Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan ilmu dasar yang memiliki peran penting dalam kehidupan
manusia. Dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini dilandasi oleh matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erman Suherman, dkk
(2003:25) bahwa matematika tumbuh dan berkembang sebagai penyedia jasa layanan
untuk pengembangan ilmu-ilmu yang lain sehingga pemahaman konsep suatu materi
matematika haruslah ditempatkan pada prioritas yang utama.
Berdasarkan pengamatan dalam penelitian siswa SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan
belum mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah
matematika. Misalnya siswa belum mampu membaca soal, belum mampu
mendeskripsikan serta menganalisis soal tersebut, belum mampu menjelaskan hasil yang
didapatkan setelah mengerjakan tes. Seringkali saat diberi soal yang bentuknya berbeda
sedikit saja siswa sudah merasa bingung namun enggan bertanya. Sehingga kemampuan
bertanya dan literasi mereka rendah, tugas-tugas yang tidak dikerjakan, dan hanya
sebagian kecil siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika. Siswa kurang
diberikan kesempatan melakukan aktivitas belajar dan dengan kata lain peran guru dalam
pembelajaran terlihat lebih dominan.
Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi serta melatih siswa
melakukan lierasi matematika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari agar
literasi matematika siswa dapat meningkat. Sebab hakekat mengajar bukanlah melakukan
sesuatu bagi siswa tetapi lebih berupa menggerakkan siswa melakukan hal-hal yang
dimaksudkan dalam pendidikan. Agar proses belajar mengajar dapat merangsang siswa
untuk aktif tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang menyenangkan. Salah satunya
yaitu dengan memilih metode atau strategi pembelajaran yang tepat.
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Perlu diketahui bahwa baik tidaknya suatu pemilihan model pembeljaran
akan tergantung pada tujuan pembelajarannya, sesuai dengan materi pembelajaran, tingkat
perkembangan siswa, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta
mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada. Hal ini didukung oleh (Isjoni,2009)
beliau menyatakan bahwa model-model mengajar yang dipakai oleh guru berpengaruh
dengan cara belajar siswa, yang mana setiap siswa mempunyi cara belajar yang berbeda.
Strategi pembelajaran matematika harus mengubah situasi guru mengajar kepada situasi
siswa belajar.
Dari penjelasan diatas, maka strategi pembelajaran Reciprocal Teaching menjadi
satu alternative strategi pembelajaran yang perlu diterapkan khususnya untuk mata
pelajaran matematika yang akan diteliti. Strategi pembelajaran terbalik (Reciprocal
Teaching) merupakan konsep baru dalam pembelajaran yang dapat merangsang siswa
untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat
membantu memecahkan masalah yang sering dihadapi dalam penggunaan model
pembelajaran yang telah usang.
Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) dengan menggunakan LKS ini
merupakan strategi yang dirasa dapat meningkatkan kemampuan literasi matematika
siswa. Karena dengan menerapkan pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) siswa
diutamakan dapat menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu : menganalisis
dan menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan
kembali pengetahuan yang telah diperoleh, kemudian memprediksikan pertanyaan apa
selanjutnya. Manfaatnya adalah dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran,
meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis, memberi alasan dan
mengkomunikasikan ide secara efektif pada pecahan masalah matematis yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Pengembangan Metode Reciprocal
Teaching dengan Menggunakan LKS Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika Siswa SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Masih rendahnya minat belajar atau perhatian siswa pada mata pelajaran matematika.
2. Belum sesuai pemilihan model pembelajaran atau penerapan strategi pembelajaran
yang dilakukan didalam kelas.
3. Kemampuan literasi siswa pada materi pelajaran matematika dimungkinkan memiliki
pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

C. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang dikemukakan,
maka batasan masalah penelitian ini adalah :
1. Pada penelitian ini penerapan strategi pembelajaran yang digunakan adalah
Pengembangan strategi pembelajaran Reciprocal teaching untuk meningkatkan
kemampuan literasi matematis siswa.
2. Kemampuan literasi yang diteliti adalah kemampuan literasi matematika pada materi
Matriks pada siswa SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan.

D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Apakah strategi pembelajaran Reciprocal Teaching dapat meningkatkan kemampuan
literasi matematika siswa SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan?
2. Bagaimana aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran
Reciprocal Teaching untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa SMA Negeri 2
Percut Sei Tuan?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi siswa dengan strategi Reciprocal
Teaching pada siswa SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan.
2. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran
Reciprocal Teaching
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat meningkatkan pengetahuan bagi pembaca mengenai literasi matematika dengan
metode reciprocal teaching
2. Dapat bermanfaat menjadi bagi penulis maupun oranglain setelah membacanya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Pembelajaran Matematika
Dalam kajian teori pembelajaran matematika, peneliti akan menguraikan 2 sub bab
antara lain : pengertian matematika dan pengertian belajar pembelajaran matematika.
Dengan adanya teori tersebut peneliti dapat menghubungkan bagaimana caranya
menerapkan pembelajaran matematika di sekolah

a. Pengertian Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang berarti
“relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan
sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar
(berpikir).
Matematika adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika dapat
digunakan untuk membuat keputusan apakah suatu ide itu benar atau salah.
Matematika adalah suatu eksplorasi dan penemuan, di situlah setiap hari ide-ide baru
ditemukan.
Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama, karena itu,
matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam
menghadapi perkembangan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada
setiap peserta didik sejak SD, SMP, SMA biasanya disebut dengan matematika
sekolah.
Menurut Ismail “matematika sekolah berfungsi sebagai tempat untuk
meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat membantu memperjelas dan
menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, serta untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan
ilmu mengenai bilangan-bilangan yang diperoleh dengan bernalar,terorganisasikan
dengan baik, yang dapat diterapkan si sekolah untuk mengembangkan cara berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerjasama baik dalam
jenjang SD, SMP, SMA dan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika


James O. Whittaker berpendapat bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan. Sedangkan menurut pandangan Konstruktivisme belajar merupkan hasil
konstruksi kognitif melalui pembelajaran lebih mengacu pada segala kegiatan yang
berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa.
Pada pembelajaran matematika prinsip belajar adalah berbuat, berbuat untuk
mengubah tingkah laku. Berbuat salah satunya adalah menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang diperlukannya. Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran matematika di kelas.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan
seseorang melaksanakan kegiatan belajar, dan proses tersebut dipandu oleh guru.

2. Model Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)


Model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) merupakan konsep baru dalam
pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih
aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat membantu memecahkan
kebutuhan yang sering dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran yang telah
using. Model pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) menerapkan empat strategi
pemahaman mandiri yaitu : menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan
menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya,
kemudian memprediksikan pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang diberikan.

a. Pengertian Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)


Pembelajaran terbalik (Reciprocal Teaching) dikembangkan oleh Anne Marie
Palinscar (1982) dari Universitas Michigan dan Ane Crown dari Universitas
Illinois USA. Karakteristik dari pembelajaran terbalik (reciprocal teaching)
adalah :
1. Dialog antara siswa dan guru, dimana masing-masing mendapat kesempatan
dalam memimpin diskusi
2. “Reciprocal” artinya suatu interaksi dimana seseorang bertindak untuk
merespon dalam memimpin diskusi.
3. Dialog yang terstruktur dengan menggunakan empat strategi yaitu
merangkum, membuat pertanyaan, mengklarifikasi (menjelaskan) dan
memprediksi.

Masing-masing strategi tersebut dapat membantu siswa membangun aktivitas


dan pemikiran kreatif terhadap apa yang sedang dipelajarinya. Menurut Resnick
dalam (Hendriana,2002:25) “Pembelajaran terbalik adalah suatu kegiatan belajar
yang telah dilakukan oleh siswa meliputi membaca bahan ajar yang disediakan,
menyimpulkan, membuat pertanyaan, menjelaskan kembali dan menyusun
prediksi”
Arends (2012 : 58) mendefenisikan reciprocal teaching sebagai suatu
prosedur pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang
strategi-strategi kognitif dan membantu siswa untuk memahami materi
pembeljaran dengan baik. Trianto (2009:173) juga mendefenisikan bahwa
reciprocal teaching merupakan suatu pendekatan konstruktivis akan strategi-
strategi belajar siswa yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan/pengajuan
pertanyaan dimana strategi-strategi kognitif diajarkn melalui pengajaran langsung
oleh guru untuk memperbaiki kinerja membaca siswa yang membaca
pemahamannya rendah.
Reciprocal teaching merupakan pembelajaran melalui kegiatan mengajarkan
sesame teman ( siswa dengan siswa) ataupun guru dengan siswa. Dalam hal ini
siswa berperan sebagai “guru” untuk menggantikan peran guru sebenarnya dalam
mengajar, sementara itu guru berperan sebagai model yang menjadi contoh,
fasilitator yang memberi kemudahan, dan pembimbing yang melakukan
scaffolding. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah siswa dapat melakukannya.
Penerapan reciprocal teaching dalam pembelajaran matematika terdapat
modifikasi perubahan alur strategi, seperti pernyataan Garderen (2004 : 226-227)
yaitu bahwa versi yang berbeda dari pembelajaran reciprocal teaching diterapkan
untuk membangun pemahaman siswa dalam mengatasi permasalahan matemtika.
Empat komponen penting dari versi lain model reciprocal teaching meliputi:
1. Mengklarifikasi (Clarifying)
Pada tahap ini, siswa diberikan materi pelajaran yang terkait. Siswa
diwajibkan untuk membaca bahan bacaan tersebut kemudian
mengklarifikasi/menjelaskan kata-kata atau kalimat yang masih asing.
Pada tahap klarifikasi, satu siswa bertugas membimbing dan memimpin
teman sekelompoknya dalam mengklarifikasi materi.
2. Memprediksi (Predicting)
Pada tahap ini, siswa diajak memprediksi hubngan antar konsep
pembelajaran, baik konsep yang telah dipelajari maupun konsep pada
materi yang sedang dipelajari. Pada tahap ini, salah satu siswa bertugas
membimbing dan memimpin kelompoknya dalam diskusi prediksi
berlangsung
3. Membuat Pertanyaan (Questioning)
Pada tahap questioning ini, siswa membuat pertanyaan atau soal
sendiri kemudian menjawabnya (proses ini disebut metakognitif). Dengan
melakukan proses metakognitif ini, siswa dapat melakukan crosscheck
mengenai materi yang telah diperoleh dan materi yang belum dikuasai
dari keseluruhan konsep yag diajarkan guru.

4. Merangkum (Summarizing)
Pada bagian Summarizing, siswa diminta untuk membuat rangkuman
secara jawab dalam membimbing serta merangkum teman sekelompoknya
dalam diskusi Summarizing.

Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) adalah strategi belajar


melalui kegiatan mengajarkan teman. Pada strategi ini siswa berperan
sebagai “guru” menggantikan peran guru untuk mengajarkan teman-
temannya. Pembelajaran ini dikembangkan untuk membangun dialog-
dialog belajar yang bersifat kerjasama untuk mengajarkan pemahaman
bacaan mandiri di kelas.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Terbalik (Reciprocal Teaching)


Menurut Garderen (2004: 228), langkah-langkah pembelajaran matematika
model reciprocal teaching sebagai berikut:
1. Guru memberitahukan tujuan pembelajaran serta memotivasi siswa.
2. Guru memberikan informasi serta alur dari model reciprocal teaching kepada
siswa.
3. Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok heterogen dengan masing-
masing kelompok terdiri dari 4-5 orang.
4. Guru membagikan seperangkat kartu reciprocal teaching (kartu pemimpin
diskusi clarifying, kartu pemimpin diskusi predicting, kartu pemimpin diskusi
questioning, kartu pemimpin diskusi summarizing), bahan materi bacaan
pembelajaran, dan Lembar Kerja Kelompok (LKK)
5. Kelompok yang sudah mendapatkan 4 kartu maka setiap anggota kelompok
memilih kartu secra acak.
6. Setelah masing-masing mendapatkan kartu, siswa berdiskusi secara kelompok
dengan melakukan empat diskusi, yaitu: (diskusi clarifying, diskusi predicting,
diskusi questioning, diskusi summarizing) dengan berpedoman pada LKK
yang telah dibagikan oleh guru.
7. Guru mengawasi kelas sambil memeriksa hasil pekerjaan kelompok serta
keaktifan siswa dalam berdiskusi.
8. Setelah siswa menyelesaikan diskusinya, guru meminta perwakilan salah satu
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
9. Melalui sesi Tanya jawab, guru mengevaluasi hasil diskusi serta pemahaman
siswa mengenai materi yang telah dipelajari.
10. Guru melakukan refleksi mengenai keberhasilan dari model reciprocal
teaching.

3. Penelitian yang Relevan


Menurut Elizabeth Sulzby literasi adalah kemampuan seseorang dalam berbahasa
dan berkomunikasi. Dimana orang tersebut tidak hanya memiliki kemampuan
membaca saja. Tetapi juga memiliki kemampuan menyimak, berbicara serta menulis.
Dari apa yang disampaikan oleh Elizabeth di atas menunjukan bahwa literasi sebagai
faktor utama agar seseorang bisa berkembang dan melek ilmu pengetahuan lewat
membaca. Setidaknya pula, lewat membaca mengantarkan individu tersebut memiliki
keterampilan lain selain pengetahuan. Misalnya memiliki keterampilan lain dibidang
yang telah mereka baca atau semacamnya.
Program for international student assessment (PISA) merupakan salah satu
program yang diinisiasi oleh OECD (Organisation For Economic Cooperation And
Development) pada tahun 1990an yang merupakan salah satu assesment utama
berskala internasional yang menilai kemampuan matematika siswa dan memberikan
informasi kepada pemerintah maupun pihak lainnya tentang bagaimana tingkat
efektivitas sistem pendidikan khususnya dalam mempersiapkan masa depan siswa
(Kaye & Rose 2015). OECD melalui PISA melakukan penilaian mengenai
kemampuan membaca siswa dan literasi matematis siswa secara rutin.
Kemampuan literasi matematis sangat penting karena matematika sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari (Sari, 2015) kemampuan literasi matematis
dapat meningkatkan sumber daya manusia (Masjaya & Wardono, 2018). Literasi
matematis menekankan pada kemampuan siswa untuk menganalisis, memberi alasan
dan mengkomunikasikan ide secara efektif pada pemecahan masalah sistematis yang
mereka temui (OECD, 2009). Literasi matematika adalah kemampuan individu untuk
merumuskan, menerapkan, menafsirkan matematika dalam berbagai konteks.

Tuntutan kemampuan siswa dalam matematika tidak sekedar memiliki


kemampuan berhitung saja, akan tetapi kemampuan bernalar yang logis dan kritis
dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini tidak semata-mata masalah yang
berupa soal rutin akan tetapi lebih kepada permasalahan yang dihadapi sehari-hari.
Kemampuan matematis yang demikian dikenal sebagai kemampuan literasi
matematika. Seseorang yang literate (melek) matematika tidak sekedar paham tentang
matematika akan tetapi juga mampu mengunakannya dalam pemecahan masalah
sehari- hari. Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin
littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan
konvensi- konvensi yang menyertainya. Kendati demikian, literasi utamanya
berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan, sementara sistem
bahasa tulis itu sifatnya sekunder.

Pengertian lain literasi matematika, sebagaimana dikutip dalam laporan PISA


2012, adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan
matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis
dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan fungsi
matematika untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena
(OECD, 2013). Dengan penguasaan literasi matematika, setiap individu akan dapat
merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya, komunitasnya,
serta masyarakatnya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat
keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstruktif.
Wells (1987) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu:
performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative,
orang mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol
yang digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual, atau
petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan
kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran.
Terdapat sejumlah variabel yang dapat menjadi determinan literasi siswa. Secara
umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu faktor
dalam diri siswa (internal) dan faktor di luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor
internal dapat dipilah menjadi aspek kognitif seperti kemampuan intelektual,
kemampuan numerik, dan kemampuan verbal, dan aspek nonkognitif seperti minat
dan motivasi. Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, serta lingkungan media massa dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian
Pendidikan Balitbang Kemdikbud, 2013b).

4. Materi Matriks
Matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang dinyatakan dalam baris dan kolom.
Matriks adalah himpunan skalar (bilangan riil atau kompleks) yang disusun atau
dijajarkan secara empat persegi panjang menurut baris-baris dan kolom-kolom.
Biasanya matriks kita beri nama dengan huruf kapital seperti A, B, C, dll.
Contoh matriks:

Ada beberapa istilah-istilah yang ada ada matriks, diantaranya yaitu baris, kolom, dan ordo.
Baris adalah letak yang mendatar, sedangkan kolom adalah letak yang
vertikal. Sebagai contoh perhatikan matriks A di atas, maka elemen pada baris pertama
adalah -1 dan -3, sedangkan elemen pada kolom kedua adalah -3 dan 12.

Setiap matriks memiliki ukuran matriks yang disebut dengan ordo. Ordo
matriks dinyatakan dalam mxn, dimana m adalah jumlah baris dan n adalah
jumlah kolom. Misalkan matriks A pada gambar di atas, maka ordo matriks A adalah 2
x 2, ordo matriks B adalah 2 x 1, dan ordo matriks C adalah 1 x 4.

a. Jenis-jenis Matriks
Ada beberapa jenis-jenis matriks,yaitu :
1. Matriks baris, yaitu matriks yang hanya memiliki satu baris.
Contoh: [2 −5 ¿ ¿

2. Matriks kolom, yaitu matriks yang hanya memiliki satu kolom.

[ 26 48]
3. Matriks nol (null matrix) adalah matriks dimana semua elemenya mempunyai nilai
nol (0).
Contoh: 
4. Matriks kuadrat/bujur sangkar (square matrix) adalah matriks dimana jumlah baris
(m) sama dengan jumlah kolom (n) atau m = n.
Contoh: 

5. Matriks diagonal (diagonal matrix) adalah matriks dimana semua elemen diluar


diagonal utamanya adalah nol (0) dan minimal ada satu elemen pada diagonal
utamanya bukan nol.
Contoh: 

6. Matriks skalar (scalar matrix) adalah matriks diagonal dimana elemen pada diagonal
utamanya bernilai sama tetapi bukan satu atau nol. 

7. Matriks kesatuan/identitas (unit matrix, identity matriix) adalah matriks dimana


semua elemen pada diagonal utamanya bernilai satu dan elemen diluar diagonal
utama bernilai nol.
8. Matriks segitiga bawah (lower triangular matrix, L) adalah matriks diagonal mana
elemen disebelah kiri (bawah) diagonal utama ada yang bernilai tidak sama dengan
nol. 

9. Matriks segitiga atas (upper triangular matrix, U) adalah matriks diagonal dimana


elemen sebelah kanan (atas) diagonal utama ada yang bernilai
tidak sama dengan nol. 

b. Transpose Matriks
Sebuah matriks A memiliki transpose yang dituliskan dengan 

Secara sederhana, matriks AT dapat diperoleh dengan cara menukar elemen setiap


baris dengan elemen setiap kolom.
Contoh transpose matriks:
c. Operasi Aljabar (Penjumlahan dan Pengurangan matriks)
Umumnya penjumlahan dan pengurangan pada matriks sama
dengan penjumlahan dan pengurangan biasa, yang membedakan adalah
adanya beberapa aturan dalam penjumlahan dan pengurangan matriks, antara lain :
1. Matriks dapat dijumlahkan atau dikurangkan jika mempunyai ukuran atau ordo
yang sama.
2. Matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat dijumlahkan atau dikurangkan.
3. Matriks hasil penjumlahan atau pengurangan mempunyai ukuran yang sama
dengan matriks asal.
4. Penjumlahan matriks adalah menambahkan elemen pada posisi yang sama pada
matriks, begitu pula dengan pengurangan.
5. Berlaku sifat komutatif pada penjumlahan matriks, artinya A+B = B+A

Contoh :
Tentukan penjumlahan dan selisih dari matriks-matriks berikut:

Penyelesaian:
B. Kerangka Konseptual
Reciprocal Teaching adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa agar
mampu menyampaikan suatu materi sebagaimana guru menyampaikan. Model Reciprocal
Teaching memiliki empat strategi, yaitu mengklarifikasi, membuat pertanyaan,
memprediksi, dan menyimpulkan. Dalam hal ini guru hanya bersifat fasilitator bagi siswa,
meluruskan dan memeri penjelasan mengenai materi yang tidak dipahami.
Kerangka Penilaian literasi matematika melibatkan tujuh hal penting dalam proses
literasi matematis (OECD, 2013) , antara lain : (1) Komunikasi, (2) matematisasi, (3)
untuk memecahkan masalah (4) Penalaran dan argument (5) merancang strategi untuk
memecahkan masalah (6) Penggunaan simbol bahasa (7) penggunaan alat matematika.
Dari penjelasan diatas Strategi Reciprocal Teaching dirasa mampu
mengembangkan literasi matematis siswa, karena didalam strategi Reciprocal teaching
siswa dilatih untuk berdiskusi antar teman, mengeluarkan argumen, menyimpulkan bahan
ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan
yang telah diperolehnya.
Tahap awal pada pembelajaran Reciprocal Teaching adaalah persiapan siswa.
Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, setelah terbentuk kelompok mereka
diberi lembar kerja dan mendiskusikannya. Tahap selanjutnya yaitu merangkum, dalam
hal ini siswa diharuskan membaca bahan bacaan kemudian mengklarifikasi menjelaskan
kata-kata yang masih asing kemudian siswa berdiskusi dan menjawab pertanyaan di
lembar kerja dan siswa mengembangkan kemampuan dan menyusun kembali dan
membuat klarifikasi. Tahap ketiga adalah memprediksi. Pada tahap ini siswa diajak
memprediksi hubungan antar konsep pembelajaran. Siswa diminta untuk mengembangkan
kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis baik lisan maupun tulisan. Tahap
keempat yaitu membuat pertanyaan. Dengan melakukan proses ini siswa dapat melakukan
crosscheck mengenai materi yang telah diperoleh dan materi yang belum dikuasai. Tahap
kelima yaitu merangkum. Pada tahap ini siswa diminta untuk membuat rangkuman dari
materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan penjelasan diatas dengan pengembangan strategi Reciprocal
Teaching dapat meningkatkan literasi matematis siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan yang terletak di Jalan
Pendidikan Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Waktu
penelitian dilaksanakan pada semester genap Tahun ajaran 2021/2022 yaitu pada bulan
Januari 2021.

B. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek pada penelitian ini adalah Siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan.
Objek penelitian ini adalah Lembar kerja kelompok berbasis model pembelajaran Reciprocal
teaching untuk meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa SMA Negeri 2 Percut Sei
Tuan.

C. Desain dan Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitan tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk
memperbaiki proses pembelajaran. Menurut (Suharsimi Arikunto, 2014:137) penelitian
tindakan kelas dilaksanakan dengan proses berdaur yang terdiri dari empat tahapan, yaitu :
Perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Rangkaian tersebut dilakukan dengan siklus
berulang prosedur penelitian dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Perencanaan Pelaksanaan

SIKLUS I

Refleksi Observasi

Perencanaan Pelaksanaan

SIKLUS II

Refleksi Obsevasi

Akan dilanjutkan bagan diatas jika KKM tidak tercapai

1. Siklus I
Sesuai dengan jenis penelitian, maka peneliti melakukan penelitian pada siklus I ini
dengan empat tahap, yaitu :
a. Perencanaan Tindakan
 Mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, soal-soal, buku-buku
atau sumber belajar lainnya.
 Menerapkan Strategi Reciprocal Teaching untuk meningkatkan kemampuan
literasi matematis siswa
 Menyiapkan tes pada siklus I untuk meningkatkan hasil belajar siswa
 Membuat lembar observasi aktivitas siswa pada siklus I
b. Pelaksanaan Tindakan
1. Penerapan strategi Reciprocal Teaching.
Berikut ini langkah-langkah strategi reciprocal teaching :
 Guru membagikan LKS kepada siswa
 Siswa membaca petunjuk
 Siswa membuat catatan secara individual
 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
 Siswa berinteraksi dalam kelompok
 Siswa menyimpulkan solusi dari persoalan yang ada di LKS
 Siswa perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi
 Kelompok lain memberikan tanggapan
 Guru dan siswa menyimpulkan solusi dari persoalan yang ada di LKS
2. Memberikan tes dalam kegiatan kelas
3. Mengobservasi aktifitas kegiatan siswa dalam kelas
4. Memberikan tes individu

c. Pengamatan
 Peneliti mengmati situasi belajar siswa.
 Melihat hasil belajar siswa dengan penerapan strategi Reciprocal Teaching.

d. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan
seperti yang telah dicatat dalam observasi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam refleksi sebagai berikut :
1. Memahami proses,masalah, persoalan dan kendala yang nyata dalam tindakan.
Strategis dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam
situasi pembelajaran kelas.
2. Memahami persoalan pembelajaran keadaan kelas dimana pembelajaran
dilaksanakan
3. Memperbaiki pelaksaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada akhir
siklus berikutnya.

2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Jika hasil belajar literasi siswa pada siklus I belum menimbulkan peningkatan lierasi
secara maksimal, maka peneliti akan membuat perencanaan pembelajaran siklus II
berdasarkan pada siklus I yaitu :
1. Mengidentifikasi masalah yang terjadi di kelas
2. Menyusun RPP yang mengacu pada strategi Reciprocal teaching
3. Mempersiapkan test siklus II untuk mengukur hasil belajar siswa.
4. Menyusun lembar observasi aktivitas siswa siklus II

b. Pelaksanaan Tindakan
1. Guru megabsen dan memberikan motivasi kepada siswa agar tertarik mengikuti
pembelajaran. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang dilakukan
serta materi yang akan dipelajari.
2. Penerapan strategi pembelajaran Reciprocal Teaching dan langkah-langkah
sebagai berikut :
 Guru membagikan LKS kepada siswa
 Siswa membaca petunjuk
 Siswa membuat catatan secara individual
 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
 Siswa berinteraksi dalaam dalam kelompok
 Siswa menyimpulkan solusi dari persoalan yang ada di LKS
 Siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas
 Kelompok lain memberikan tanggapan
 Guru dan siswa menyimpulkan solusi dari persoalan yang ada di LKS
3. Memberikan tes dalam kegiatan kelas
4. Mengobservasi aktifits kegiatan siswa dalam kelas
5. Memberikan tes individu
c. Pengamatan
1. Peneliti mengamati situasi belajar
2. Mengamati hasil belajar siswa secara individu dengan menggunakan lembar
observasi yang diselesaikan pada pengamatan pembelajaran
3. Melihat hasil belajar siswa dengan penerapan strategi reciprocal teaching

d. Refleksi Tindakan
1. Memahami proses, masalah, persoalan dan kendala yang nyata dalam tindakan
strategis, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam
situasi pembelajaran kelas
2. Memahami persoalan pembelajaran keadaan kelas dimana pembelajaran
dilaksanakan.
3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada
akhir siklus berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai