejala asma. Berdasarkan berat ringannya gejala asma, maka
penatalaksanaan asma di luar serangan dapat dibagi menjadi;
penatalaksanaan asma intermiten , penatalaksanaan asma persisten ringan,
sedang dan berat.

Penatalaksanaan Asma Intermiten

49
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala intermiten
(kurang dari satu kali seminggu), serangan singkat (beberapa jam sampai hari),
gejala asma malam kurang dari dua kali sebulan, diantara serangan pasien
bebas gejala dan fungsi paru normal, nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai
prediksi, variabilitas < 20%. Pada asma intermiten ini, tidak diperlukan
pengobatan pencegahan jangka panjang. Tetapi obat yang dipakai untuk
menghilangkan gejala yaitu agonis beta 2 inhalasi, obat lain tergantung
intensitas serangan, bila berat dapat ditambahkan kortikosteroid oral.
Penatalaksanaan Asma Persisten Ringan
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala lebih dari 1x
seminggu, tapi kurang dari 1x per hari, serangan mengganggu aktivitas dan
tidur, serangan malam lebih dari 2x per bulan dan nilai APE atau VEP1 > 80%
dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Pengobatan jangka panjang terdiri dari:
inhalasi kortikosteroid 200-500 mikrogram, kromoglikat, nedocromil atau teofilin
lepas lambat. Dan jika diperlukan, dosis kortikosteroid inhalasi dapat
ditingkatkan sampai 800 mikrogram atau digabung dengan bronkodilator kerja
lama (khususnya untuk gejala malam), dapat juga diberikan agonis beta 2 kerja
lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat. Sedangkan untuk
menghilangkan gejala digunakan: agonis beta 2 inhalasi bila perlu tapi tidak
melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.
Penatalaksanaan Asma Persisten Sedang
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala setiap hari,
serangan mengganggu aktivitas dan tidur, serangan malam lebih dari 1x per
minggu dan nilai APE atau VEP1 antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas >
30%. Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000
mikrogram, bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala malam: inhalasi
atau oral agonis beta 2 atau teofilin lepas lambat. Sedangkan obat yang
digunakan untuk menghilangkan gejala, terdiri dari: agonis beta 2 inhalasi bila
perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.
Penatalaksanaan Asma Persisten Berat
Gambaran linis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala terus-menerus,
sering mendapat serangan, sering serangan malam, aktivitas fisik terbatas dan

50
nilai APE atau VEP1 kurang dari 60% nilai prediksi, variabilitas > 30%.
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000
migrogram; bronkodilator kerja lama (inhalasi agonis beta 2 kerja lama, teofilin
lepas lambat, dan atau agonis beta 2 kerja lama tablet atau sirup; kortikosteroid
kerja lama tablet atau sirup. Sedangkan, obat yang digunakan untuk
menghilangkan gejala, agonis beta 2 inhalasi bila perlu dan obat pencegah
setiap hari.
Jadi, pada prinsipnya pengobatan asma dimulai sesuai dengan tingkat
beratnya asma, bila asma tidak terkendali lanjutkan ke tingkat berikutnya.
Tetapi sebelum itu perhatikan dulu, apakah teknik pengobatan, ketaatan
berobat serta pengendalian lingkungan (menghindari factor pencetus) telah
dilaksanakan dengan baik. Setelah asma terkendali dengan baik, paling tidak
untuk waktu 3 bulan, dapat dicoba untuk menurunkan obat-obat anti asma
secara bertahap, sampai mencapai dosis minimum yang dapat mengandalikan
gejala.
Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang
berat. Penelitian menunjukkan anti IgE dapat menurunkan berat asma,
pemakaian obat anti asma serta kunjungan ke gawat darurat karena serangan
asma akut dan kebutuhan rawat inap.
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai kombinsi kortikosteroid
dan bronkodilator, untuk mencegah kerusakan kronik dan gangguan fungsi
paru. Panduan pengobatan menganjurkan pemakaian kortikosteroid sedini
mungkin pada pasien yang mengkonsumsi agonis beta 2 inhalasi aksi pendek
lebih dari sekali sehari. Ada dua penelitian yang melaporkan bahwa
penambahan salmeterol pada pasien asma ringan, sedang maupun berat yang
sedang dalam pengobatan kortikosteroid inhalasi menghasilkan perbaikan
fungsi paru dan gejala asma. Bila dibandingkan dengan menaikan dosis
kortikosteroid inhalasi dua kali lipat. Penelitian lain melaporkan perbaikan gejala
fungsi paru dan penurunan eksaserbasi pada pasien yang mendapat salmaterol
yang dikombinasi dengan flutikason propionate dibandingkan denganpasien
yang memperoleh dosis kortikosteroid dua kali lipat. Penelitian lain juga

51
menemukan, keberhasilan kombinasi budesonide dengan formoterol dalam
satu sediaan untuk mengontrol asma dan meningkatkan kualitas hidup.
Disamping itu semua, dalam pengobatan asma, ketaatan pemakaian
obat juga menentukan keberhasilan terapi. Ketaatan pemakaian obat akan
menurunkan dalam kompleksitas pengobatan dan seringnya frekuensi
pemakaian obat. Untuk itu, diperlukan penyederhanaan rejimen pengobatan
dengan mengkonsumsikan agonis beta 2 aksi panjang dengan kortikosteroid
dalam suatu sediaan. Kombinasi ini dipakai 2 kali sehari diharapkan akan
memperbaiki pengendalian asma dan kualitas hidup pada pasien-pasien yang
membutuhkan ke arah jenis pengobatan di atas.
Simpatomimetik

Nama Obat
Golongan Efek
Mekanisme Kerja Indikasi Dosis
Bronkodilator samping
Simpatomimetik

Stimulasi Menghilangkan Dewasa dan Anak (usia 12


reseptor β1 gejala tahun dan lebih):
adrenergik
akut dan Dosis awal 2-4 mg, 3 atau 4
sehingga terjadi
bronkospasmus Bronkhitis kali sehari (dosis jangan
peningkatan
yang diinduksi (1,5–4)%, melebihi 32 mg sehari)
Albuterol Tablet
kontraktilitas dan oleh latihan epistaksis Anak-anak 6-12 tahun : 2 mg,
(G) Ventolin (P)
irama jantung. fisik. (1-3)%, 3 atau 4 kali sehari
Bromosal tablet
peningkatan
(A)
Stimulasi nafsu Pasien lanjut usia dan sensitif
reseptor β2 yang makan, sakit terhadap stimulan β
menyebabkan perut (3%),, adrenergik :
bronkodilatasi, kram otot (1-
Dosis awal 2 mg, 3 atau 4 kali
peningkatan 3)%.
sehari Jika bronkodilasi tidak
klirens tercapai, dosis dapat
mukosiliari, ditingkatkan menjadi 8 mg, 3
stabilisasi sel atau 4 kali sehari.
mast dan
Bitolterol Cairan Sakit kepala Dewasa dan Anak lebih dari
menstimulasi otot
untuk Inhalasi ringan 12 tahun :
skelet.
0,2% (G) (6,8%), efek 2 inhalasi dengan interval 1-3
pada menit
kardiovaskul
ar kira- kira

52
5%.

Stimulasi
reseptor α
adrenergik yang
mengakibatkan
terjadinya
vasokonstriksi,
dekongestan
nasal dan
peningkatan
tekanan darah.
Stimulasi
reseptor β1
Antialergi, Dewasa dan Anak lebih dari
Efedrin Sulfat adrenergik
perangsangan Gelisah, 12 tahun :
Tablet (G) sehingga terjadi
system saraf nyeri kepala,
Ephedrin tablet peningkatan
pusat, midriatik, cemas, 12,5 – 25 mg setiap 4 jam,
25 mg (A)
kontraktilitas dan dan sukar tidur. dosis jangan melebihi 150 mg
Asficap (P)
irama antihipotensif dalam 24 jam

jantung.Stimulasi
reseptor β2 yang
menyebabkan
bronkodilatasi,
peningkatan

klirens
mukosiliari,
stabilisasi sel
mast dan
menstimulasi otot
skelet.

Stimulasi Untuk terapi


Takikardia, Dewasa dan Anak lebih dari
reseptor β1 gejala asma
hiperglikemi 12 tahun
adrenergik akut dan untuk
Pirbuterol a,
sehingga terjadi mencegah
Aerosol (G) hipokalemia, 2 inhalasi (0,4 mg) diulangi
peningkatan asma yang
hipomagnes setiap 4-6 jam. Dosis jangan
diinduksi oleh
emia melebihi 12 inhalasi.
kontraktilitas dan
latihan
irama jantung.
Salmeterol Untuk Sakit pada Anak berusia lebih dari 4
Aerosol (G) Stimulasi mencegah sendi/pungg tahun 50 mcg dua kali sehari
Serevent Inhaler reseptor β2 yang bronkospasmus ung, kram (dengan jarak 12 jam)
(P) menyebabkan yang diinduksi otot, mialgia,
bronkodilatasi, sakit pada

53
otot (1-3)%,
infeksi
saluran
pernapasan
atas,.nasifari
ngitis (14%),
penyakit
pada rongga
hidung atau
sinus (6%),
infeksi
saluran
pernapasan
bawah (4%),
alergi rinitis
oleh
(lebih dari

peningkatan 3%), rinitis,


latihan fisik.
laringitis,
klirens trakeitis/bron
mukosiliari, kitis (1-3)%,
stabilisasi sel rasa lemas,
mast dan influenza
menstimulasi otot (lebih dari
skelet. 3%),
gastroenterit
is, urtikaria,
sakit gigi,
malaise/rasa
lelah, erupsi
kulit dan
dismenorea
(1-3)%.

Xantin

Nama
Obat
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Golongan
Xantin

Aminofilin Akan Untuk Reaksi Anak 1-9 tahun 6,3 mg/kg a 1 mg/kg/jam
(G) menghilangkan sensitivitas

54
merelaksasi gejala atau Anak 9-16 tahun dan perokok
secara langsung pencegahan
dewasa 6,3 mg/kg a 0,8 mg/kg/jam
otot polos bronki asma bronkial
dan pembuluh dan termasuk Dewasa bukan perokok 6,3 mg/kg a 0,5
darah
Amicain dermatitis mg/kg/jam Orang lanjut usia dan pasien
bronkospasma
(P) eksfoliatif dan dengan gangguan paru-paru 6.3 mg/kg
pulmonal, reversibel yang
urtikaria. 0,3 mg/kg/jam Pasien gagal jantung
merangsang SSP, berkaitan
menginduksi dengan kongestiv 6.4 mg/kg 0,1-0,2 mg/kg/jam
diuresis, bronkhitis
meningkatkan kronik dan
sekresi
emfisema.
asam lambung, Anak 1-9 tahun 5 mg/kg 4 mg/kg setiap 6
menurunkan Mual,
jam Anak 9-16 tahun dan dewasa
tekanan sfinkter muntah,
Teofilin (G) perokok 5 mg/kg 3 mg/kg setiap 6 jam
esofageal bawah diare, sakit
Asmadex Dewasa bukan perokok 5 mg/kg 3
dan kepala,
(P) mg/kg setiap 8 jam Orang lanjut usia
insomnia,
dan pasien dengan gangguan paru-paru
menghambat
iritabilitas.
5 mg/kg 2 mg/kg setiap 8 jam Pasien
kontraksi uterus.
gagal jantung kongestive 5 mg/kg 1-2
Stimulan pusat
mg/kg setiap 12 jam
pernafasan.
Difilin (G) Palpitasi, Tablet Dewasa 15 mg/kg setiap 6 jam
takikardia,
Eliksir Dewasa 30 – 60 mL setiap 6 jam
hipotensi,
kegagalan
sirkulasi,
aritmia
ventrikular.

Susunan
Saraf Pusat :
iritabilitas,
tidak bisa
instirahat,
sakit kepala,

insomnia,
kedutan dan
kejang

55
Tablet, sirup dan eliksir Dewasa dan
Mual, Anak lebih dari 12 tahun : 4,7 mg/kg
muntah, sakit setiap 8 jam Anak-anak 9 - 16 tahun
Okstrifilin epigastrik, dan perokok dewasa 4,7 mg/kg setiap 6
(G) hematemesis, jam Anak-anak 1-9 tahun 6,2 mg/kg
setiap 6 jam.
Diare.

Antikolinergik
Nama Obat
Golongan Mekanisme
Indikasi Efek samping Dosis
Antikolinergi Kerja
k

Ipratropium Menghambat Digunakan Sakit punggung, 2 inhalasi (36 mcg)


bromide (G) refleks vagal dalam bentuk sakit dada, empat kali sehari.
Atrovent (P) dengan cara tunggal atau bronkhitis, batuk, Pasien boleh
kombinasi penyakit paru menggunakan dosis
mengantagoni
dengan tambahan tetapi tidak
s kerja obstruksi kronik
boleh melebihi 12
asetilkolin. bronkodilator yang semakin
inhalasi dalam sehari
Bronkodilasi lain (terutama parah, rasa lelah
yang beta berlebihan, mulut
dihasilkan adrenergik)
kering, dispepsia,
bersifat sebagai
dipsnea, epistaksis,
bronkodilator
lokal, pada gangguan pada
tempat tertentu dalam saluran
dan tidak pengobatan
pencernaan, sakit
bersifat bronkospasmus
kepala, gejala
sistemik. yang
seperti influenza,
berhubungan
mual, cemas,
dengan

faringitis, rinitis,
penyakit paru-
sinusitis, infeksi
paru obstruktif
saluran
kronik,
pernapasan atas
termasuk
dan infeksi saluran
bronkhitis
urin.
kronik dan

56
emfisema.

Efek samping

Menghambat terjadi pada 3%


pasien atau lebih,
reseptor M3 terdiri dari sakit
Perawatan
pada otot
bronkospasmus perut, nyeri dada
polos sehingga
yang (tidak spesifik),
terjadi
bronkodilasi. konstipasi, mulut
berhubungan
Tiotropium kering, dispepsia, 1 kapsul dihirup, satu
dengan
bromide (G) Bronkodilasi kali sehari dengan alat
penyakit paru edema, epistaksis,
Spiriva (P) yang timbul inhalasi Handihaler.
obstruksi kronis infeksi, moniliasis,
setelah
termasuk myalgia, faringitis,
inhalasi
tiotropium ruam, rhinitis,
bronkitis kronis
bersifat sangat sinusitis, infeksi
dan emfisema.
pada saluran
spesifik pada pernapasan atas,
lokasi tertentu. infeksi saluran urin
dan muntah.

Kromolin sodium dan nedokromil


Nama
Obat
Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
Golongan
Antialergi

Kromolin Obat-obat ini Asma bronkial Efek samping yang Larutan nebulizer :
natrium menghambat (inhalasi, larutan paling sering terjadi dosis awal 20 mg
(G) pelepasan dan aerosol) : berhubungan diinhalasi 4 kali sehari
Chrom- sebagai dengan dengan
mediator,
Opthal (P) pengobatan
histamin dan penggunaan interval yang teratur.
SRS-A (Slow profilaksis pada kromolin (pada Efektifitas terapi
Reacting asma bronkial. penggunaan tergantung pada
Substance berulang) meliputi keteraturan
saluran pernapasan:
Anaphylaxis, penggunaan obat.
bronkospasme
leukotrien) dari
(biasanya Pencegahan
sel mast.
bronkospasma parah bronkospasma akut :
Kromolin bekerja
yang berhubungan inhalasi 20 mg (1
lokal pada paru-
dengan penurunan ampul/vial)
paru tempat obat
fungsi paru-
diberikan.
paru/FEV1), batuk, diberikan dengan
nebulisasi segera

57
edema laringeal
(jarang), iritasi
sebelum terpapar
faringeal dan napas
faktor pencetus.
berbunyi.
Aerosol : untuk
Efek samping yang
penanganan asma
berhubungan
bronkial pada dewasa
dengan penggunaan
dan anak 5 tahun atau
aerosol adalah iritasi
lebih. Dosis awal
tenggorokan atau
biasanya 2 inhalasi,
tenggorokan kering,
sehari 4 kali pada
rasa tidak enak
interval yang teratur.
Jangan melebihi dosis
pada mulut, batuk,
ini.
napas berbunyi dan
mual.

Obat ini akan


menghambat
aktivasi secara in
vitro dan

pembebasan
Efek samping yang
mediator dari Nedokromil terjadi pada
berbagai tipe sel diindikasikan penggunaan
berhubungan untuk asma. nedokromil bisa
dengan Digunakan
sebagai terapi berupa batuk, 2 inhalasi , empat kali
Nedokromi asma termasuk
faringitis, rinitis, sehari dengan interval
l natrium eosinofil,neutrofil pemeliharaan infeksi saluran yang teratur untuk
(G) Tilade , makrofag, sel untuk pasien pernapasan atas,
(P) mast, monosit dewasa dan anak mencapai dosis 14
dan platelet. usia 6 tahun atau bronkospasma, mg/hari.
Nedokromil mual, sakit kepala,
menghambat lebih pada asma nyeri pada dada dan
perkembangan ringan sampai
sedang. pengecapan tidak
respon bronko
enak.
konstriksi baik
awal dan
maupun lanjut
terhadap antigen
terinhalasi.

Kortikosteroid
Nama Obat Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis

58
Golongan
KOrtikosteroid

Triamsinolon Obat-obat ini Terapi Reaksi efek samping Dewasa : 2 inhalasi


(G) Flamicort merupakan pemeliharaan terjadi pada 3% atau (kira-kira 200 mcg),
(P) steroid dan propilaksis lebih 3 sampai 4 kali
adrenokortikal asma, sehari atau 4
pasien seperti
steroid sintetik termasuk inhalasi (400 mcg)
faringitis, sinusitis,
pasien yang dua kali sehari.
dengan cara sindrom flu, sakit
Dosis harian
kerja dan efek memerlukan kepala dan sakit
maksimum adalah
yang sama kortikosteoid
16 inhalasi (1600
punggung.
dengan sistemik,
mcg).
glukokortikoid. pasien yang
mendapatkan Anak-anak 6 – 12
Glukokortikoid
tahun Dosis umum
dapat keuntungan
adalah 1-2 inhalasi
menurunkan dari
(100-200 mcg), 3
jumlah dan penggunaan
sampai 4 kali sehari
aktivitas dari sel dosis sistemik,
atau 2-4 inhalasi
yang terapi
(200-400 mcg) dua
pemeliharaan
kali sehari. Dosis
terinflamasi dan
harian maksimum
meningkatkan asma dan
adalah 12 inhalasi
efek obat beta terapi
(1200 mcg).
adrenergik profilaksis
Beklometason dengan pada anak usia Efek samping terjadi Dewasa dan anak >
(G) Beconase 12 bulan pada 3% pasien atau 12 tahun :
memproduksi
(P) sampai 8 lebih,
AMP siklik, Pasien yang
inhibisi tahun. Obat ini seperti sakit kepala, sebelumnya
mekanisme tidak kongesti nasal, menjalani terapi
bronkokonstriktor diindikasikan dismenorea, dispepsia, asma dengan
, untuk pasien rhinitis, bronkodilator saja:
asma yang 40 – 80 mcg sehari.
atau merelaksasi faringitis, batuk, infeksi
dapat Pasien yang
otot polos secara saluran pernapasan
sebelumnya
langsung. diterapi atas, infeksi virus dan
menjalani terapi
Penggunaan dengan
asma dengan
sinusitis.
inhaler bronkodilator
kortikosteroid
dan obat non
akan inhalasi : 40 -160
steroid lain,
menghasilkan mcg sehari. Anak 5
pasien yang
efek lokal steroid – 11 tahun : Pasien

secara efektif kadang- yang sebelumnya


menjalani terapi

59
dengan efek kadang asma dengan
menggunakan bronkodilator saja :
sistemik minimal.
kortikosteroid 40 mcg sehari.
sistemik atau Pasien yang
terapi sebelumnya
menjalani terapi
bronkhitis non
asma dengan
asma.
kortikosteroid
inhalasi : 40 mcg
sehari

Budesonid (G) Efek samping terjadi Dewasa : Pasien


Pulmicort (P) pada 3% pasien atau yang sebelumnya
lebih, seperti nyeri, menjalani terapi
sakit punggung, infeksi asma dengan
saluranpernapasan bronkodilator saja :
atas, sinusitis, 200 – 400 mcg
faringitis, batuk, sehari. Pasien yang
konjungtivitis, sakit sebelumnya
kepala, rhinitis, menjalani terapi
epistaksis, otitis media, asma dengan
infeksi telinga, infeksi kortikosteroid
virus, gejala flu, inhalasi : 200–400
perubahan suara. mcg sehari. Pasien
yang sebelumnya
menjalani terapi
asma dengan
kortikosteroid oral
200 – 400 mcg
sehari. Anak > 6
tahun Pasien yang
sebelumnya
menjalani terapi
asma dengan
bronkodilator saja :
200 mcg dua kali
sehari. Pasien yang
sebelumnya
menjalani terapi
asma dengan
kortikosteroid
inhalasi:200 mcg
sehari. Pasien yang
sebelumnya

60
menjalani terapi
asma dengan
kortikosteroid oral ,
dosis maksimum
400 mcg dua kali
sehari.

Flutikason (G) Efek samping terjadi Usia > 12 tahun


Cutivate (P) pada 3% atau lebih Pasien yang
pasien seperti sebelumnya
menjalani terapi
sakit kepala, faringitis,
asma dengan
kongesti hidung,
bronkodilator saja :
sinusitis, rhinitis,
88 mcg dua kali
infeksi
sehari. Pasien yang
sebelumnya
saluran pernapasan
menjalani terapi
atas, influenza,
asma dengan
kandidiasis oral, diare,
kortikosteroid
disfonia,
inhalasi : 88 – 220
gangguan menstruasi, mcg sehari. Pasien
hidung berair, rhinitis yang sebelumnya
alergi dan demam. menjalani terapi
asma dengan
kortikosteroid oral,
dosis maksimum
880 mcg dua kali
sehari.

Flunisolid (G) Efek samping terjadi Dewasa 2 inhalasi


pada 3 % atau lebih (500 mcg) dua kali
pasien seperti sehari, pada pagi
palpitasi, nyeri dada, dan malam (total
pusing, iritabilitas, dosis dalam sehari
nervous, limbung, 1000 mcg). Jangan
mual, melebihi dosis 4
inhalasi dua kali
muntah, anoreksia,
sehari (2000 mcg)
nyeri dada, infeksi
Anak 6 – 15 tahun 2
saluran pernapasan
inhalasi dua kali
atas,
sehari (total dosis
dalam sehari 1000
kongesti hidung dan
mcg).
sinus, pengecapan
tidak enak, kehilangan

61
indra penciuman dan
pengecapan, edema,
demam, gangguan

menstruasi, eksim,
gatal-gatal/pruritus,
ruam, sakit
tenggorokan,

diare, lambung sakit,


flu, kandidiasis oral,
sakit kepala, rhinitis,
sinusitis, gejala
demam, hidung berair,
sinusitis,
infeksi/kerusakan

pada sinus, suara


serak, timbul sputum,
pernafasan berbunyi,
batuk, bersin dan
infeksi telinga.

Antagonis reseptor leukotrien


Nama Obat
Golongan
Antagonis Mekanisme Kerja Indikasi Efek samping Dosis
reseptor
leukotrien

Zafirlukast Zafirlukast adalah Profilaksis dan Efek samping Dewasa dan anak
(G) antagonis reseptor perawatan asma terjadi pada 3% > 12 tahun : 20
Accolate leukotrien D4 dan E4 kronik pada pasien seperti mg, dua kali
(P) yang selektif dan dewasa dan sakit kepala, sehari
kompetitif, komponen anak di mual dan
Anak 5 – 11
anafilaksis reaksi
atas 5 tahun. infeksi. tahun : 10 mg,
lambat (SRSA -
dua kali sehari.
slow-reacting
substances of
anaphylaxis). Produksi
leukotrien dan okupasi
reseptor berhubungan
dengan edema saluran
pernapasan,

62
konstriksi otot polos
dan perubahan
aktifitas selular yang

berhubungan dengan
proses inflamasi, yang
menimbulkan tanda
dan gejala asma.

Asma : efek
samping terjadi
lebih pada 3%
Montelukast adalah
pasien seperti
antagonis reseptor
influenza.
leukotrien selektif dan
aktif pada penggunaan Pada anak 6-12
oral, yang tahun, efek Tablet
menghambat reseptor samping yang
Dewasa dan
leukotrien terjadi dengan
remaja >15 tahun
frekuensi
sisteinil (CysLT1). 10 mg setiap hari,
Leukotrien adalah 2 % adalah diare, pada malam hari
produk metabolisme Profilaksis dan laringitis, Tablet kunyah.
asam arakhidonat dan terapi asma faringitis, mual, Anak 6-14 tahun
Montelukas dilepaskan dari sel kronik pada otitis, sinusitis, 5 mg setiap hari,
t sodium mast dan eosinofil. dewasa dan infeksi pada malam hari
(G) Produksi anak-anak > Anak 5-14 tahun
virus. Pada anak 4 mg setiap hari
leukotrien dan okupasi 12 bulan. 2-5 tahun, efek Granul
reseptor berhubungan samping yang
dengan edema saluran terjadi dengan Anak 12 – 23
pernapasan, konstriksi tahun 1 paket 4
otot polos dan frekuensi 2% mg granul setiap
perubahan aktifitas adalah rinorea, hari, pada malam
selular yang otitis, sakit hari.
berhubungan dengan telinga,

proses inflamasi, yang bronkhitis, sakit

menimbulkan tanda
lengan, rasa
dan gejala asma.
haus, bersin-
bersin, ruam dan
urtikaria.

Zilueton (G) Zilueton adalah Profilaksis dan Efek samping Dosis zilueton
inhibitor spesifik 5- terapi asma terjadi pada 3% untuk terapi asma
lipoksigenase dan kronik pada pasien atau lebih adalah 600 mg, 4
dewasa dan seperti sakit

63
selanjutnya
kepala, nyeri,
anak > 12
sakit perut, rasa
menghambat kali sehari.
lelah, dispepsia,
pembentukan (LTB1, tahun.
mual, myalgia.
LTC1, LTD1, Lte1).

5.ALERGI

Alergi adalah perubahan reaksi tubuh/pertahanan tubuh dari sistim imun
terhadap suatu benda asing yang terdapat di dalam lingkungan hidup sehari-
hari. Orang-orang yang memiliki alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang
bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di lingkungan. Ini
substansi (serbuk sari, jamur,  bulu binatang, dll)  disebut  alergen.
Jika seseorang terkena  alergen dengan menghirup itu, menelan, atau

64
mendapatkan itu pada atau di bawah kulit mereka. Menurut beberapa ahli,
alergi memiliki pengertian:
 Alergi merupakan suatu perubahan reaksi menyimpang dari tubuh
seseorang terhadap lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar
antibodi imunoglobulin E  (IgE) suatu mekanisme sistem imun (retno
W subaryo, 2002).
 Alergi merupakan respon system imun yang tidak tepat dan seringkalimemb
ahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksialergi
merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara
antigen dan antibody (Brunner , 2002)
 Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh  yang
menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya
(Robert davies, 2003)

SIFAT-SIFAT ALERGI :
1. Pencetus suatu alergi disebut allergen. Debu, pollen, tumbuh-tumbuhan
tertentu, obat-obatan, jenis makanan spesifik, bulu serangga, virus, atau
bakteri, tergolong dalam hal ini.
2. Reaksi yang terjadi bisa timbul di satu titik, seperti di kulit, bulu mata,
atau mungkin juga di sekujur tubuh.
3. Biasanya timbul satu atau beberapa gejala pengiring yang mengikuti
reaksi alergi.

65
Setidaknya ada dua tipe alergi :
1. Alergi Tipe Lambat
Penyebabnya adalah sel T teraktivasi (bukan antibodi). Contohnya adalah
alergi yang disebabkan oleh obat-obatan, bahan kimia tertentu seperti
kosmetik, dan tumbuh-tumbuhan. Pada kasus terkena racun tumbuh-
tumbuhan, misalnya, kontak yang terus menerus dengan antigen ini akan
memicu pembentukan sel T pembantu dan sel T sitotoksik yang
teraktivasi. Setelah satu hari atau lebih, sel T teraktivasi akan berdifusi ke
dalam kulit utk merespon dan menimbulkan reaksi imun yang diperantarai
sel. Karena tipe imunitas seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya
banyak bahan toksik dari sel T teraktivasi dan juga invasi jaringan oleh
makrofag maka jelas dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang cukup
parah. Bahkan edema paru dan serangan asma bila ditularkan melalui
udara.
2. Alergi Atopik
Disinilah antibodi berperan. Beberapa orang memiliki kecenderungan
alergi terhadap suatu zat/antigen. Keadaan ini disebut alergi atopik karena
respon imunnya tidak umum. Beberapa penelitian mengatakan
kecenderungan ini diturunkan secara genetis ditandai dengan peningkatan
antibodi IgE (disebut juga reagin atau antibodi tersensitisasi). Istilah
alergen digunakan untuk mendefinisikan semua antigen yang bereaksi
secara spesifik dengan tipe spesifik antibodi reagin IgE (reaksi alergen-
reagin).

Faktor-faktor penyebab alergi :


 Faktor genetik atau keturunan. Walaupun alergi dapat terjaid pada semua
orang dan semua golonganumur, resiko terbesar pada anak yang membawa
bakat alergi yang diturunkan oleh orang tuanya. Pada anak ini gejala alergi
sering muncul. Jika salah satuorang tua memiliki alergi, maka anak memiliki
19,8 % menderita alergi. Dan jika kedua orang tua maka 48% menderita
alergi.

66
 Faktor makanan. Alergi pada makanan tertentu seringkali dialami oleh anak-
anak maupun orang dewasa. Banyak gejala yang biasanya timbul akibat
sistem kekebalan tubuh melepas antibodi sebagai respon terhadap
masuknya makanan tertentu. Makanan yang seringkali menimbulkan alergi
yaitu ikan-ikanan, kerang-kerangan, kacang-kacangan, atau bahkan buah-
buahan.
 Faktor fisik. Kelelahan merupakan salah satu penyebab utama dan paling
mengganggu fisik yang dapat menimbulkan alergi. Pada saat kelelahan,
sistem kekebalan tubuh menurun sehingga tidak dapat memfilter zat-zat
yang masuk ke dalam tubuh.
 Faktor psikis. Stres juga dapat menimbulkan alergi. Ketika Anda sedang
stres, maka emosi sedang tidak bisa dikontrol dengan baik. Stres dapat
memicu produksi IgE (Imunoglobulin E) dan protein yang dapat
menyebabkan reaksi alergi pada tubuh. Biasanya orang yang mengalami
alergi ketika stres dapat menimbulkan gejala gatal-gatal dan sebagainya.
 Faktor lingkungan. Seseorang bisa mengalami alergi terhadap sesuatu yang
ada di lingkungan sekitar seperti debu, asap kendaraan, bau cat, asap
rokok, dan lain sebagainya. Gejala alergi yang timbul karena faktor
lingkungan biasanya adalah gangguan pernapasan (asma), mata merah,
dan batuk-batuk.
 Faktor cuaca. Akhir-akhir ini keadaan cuaca yang tidak menentu seringkali
terjadi. Udara panas, lembab, dan perubahan cuaca ekstrim dapat
mengakibatkan alergi pada orang-orang tertentu. Biasanya gejala yang
timbul karena faktor cuaca terjadi pada kulit.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran
mediator  yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ
sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk
atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila
organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan
sebagainya.
Manifestasi Klinis Gejala Alergi
ORGAN/SISTEM GEJALA DAN TANDA

67
TUBUH
1 Sistem Pernapasan Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,
tightness in chest, not enough air to lungs,
wheezing, mucus bronchial , rattling  and vibration
dada.
2 Sistem Pembuluh  Darah Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke
dan jantung merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan
darah rendah, denyut jantung meningkat; tangan
hangat, kedinginan, tingling, redness or blueness
of hands; faintness; pseudo-heart attack pain ;
nyeri dada depan,  tangan kiri, bahu, leher, rahang
hingga menjalar di pergelangan tangan
3 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit
berak, sering buang angin (flatus), mulut berbau,
kelaparan, haus, saliva meningkat, Sariawan, lidah
kotor, berbetuk seperti pulau, nyeri gigi, ulcer
symptoms, nyeri ulu hati, kesulitan menelan, perut
keroncongan, konstipasi (sulit buang air besar),
nyeri perut, kram perut, diarrhea, buang angin,
timbul lendir atau darah dari rektum, anus
gatal/panas.
4 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir,
lebam biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam
seperti digigit nyamuk. Kulit  kaki dan tangan
kering tapi wajah berminyak.Sering berkeringat.
5 Telinga Hidung Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek,
Tenggorokan post nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur,
mendengus    
Tenggorok :  tenggorokan nyeri/ kering/ gatal, 
palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek
(berdehem),   
 Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh /
berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri
telinga dengan gendang telinga kemerahan atau

68
normal, gangguan pendengaran hilang timbul, 
terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di
telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan. 
Pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala
belakang      
6 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa
dan kelamin mengontrol kandung kemih, bedwetting; vaginal
discharge; genitalia gatal/bengkak/ kemerahan/
nyeri; nyeri bila berhubungan kelamin
7 Sistem Susunan Saraf Sering sakit kepala, migrain, short lost memory
Pusat (lupa nama orang, barang sesaat), floating
(melayang), kepala terasa penuh atau membesar.
Perilaku : impulsif, sering marah, mood swings,
kompulsif, sering mengantuk, malas bergerak,
gangguan konsentrasi, muah marah, sering
cemas, panic, overactive, kepala terasa penuh
atau besar; halusinasi, delusions, paranoid, bicara
gagap; claustrophobia (takut ketinggian), paralysis,
catatonic state, disfungsi persepsi, impulsif (bila
tertawa atau bicara berlebihan), overaktif,
deperesi, terasa kesepian merasa seperti terpisah
dari orang lain, kadang lupa nomor, huruf dan
nama sesaat, lemas (flu like symtomp)
8 Sistem Hormonal Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah
leher), endometriosis, Premenstrual Syndrome,
kemampuan sex menurun, Chronic Fatique
Symptom (sering lemas), Gampang marah, Mood
swing, merasa kesepian, rambut rontok
9 Jaringan otot dan tulang Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue
(kelelahan), kelemahan otot,nyeri, bengkak,
kemerahan pd sendi; stiffness, joint deformity;
arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu tegang,
otot leher tegang, spastic umum, limping gait,

69
gerak terbatas
1 Gigi dan mulut Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi
0 (biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi
sering berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut,
mulut dan bibir sering kering, sindrom oral
dermatitis.
1 Mata Nyeri di dalam atau samping mata, mata
1 berair,sekresi air mata berlebihan, warna tampak
lebih terang, kemerahan dan edema palpebra,
Kadang mata kabur, diplopia, kadang kehilangan
kemampuan visus sementara, hordeolum..

Etiologi
Alergi merupakan suatu reaksi dari tubuh terhadap molekul yang
dikenal sebagai benda asing. Sebagai contoh, reaksi alergi adalah suatu
bagian penting dari sistem imun pertahanan tubuh. Ketika seseorang alergi
terhadap sesuatu, pertahanan tubuh akan bereaksi dan memproduksi zat
kimia poten seperti histamin. Histamin sangat berperan tehadapa gejala
seperti lakrimasi, mata gatal, dan beberapa gejala lainnya.
Reaksi alergi merupakan sebuah reaksi hipersensivitas dari sistem
imun tubuh terhadap benda asing yang dikenal sebagai alergen, di mana
tubuh salah mempersepsikan sebagai suatu pertahanan yang poten.
Respon tersebut dapat merupakan bawaan atau didapat. Adanya alergen
pada konjungtiva memicu dua respon imun secara stimultan, satu
disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, dan yang
kedua dari produksi asam arakhidonat dan konversinya seperti
prostaglandin.
Alergen terikat pada antibodi yang dikenal sebagai Imunoglobulin E
(IgE), kemudian menempel pada sel mast sehingga terjadi degranulasi. Dari
degranulasi tersebut keluarlah mediator-mediator yang sifatnya dapat
bersifat langsung, tak langsung, atau kombinasi keduanya. Dua mediator
penting yang dilepaskan dari sel mast yaitu histamin dan bradikinin, yang
secara cepat menstimulasi nosiseptor, menimbulkan sensasi rasa gatal.

70
Selain itu, mediator tersebut juga meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah (vasodilatasi).

Patofisiologi

Proses ini dimulai oleh suatu alergen melalui kontak dengan mukosa
yang kemudian diikuti oleh renteten peristiwa kompleks yang menghasilkan
IgE. Respons IgE merupakan suatu respons lokal yang terjadi pada tempat
masuknya alergen ke dalam tubuh pada permukaan mukosa dan pada
limfonodi. Produksi IgE oleh sel B tergantung pada penyajian antigen oleh
sel penyaji antigen (APC) dan kerja sama antara sel B dan sel TH2. IgE
yang dihasilkan mula – mula akan mensensitisasi sel mast di jaringan
sekitarnya, sisanya akan masuk sirkulasi ataupun sel mast di jaringan lain di
seluruh tubuh. IgE mampu melekat pada sel mast dan basofil dengan
afinitas tinggi melalui fragmen Fc-nya. Dengan demikian, walaupun waktu
paruh IgE bebas dalam serum hanya beberapa hari, sel mast dapat tetap
tersensitisasi oleh IgE untuk beberapa bulan karena tingginya afinitas
pengikatan IgE pada reseptornya, terlindungi dari penghancuran oleh
protease serum. Reaksi hipersensitifitas tipe I terjadi bila sel mast yang telah
tersensitisasi dengan IgE bertemu dengan antigen/alergen spesifik.
Kemudian sel mast akan melepaskan mediator farmakologis seperti
histamin, ECF-A (Eosinophil-Chemotactic Factor of Anaphylactic), PAF
(Platelet Aggregating Factor) dan NCF-A (Netophil-Chemotactic Factor
Anaphylactic).
Mediator ini kemudian menimbulkan respons radang yang khas
ditandai dengan erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan tebal, berwarna
merah memutih bila ditekan dan disertai rasa gatal. Oleh karena adanya
ECF-A hasil dari degranulasi sel mast, sel eosinofil akan bergerak ke daerah
sasaran dan akan melepaskan mediator berupa antihistamin yang akan
mengontrol reaksi alergi.

Mekanisme test

71
Tes tusuk kulit (Skin Prick Test)
Gunanya:  memeriksa alergi terhadap alergen yang dihirup (debu, tungau,
serbuk bunga) dan alergen makanan (susu, udang, kepiting), hingga 33
jenis alergen atau lebih.
Prosedur:  
 Untuk menjalani tes ini, usia anak minimal 3 tahun dan dalam keadaan
sehat serta ia tidak baru meminum obat yang mengandung antihistamin
(anti-alergi) dalam 3–7 hari (tergantung jenis obatnya).
 Tes dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam. Kulit diberi alat khusus
disebut ekstrak alergen yang diletakkan di atas kulit dengan cara
diteteskan. Ekstrak alergen berupa bahan-bahan alami, misalnya
berbagai jenis makanan, bahkan tepung sari.
 Tidak menggunakan jarum suntik biasa tetapi menggunakan jarum
khusus, sehingga tidak  mengeluarkan darah atau luka, serta tidak
menyakitkan.
 Hasil  tes diketahui dalam 15 menit. Bila positif alergi terhadap alergen
tertentu, akan timbul bentol merah yang gatal di kulit.
 Tes ini harus dilakukan oleh dokter yang betul-betul ahli di bidang alergi-
imunologi karena tehnik dan interpretasi (membaca hasil tes) lebih sulit
dibanding tes lain.
Tes tempel (Patch Test)
Gunanya: mengetahui alergi yang disebabkan kontak terhadap bahan kimia,
misalnya pada kasus penyakit dermatitis atau eksim. 
Prosedur:  
 Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun.
 Dua hari sebelum tes, anak tidak boleh melakukan aktivitas yang
berkeringat atau mandi. Punggungnya pun tidak boleh terkena gesekan
dan harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
 Tes akan dilakukan di kulit punggung. Caranya, dengan menempatkan
bahan-bahan kimia dalam tempat khusus (finn chamber) lalu
ditempelkan pada punggung anak. Selama dilakukan tes (48 jam), anak
tidak boleh terlalu aktif bergerak.

72
 Hasil tes didapat setelah 48 jam. Bila positif alergi terhadap bahan kimia
tertentu, di kulit punggung akan timbul bercak kemerahan atau
melenting.

Tes RAST (Radio Allergo Sorbent Test)


Gunanya: mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan alergen makanan. 
Prosedur:  
 Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun dan tidak menggunakan
obat-obatan.
 Dalam tes ini, sampel serum darah anak akan diambil sebanyak 2 cc,
lalu diproses dengan mesin komputerisasi khusus. Hasilnya diketahui
setelah 4 jam.

Tes kulit intrakutan


Gunanya: untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan.
Prosedur: 
 Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun.
 Tes dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat
yang akan di tes di lapisan bawah kulit.
 Hasil tes dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif, akan timbul bentol,
merah dan gatal.

Tes provokasi dan eliminasi makanan


Gunanya: mengetahui alergi terhadap makanan tertentu.
Prosedur:
Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.
 Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu
anamnesis atau riwayat penyakit anak dan pemeriksaan yang cermat
tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan dan tanda serta
gejala alergi makanan sejak kecil.
 Selanjutnya, untuk memastikan makanan penyebab alergi, digunakan 
metode Provokasi Makanan Secara Buta (Double Blind Placebo Control
Food Chalenge atau DBPCFC), yang merupakan standar baku. Namun

73
karena cara DBPCFC ini rumit dan butuh biaya serta waktu tidak sedikit,
beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap
metode ini. Salah satunya, dengan melakukan “Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka Sederhana”.  Caranya: dalam diet sehari-hari anak,
dilakukan eliminasi (dihindari) beberapa makanan penyebab alergi
selama 2–3 minggu. Setelah itu, bila sudah tidak ada keluhan alergi, 
maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai.
Selanjutnya, dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu
dan bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila
dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala. Tak perlu takut anak akan
kekurangan gizi, karena selain eliminasi diet ini bersifat sementara, anak
dapat diberi pengganti makanan yang ditiadakan yang memiliki
kandungan nutrisi setara.

Tes provokasi obat


Gunanya: mengetahui alergi terhadap obat yang diminum.
Prosedur:  
 Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.
 Metode yang digunakan adalah DBPC (Double Blind Placebo Control)
atau uji samar ganda. Caranya, pasien minum obat dengan dosis
dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15–
30 menit.  
 Dalam satu hari, hanya boleh satu macam obat yang dites. Bila perlu
dilanjutkan dengan tes obat lain, jaraknya minimal satu minggu,
bergantung dari jenis obatnya.

Mekanisme timbulnya penyakit (metabolisme)

Reaksi alergi melibatkan dua respon kekebalan tubuh. Pertama,


produksi immunoglobin E (IgE), tipe protein yang dinamakan antibodi
beredar dalam darah. Kedua, sel mast, berada pada semua jaringan tubuh
terutama pada daerah yang menimbulkan reaksi alergi, seperti hidung,
tenggorokan, paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan.

74
Tubuh mulai menghasilkan antibody tertentu, yang disebut IgE, untuk
mengikat allergen. Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut
sel mast. Sel mast dapat ditemukan di saluran pernafasan, usus dan
ditempat lain. Kehadiran sel mast dalam saluran pernafasan dan saluran
pencernaan membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan allergen.
Mengikat allergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini menyebabkan
sel mast melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah. Histamine
menyebabkan sebagain besar gejala reaksi alergi.
Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut:
reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh
Antigen Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat
molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke
sel Th-2. Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4
dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi
sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang
merupakan sel inflamasi utama dalam reaksi alergi. Selain itu sel residen
juga melepas mediator dan sitokin yang juga menimbulkan gejala alergi.

Mekanisme Hipersensitivitas I
Mekanisme pengobatan

75
Pengobatan alergi tergantung pada jenis dan berat gejalanya. Tujuan
pengobatannya bukanlah menyembuhkan melainkan mengurangi gejala dan
menghindari serangan yang lebih berat dimasa yang akan datang. Gejala
yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala akan
menghilang beberapa saat kemudian.
Pemberian Antihistamin dapat membantu meringankan berbagai
gejala. Penanganan alergi yang paling tepat bukanlah dengan obat-obatan
melainkan dengan cara menghindari allergen. Secara teoritis, alergi
memang tidak bisa dihilangkan, tetapi dapat dikurangi frekuensi dan berat
serangannya. Namun sering sekali dalam keseharian, allergen sulit
dihindari. Untuk itu, diperlukan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah
alergi.
Normalnya, sistem kekebalan tubuh akan memproteksi tubuh dari
daya rusak yang dilakukan benda asing tersebut, bakteri atau racun. Akan
tetapi, jika tubuh melakukan reaksi berlebihan atas substansi pelemah
tersebut, terjadi hipersensivitas.
Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Pilihan tentang
pengobatan dan bagaimana cara pemberian disesuaikan dengan gejala
yang dirasakan.
A. Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,
pengobatan yang dilakukan disarankan adalah:
1. Prescription antihistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine
(Allerga), dan Ioratadine (Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa
menyebabkan rasa kantuk. Pengobatan ini dilakukan sesaat si
penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya
dalam satu hari, 24 jam.
2. Nasal corticosteroid semprot. Cara pengobatan ini dimasukkan ke
dalam mulut atau melalui injeksi. Bekerja cukup ampuh dan aman
dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek
samping. Alat semprot bisa digunakan beberapa hari untuk
meredakan reaksi alergi, dan harus dipakai setiap hari. Contoh:

76
fluticasone (Flonase), mometasone (Nasonex), dan triamcinolone
(Nasacort).
B. Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat
dilakukan untuk menekan gejala yang mengikuti :
1. Epinephrine
2. Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl)
3. Corticosteroids
Obat alergi dapat terbagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Obat alergi golongan antihistamin (AH1)
Obat alergi golongan antihistamin ini bekerja menghambat reseptor H1
(AH1) yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat dilepaskannya
histamin. Histamin inilah yang kemudian menimbulkan reaksi imunitas
seperti ruam kemerahan, gatal-gatal, pilek, bersin, dll.
2. Obat alergi golongan kortikosteroid (kortison)
Kortikosteroid merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar anak ginjal
(adrenal cortex) atau obat-obat yang disintesis dan kerjanya analog dengan
hormon ini. Efek yang ditimbulkan oleh obat ini luas sekali dan dapat
dikatakan mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh mulai dari
keseimbangan cairan dan elektrolit hingga daya tahan tubuh. Oleh karena
itu dalam terapi obat golongan steorid mempunyai indikasi yang sangat
luas. Salah satunya sebagai anti alergi pada serangan akut dan parah
Penggunaan kortikosteorid diusahakan tidak dalam jangka waktu panjang
dan dengan dosis serendah mungkin yang sudah memberikan efek terapi
sesuai indikasinya. Dipilih dulu sediaan yang nonsistemik (topikal atau
inhalasi) karena tidak/sedikit sekali diserap ke dalam tubuh. Jika obat ini
sudah digunakan dalam jangka waktu lama, maka untuk menghentikannya
tidak boleh mendadak, tetapi harus diturunkan perlahan-lahan.

Daftar obat antialergi

Nama Obat
Mekanisme
Golongan Indikasi Efek samping Dosis
Kerja
Antihistamin (AH1)

Astemizol (G) Menghambat Rhinitis Nafsu makan Dewasa dan

77
alergi,
anak > 12
konjungtivitis
bertambah, tahun: sehari 10
alergi,
berat badan mg; 6-12 tahun,
Comaz (P) urtikaria
bertambah, dan sehari 5 mg; < 6
kronis, dan
sedikit sedatif. tahun, 2 mg/10
kondisi alergi
kerja histamin kgBB/hari.
lainnya.
terutama
diperifer, Digunakan
Eksitasi,
sedangkan di pada hay Dosis 5 mg 2 X
kegelisahan,
sentral tidak fever, sehari atau 10
Mequitazin (G) mulut kering,
terjadi karena urticaria dan mg 1 X sehari
palpitasi dan
tidak dapat reaksi-reaksi (malam hari).
retensi urin
melalui sawar alergi lainnya

darah otak. Meringankan


Antihistanin gejala yang
bekerja berkaiatan
dengan cara dengan Lemah, pusing,
Dosis yang
kompetitif rhinitis alergi, mulut kering,
Loratadin (G) dianjurkan
dengan seperti sakit kepala,
Lorapharm (P) adalah 10 mg 1
histamin bersin- mengantuk,
X sehari.
terbadap bersin, gatal mual, gatal.
reseptor pada hidung,
histamin pada gatal pada
sel, mata.
menyebabkan Rhinitis Aritmia, Dosis 60 mg
Terfanadin (G) histamin tidak alergi, alergi takikardia diberikan 2 X
Alpenaso (P) mencapai kulit ventrikular sehari.
target organ.
Sakit kepala,
Alergi rhinitis pusing, agitasi, Dewasa dan
Cetirizin (G) yang kronik, mulut kering, anak > 12 tahun
Betarhin (P) perineal, dan dan rasa tidak : sehari 1 x 10
musiman enak pada mg.
lambung

Deksklorfeniramin menghambat Antialergi, Mengantuk, Dewasa 3-4 x


maleat (G) Dexteem aksi urtikaria, urtikaria, shok sehari 1 tablet,
(P) farmakologis karena anafilaktik, anak < 12
histamin alergi, pilek, fotosensitif, tahun, 3-4 x

78
secara
kompetitif
(antagonis
histamin
reseptor H1)

hay fever, mulut kering, sehari ½ tablet


radang kulit, dan gangguan atau 0,15
alergi obat saluran cema. mg/kgBB/hari.

Nama Obat Mengurangi


Golongan inflamasi
Antihistamin dengan Meningkatkan
Kortikosteroid menekan gangguan
migrasi cairan elektrolit,
neutrofil, gastrointestinal,
Dewasa : sehari
mengurangi Alergi yang dermatologic,
3-4 x 1 kaplet;
produksi perlu terapi osteoporosis,
Bidaxtam (P) anak 6-12 tahun
mediator dengan penambah
/Deksametashon 0,5 : sehari 3-4 x ½
inflamasi, dan kortikosteroid nafsu makan,
mg, kaplet.
menurunkan kantuk ringan
deksklorfeniramin
permeabilitas sampai
maleat 2 mg (G)
kapiler yang sedang,
semula tinggi hematologik
dan menekan
respon imun.

Exabetin Menstabilkan Terapi untuk Lemas otot, Dewasa dan


(P)/Betametason leukosit kasus infeksi osteoporosis, anak > 12 tahun
0,25 mg, lisosomal, saluran efek GI, : sehari 3-4 x 1-
deksklorfeniramin mencegah nafas, gangguan 2 tablet, anak 6-
maleat 2 mg (P) pelepasan inflamasi penyembuhan 12 tahun :
hidrolase okuler, alergi luka, haid tidak sehari 3 x ½

79
perusak asam
dari leukosit,
menghambat
akumulasi
makrofag pada
daerah radang,
mengurangi
daya pelekatan
leukosit pada
kapiler
endotelium,
teratur,
mengurangi
gangguan
permeabilitas
okuler dan pertumbuhan
dinding kapiler tablet
dermatologi pada anak,
dan terjadinya
mual, efek
edema,
pada mata
melawan
aktivitas
histamin dan
pelepasan
kinin dari
substrat,
mengurangi
proliferasi
fibroblast,
mengendapka
n kolagen

80
HASIL DISKUSI

1. Bagaimana cara menentukan nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) dari pasien
asma ?
Jawab :
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :
Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk
menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan
napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut,
sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka
tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.

Gambar Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter


Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung pada

81
siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal
variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Pengukuran dilakukan
sebelum dan 10 menit setelah pemberian bronkodilator.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = x 100%
½( APE malam + APE pagi)

2. Bagaimana mekanisme pengobatan asma yang disebabkan oleh alergi ?


Jawab :
Mekanisme pengobatan asma yang disebabkan oleh alergi yaitu
dengan mengobati alergi yang dialami oleh pasien dengan menggunakan
obat alergi golongan antihistamin (AH1), obat alergi golongan antihistamin
ini bekerja menghambat reseptor H1 (AH1) yang menyebabkan timbulnya
reaksi alergi akibat dilepaskannya histamin. Namun jika asma yang
disebabkan oleh alergi tersebut sudah menyebabkan reaksi inflamasi,
bronkokontriksi, dan hipersekresi mukus pada pasien sehingga
menunjukkan gejala seperti sesak napas yang berat maka dapat
menggunakan golongan pengobatan asma bronkodilator simpatomimetik
contohnya Bitolterol Cairan untuk Inhalasi 0,2%.
3. Mengapa obat yang digunakan untuk flu burung dan flu babi sama
sedangkan virusnya berbeda, dan bagaimana pemantauan pasiennya??
Jawab :
Virus yang menyebabkan flu babi dan flu burung sama-sama adalah virus
Haemophillus influenza. Virus ini memiliki subtype salah satunya adalah sub
tipe A, dan antigen permukaannya terdiri dari 2 sub tipe yaitu hemaglutinin
dan neuraminidase. Yang berbeda pada flu burung dan flu babi adalah jenis
antigen permukaan. Flu burung yaitu H5N1 sedangkan flu babi H1N1. Untuk
itu obat yang digunakan adalah obat antivirus yang bekerja dengan
menghambat neuraminidase.
Pasien diberikan oseltamivir selama 7 hari, kemudian dipantau apakah
gejala-gejala yang dialami sudah berkurang.

82
DAFTAR PUSTAKA

1. Mohamad, K. Flu Burung. [serial on the internet]. 2007. [Diakses tanggal 3


November 2010]. Available from: http//www.influenzareport.com

2. Pertiwi, Ratna, K. Upaya Mandiri Pencegahan Penularan Flu Burung Ke


Manusia. [Diakses tanggal 1 November 2013].

3. Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2010. Obat-Obat Penting. Elex
Media Komputindo. Jakarta

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Flu Burung. [serial on


the internet]. 2005. [Diakses tanggal 4 November 2013]. Available from:
http// www.litbang.depkes.go.id

5. Gunawan, Gan Sulstia. 2009. Farmakolgi dan Terapi. Departemen


Farmakolgi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.
Jakarta

6. IAI. ISO Indonesia volume 46. 2012.Penerbit Ikatan Apoteker Indonesia.

7. John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit
buku Kedokteran EGC

8. Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton. 2006.


Pharmacoterapy Handbook 6th ed International edition, Singapore,
McGrawHill, 826-848.

9. Farthing K., MJ Ferill, JA Generally, B Jones, BV Sweet, JN Mazur, et al.


2007. Drug Facts & Comparison 11th ed., St.Louis:Wolter Kluwer Health,
417-459 PDPI, 2004. Asma, Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia.

10. Kasim, Fauzi, dkk. 2010-2011. Informasi Spesiallis Obat Indonesia Volume
45. PT ISFI : Jakarta

83
11. Richards DM et al. Astemizole; Review of its pharmacodynamic properties
and therapeutic efficacy, Drugs 1984;28;38-61
12. Ratu Saputri dkk. Medical and Scientific PT. Kenrose Indonesia
Mequitazine suatu antihistamin baru, kumpulan makalah simposium
Penatalaksanaan Penyakit Alergi, 10 September 1988.

13. Clisold SP et al. Loratadine A Preliminary review of its pharmacodynamic


properties and therapeutic efficacy, Drugs 1989;37:42-57.

14. Hilbert J et al. Pharmacokinetics and dose proportionality of Loratadine, J.


Clin. Pharmacoll 1987;27: 694-8.

15. Radwaski E. dkk. Loratadine: Multiple-Dose Pharmakokinetics J. Clin


Pharmacol 1987;27:530-3

16. Katelaris C Non sedating antihistamin in perspective, Medical Progress


Sept. 1988; 8-12.

17. Krause LB, Shuster SA Comparison of astemizol & chlorpheniramine in


demographic urticaria. British Journal of Dermatology 1985,112;447- 453.

84

Anda mungkin juga menyukai